Setelah selesai mandi aku kembali masuk kekamar dan mendapati Buk Tuti sudah terbangun, saat aku masuk do’i menatapku tajam, penuh kebencian. namun tatapannya akhirnya terlihat kosong dan terus menangisi apa yang diperbuatnya bersamaku beberapa saat yang lalu sambil tergolek diatas ranjang.
Tampaknya pengaruh obat perangsang itu telah habis. Namun fikiran isengku untuk kembali mencicipi lubang cinta yang masih legit itu kembali muncul. Diam-diam aku mengambil sisa obat perangsang tadi.
“Buk Tuti sayang… jangan nangis terus lah…” ujarku mendekatinya.
Sontak dia dengan kasar menepis tanganku yang menyentuh bahunya.
“jangan sentuh aku Brian.. kamu jahat..!! huuhhuu..” terdengar isak tangisnya kembali.
“oke oke… aku minta maaf Buk…” ujarku coba membujuknya.
“Brengsek kamu..!!! kamuu telah menodai sayaa…” ujarnya terbata bata.
“udahlah… kalau Ibuk masih begini, saya tinggalin disini nih…” ancamku
“jangaann jangaan… mana pakaian saya Brian?” ujarnya ketakukan.
Aku mengambil bh dan celana dalam nya yang masih tergeletak di ruangan tengah, lalu melemparkannya ke do’i. Buk Tuti langsung memungutnya. Tubuhnya yang telanjang ditutupinya dengan alas kasur.
“Tuh pakai..” ujarku.
“kamuu keluar dulu Briaann…” ujarnya malu
“halaahh.. pake malu malu.. gua udah liat semuanya kok…” ejekku
Wajah Buk Tuti memerah malu. Akhirnya dipasangkan juga BH nya.
Sementara do’I sibuk memasang pakaian dalamnya diam diam aku memasukan pil obat perangsang ke dalam cerek berisi air putih di meja sebelah ranjang saat Buk Tuti sibuk memasangkan celana dalamnya didalam alas kasur.
“baju saya mana Brian?” ujarnya.
“baju nya udah robek.. aku cari dulu baju lain ya… nih minum dulu, apa gak capek abis bercinta? Ujarku sinis. Watak Buk Tuti ini memang keras. Udah dikasih enak masih juga ketus.
Buk tuti terdiam saja mendengar pelecehan itu. Lalu aku meninggalkannya dikamar. Setelah berada diluar kamar, kuintip kembali tampak Buk Tuti yang hanya berbikini sedang duduk diatas ranjang sedang menuangkan air di cerek ke gelas dan meminumnya… dalam hati aku bersorak karena dosen cantik itu masuk dalam jeratanku kembali.
Lalu aku kembali masuk ke kamar, kudapati Buk Tuti sedang duduk diatas ranjang, menyadari aku mengampirinya cepat-cepat do’i menutup tubuhnya dengan alas kasur. Tampak raut muka cantiknya mulai gelisah dan seperti orang kepanasan. Aku hanya diam dan menatapnya tajam. Melihat itu Buk Tuti tampak risih.
“apa yang kamu lihat..? mana pakaianku Brian? aku mau pulang!!!!!” ujarnya
“aku tahu kamu capek.. istirahat dulu disini, nanti kuantar pulang” ujarku.
“nggak mauuuu..!! saya mau pulang sekarang..!! mana sih pakaian saya?”bentaknya. Aku membiarkan saja dan menunggu reaksinya.
“iya tapi mandi dulu gih… habis mandi baru kuantar, gak mau bersihkan badan apa..?” ujarku tetap tenang.
“Hiihh… dimana kamar mandinya…?!” ujarnya geram.
Buk Tuti bangkit dari tempat tidur dengan alas kasur yang masih dililitkannya guna menutupi tubuhnya. aku membiarkan saja do’i berjalan tertatih tatih, dan aku membuka pintu kamar dan menunjukan jalan ke kamar mandi.
Sesampai di pintu kamar mandi, saat Buk Tuti hendak membukanya dengan cepat kupeluk tubuh do’i dari belakang, Buk Tuti terkejut dan berusaha meronta.
“Briannnhhh.. kenapa lagi siihhh kamu iniii.. lepassiinn sayaaa.. ihhh…” ujar nya, namun rontaanya lemah hingga tubuhnya kembali dalam dekapanku.
“heeh.. heii.. bukk… biar kumandiin kamu ya…”ujarku berusaha menarik alas kasur yang menutupi tubuhnya, dengan kasar kutarik, sempat terjadi pergulatan, namun tenaga buk tuti yang lemah itu tak mampu mempertahankan alas kasur itu hingga Buk Tuti kembali mengenakan BH dan celana dalam lagi.
“ohh… jangann Brian.. oh.. lepasinn.. !!” ujarnya saat tanganku sudah berada di selangkangannya dan kusap usap tanganku disana. Sementara tangan yang satu meremas salah satu buah dadanya yang terasa kembali mengeras.
“buuka.. yaaaa… Kita mandi bareng sayaangg..” ujarku tanpa kesulitan melepas tali BH nya.
“oohh… Briaaan. apa apaaan kammuuu…” ujarnya mendesah seperti bergairah kembali. Lalu setelah BH nya terlepas aku membalikan tubuhnya berhadapan denganku. Mata Buk Tuti dan wajahnya sudah penuh dengan nafsu, seiring irama nafasnya yang ngos ngos an menahan gairahnya yang muncul kembali akibat pengaruh obat perangsang yang diminumnya.
Aku merangkul tubuhnya dan kudekatkan bibirku menyentuh bibirnya, kukecup dan kuciumi beberapa kali, kali ini Buk Tuti yang kembali telah terpengaruh obat perangsang itu membalas melumat bibirku, kurasa nafasnya berpacu membalas ciuman ku di bibirnya, aku menyandarkan buk tuti kedinding lalu kulepaskan ciumanku sejenak.
“Bri aan.. hh.. Kamu apain aku.. hhh..??” Ujar Buk Tuti nampak terengah engah setelah bibirku dan bibirnya terlepas. Aku mulai berjongkok lalu melepaskan celana dalamnya. Kali ini tanpa perlawanan, celana dalam itu dengan mudah kuloroti dari kedua pahanya, kembali vagina mungil Buk Tuti yang berbulu lebat itu terpampang dihadapanku.
Aku kembali berdiri dan membawanya masuk kedalam kamar mandi. Disana terdapat sebuah bak, kloset duduk dan shower. Do’i tampak patuh. Aku pun menyalakan air di shower dan air itu mulai menyirami tubuh kami berdua, kami lalu mandi berdua. Diguyur oleh siraman air
“Cuma mau ngajak mandi berdua kayak gini aja kok gak mau ..” Ujarku.
Buk Tuti tampak menggigil saat air menyirami tubuh bugilnya yang kupeluk dari belakang aku memeluknya dengan erat dari belakang sehingga tangannya tertutup lingaran lenganku.
Aku mengambil sabun cair dan menuangkannya ke tanganku. Ku oles sabun itu ketelapak tanganku hingga rata. Kemudian perlahan kubuka posisi kedua tangannya yang menutupi teteknya yang bugil itu, dibawah guyuran air aku mengoleskan sabun ke susu Buk Tuti, dengan penetrasi lembut. Kedua tanganku mengaduk kedua susunya yang terasa licin karena olesan busa sabun itu.
“Shh… oohh… Gellii Briannhhh… Aduuhh… sshhhh…!!! “rintih Buk Tuti. Do’i mencoba mencegahku.
“Nikmati aja sayanghh…” bisik ku ke telinganya sambil mengulum salah satu daun telinganya. Membuat tubuh Buk Tuti menggelinyang kegelian. Setelah beberapa do’i tampak pasrah dan hanya terdengar rintihan kenikmatan olehku. Aku mulai meremas-remas dan memijat payudara do’i dan memilin putting susunya.
“Ouuhhh… Geli Briannn… ohhhhh… hhhhhh… shhhhhhhhh” rintihan Buk Tuti terdengar terus, mendesah dan mendesis, kedua tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi.
Mendengar rintihannya sungguh membuat gairahku makin bergelora. saat bersamaan aku mulai menciumi leher dan kuping Buk Tuti sedangkan jariku yang penuh dengan sabun cair mulai menuju lobang surgawi Buk Tuti.
“Oooooooohhhhh…” Buk Tuti melenguh panjang saat jariku bermain mengobel lubang kenikmatannya. Setelah puas meraba lubang kencingnya itu hingga licin dan berbusa, aku lalu mencolokan satu jari tengahku kedalam vagina Buk Tuti.
“Sleeppp.. “Jari tengahku yang telah licin itu masuk tanpa hambatan kedalam vagina Buk Tuti diiringi jeritan panjang Buk Tuti. Jari itu aku keluar masukkan ke dalam liang senggama buk tuti dengan gerakan cepat. Aku juga merasakan penisku itu mulai mengeras sehingga membuatku semakin terangsang.
“Ohhhhhh… Briannn… Ihhhh… Geliiii akuu… shhhhhhh” desah Buk Tuti menggila.
“enak yaa sayang kuu.. uhhh… ayo sayang.. kangkangkan dong dikit pantatnya..” ujarku penuh nafsu. Tanpa persetujannya aku membantu meregangkan kedua pantat buk tuti.
Setelah pantat montok itu terkuak, maka kusejajarkan penisku yang telah berdiri mengancung tegak sedari tadi kearah lobang kawin Buk Tuti dari belakang, aku juga ingin menuntaskan birahiku yang sudah sampai keubun-ubun.
Aku mencabut jariku dari liang senggama Buk Tuti dan ku angkat pantat buk tuti sedikit. Setelah itu aku mengoleskan sabun cair dan meratakannya di kontolku dan juga kuoleskan di sekitar daerah vagina Buk Tuti. Tubuhnya menggelinyang. Setelah itu aku mulai menyejajarkan penisku dan kuarahkan pada kemaluan do’i dari arah belakang..
BLESSSSSSSSS… Kontolku masuk tanpa permisi dan kesulitan dalam lobang vagina Buk Tuti. Busa sabun yang kuoleskan di penisku dan di sekitar lobang vagina Buk Tuti memudahkan kontol ku menerobos masuk kedalam nya
“OOOOOOOOOHHHH…” pekik Buk Tuti menyambut masuknya penis ku ke dalam tubuhnya.
“Euhhhhh… euhhhhh… euhhhh… euhhhhhh… euhhhh” desah Buk Tuti membuat nafsuku semakin menggelegak Aku berinisiatif menggerak-gerakkan tubuhku naik turun menggenjot penis didalam kemaluan Buk Tuti sambil berpegangan pada dinding kamar mandi.
Gerakan maju mundur ku makin lama semakin bergolak tak teratur seperti juga gairah kenikmatanku yang terus semakin bergelombang naik.
“Heeeehhhhhh… Heehhhhh… Heeehhhhh… Heeehhhhh…” aku mencoba menaikkan tempo gerakanku seperti gerakan slow motion di filem-filem.
Buk tuti lama kelamaan terasa mengimbangi gerakanku dengan menggoyangkan pinggulnya sedangkan tangannya bertumpu pada dinding kamar mandi. Aku juga semakin gencar meremas-remas payudara Buk Tuti dari arah belakang.
“Oooohhhh… ohhhh… ohhhhh… ohhhh… ohhhh… ohhhhh” desah Buk Tuti seolah berpacu dengan gerakanku yang semakin liar dengan rangsangan dari beliau
“SAYA MAUU Nembaaakk… OHHHH” Buk Tuti menjerit panik saat mendapat orgasme nya.
“cepat kali nembak nya sayangghh.. hh..??? “desahku makin memacu penetrasi pinggulku.
Buk Tuti berhenti menggerakkan tubuhnya, tampaknya do’i ingin menikmati gelombang orgasmenya, walau dengan nafas agak tersenggal-senggal.
Aku masih menggerak-gerakkan pinggulku sehingga penisku tetap naik turun di dalam liang senggama do’i, tanganku ku silangkan di dadanya sambil meremas kedua payudaranya dengan lembut. Kuciumi tengkuk dan punggungnya berulang ulang melengkapi kenikmatan yang kurasakan.
Aku meminta Buk Tuti memutarkan badan supaya posisi kami menjadi saling berhadapan dengan penisku masih ada dalam kemaluannya. Kami berciuman sambil aku memeluknya, sedangkan tangan beliau melingkar dipinggangku. Melihat itu kuangkat sedikit pantatnya hingga kubuat posisi menggendong Buk Tuti.
“Ohhhhhhhh… Saya takut jatuh Briann …” Bisik Buk Tuti Sambil melenguh nikmat
“Belitkan kedua kaki Ibu ke pinggang saya sebagai pengait supaya tidak mudah jatuh” Perintahku.
Buk Tuti segera mengaitkan kakinya melingkari pinggangku dan tangannya memeluk leherku, sedangkan kepalanya dia sandarkan di bahuku. Setelah yakin do’i menempel dengan benar pada tubuhku, aku menyandarkan do’i kedinding kamar mandi sebagai tumpuan.
Sementara kedua kaki do’i mengapit pinggangku, Pelan-pelan pula aku menggerakkan pinggulku sendiri maju dan mundur.
“Blessss… “penisku kembali menemukan lubang cinta nya Buk Tuti.
“Ohhhhh… ohhhhh… ohhhhh… ohhhh… Briaannnn.. aaahhhh… ohhhh… ohhhh… ohhh… enaaak” Desah Buk Tuti menjerit kenikmatan merasakan sodokan kontolku yang keluar masuk lobang senggamanya. Apa yang dirasakannya pasti sama dengan apa yang kurasakan saat ini. Vaginanya terasa licin.
Namun jepitan-jepitan oleh rongga senggamanya dari dalam masih terasa meremas kontolku dari dalam. Aku terus menyetubuhinya yang digendong dalam pangkuanku. Ngocoks.com
“Ahhhh… Mmmmmppphhhhhhh… oohhhhhhh… mmppppphhhh…” Kami meneruskan bersetubuh sambil terus berciuman.
Setelah seluruh batangku amblas, Aku memeluk Buk Tuti dengan kedua telapak tangan pada buah pantat do’i. Kemudian dengan perlahan-lahan aku meluruskan kaki sehingga secara otomatis do’i terangkat ke atas oleh dorongan penisku pada kemaluannya seperti sate dengan tusuknya. Tubuh Buk Tuti tampak terguncang guncang akibat sodokan pinggulku menghajar lubang cintanya.
Makin lama ciuman kami makin panas, bibir kami saling melumat dan permainan lidah yang semakin liar. Penisku dengan gerakan perlahan tapi pasti terus menyodok-nyodok ke dalam liang senggama do’i. Sambil kedua tanganku bertumpu pada kedua pantatnya yang bahenol.
“Ohhhhhh… ohhhhh… ohhhhhh… aaaahhh… ohhhhh… Briaannnn… Enakkk.. Briannnnn… aduuuh hhhh…” Buk Tuti mengerang nikmat tanpa berbuat apa-apa karena aku mengambil alih kendali.
“Buuukk… Saya mau keluarrrrrr.. Oouugghhh…” aku mulai mengerang.
SROOOOOOTTT… SROOOTTT… SROOOTTTT… semprotan demi semprotan air mani ku membanjiri rahimnya
“A.. a.. aahhhh.. a.. a.. aahhhh…” Buk Tuti mengerang tertahan, Aku rasakan tubuh Buk Tuti bergetar keras, semakin memeluk ku dengan erat. Sedangkan vagina nya terasa berdenyut-denyut meremas remas batang pelerku.
“Ohh.. nikmatnyaaaa…” jeritku melepaskan semua kenikmatan yang kurasakan.
Aku lalu menciumi dan membelai-belai wajah dosenku itu yang terlihat cukup kelelahan setelah bersetubuh denganku itu. Otot-otot liang senggama Buk Tuti terasa memijat-mijat penis ku yang juga sedang kelelahan.
Setelah penisku terasa lunglai, aku menurunkan Buk Tuti dari gendonganku dan mulai mengatur nafas menikmati orgasme yang nikmat itu. Sementara Buk Tuti tak sanggup memandang wajahku. Matanya terpejam, mungkin mmenikmati semprotan spermaku dalam lubang cintanya. Kami berdua berusaha mengatur nafas masing – masing.
“mandi yuk sayang” ujarku mesra. Buk Tuti hanya menganggukan kepalanya dengan lemah.
Setelah itu aku melumuri tubuh ku dan Buk Tuti dengan sabun, kami pun mandi membersihkan badan. Buk Tuti diam saja saat kusabuni sekujur tubuhnya, Buk Tuti tampak sedang membersihkan vagina nya dengan sabun. dan setelah itu aku membilasnya kembali. Setelah selesai mandi aku menggiring Buk Tuti kembali ke kamar.
Buk Tuti yang sudah pasrah itu hanya bisa patuh menuruti tiap perintahku, matanya telah sembab, menahan penderitaan. Aku memberinya handuk untuk mengeringkan tubuhnya.
“sekarang saya mau pulang Brian “pintanya memelas.
“ya nanti saya antar, sekarang istirahat saja dulu” ujarku malas-malasan
Buk Tuti terdiam, mau tak mau do’i pasti merasa kelelahan, apagagi percintaan kami hanya selang beberapa jam itu terjadi 2 kali.
“selangkangku sakit brian.. “isak nya menatapku dengan penuh menghiba.
“itu pertama aja sakitnya. Gak apa apa itu… bawa rilex aja” ujarku sekenanya.
“kamu jahat…” ujarnya sedih. Do’i hanya mengenakan handuk saja sat itu.
Aku mencoba mendekatinya, lalu merangkul nya. Buk Tuti tidak lagi meronta namun hanya membiarkan aku mendekapnya.
“antar saya pulang Brian… “rengeknya di pelukanku.
Aku pun mendegus, tapi tidak apa-apa lah diantar dia karena kulihat jam sudah menunjukan jam delapan malam. Aku keluar kamar dan mengambil pakaian do’i yang kusembunyikan di luar.
“Ini pakaiannya..” ujarku datar sambil memberikan baju, celana dan jilbab do’i.
Buk Tuti segera mengambilnya dari tanganku lalu dengan segera pula do’i memasangkan kembali BH dan celana dalamnya. Semua nya do’i lakukan didepanku, tanpa malu-malu dan risih lagi. Mungkin do’i sudah tidak malu lagi karena sudah dua do’i kubuat orgasme hari ini.
Setelah itu Buk Tuti mengenakan celana, blazer dan jilbabnya, sungguh cantik dosen ini. Mirip artis lawas yang juga jadi incaranku, Marissa Haque. He He He…
Akhirnya aku dapat melihat bahkan menikmati tubuh padat nan mulus itu, yang selama ini selalu aku khayalkan saja karena do’i selalu mengenakan pakaian yang menutup auratnya.
Terlihat Buk Tuti merapikan jilbabnya di cermin, wajahnya masih terlihat lelah, mata nya sembab menahan air matanya yang mungkin sudah mengering.
“sudah ..? ayo kita berangkat, mau makan dulu..?”
“gak usah..” ujarnya ketus. Aku nyengir saja mendengarnya. Wanita ini memang menggemaskan. Galak tapi memikat.
Kami pun keluar dari rumah, menuju garasi mobil dan aku meluncurkan mobil meninggalkan rumahku.
Hari sudah gelap. Sepanjang perjalanan Buk Tuti hanya diam termenung meratapi nasibnya yang kuperdaya dan kuperkosa hari itu. Do’i hanya duduk diam seribu bahasa dalam perjalalanan, do’i hanya bicara saat aku menyanyakan arah menuju rumahnya
“disini saja Brian.. saya nge kost, mobil gak bisa masuk di gang itu.” Ujar Buk Tuti saat kami berbelok di sebuah simpang. Aku pun menghentikan mobil. Memang simpang yang dimaksud adalah sebuah gang kecil yang hanya pas untuk satu atau dua motor saja.
“aku antar ke rumah mu ya” ujarku membuka central lock pintu mobil
“ngg, nggak usah.. saya bisa sendiri” ujar Buk Tuti menolak tawaranku. Tapi aku tak tinggal diam. Karena aku ingin tau dimana tempat tinggal do’i.
“saya antar saja lah..” kebetulan di dekat simpang itu ada orang berjualan nasi goreng.
“Saya mau beli nasi goreng itu, ibu mau?” Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Nggak.. Saya udah kenyang.. Sudahlah Brian biarkan saya pulang..” Ujarnya menatapku kesal.
“Sudahlah.. Pokoknya kita makan nasi goreng dulu” tegasku padannya
Aku keluar dari mobil dan menghampiri tukang nasi goreng dan memesan 2 bungkus nasi goreng untuk ku dan Buk Tuti, karena aku pun merasa lapar sehabis bercinta dengan do’i dua ronde tadi. Buk Tuti pun mengikutiku keluar dari mobil dan kami pun berdiri di gerobak abang penjual nasi goreng itu.
“Nasi goreng nya 2 dibungkus ya bang” ujarku pada abang penjual nasi goreng
“Baik dek.. Ditunggu ya..” Kata nya.
“tunggu sampai selesai ya.. saya tahu Ibu pasti lapar” bisik ku sambil menggenggam tangan Buk Tuti. Do’I kaget dan buru-buru melepaskannya
“Brian..! gak enak diliat orang ‘ tepisnya setengah berbisik, Aku hanya nyengir. Yang penting dia patuh menunggu sampai abang nasi goreng itu selesai membungkus nasi.
“pacarnya ya Neng Tuti..?” goda tukang nasi goreng itu pada buk tuti.
Buk Tuti agak kikuk mendengarnya dan bingung harus menjawab apa.
“i iya bang..” ujar Buk Tuti akhirnya menjawab malu-malu.
“cocok ya.. neng Tuti nya cantik, mas nya ganteng ‘ ujar tukang nasi goreng itu menggoda kami.
“ah abang bisa aja..” ujar Buk Tuti salah tingkah. Karena mungkin saat aku menggenggam tangan Buk Tuti abang nasi goreng itu memperhatikan kami.
“akhirnya neng Tuti punya pacat juga ya… selama ini abang liat gak ada yang ngeapelin ‘’ ujar tukang nasi goreng itu lagi.
“masak iya sih bang..?” tanyaku
“iya dek.. neng Tuti ini sibuk kerja terus kayaknya” sambungnya.
“ah.. abang ini kepo deh …” tukas Buk Tuti cemberut.
“tapi saya senang kalau neng Tuti ini punya pacar, sayang aja cantik cantik, pintar lagi… jangan belajar terus neng.. nanti cepat tua..” kelakarnya selesai membungkus nasi goreng itu. Aku pun tertawa mendengar guyonannya.
“denger tuh sayang..” tukasku. Sengaja aku katakan kata “sayang” agar menegaskan bahwa do’i memang pacarku. Buk Tuti melotot padaku. Aku dan si abang nasi goreng tertawa geli melihat ekspresinya.
Setelah membayar nasi goreng kami pun berjalan ke gang itu menuju kost an buk tuti, di sela perjalanan abang nasi goreng masih sempat juga menggoda.
“mantap dek… lanjutkan” teriaknya dari kejauhan.
“kamu bikin saya salah tingkah saja Brian” ujar Buk Tuti bersungut sungut kesal.
“ah.. nyantai aja.. gak dengar abang nasi goreng aja bilang kita cocok ha ha ha” ujarku.
“kamu gak tinggal disini, nanti saya yang digunjingkan oleh mereka pacaran sama anak yang lebih muda” tukas Buk Tuti. Sambil terus melewati gang itu kami terus berdebat.
“ngapain dipikirin…” potongku menjawil pantatnya, yang disambut pukulan ringan Buk Tuti ke bahuku.
“jangan macam-macam disini Brian… ini jalan umum tau..?!! “ujanya marah bersungut sungut. Sebenarnya aku senang melihat do’i marah dan melotot, makin cantik wajahnya.
Akhirnya kami sampai di kostan Buk Tuti.. Sebuah rumah petak kecil yang berdempetan dengan tiga rumah lainnya. Saat itu suasana sedang sunyi. Mungkin tetangga Buk Tuti lagi berada didalam rumah, atau lagi ngamar dengan pacar nya.. maklum anak kost..
Kami memasuki kostan Buk Tuti,
“siapa yang sering bertamu disini bu..?” tanyaku.
“Nggak ada, paling teman – teman kamu lah.. dan beberapa mahasiswa.. kamu sih, bilang-bilang kita pacaran. Kalau ditanya tetangga nanti bilang kamu mahasiswa saya lagi bimbingan proposal ya..” tuturnya.
“ya deh… pencitraan kali..” sungutku.
Aku duduk diruang tamu buk tuti, disitu terdapat sebuah sofa sederhana dan meja tamu. Ada dua kamar dan satu lorong menuju dapur di sini. Buk Tuti tampak bingung harus berbuat apa.
“nah, kamu sudah tau kan tempat tinggal saya.. “ “sekarang pulanglah.. nanti menimbulkan fitnah lagi” ujarnya mencoba mengusirku
“nanti dululah sayang.. aku capek.. mau duduk dulu.. bikinin dong kopi atau apa kek..” ujarku menyandarkan kepala di sofa.
“atau ambil kek piring biar kita makan tu nasi goreng.. kan sengaja kubeli 2 .. buat kamu dan aku..” ujarku
“kamu ya.. memang punya seribu satu alasan Brian.. Please… saya capek.. mau istirahat ..” sahutnya berkeras menyuruhku pulang.
Setelah kami berdebat sebentar, Akhirnya Buk Tuti mengalah juga segera dia beranjak menuju kebelakang. Aku mengintip dari sudut mata, do’i menuju ke arah belakang. Ke ruang yang dibatasi dengan kain pintu. Diam- diam aku mengunci pintu depan kost an Buk Tuti dan diam-diam aku mengendap menuju kebelakang.
Aku masuk sampai kedapur, menyibak pelan-pelan tirai pembatas pintu, dan kudapati posisi Buk Tuti membelakangiku, seperti sedang membuat atau mengaduk minuman. Ternyata do’i sedang menyiapkan gelas dan mengisinya dengan bubuk kopi dan gula.
Fikiran kotor ku muncul. Akhirnya aku memutuskan mendekatinya, tampaknya buk tuti tidak menyadari kehadiranku hingga aku sudah ada dibelakangnya dan memeluknya dari belakang.
“Kamu terus bikin kopi ini. Anggap saja tak ada siapapun di belakangmu,” bisiku
“Brian.. Sudahlah… cukup.. aku capek… kamu gak puas-puas ihh..” ujarnya masih berusaha melepaskan diri. namun aku tetap tidak melepaskannya. Malah sekarang kedua tangan ku meremas-remas lembut kedua payudaranya yang masih tertutup pakaian kerja itu.
Belum sempat Buk Tuti bereaksi Salah satu tanganku dengan cekatan membuka resluiting buk tuti, hingga celana panjang berbahan katung lunak itu melorot kebawah.
“Uhh… Shhhh… sudahlah briannhh… mphh…” desah Buk Tuti berusaha mengatupkan pinggulnya saat selangkangan nya kuelus. Tanganku terjepit oleh kedua pangkal pahanya. Aku makin mengganas, kutekan jari tengahku sambil mencolek colek selangkangan nya dengan buas. Akhirnya Buk Tuti tak dapat menolak lagi.
“Udahhh Briannn… Janganhhh lakukannhh… Lepaskan akuuuu… Mmmmm mm” terdengar rintihan Buk Tuti. Aku itu tidak mempedulikannya dan terus mengelus elus selangkangan dosen motok itu itu tanpa dapat dicegahnya.
Secepat kilat kemudian aku berlutut di belakang Buk Tuti. Aku menjulurkan tanganku merogoh lewat bagian bawah. Buk Tuti menggigil ketika tanganku menarik turun celana dalamnya. Mungkin Buk Tuti merasakan angin meniup pantatnya yang telanjang kini.
“Kakimu direnggangkan… Aku ingin lihat memek mu…” perintahku pada nya, menahan nafas melihat kemaluannya yang indah itu sambil jongkok.
Buk Tuti kelihatannya sudah menyerah, ia merenggangkan kakinya. Dari bawah, aku menyaksikan pemandangan menakjubkan. Di pangkal paha dosen montok itu tumbuh rambut yang rimbun kemaluannya.
Tanganku menguakkan bongkahan pantat Buk Tuti yang bulat dan lidahnya hingga menyentuh anusnya. Buk Tuti menggeliat, air di termos tumpah sedikit keluar gelas. Lagi-lagi tumpah ketika ia merasakan lidahku sekarang itu menyusuri celah di pangkal pahanya.
Aku menguakkan bibir vaginanya, menampakkan lorong sempit berwarna merah jambu dan lembab. Buk Tuti berhenti mengaduk kopi saat lidah ku menyeruak ke liang vaginanya. Tubuhnya bergetar ketika lidah itu menyapu klitorisnya. Do’i tak kuasa menahan erangannya ketika bibir ku mengatup dan menyedot-nyedot klitorisnya.
“Uhhhhh… Briiyyaannhhh…” pinta nya memohon.
“diam.. pelan-pelan suaramu!!!” bisiku sambil berdiri. Namun, tangan kiriku tetap terus mengucek-ngucek kelamin Buk Tuti.
“Ayo, terus aduk kopinya. Aku mau ngaduk punyamu juga…” lanjutku, merasakan sensasi gila ini.
“Aihhhh… eungghhhh… mmhh…” Buk Tuti mengerang, saat jari jari ku itu menusuk jauh ke pusat kewanitaannya.
“enak ya sayangghh.. nikmatin aja yahhh… “deru nafasku memacu menahan gemas, sambil menggerakkan jariku dengan cepat menggesek belahan vagina Buk Tuti yang terasa mulai basah dengan napas terengah-engah.
“Mmmfff… nnghhh…” terdengar desahan lirih dari mulut do’i membuatku makin bersemangat mengaduk vaginanya dengan tanganku.
Kelihatan nya do’i telah pasrah… menyerah.. sementara lenguhan dan erangan lirih keluar dari bibirnya yang mungil “eemmhh… ouummhh..”persis erangan anak kucing.
Tangan kiri ku membekap pangkal paha Buk Tuti, lalu sekarang giliran jari tengahku yang beraksi menekan klitoris dosen sexy itu. Gerakan memutar di atas bagian paling sensitif itu membuat Buk Tuti berteriak teratahan. Nampak sekali do’i tak kuasa menahan sensasi yang menekan dari dasar kesadarannya.
Buk Tuti terus mendesah, apalagi sekarang aku kembali berdiri di belakangnya dan menyibak kain jilbab putihnya dan melepaskan jilbab itu, lalu melepaskan pengikat rambutnya sehingga rambut tuti menjadi tergerai. Lalu tangan kiriku menyusup ke balik pakaian Buk Tuti, lalu ke balik cup BH-nya dan memilin-milin puting susu BukTuti, yang telah tegang itu…
“Ayo sayanghh… ahhhh… jangan bohongi dirimu sendiri… nikmati… ahh… nikmati…” bisiku ke telinganya,
“Ennghhhh.. Ohhhhh…!!!”
Buk tuti memohon agar aku menghentikan perlakukanku itu namun kemudian berganti menjadi rintihan keenakan saat dia kukerjai seperti itu.
Aku terus memaju mundurkan jari ku yang terjepit vagina Buk Tuti. Do’i menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba melawan terpaan kenikmatan di tengah tekanan rasa sakit dan ngilu. Tapi ia tak mampu. Akhirnya do’i mendesah dan akhirnya menjerit kecil saat ia meraih puncak kenikmatan. Tubuhnya langsung lunglai, tapi aku terus beraktifitas di belakangnya.
Mataku terpejam menikmati indahnya sensasi ini. Gigiku gemelatuk menahan indahnya fantasi itu. Aku menggeram panjang, tanpa sadar aku menekan jariku dalam dalam ke vagina Buk Tuti. hingga do’i terpekik lirih karena merasakan nyeri bercampur kenikmatan. tangan kananku makin mencengkeram payudara Buk Tuti yang terasa padat dan makin megeras.
Kulihat Buk Tuti masih dibuai gelombang kenikmatan, dan aku makin kencang mengobok vagina nya yang terasa basah hingga memudahkan jariku keluar masuk didalamnya.
Tak lama kemudian terdengar Buk tuti menjerit tertahan.
Aku sendiri merasakan sensasi aneh dan aku baru merasakan saat bagian dalam vagina dosen cantik itu serasa menyemburkan cairan.
Buk Tuti merintih, mirip suara anak kucing, Otot vaginanya megejang, serasa bagai lahar yang akan menyemburkan magma yang panas. Diiringi rintihan panjang sambil mengigit bibirnya Buk Tuti merasakan orgasme yang hebat. Melihat do’i sudah orgasme, aku tersenyum puas, perlahan kutarik keluar tanganku yang basah oleh air kewanitaan milik Buk Tuti yang mengucur dari sela kewanitaan nya.
Aku menarik jariku dari dalam vagina Buk Tuti dan menyodorkanya ke hidung do’i
“wanginya pejumu sayang…” ujarku. Buk tuti terlihat mengatur nafasnya
Aku kemudian menjilat jariku yang penuh dengan lendir peju buk tuti yang terasa asin namun gurih itu.
Begitu gelombang kenikmatan berlalu, aku mengatur nafasku begitu pula Buk Tuti, kesadaran kembali memenuhi ruang pikirannya. Do’i terisak dengan tangan bertumpu pada meja dapur.
“Sudah, nggak usah nangis! Kamu harusnya berterima kasih karena kuberitahu nikmatnya seks. Sudah, cepat selesaikan kopi itu dan bawa ke kamarmu. “perintahku.
“Dan… Kamu harus pakai pakaian dalam saja, biar tambah sexy” ujarku dengan tekanan keras. Usai berkata itu, aku tersebut melepaskan blazer dan baju, pakaian yang terisa di badan Buk Tuti. Jadilah kini dosen berparas cantik, berbody montok itu hanya mengenakan bh dan celana dalam berwarna putih yang sudah kupasangkan kembali menutupi pantat montok nya.
Buk Tuti diam saja saat kupreteli pakaiannya. Mungkin nafsunya sudah tersulut dan ingin merasakan sensasi yang lebih jauh lagi bersamaku malam itu.
Buk Tuti melanjutkan mengaduk kopi, dengan seggugukan tangisan. Tapi apa daya ia hanya seorang wanita yang terperangkap antara kerakutan dan sensasi sex yang dialaminya sekarang bersamaku. Buk Tuti membiarkan aku mencumbui tubuhnya dari belakang.
“tunggu lah di kamar Brian.. nanti saya susul .. ‘ ujarnya pelan.
Aku pun bergegas ke salah satu kamar Buk Tuti. Disana terdapat sebuah kasur berikut dipan nya. Aku menunggu do’i datang dan membayangkan akan bercumbu. Memadu cinta dan nafsu lagi dengan Tuti Khairani, dosenku yang cantik, montok dan menggairahkan itu kembali… Ohhhh…
Bersambung…