Aku rasa setelah beberapa kali bercinta nya sikap galak do’i menular saat bergumul di atas ranjang. He he he.. bodynya yang padat, putih bersih, mulus dan montok berisi itu seolah menjerat nafsuku untuk terus bercinta dengannya. Membuatku nyaman dalam dekapan tubuh montoknya. Aku amat beruntung dapat bercinta dengan do’i.
Kurasa selama ini libidonya tidak tersalurkan hingga datang seorang pria, yakni aku, yang berhasil menjamahinya tubuhnya yang konon, tidak pernah disentuh pria lain itu. Selain itu caranya yang pertama menolak namun akhirnya malah membalas dengan liar menjadi suatu sensasi yang dahsyat memancing birahiku.
Aku membuka seluruh pakaianku hingga hanya mengenakan underwear saja. Lalu aku berbaring ke atas kasur hotel yang empuk itu. Menunggu si dosen molek itu menyerahkan tubuh montoknya agak bisa kuremas, kujilat, kucumbu dan kujamahi setiap jengkal tubuh indahnya itu.
Tak lama kemudian Buk Tuti muncul dari kamar mandi, rambutnya diikat kebelakang. Tubuh montok itu hanya mengenakan bra hitam dan celana dalam bewarna sama dan juga berenda dan agak transparan, menampakan selangkangannya. Dari balik celana dalam hitam transparan itu nampak selangkangannya yang indah itu.
Wajah do’i memerah menahan malu, melihat mataku yang melotot mengaggunmi keindahan bodynya.
“kesini dong sayang.. duh… sexy banget …” ujarku takjub.
Buk Tuti malu-malu mendekat dan kemudian naik keatas ranjang.
“Brian.. kenapa kamu suka sama saya? Bukannya usia saya terpaut jauh diatas kamu?” tanya nya. Jarak usia ku dengan Buk Tuti sekitar 7 tahun, aku berusia 23 tahun, Buk Tuti berusia 30 tahun.
“banyak wanita sebaya kamu yang jauh lebih menarik dari aku. Kenapa kamu memilih aku?” tambahnya memberondongku dengan pertanyaan.
Aku mengela nafas,
“ke sini sayang.. tidur disebelahku dulu” peritahku agar dia berbaring disampingku.
Buk Tuti pun membaringkan dirinya disebelahku. Aku menatapnya hingga kami bertatapan dalam posisi menyamping
“Kamu itu cantik… laki-laki mana yang menyangkal.. kalau ada pasti mereka gila” ujarku.
“kamu tidak berniat merusak saya saja kan Brian” ujar Buk Tuti, rona wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sebuah keraguan
“sayang… walaupun kamu lebih tua dariku, aku tidak malu berpacaran denganmu” ujarku mencoba menenangkan do’i.
“pacar..? sejak kapan kita pacaran?” Tukas Buk Tuti heran, tapi sambil tertawa sinis
Aku pun mencoba menghiburnya
“Ibu sudah pernah pacaran? “pancingku
“dulu.. udah lama waktu sekolah SMA, kata orang itu cuma cinta monyet. Saya orangnya serius Brian, dari dulu saya belajar, belajar dan belajar hingga saya dapat meraih prestasi.”
“jadi bagi saya belajar dan pendidikan itu segalanya, mana sempat pacaran, ada sih, beberapa pria yang coba mendekatiku, tapi aku tidak tertarik dan menganggap mereka teman” ceritanya lagi.
“jujur, aku penasaran bagaimana rasanya pacaran. Aku berharap keperawanan yang sudah kujaga selama bertahu tahun ini akan kuberikan pada suami ku di malam pertama kelak. tapi aku tidak menyangka. Harus berakhir seperti ini.” ujarnya mulai sedih.
“kamu pria pertama yang menyentuhku Brian, bahkan merenggut kesucianku” tambahnya.
Aku sadar dia mulai larut dalam fikiran sedihnya.
“tapi pacaran kan gak mengenal tua muda sayang..” ujarku berusaha menenangkan. Aku merangkul tubuhnya.
“ aku tahu perbuatan yang kita lakukan ini dosa dan terlarang Brian. Tapi kamu… kamu… menjeratku.. hingga aku tak kuasa… “terdengar do”i mulai terisak. Aku memeluk dan mencium keningnya. Aku biarkan dia mencurahkan perasaannya, karena mau tak mau dia sudah menjadi milik ku. Setidaknya untuk saat ini.
“udahlah kamu istirahat saja dulu.. gak seru suasananya. Aku pingin kita berduaan roamtis romatisan disina, kamu nya malah curhat” ujarku ketus.
Buk Tuti hanya diam. Tatapannya hampa dan menerawang.
“kalau masih bicara kayak tadi, aku pergi saja lah..” ujarku pura-pura kesal dan beranjak dari ranjang.
Tapi secepat kilat Buk Tuti meraih tanganku dan menahanku
“” mau kemana kamu..? jangan tinggalkan aku Brian..” rajuk nya memelas padaku
“kalau ngomongnya seperti itu tadi aku gak suka ya…” ancamku
“iya iya.. aku gak bicarakan itu lagi ..” jawabnya
“bilang dulu, iya Brian sayang..” ujarku
Do’i tersenyum nakal
“iya Brian sayang..”
“gitu dong” ujarku senang mengusap pipi nya.
Buk Tuti kemudian mendekatiku, Kurasa saat itu do’i mendekatkan wajahnya ke wajahku. Segera aku mencium aroma wangi dari tubuhnya hingga membuat jantungku berdetak.
Bahkan kemudian ia melanjutkan dengan mendekatkan bibirnya ke bibirku, membuat detak jantungku menjadi kencang. Sesaat kemudian kusadari bibirnya dengan lembut telah melumat bibirku.
Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku dan semakin dalam pula aroma wangi tubuhnya terhirup napasku, yang bersama tindakannya melumat bibirku, kemudian mengalir dalam urat darahku sebagai sebuah sensasi yang indah.
Buk Tuti terus melumat bibirku. Lalu tangannya pelan-pelan mengusap pundak ku dengan lembut, aku balas memeluk tubuhnya yang terasa montok dan padat. Kemudian tangan ku menelusuri setiap lekuk tubuh Buk Tuti dengan membelai dan mengelus kulitnya yang halus. Semakin lama tanganku merambat kebawah dan sekarang menuju selangkangannya.
Aku menengok ke bawah, jantungku berdetak kencang. Tubuhnya begitu mulus dan putih. Saat tanganku menyentuh selangkangannya. Buk Tuti melenguh pelan, saat kuelus selangkangannya itu dengan ujung jariku.
“Mpphhhh… Briaaannnhhh…” desahnya manja disela mulut kami saling berpagutan. Terasa mulutnya menggingiti bibirku. Di balik celana dalam berwarna hitam berenda yang indah itu kurasa tersembul bongkahan bukit yang menggairahkan. Di tepi renda celana itu, tampak rambut yang menyembul indah melengkapi keindahan yang sudah ada.
Kulihat Buk Tuti tersenyum, saat kuelus selangkangannya. Do’i menatap lonjoran tegang di balik celana dalamku. Tangannya yang lembut mengelus pelan lonjoran itu.
Sensasi yang menjelajahi aliran darahku kemudian menggerakkan tanganku mengelus bukit rimbunnya. Do’i tampak memejam sesaat dengan erangan yang pelan ketika tanganku menyentuh daging kecil di tengah bukit rimbun itu.
Kemudian Buk Tuti mendorong tubuhku hingga berposisi berbaring di ranjang. Do’i lalu memposisikan diri berada diatasku.
“Brian… aku mau mencoba memuaskanmu ..” ujarnya manja.
Dadaku berdegup kencang mendengarnya, seluruh syaraf rangsangku terpacu melihat Buk Tuti yang cantik itu berubah menjadi begitu binal seakarang.
“ya sayang..” ujarku datar, dan menunggu apa yang akan dilakukannya padaku.
Buk Tuti yang berada diatas ku itu mulai menyelusuri leherku dengan bibirnya. Napasnya membelai kulit leherku sehingga terasa geli namun nikmat. Kadang-kadang ia menggigit leherku namun rupanya ia tidak ingin meninggalkan bekas. Aku hanya memejamkan mata menikmati cumbuan do’i padaku.
Kemudian do’i turun ke dadaku dan mempermainkan puting susuku dengan mulutnya, yang membuat aliran darahku dialiri perasaan geli tapi nikmat.
“Ohhh.. Buuukk..” desahku merintih menahan nikmatnya jilatan lidahnya di tubuhku. Aku tak menyangka do’i pandai menyervisku seperti ini.
Semakin ke bawah do’i diam sesaat menatap batang yang tersembunyi di balik celana dalamku. Sesaat ia mempermainkannya dari luar sambil menatapku dengan tatapan mupeng dan penuh birahi. kemudian kulihat do’i menarik celana dalamku. Buk Tuti tersenyum ketika menyaksikan penisku yang tegak dan ngaceng, seperti mercu suar yang siap memandu pelayaran gairah libido kewanitaannya.
Tanpa kuduga tiba-tiba do’i kemudian mengulum penisku. Maka aliran hangat yang bermula dari permukaan syaraf penisku pelan-pelan menyusuri aliran darah menuju ke otakku.
“Ahhhh…” desahku. Aku serasa diterbangkan ke awan pada ketinggian tak terukur. Buk Tuti terus mempermainkan lonjoran daging kenyal penisku itu dengan kelembutan yang menerbangkanku ke awang-awang. Ngocoks.com
Caranya mempermainkan barang kejantananku itu seperti orang yang sudah berpengalaman. do’i i dengan sangat lembut seolah tak ingin melewatkan seluruh bagian syaraf yang ada di situ.
Ketika perjalananku ke awang-awang kurasakan cukup, kutarik penisku dari dekapan mulut lembutnya. Giliran aku yang ingin membuat dia terbang ke awang awang. Maka kubuka bra yang menutupi payudara indahnya. Semakin terperangahlah aku dengan keindahan yang ada di depan mataku. Di depanku bediri dengan tegak bukit kembar yang indah sekaligus menggairahkan.
Aku hanya mengelus putingnya sebentar. Itupun aku sudah menangkap desah halus yang keluar dari bibir indahnya.
“SShhhh… Oowwwwhh… Briannhh… Sayannggh.. Terusssa sayanggh.. enakkk..” desahnya
Aku mulai menggeser posisiku dengan bersandar ke kepala kasur dan diikuti oleh Buk Tuti. Dengan posisi berada dibawah tubuhnya, Kumulai mengecup lehernya. Kulit lehernya yang halus licin seperti porselen dan wangi kususuri dengan bibirku yang hangat. Buk Tuti mendesah terpatah-patah. Tanganku tak kubiarkan menganggur.
Jari-jariku memijit lembut bukit kenyal di dadanya dan kadang-kadang kupelintir pelan puting merah kecoklat-coklatan yang tumbuh matang di ujung buah dadanya itu. Kurasakan semakin lama puting itu pun semakin keras dan kencang. Setelah puas menyusuri lehernya, aku turun ke dadanya. Dan segera kulahap puting yang menonjol merah coklat itu.
“Oohhhhh… “desahnya tertahan.
Kusedot puting itu dengan lembut. Ya, dengan lembut karena aku yakin gaya seperti itulah yang diinginkan do’i. Mulutku seperti lebah yang menghisap kemudian terbang berpindah ke buah dada satunya. Tapi tak kubiarkan buah dada yang tidak kunikmati dengan mulutku tak tergarap. Maka tangankulah yang melakukannya.
Setelah puas aku turun bukit dan kususuri setiap jengkal kulit wanginya. Aku menurunkan posisi tubuh ku semakin turun kebawah. Lidahku mejelajahi perutnya hingga wajahku tepat berada si selangkangannya hingga kucium aroma yang khas dari barang pribadi seorang perempuan. Aroma dari vaginanya.
Semakin besarlah gairah yang mengalir ke otakku. Tapi aku tidak ingin langsung menuju ke sasaran. Cara Buk tuti membuatku melayang rupanya mempengaruhiku untuk tenang, sabar dan pelan-pelan juga membawanya naik ke awang-awang. Maka dari luar celana dalamnya, kunikmati lekuk bukit dan danau yang ada di situ dengan lidah, bibir dan kadang-kadang jari-jemariku.
“Ooocccchh… Briaannn.. Hhhh… Oooohhh… Sayanggghh.. hhh..” jerit nya megap megap.
Setelah cukup puas, baru kutarik celana dalamnya pelan-pelan. Aku tersentak menyaksikan apa yang kulihat. Bukit yang indah itu ditumbuhi rambut yang lebat.. Meski lebat, rambut yang tumbuh di situ tidak acak-acakan tapi merunduk indah mengikuti kontur bukit rimbun itu. Walaupun aku pernah beberapa kali mecicipinya, walau belum pernah menjilatinya, tapi aku tidak mengira seindah itu.
Suasana hotel yang tenang ini menambah fantasi liarku. Segera berkelebat pikiran dalam otakku, betapa menyenangkannya tersesat di hutan teduh dan indah itu. Maka aku segera menenggelamkan diri di tempat itu, di hutan itu. Lidahku segera menyusuri taman indah itu dan kemudian melanjutkannya pada sumur di bawahnya.
Maka Buk Tuti menjerit kecil ketika lidahku menancap di lubang sumur itu. Di lubang vaginanya. Bau khas vagina yang keluar dari lubang itu semakin melambungkan gairahku. Dan jeritan kecil itu kemudian di susul jeritan dan erangan patah-patah yang terus menerus serta gerakan-gerakan serupa cacing kepanasan.
“AHHHH.. BRIANNNNNHH.. OOHH.. ENAKKK… OOHH..” Jerit Buk Tuti.
Aku menikmati jeritan itu sebagai sensasi lain yang membuatku semakin bergairah pula menguras kenikmatan di lubang sumur vaginanya. Lendir hangat khas yang keluar dari dinding vaginanya terasa hangat pula di lidahku. Kadang-kadang kutancapkan pula lidahku di tonjolan kecil di atas lubang vaginanya. Di klitorisnya.
Kemudian pada suatu saat ia berusaha membebaskan vagina nya dari sergapan mulutku. Ia menarik tubuhnya dari atas tubuhku.
“Briann.. aku gak tahan sayangghhh… masukinn… yahh.. “rengeknya manja. Buk Tuti sekarang berbaring disebelahku dan menarik tubuhku berada diatas tubuhnya.
“kenapa sayang.. gak tahan yahh..” godaku.
“kamu jahat.. kamu harus tanggung jawab Brian..” ujar Buk Tuti menatapku dengan pandangan yang penuh nafsu membara
‘ tanggung jawab apa ..?” godaku kembali.
Do’i tak menjawab, ronanya wajahnya memerah. kurasa do’i memegang penisku yang sudah tidak sabar mencari pasangannya itu.
Buk Tuti membimbing daging kenyal yang melonjor tegang dan keras itu masuk ke dalam vaginanya. Aku pun pelan-pelan menyodokan batang penisku kedalam lobang cintanya.
“Ugghhh.. tahan sayannngg, masih nyerii…” bisiknya tertahan. Aku mengangkangkan kedua kakinya lebar-lebar guna memudahkan batang pelerku kedalam bukit indah itu.
Terasa kepala kombet ku sudah mulai tertelan black hole nya. Aku terus menekan pinggulku kedalam,
“masukkin sayannggg ahhhhh…” desah buk tuti mencengkram lenganku. Do’i memajukan pinggulnya seolah mau melumat batang pelerku. Dan..
“Blesss…”
“Aaaaaaaaggghhh…”
Diiringi teriakan Buk Tuti, akhirnya penisku bablas ke dalam vaginanya, terdengar jeritan kecil yang menandai kenikmatan yang ia dapatkan. Aku juga merasakan kehangatan mengalir mulai ujung penisku dan mengalir ke setiap aliran darah. Ia memegangi pundakku dan menggerakkan pinggulnya yang indah dengan gerakan serupa spiral.
“Uuuhh… Ugghh.. Hhh.. Ooohh.. Ahhhh..” Desah Buk Tuti saat vagina nya kugenjot dari atas.
Suara gesekan pemukaan penisku dengan selaput lendir vaginanya menimbulkan suara kerenyit-kerenyit yang indah sehingga menimbukan sensasi tambahan ke otakku. Demikian juga dengan gesekan rambut kemaluannya yang lebat dengan rambut kemaluanku yang rapi.
“Ssshhhh… Hhhhh… Owwwwhh.. Mmmpphh..”
Suara-suara erangan dan desahan napasnya yang terpatah-patah, suara gesekan penis dan selaput lendir vaginanya serta suara gesekan rambut kemaluan begitu nikmat sekali.
Matanya yang terpejam kadang-kadang terbuka dan tampak sorot mata yang aku hapal seperti sorot mata yang tidak biasa kulihat saat bercinta dengan do’i. Sorot matanya seperti itu. Sorot mata nikmat yang membungkus perasaannya. Mungkin karena aku dan do’i melakukan ini dengan sama sama menikmati. Tidak seperti yang sebelumnya.
Sekian lama kemudian ia menjerit panjang sambil meracau..
“Briaaannhh Oooocchh Briannn Ahhh… Aku.. Aku akuu mau keluarr, Briannhhh… !!!”
teriak nya suara nya terdengar berubah menjadi parau.
Sesaat ia terdiam sambil menengadahkan wajahnya ke atas, tapi matanya masih terpejam. Kemudian Buk Tuti melanjutkan gerakannya. Barangkali ia ingin mengulanginya dan aku tidak keberatan karena aku sama sekali belum merasakan akan sampai ke puncak kenikmatan itu. Sebisa mungkin aku juga menggoyangkan pinggulku agar dia merasakan kenikmatan yang maksimal.
Jika tanganku tidak aktif di buah dadanya, kususupkan di selangkangannya dan mencari daging kecil di atas lubang vaginanya, yang dipenuhi oleh penisku. Aku terus menghujamkan kejantananku keluar masuk lobang vagina nya yang sudah terasa makin licin, melancarkan penisku untuk menyeruak ke bagian lebih dalam.
Lobang vagina do’i memang masih terasa rapat dan singset. Otot vaginanya seakan mencengkeram dengan kuat otot penisku. Maka gerakan pinggulnya untuk menaik turunkan vaginanya menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Membuat penisku ditelan dan dipelintir di dalam kemaluannya itu. Dan sejauh ini aku belum merasakan tanda-tanda lahar panasku akan meledak.
Bu Tuti memang luar biasa, aku heran do’i seperti tahu menjaga tempo permainannya agar aku bisa mengikuti caranya bermain. Ia seperti tahu menjaga tempo agar aku tidak cepat-cepat meledak. Memang sama sekali tidak ada gerakan liar. Yang dilakukannya adalah gerakan-gerakan lembut, tapi justru menimbulkan kenikmatan yang luar biasa, Sekian lama kemudian aku mendengar lagi ia meracau..
“Ah.. Ah.. Akuu kelluuarr lagiihh… Ugggghhhh…!” Di susul jeritan panjang melepas kenikmatan itu.
Aku yang belum mencapai orgy terus melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Aku mulai menggenjotnya dengan cepat dan bertenaga. Tapi sesaat kemudian ia berbisik dengan mata yang masih terpejam..
“Pelan-pelan saja, Brian. Aku masih ingin orgasme”. ujarnya
Aku tersadar apa yang telah kulakukan. Maka kini gerakanku pelan dan lembut seperti permintaan Buk Tuti. Kini erangan dan desahan patah-patahnya kembali terdengar. Do’i menarik punggungku agar aku lebih dekat ke badannya. Aku maklum. Tentu ia ingin mendapatkan kenikmatan yang maksimal dari gesekan-gesekan bagian tubuh kami yang lain.
Dan memang benar, begitu dadaku bergesekan dengan buah dadanya, semakin besarlah sensasi kenikmatan yang kudapat. Kurasa demikian juga dengannya, karena jeritannya berubah semakin santer. Apalagi saat aku juga melumat bibir merahnya yang menganga, seperti bibir vaginanya sebelum aku menusukkan penisku di situ.
“Mmmhh.. Hhh.. Oowwwhh..”
Meskipun jeritannya agak bekurang karena kini mulutnya sibuk saling melumat bersama mulutku, tapi aku semakin sering mendengar ia mengerang dan terengah-engah kenikmatan. Hingga beberapa saat kemudian aku mendengar ia meracau seperti sebelumnya..
“Aku.. Aaaah.. Aku.. Uhhh… Aku keluarr laggiii.. Ahhhh…!!!!!” jeritnya
Setelah jeritan panjang itu, matanya terbuka. Tampak sorot matanya puas dan gembira. Kemudian ia berbisik terengah-engah..
“Aku.. Aku.. kamu kok belum keluar sayanghh.. ayo sayang.. semprot aku… genjot akuuuhh… terus sa… yaangg hhhh…” ujarnya dengan nafas terengah-engah. Do’i mencoba mengimbangi sodokanku yang semakin lama semakin cepat keluar masuk lobang kawinnya.
Sekian lama kemudian kurasakan lahar panasku ingin meledak. Penisku berdenyut-denyut enak, menandai bahwa sebentar lagi akan ada ledakan dahsyat yang akan melambungkanku ke awang-awang. Maka aku membenamkan penisku kedalam lubang vaginanya yang nikmat itu.
”.. Uhhh.. Uhh. Uhhhhhh…!!!!! ”. jeritnya.
Maka ketika lahar panas dari penisku benar-benar meledak, kubiarkan ia mengendap di sumur vagina milik Buk Tuti, dengan diiringi teriakan nikmatku.
“Oouuhhhh…!!!!” jeritku panjang saat merasakan seluruh persendian ku seperti mengeluarkan semua tenagaku.
Buk Tuti begidik dan berteriak panjang pula saat kutumpahkan sperma ku dalam lobang kawinnya.
“adduhh… enakkk sayannngghhh… Ouuhh..” rintihnya tertahan merasakan gelombang kenikmatan di seluruh tubuhnya.
Setelah itu kami mengatur nafas. Sekujur tubuhku terasa berkeringat. Buk Tuti memintaku untuk tetap berada di atas tubuhnya barang sesaat. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya meremas-remas rambut ku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap buah dadanya yang saat itu basah karena keringat.
Aku sudah sangat dekat dengan Buk Tuti. Aku merasa dosenku ini seperti kekasihku yang sudah sering dan sangat lama bermain cinta bersama. Aku merasa sangat dekat. Maka begitu aku merasa sudah cukup, aku menarik penisku yang sebenarnya masih sedikit tegang dari lubang vaginanya. Tampak air muka Buk Tuti sedikit kacau.
Sambil bergurau, aku menggodanya..
“Ibu.. Justru kelihatan cantik setelah bercinta” godaku.. Do’i hanya tertawa mendengar gurauanku.
“iya sayang enak banget bercinta denganmu.. aku kecanduan sayang… Aku sedikit capai tapi merasa segar…”, jawabnya dengan berbinar.
“I love you Brian “tambahnya mengecup pipiku.
Dosen killer itu sekarang resmi menjadi kekasihku. Sikapnya yang ini galak, akibat fikirannya yang terus menerus serius, terobati dengan kehadiranku. Yang akan selalu memberinya kenikmatan dan sensasi – sensasi kenikmatan seksual yang belum pernah dia rasakan selama 30 tahun dia hidup.
Begitulah, kini hampir setiap akhir pekan aku selalu bercinta dengan dosen ku Bu Tuti Khairani ini. Wanita perawan tua yang semula hanyalah seorang wanita yang terobsesi dengan karir dan menuntut ilmu hingga berubah menjadi wanita haus akan pelajaran-pelajaran seksual dariku. Pemerkosaan yang kulakukan ternyata membuka jalan ku mendapatkan apa yang ku mau dari Buk Tuti yang montok ini.
Buk Tuti tetap menjadi dosen yang dihormati oleh semua orang di kampus. Aku sedikitpun tidak ingin merusak citranya. Dan ia pun sekarang seorang yang professional, meskipun di luar kami sering bercinta, do’i pintar menutupi hubunganku dengannya.
Sebagai mahasiswanya dan ia membimbing bahkan mengejarkan tugasku dengan serius. Sesuatu yang sangat aku sukai. Bercinta dengannya bukan sekedar mendapat kepuasan libido, aku merasakan sesuatu yang lain. Entah apa itu.
Bersambung…