Cerita Sex Dosen Galak – Tuti Khaerani Harahap S. Sos M. Si, Itu nama lengkap berikut gelar akademisnya. Dia seorang perempuan berdarah tapanuli selatan yang mempunyai tubuh yang sintal dan montok.
Ke sintalan tubuhnya, walau selalu tertutup balutan busana yang tertutup itu bagai memiliki daya tarik tersendiri, Menggoda setiap pria, mulai dari rekan rekan nya sesama dosen atau bahkan para mahasiswa.
Namun sikap do’i jauh dari kesan ramah bahkan terkesan angkuh saat berbicara, Kalau mendengar cara bicaranya, do’i terkesan merasa paling pintar, walau memang di usianya yang baru 30 tahun sudah meraih gelar magister alias S2.
Sebenarnya sudah banyak lelaki yang mencoba mendekatinya, Terutama dosen-dosen yang masih lajang, Namun sepertinya Buk Tuti memiliki kriteria sendiri dan terkesan susah untuk didekati.
Ngocoks Entah pria yang bagaimana yang diidamkannya sebagai pendamping hidupnya, Padahal dengan usia nya yang melewati kepala tiga itu do’i masih belum juga terfikir untuk menikah.
Bahkan sepertinya dia tidak memberi kesempatan pria pria itu mendekatinya. Do’i selalu sibuk dan larut dengan kesibukanya mengajar dan belajar. Membuat dosen-dosen pria sebayanya malas mendekatinya dan bahkan ada yang frustasi karena dosen cantik yang sarat gelar akademik itu amat susah ditakluk kan.
Sikap nya jutek dan merasa pintar ini berlanjut saat do’i memberi perkuliahan. kalau do’i yang memberi materi perkuliahan, banyak mahasiswa baik lelaki maupun wanita yang pada sakit hati mendegarkata-kata judes dan cenderung kasar dan merendahkan kami, para mahasiswa.
Kata kata remehan acapkali meluncur seperti tidak berbandrol dari bibir mungilnya. Seolah tidak memikirkan apa yang dia ucapkan itu akan membuat para mahasiswa dan mahasiswi tersinggung dan jika ada mahasiswa yang mengritik atau meluruskan pendapatnya, do’i langsung memasang wajah tidak senang dan mahasiswa itu akan terus jadi sasaran cibiran nya.
Secara fisik do’i sebenarnya berparas cantik namun dibalik kecantikan itu tersimpan aura jutek dan angkuh. Jika digambarkan kira-kira wajahnya mirip artis sinetron Prisa Nasution, yang sama sama berdarah tapanuli.
Ciri-ciri fisik do’i dapat digambarkan sebagai berikut: tubuh nya sekal padat dengan tinggi kira-kira 158 cm. Wajahnya bulat, tatapan matanya tajam, Do’i selalu mengenakan jilbab dengan ekspresi wajah angkuh yang akan selalu terpasang pada wajahnya setiap hari.
Bibirnya mungil dan merah merekah. Giginya rata dan kecil-kecil. Kulitnya putih bersih dan halus.(bisa dilihat dari wajah, tapak tangannya, bagian tubuhnya yang terbuka).
Walau wajahya tergolong sedang, namun kalo bicara masalah body, do’i bisa dibilang amat montok dan sexy, terutama pada bagian (wooww)… pinggulnya yang bulat serta sepasang pantat yang montok, kencang dan bisa dibilang bahenol..!! apalagi jika do’i memakai sepatu hak tinggi alias highel.
Pantatnya yang bulat padat itu menungging indah melengak lenggok saat do’i sedang berjalan. Walau selalu megenakan pakaian serba tetutup, namun tak dapat menyembunyikan lekukan tubuhnya yang padat dan montok. membuat setiap lelaki menahan ludah bila berdekatan dan berpapasan dengan do’i. Apalagi saat memperhatikan doi saat berjalan dari belakang..
Di kampus kami do’i terkenal sebagai dosen yang killer walau statusnya hanya sebagai asisten dosenSetiap orang yang tidak disukainya harus puas menerina nilai E alias tidak lulus.
Karena sikap do’i yang otoriter dan terkesan arogan itu membuat sebagian mahasiswa yang bandel, terutama pria, seperti aku jadi terancam untuk mengulang mata kuliah yang diajarnya karena aku dan teman-temanku yang sama sama mengambil mata kuliah buk tuti masuk kelas tidak beraturan.
Walau do’i selalu mengenakan pakaian tertutup dari kepala hingga ujung kaki, namun tetap tidak dapat menyembunyikan keindahan tubuh do’i yang padat menggoda itu. Hal ini dikarenakan doi selalu mengenakan pakaian yang ketat alias nge press hingga memperjelas setiap bentuk dan lekukan tubuhnya yang padat berisi.
Kisah ini dimulai saat aku terlambat masuk mata kuliah yang dipegang do’i. Sebelumnya aku dan teman-temanku yang terkenal sebagai biang onar di kampus kami sedang mabuk-mabukan di kantin belakang. Ya, aku dan geng ku terkenal sebagai macan kampus di universitasku.
Karena kami adalah para mahasiwa lama yang sering mengulang mata kuliah. Setelah puas ketawa-ketawa aku teringat bahwa hari ada perkuliahan.
“weitss… bro, gua lupa mau masuk mata kuliah ekologi.. shit… udah dua empat kali pertemuan gua gak pernah masuk..” ujarku menepuk jidat sendiri.
“jam brapa ini bro…? Udah pada masuk dari tadi tuh…” ujar temanku.
“gua masuk aja ah… Cuma bikin absen doang kok… sambil cuci mata.. liat dosen nya yang bohay itu kabar kabar nya… abis tu gua kesini lagi.. okey? “bujukku pada mereka.
“alasan lu.. bilang aja mau tongkoring Buk Tuti.. parah lo… terserah lo dah… kami nunggu disini ya.. jangan lama-lama brot… kalo gak kami habisin ni… gimana..? “ejek salah seorang temanku lagi.
“iya broo… tenang.. just ten minute…” ujarku berdiri dan berjalan menuju kelas yang tak jauh dari kantin. Dengan mata merah dan sisa mabuk aku menuju ke ruang kuliahku aku memasuki ruang kuliah dengan santai.
Saat itulah Buk Tuti Khairani, dosen mata kuliah Ekologi sedang berdiri di depan kelas dengan posisimembelakangiku. Sedikit iseng aku melirik pantat montok dosen itu… wowww… terlihat garis celana dalamnya dari balik celana dasarnya yang bewarna hijau tua. Warna yang sama dengan blazer kerjanya.
Aku menuju bangku yang kosong, yakni barisan paling belakang. terlihat Buk Tuti menatap ku tajam dengan raut wajah tidak senang. Namun karena mungkin sudah kesal dan geram, do’i tidak memperdulikan aku dan melanjutkan perkuliahan.
Dengan pengaruh ganja yang masih terasa, aku hanya melongo menatap do’i memberikan perkuliahan, fantasi jorok ku mulai bekerja, melihat wajah, body dan parasnya Otakku langsung ngeres.
Setan dalam otak ku langsung berbisik, bagaimana jika dosen itu dapat kuperdaya, disekap dan diperkosa, seperti dalam film2 semi blue yang sering kutonton.
Semakin aku menghayal, semakin bulat tekad ku ingin memperdaya dosen itu!… harus bisa… sepanjang perkuliahan aku menatapnya dalam dalam. otak ku berfikir dan berkhayal bagaimana caranya hariini aku dapat menjebaknya.
Do’i tidak sadar terus aku perhatikan. Sampai perkuliahan selesai. Saat itu aku sudah memikirkan rencana tersebut. Segera aku tinggalkan kelas dan menuju ke kantin tempat semula dan bersiap menjalankan rencana yang tersusun rapi dalam otak ku…
Parkiran kampus… aku berada di dalam mobil, mengawasi orang orang yang akan naik bus kampus. tekad ku sudah bulat, seperti yang aku rencanakan… yaitu menculik Tuti Khairani sepulang dia dari kampus.
Dibalik kaca film yang tak terlihat dari luar, kulihat Buk Tuti melangkah menuju halte bus yang berada tak jauh dari tempat parkiran mobil. Segera aku turun dari mobil dan berlari menghampiri do’i.
“Buk.. Buk Tuti.. tunggu..!!” ujarku menghampirinya. Tampak Buk Tuti berhenti dan menoleh padaku yang berlari kecil menyusul dibelakangnya
“ada apa?” ujarnya dengan nada ketus dan memadang penuh selidik
“ibuk mau pulang ya.. bareng saya aja ..” ujarku padanya
“gak usah, saya pulang sendiri… makasih…” ujar doi ketus dan segera berlalu dihadapanku.
Aku tak putus asa, kali ini dengan berani kuhadang saja langkahnya.
“kita kan satu tujuan Buk, Ibuk ke daerah gobah kan? kita barengan aja, naik mobil saya.. daripadaibuk nunggu bus kampus, lama kan.. kan harus nunggu terisi penuh dulu baru bus nya bisa berangkat “bujukku kembali, berusaha bersikap sesopan mungkin untuk meyakinkanya.
“tumben kamu baik dan ramah.. kamu Brian kan?, mahasiswa semeseter 6 yang sering terlambat masuk itu..?” ujarnya penuh selidik lagi
Aku menangguk, ternyata dosen ini mengingat diriku, namu aku langsung memutar akal,
“lagian gini buk… saya kan sering tertinggal mata kuliah ibuk… saya mau mengejar ketertinggalan saya… ibuk mau kan?” ujarku berusaha meyakinkannya.
“saya mau berubah buk… biar nggak ngulang-ngulang mata kuliah terus.. kan capek juga buk.. harus nunggu tahun besok lagi” tambahku.
“Tumben tumbenan.. yakin kamu?” Ujarnya penuh selidik menatapku tajam.
“Yakin lah buk.. Saya ini memang mau berubah buk..” Ujarku.
”.. hmmm… baiklah.. saya hargai tawaran kamu…” ujar Buk Tuti mangut mangut.
“iya buk… kalo nunggu bus pasti nunggu penumpang penuh baru berangkat…” ujarku meyakinkan nya.
“hm… Iya deh… Dimana mobil kamu?” ujarnya setuju dengan tawaranku. Agaknya dia memang malas naik bus kampus yang penuh dengan sesak mahasiswa itu.
“I’ve got her..” bathinku. Tak berlama-lama aku mengajaknya menuju mobilku yang terparkir tak jauh dari sana. Kubukakan pintu untuk do’i dan mempersilahkannya duduk dibangku depan.
“makasih… ‘ kata do”i memberiku senyuman manis dari mulut mungilnya… sesuatu yang langka…
Perlahan kujalankan mobil keluar dari pekarangan kampus.
Diperjalanan aku sengaja mencari rute jalan memotong, yaitu lewat pintu belakang kampus. tempat yang cukup sepi dilalui kendaraan, dengan alasan menghindari macet. Do’i percaya saja dan terlihat tidak mencurigaiku.
Sesampai di jalan yang di kelilingi banyak batang pohon akasia, dan tidak terlihat ada kendaraan melintas, aku mencoba menawarkan minuman kaleng, yang didalamnya telah kumasukan obat perangsang dengan cara memasukan cairan itu melalui jarum suntik dibagian tas kaleng.
“Ibu mau minum?” kataku sambil menyodorkan minuman kaleng yang terletak di dashboard mobil padanya.
“boleh, terimkasih ya Brian…” ujarnya menerima minuman kaleng yang aku sodorkan.
Dari sudut mata, kuperhatikan moment yang mendebarkan itu, Buk Tuti mulai membuka minuman kaleng itu, namun dia belum meminumnya.
“saya minum ya Brian..” ujarnya yang langsung kubalas dengan anggukan.
Terlihat Buk Tuti mulai menempelkan bibirnya ke ujung atas kaleng minuman itu, dan menegaknya. Cukup banyak kurasa, aku berusah bersikap setengang mungkin walau dadaku deg-degan.
Tak lama kemudian Buk Tuti terlihat selesai meminum minuman itu, sisanya dia letakan di bawah handle pintu. Mulanya ekspresi nya biasa saja. Aku mencoba mengajaknya bicara.
“biasanya pulang ke rumah dijemput siapa bu” tanyaku,
“naik bus..” ujarnya pendek.
Aku mengontrol kecepatan mobil di 20 km, untunglah jalan itu kondisinya tidak terlalu bagus jadi Buk Tuti tidak curiga padaku yang membawa mobil dengan pelan.
Terlihat buk tuti mulai menguap beberapa kali.
“AC nya terlalu dingin ya buk… “pancing ku.
“iya nih, mata saya jadi cepat mengantuk dibuatnya” ujarnya sambil kembali menguap
“kecilkan aja AC nya Brian…” ujar Buk Tuti
“ini udah yang paling kecil buk, mungkin ibuk kecape’an mengajar di kelas, kalau Ibuk mau tidur, tidur aja..” pancingku
“ah, nggak lah Brian.. kalau saya tidur emang kamu tau rumah saya..” ujarnya, keliatannya dia masih sadar. Namun suaranya sudah mulai melemah dan matanya sudah mulai terlihat sayu.
aku yakin Buk Tuti sudah hampir tidak sadarkan diri, akibat reaksi obat perangsang itu. Aku pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan normal., hingga sampai di ujung jalan dan bertemu aspal, aku mulai memacu mobil dengan kecepatan 40 km.
“pelan-pelan aja Brian.. hoammm.. kok kepala saya berat ya…” ujar Buk Tuti.
Mendengar itu aku menyalakan tape, kupilih lagu instrumen, yang akan membuat do’i makin terlelap. Ternyata benar, do’i mulai terhanyut mendengar alunan musik instrumentalia saxophone itu.
Aku mencoba mengetest sejauh mana tingkat kesadarannya,
“buk, bisa tolong pasang safety beltnya..? kita memasuki keramaian, takutnya nanti dilihat polisi” ujarku
Buk Tuti hanya diam, matanya belum tertutup, tapi setengah terpejam. Aku mengetest lagi dengan menyentuh bagian pahanya, kuusap beberapa kali lututnya yang terbalut celana panjang katun itu, terlihat dia tersentak sebentar.
“kenapa Brian…?” ujarnya dengan suara berat.
“maaf buk, tolong dipasang safety belt nya nanti kita bisa kena tilang” ujarku mengingatkan.
“oh.. pasang safety belt..” ujarnya. Dengan malas-malas do’i mencari tali safety belt yang terletak disebelahnya. Setelah bertemu, do’i terlihat kesulitan memasangnya.
Melihat itu aku mencoba mengambil kesempatan,
“susah masang nya ya buk… saya bantu boleh..” ujarku.
´iya nih, susah memasangnya Brian… bantu dong..”ujar Buk Tuti masih terlihat malas malasan
Kuraih tali safety belt dan saat membantu memasang pada tempatnya sengaja kuremas tangannya dan secepat kilat setelah terpasang kuelus lagi pahanya
“Heii… apa-apaan sih kamu Briann..??!!” ujarnya risih dan memelototiku. Suaranya terdengar sedikit parau dan lemah
Saat itu mobil yang kukendarai sudah hampir sampai ke rumahku yang kosong.
“kenapa buk..?” ujarku pura-pura bodoh
“Kenapa kamu tadi pegang pegang paha saya..?? jangan macam-macam ya sama saya..” ujarnya sedikit marah.
Ternyata alam sadar do’I masih bekerja. Walau matanya sudah sayu menahan beban kantuk
“Sorry, nggak sengaja buk…” ujarku sekenanya. Sementara Mobil sudah sampai didepan pagar rumahku.
“buk, tunggu sebentar di mobil ya.. ada yang mau saya ambil dirumah saya sebentar” ujarku.
“Loh, kok kita bisa kesini Brian…?? antar saya pulang ah..” ujarnya menolak
“Cuma sebentar buk, ini rumah saya… Ibuk tunggu aja dimobil, biar saya aja yang masuk.. sebentaar aja.. ya..” ujarku meyakinkannya
“Tapi jangan lama-lama kamu ya..” ujarnya ketus.
Aku pun keluar dari mobil, setelah memastikan buk tuti mengenakan safety belt, tanpa disadarinya dengan keadaanya yang setengah sadar itu, sulit baginya untuk membuka ikatan safety belt yang menahan tubuhnya.
Aku lalu membuka pagar, lebar-lebar. Berikut membuka garasi mobil. Rumah ini adalah pemberian orang tuaku. Untuk tempat tinggal aku yang kuliah jauh dari kedua orang tua.
Setelah beberapa saat aku kembali ke mobil, kudapati Buk Tuti tengah tertidur. Aku masuk kedalam mobil dan perlahan kumasukan mobil kedalam rumah hingga masuk ke garasi.
Setelah itu aku keluar dari mobil dan menutup pagar berikut pintu garasi, hingga keadaan di garasi menjadi gelap. Lalu aku bergegas membuka pintu samping rumah, yang terhubung dengan garasi.
Setelah pintu rumah terbuka, aku membuka pintu mobil depan, tempat Buk Tuti berada, tampak Buk
Tuti membuka matanya, wajahnya tampak ketakutan melihatku yang datang menghampirinya, mungkin do’i terbangun karena suara saat aku menutup pagar dan garasi, hingga do’i terbangun.
“Briann.. Apa apaan ini …? Katanya cuma sebentar..? kenapa kamu bawa aku kesini…??” Wajahnya terlihat cemas, masih dengan posisi terpasang safety belt.
Aku menyeringai, kutatap lekat lekat dosen montok itu, sekarang berada di cengkaramanku. Siap untuk melampiaskan nafsuku yang menggelegak ke ubun ubun sedari tadi.
Aku mendekat dan melepaskan safety beltnya, Buk Tuti kaget karena aku tiba-tiba aku mengampirinya dengan cepat.
“Hei.. Mau kamu apa sih..??” ujarnya mendelik ketakutan. Namun aku hanya berusaha membuka safety belt dan setelah terlepas aku menggendong tubuh Buk Tuti dengan paksa mengeluarkannya dari mobil.
“lepasin iihh.. Briannn !!!, lepaskannhh!!!, jangan kurang ajar kamuu… Briann.. iihh tolooongg…!!” Teriak Buk Tuti berusaha meronta lemah, tangannya berusaha memukulku.
Terjadi pergulatan sebentar, namun dengan tenagaku aku berhasil mengeluarkan nya dari mobil lalu memapah tubuh montoknya yang lemah itu kedalam rumah.
Karena kondisinya yang setengah sadar itu, buk tuti tidak bisa melakukan perlawanan yang berarti terhadap perlakuanku. Walau terus meronta dan mencoba melepaskan diri, Aku terus memapah Buk Tuti dengan sedikit paksaan hingga sampai keruang tengah, suara jeritan minta tolong Buk Tuti yang lema membuatnya makin tidak berdaya.
Diruangan tengah, didepan TV, aku menghempaskan Buk Tuti diatas permadani. Raut ketakuan dari wajahnya bukan membuat ku kasihan, tapi makin membuatku bernafsu untuk menjamahi setiap lekuk tubuh montoknya itu.
“toloong… apa yang kamu inginkan Brian… Saya mau pulang Briann… lepaskan saya…” ujarnya terisak, air mata ketakutan terpancar dari wajah nya yang menggairahkan.
“He he… Pulang? Nanti kuantar pulang… tapi sebelumnya mari kita bersenang-senang sejenak sayanggg..” ujarku memelototinya. Buk tuti makin ketakutan, kulihat dia coba menghindar ke sudut dinding. Wajahnya tampak panik.
Rumahku cukup besar, jadi suara rontaan buk tuti yang lemah, dalam kondisi seperti itu tidak akan terdengar oleh para tetangga.
Aku mulai membuka baju kaosku, berikut celana jeansku, hingga aku hanya mengenakan underwear saja. Buk Tuti makin ketakutan saat aku mulai mendekatinya.
“Gila kamu Brian… Mau apa kamau haa…???!!.. jangan macam-macam ya !!!.. jangaann… Kamu mau perkosa saya Briannn.??? tolongg… oohhh..!!” jeritnya. Aku tak peduli dan lalu menyeret kaki Buk Tuti mendekat kearahku. Tubuhnya pun terseret. Kondisi nya yang sudah terkena obat perangsang itu melemahkan tenaganya.
Sekarang posisi ku berada diatas nya, Kedua tangannya aku silangkan kan dan kutahan satu-satu dengan tanganku. Kemudian aku mulai menindih Buk Tuti yang masih berpakaian lengkap itu, aku memburu wajahnya dengan ciuman. Hingga buk tuti meronta-ronta
“hahahahha… nikmati aja cantiikk… pasrah aja kenapa..??” sahutku makin beringas menciumi pipi dan sekarang memburu bibirnya. Setelah dapat dengan cekatan kuciumi bibir mungilnya
“Ohh, mmphhh… mmhh… sssshh” bunyi bibirnya yang kuciumi. Aku terus mengulum bibir mungil itu, nafas Buk Tuti terdengar turun naik, saat kulumat bibirnya. Aku terus menggelitik rongga atas mulutnya dengan lidahku, hinggga Buk Tuti sulit bernafas. Kemana bibir nya lari terus kukejar, hingga lama kelamaan Buk Tuti membiarkan saja perlakuanku.
Melihat do’i sudah pasrah aku pun makin gila memburu bibirnya, hanya aroma hangat nafasnya yang tak beraturan kudengar.
“Mpphh.. mmhh.. Ssshhh… uhh.. “kurasa do’i sudah mulai terangsang akibat ciumanku. Setelah puas menciuminya, tanganku mulai ku arahkan di payudaranya yang masih ranum dan tertutup busana. Kuraba tonjolan itu dengan lembut dan Buk Tuti hanya bisa mendesah pasrah.
“Ooouuhhh… Hhmmm…”
Gelora nafsuku semakin membara, saat kurasa Buk Tuti sudah terjerat nafsunya dan kehilangan akal sehatnya akibat dahsyatnya pengaruh obat perangsang yang diminumnya.
“Uuhhhh… Nghhh… Ouwww… hh “desahnya saat payudaranya kuremas, Buk Tuti tampak sudah pasrah dan tak berdaya menuruti apa keinginanku begitu saja, Kemaluanku sudah terasa menegang dan langsung saja kulepaskan jilbab buk tuti, do’i pasrah dan tanpa perlawanan saat jilbab nya kutanggalkan dari kepalanya, tampak rambutnya masih terikat kebelakang, model sanggul.
Aku sekarang dapat melihat buk tuti tanpa jilbab, cantik dan sikap kepasrahan yang tampak sekarang ini makin membuatku bernafsu untuk bercinta dengan dosenku ini, walau dosen cantik ini berada diluar alam sadarnya. Aku kembali mendekatinya dan menciumi sekitar lehernya yang putih.
“uuhhhh…” desah Buk Tuti lirih saat kuciumi lehernya. Malahan sekarang Buk Tuti mengadahkan kepalanya keatas, seolah mempersilahkan ku untuk terus mencumbu nya. setelah puas mencumbui lehernya, ciumanku mulai turun ke dadanya
“Briiaann.. hhh… Ahhh… Ouuhhh…”
Desahan demi desahan begitu jelas terdengar keluar dari mulutnya. Semakin dia mendesah, semakin buas kususuri lekuk tubuhnya dan menciuminya. Setelah kulihat do’i menikmati setiap sentuhanku, mulai ku buka kancing bajunya satu-persatu hingga terlihat BH dan dadanya.
Lalu bajunya kulepaskan dari tubuhnya tanpa perlawanan, dari matanya nampak do’i sudah terbakar gairah, yang mengalahkan akal sehatnya, nafasnya terdengar memburu… lalu aku berbaring disampingnya dan tangan ku mulai kumainkan di dadanya.
“enak kan sayang..” godaku.
“AHHHH… SHHH..” desah Buk Tuti yang terlihat menggigiti bibir mungilnya.
Saat tanganku bermain di lingkaran buah dadanya. Pelan-pelan kunaikan cup BH nya keatas hingga kedua buah dadanya yang telah menegang itu terlihat. Aku mulai meremas-remas gundukan bukit indah itu sambil sesekali memainkan remasanku di puting susunya.
“montok banget susumu buk..” bathinku.
\Tubuh Buk Tuti mulai gelisah, menggeliat ke kiri dan kekanan, merasakan nikmat nya pijitan tanganku dibuah dadanya. Napasnya terasa memburu, tiba-tiba saja Buk memutar posisinya menyamping hingga berhadap hadapan dengan wajahku. Mulutnya memburu bibirku, secepat kilat kurasa Buk Tuti mengulum bibirku dengan buas.
“mpphhh.. mmhhh..” terengar desahan penuh nafsu di sela bibir buk tuti yang berpagutan dengan bibirku. Kami berdua saling cium, saling jilat dan aku memburu kemana bibir buk tuti bergerak.
Setelah puas tanganku memainkan tonjolan nan indah itu, kini tanganku merambat kebawah menelusuri bagian selangkangannya. Kurabah-rabah bagian sensitifnya denga lembut.
“Ouuhhhh… hhh… Ahhh… “desahan Buk Tuti semakin menjadi jadi, aku semakin gemas, terus kuelus-elus bagian kewanitaan yang merupakan g spot dari semua syaraf rangsangnya itu dengan gerakan kombinasi, lembut dan kecang.
Desahan Buk Tuti makin menjadi jadi,
“AHHH… OOHHH… SHHH…” desahnya erotis. Setelah puas mengerjai selangkangannya, lalu, kulepaskan pengait depan celana panjangnya dan kuturunkan resleting celananya. Tampak celana dalam Buk Tuti yang berwarna putih mencuat keluar. Lalu dengan tergesa Kuturunkan celana panjangnya hingga lepas dari kedua kakinya.
Sekarang do’i hanya mengenakan celana dalam saja. Masih ada BH nya, namun sudah kubuka kedua cupnya. Wajah pun tuti tampak memerah, antara menahan malu dan nafsu yang melanda nya.
Sungguh sexy dan menggairah melihat tubuh semok buk tuti terlentang dengan erotis di atas permadani dengan posisi menantang, berbeda dengan selama ini kulihat do’i selalu berpakaian tertutup. Wajar saja dia menutup tubuhnya. Karena tubuhnya begitu montok, padat berisi, kulitnya putih bersih, tanpa cacat.
Aku memegangi salah satu pahanya dan Kemudian aku merunduk, menciumi paha putihnya. Terus kuciumi keatas hingga sekarang berada di selangkangannya. Kuciumi bagian itu berulang kali, hingga terdengar do’i mendesah panjang
“OOOOOHHHH… BRIANNNHHH… UGGHHH…!!!” desahnya panjang saat daerah paling sensitifnya yang masih tertutup celana dalam itu kukecup berulang kali. Kedua tanganku mengangkangkan ke dua pahanya agar lebih leluasa mengecup daerah itu.
Buk Tuti menggeliat geliat menahan rangsangan yang melandanya.
Kuraba-raba bagian sensitifnya dan…
“Ahhh…” desahan Buk Tuti semakin menjadi2. Lalu kemudian aku mulai tak sabaran terus mengerjainya aku lalu turunkan celana dalamnya.
“Jangan Briannnhh… gak mauuuhhhh..” Ucapnya lirih berusaha menahan tanganku.
Saat itu aku berhenti melorotkan celananya sambil menatapnya.
“Memang kenapa Buk..?” Tanyaku.
“saya.. takut Brian.. nanti ada yang tau kalau saya beginian sama kamu…” ujarnya menatap ku terbata-bata dengan raut wajah ketakutan namun memerah seperti menahan gejolak nafsunya.
“Tenang aja lah sayang, gak ada yang tau kita berduaan” jawabku tak memperdulikannya.
Tanganku mulai melanjutkan aksi mencopot celana dalamnya. Aksi ku mendapat hambatan tangan Buk Tuti yang berusaha menahan tanganku untuk tidak lebih jauh menelanjanginya, namun itu sia-sia.
Celana dalam berwarna putih itu telah berhasil ku lorotkan ke bawah hingga vagina Buk Tuti yang berbulu lebat itu mencuat.
Ck.. ck.. ck.. Sungguh rimbun bulu-bulu tumbuh di kemaluannya itu. dan kini ku buka celana dalamku dan tampak rudalku yang besar terlihat jelas.
Buk Tuti terkaget menatap rudalku yang begitu tampak mengerikan besarnya. Ku basahi penisku dengan minyak liontin yang sudah kusiapkan dan kini mulai kukangkangkan kedua pahanya untuk memudahkan rudalku bercumbu dengan vaginanya.
Walau buk tuti merengek-rengek berusaha mencegah ku, namun aku tahu akal sehatnya pasti akan kalah dengan nafsu menggelegak, sekarang pinggulku sudah berada sejajar dengan lobang kawinnya yang menganga indah siap untuk dimasuki.
Benda indah itu tampak telah basah, bulubulu yang keriting hitam cukup lebat, nampak ada cairan cinta diantara bulu-bulu keriting indah itu, pertanda nafsu do’i sudah di ubun-ubunnya.
Aku menahan kedua pahanya tetap pada posisi mengangkang dengan kedua pahaku pula. Sekarang aku bersiap-siap menusukan rudalku ke dalam bagian kewanitaannya.
“Jangan Briaaaaaan..!!! jangan dimasukiinnn.. AHHHHH..” Awwww… Sakiiiittt Briannnhh…” Jeritnya histeris saat aku menyodokan penisku kedalam vagina nya.
Berulang kali aku terus berusaha menembus kemaluannya namun sangat terasa susah. kali ini kubantu dengan ludahku dan kusuap ke mulut vagina Buk Tuti.
“UGGHHHHH.. Briaaaan, Sakiiiiit…!!” keluhnya.
Ku tak pedulikan perkataannya, ku tekan perlahan lahan dan “plooozzz…”, penisku terasa menerobos masuk keliang kewanitaannya.
“AHHHHHHH..!!!” desahan Buk Tuti semakin keras. Wajahnya panik, menahan sakit di selangkangannya.
Kurasakan denyut rongga-rongga vagina Buk Tuti mencengkram erat kepala kombetku, Dan… Ohhh, ternyata vagina Buk Tuti amat sempit. mengeluarkan darah di sela pinggir lobang kawinnya itu. dan tampak do’i meringis kesakitan.
Aku pun mulai mengerakkan penisku maju dan mundur dengan perlahan-lahan guna mengoyak lapisan demi lapisan selaput dara do’i.
Desahan, erangan, keluhan, rintihan mulai terdengar dari mulut dosenku yang super hot itu.
“Awwwhh… Ouuhh.. Ohhh… Ngghhh..”
Aku terus menghujamkan penisku ke bagian yang lebih dalam. Hingga sedikit demi sedikit kurasa 7 lapisan selaput daranya mulai terkoyak.
Sementara Buk Tuti meringis kesakitan, tangannya mencengkram kuat kedua lenganku. Mata nya terpejam menahan sakit bercampur nyeri.
Lama-kelamaan penisku mulai amblas kedalam lobang kawinnya. Cairan nafsunya membantu penisku menerobos kebagian lebih dalam dan secara bersamaan ku peluk dia dan kulumat bibirnya.
“Oohhh… Rapet banget vegy mu Buukk..” Bathinku.
Hanya 5 menitan ku nikmati isi vagina dosenku itu, ku rasa diriku ingin mencapai klimaks. Jepitan dinding vaginanya membuat penisku seperti diremas-remas dari dalam.
Kepalaku mendongak keatas menikmati sempitnya lobang kawin Buk Tuti. Ku perbuas ciuman ku dan kuarahkan lidahku ke leher mulusnya. Buk Tuti terlihat masih terus menahan sakit dan nikmat yang menyatu di persenggamaan kami.
“AHHHHH…!! “Akupun mencapai klimaks, akhirnya kusemprotkan lahar ku dalam lobang kawinnya itu.
Kurasa pejuku begitu banyak muncrat dalam lobang vagina Buk Tuti. Ia hanya bisa menatapku dengan kaget, dan menggigiti bibirnya saat merasakan setiap semburan lahar panasku yang kini mulai dirasakannya menembus masuk diperutnya.
Nafas kami berdua terengah-engah, aku memejamkan mata menikmati orgasme yang barusan kurasa. Enggan rasanya melepaskan penisku dari dalam vaginanya. Demikian juga dengan buk tuti, yang tengah memejamkan mata, menikmati hangatnya sprema ku bersemayam dalam rahimnya. Nafasnya turun naik.
Aku masih diatasnya dan memeluknya tanpa peduli kekawatirannya bila nantinya dia hamil. Aku menciuminya dan mulai kubelai dan berkata:
“Ibu masih perawan ya..?” tanyaku
Buk Tuti hanya terdiam dan melihatku. Do’i terlihat terisak sedih. Sekitar 2 menit kami saling menatap, lalu do’i berkata:
“Setelah ini berlalu, gimana kalau terjadi apa2 denganku..?” ucapnya dengan nada menyesal
“Aku akan bertanggung jawab kok sayang, percaya padaku, asal hanya aku yang melakukan ini ke ibu..” jawabku sembari menciumi keningnya yang basah oleh keringat.
Sepasang mata do’I menatapku penuh harap.
Kami pun saling berpelukan
“Kamu janji Brian… mau bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Asal kamu tahu Brian.. Kamulah pria pertama yang menodaiku..” isaknya. Ngocoks.com
“iya sayang… boleh kan aku panggil sayang..” rayuku.
Buk Tuti terlihat terharu dan mendekapku.
“Jangan tinggalkan aku ya Brian..” ujarnya terisak.
Setelah merasa penisku mulai menyusut, aku mencabut penisku dalam lobang kawin buk tuti dan aku tidur disamping Buk Tuti dan memeluk do’i dengan perasaan puas tak kentara. Akhirnya tujuanku untuk menikmati tubuh dan keperawanan dosen killer ini tercapai juga.
Kemudian kurasa do’i tertidur di pelukanku karena kecape’an. Melihat do’i tidur pulas aku beranjak dari samping tubuh Buk Tuti yang masih bugil. Aku lalu menggendong Buk Tuti yang masih tertidur itu kedalam kamarku dan kubiarkan do’i tertidur pulas.
Aku tinggalkan do’i dikamar menuju ruang tengah sambil merokok dan minum vitamin. Sungguh nikmat sekali bercinta dengan seorang wanita yang masih ting ting, yang belum pernah disentuh oleh pria manapun seperti Buk Tuti. Kadang ada juga rasa kasihan terbesit. Namun semua sudah terjadi, walau usianya lebih tua daripadaku dan walau dia tidak modis.
Tidak seperti gadis – gadis kampus yang sering ku kencani. Namun ada sensasi tersendiri bagiku dapat bercinta dan memerawani dosen ku ini. Rasa penasaranku terobati sudah.
Aura kecantikan, kemulusan dan kemontokan tubuhnya memang sungguh mempesona. aku memang tidak akan pernah mau bertanggung jawab, apalagi menikahinya aku hanya berniat menjadikan dia sebagai pelampiasan nafsuku saja.
Bersambung…