PERKARA MASUK MEMASUKKAN
“Dateng pagi-pagi, muka kusut pula..” Adit terlihat fokus pada sarapannya.
“Iya, masih kesel Caca tuh sama kak Nolan! Bisa-bisanya nikahin sahabatku!” gerutu Caca di samping Adit.
Sudah tahu Caca ingin Adit dengan Adhya bukan malah teman kakaknya. Sungguh diluar prediksi.
“Emang kakak kenapa sih, Ca? Sama keren kok kayak Adit,” Nolan tersenyum manis menggoda adik temannya. Sama lucu, tapi lebih lucu Adhya kalau soal ngamuk.
Kok bisa ya ngamuk lucu bukannya serem. Kayaknya dia ga akan bisa merasakan suami takut istri, Adhya marah malah bawaanya ingin ketawa.
“Ck! Tahu ah, sebelnya ga ilang-ilang! Mana pelit, ga bisa ajak main Adhya malem-malem!”
“Haruslah, kalau kenapa-napa bisa dipenggal kepala sama daddy,” Nolan tersenyum lagi, memang murah senyum. “Kalau orang tua kita ga deket, dia pasti kakak bebasin..” lanjutnya.
“Kalau mau main, main aja.. Jangan banyak keluar,” pesan Nolan.
“Tapi kak Nolan keluar dengan bebas! Ga adil banget,”
Adit tersenyum tipis. “Ajak aja Adhya ke club, dek. Biar dia ga bebas.” timbalnya.
“Bener banget! Ide bagus, kak.” Caca menepuk bahu kakaknya sekilas.
“Ga! Jangan,” sambar Nolan dengan melirik Adit sebal.
“Terus Adhya diem aja di rumah sekarang?” Caca sudah terlihat siap untuk berangkat wawancara kerja.
“Hm,”
“Tapi diizinin kerjakan?”
“Engga.”
“Ihhh! Kok jadi ga bebas, kasihan Adhya!”
Nolan terdiam memainkan ponsel. Dia tengah berpikir. Bagusnya Adhya bagaimana. Membatasinya hanya akan membuatnya semakin tidak terkendali.
“Tenang aja. Kita belum ngobrol banyak, bilangin sama dia, jangan ngegas duluan,” keluh Nolan.
Adit terkekeh geli, sudah bisa dia bayangkan. Nolan yang gemas namun juga frustasi secara bersamaan.
***
Adhya masuk ke dalam mobil Nolan. Wajahnya ditekuk tidak ramah. Mungkin karena sangat kebosanan seharian ini.
“Caca ikut.”
Adhya tidak merespon. Dia juga masih marah soal yang pagi. Nolan memeluknya. Membuat peperangan kecil tentu saja terjadi sampai Nolan memilih sarapan di rumah Adit.
“Masih marah nih ceritanya,” Nolan mencolek dagu Adhya yang langsung menatap jutek. “Pelit banget jadi istri,” godanya dengan mengulum senyum.
Adhya memalingkan wajahnya menatap jalanan.
“Kata Caca, mau kerja?” Nolan terus fokus mengendarai mobilnya.
Adhya mengerjap tertarik. Jelas dia ingin, lulus kuliah terus tidak jadi apa-apa sungguh sia-sia. Minimal dapat gajih dari hasil kerja kerasnya sendiri tidak mengandalkan suami.
“Mau.” singkat Adhya.
Nolan melirik sekilas membuat keduanya saling bertatapan sesaat. Akhirnya dia bisa mencuri perhatian Adhya.
“Di mana?” Nolan membelokan mobilnya ke sebuah gedung tinggi. Mall yang cukup terkenal di kota ini.
“Rencana gagal waktu itu ke perusahaan X, terus maunya sih di perkantoran aja,” Adhya jadi urung marah deh.
“Daftar lagi aja,”
“Belum ada lowongan, Caca enak di masukin kenalan,” Adhya juga mau jika ada jalan mudah seperti itu.
Tidak adil memang. Tapi, kebanyakan sudah begitu di dunia pekerjaan sekarang.
“Mau masuk? gue masukin?”
Adhya memicingkan matanya penuh selidik dan galak. Nolan yang langsung konek seketika terbahak.
“Astaga, ga ke sana arahnya!” Nolan terus terbahak. Di sini sudah terlihat, Adhya yang suka berpikiran yang iya-iya.
***
“Gimana kak Nolan? Dia udah masukin burungnya?” Caca bertanya lempeng seolah bukan apa-apa.
Adit melotot samar lalu menimpuk belakang kepala adiknya hingga memekik kaget agak sakit juga.
“Kakak apa-apaan sih!” Caca mengusap bekas tampolan itu lalu kembali melepas jas kerja yang dia pakai hari ini saat bekerja.
“Pertanyaannya dijaga!” omel Adit dengan begitu dewasanya.
Adhya menahan bibirnya yang berkedut ingin tersenyum melihat pesona Adit. Dia semakin kagum saja pada kakak sahabatnya.
“Ga, belum.” Nolan tersenyum manis pada mereka lalu mengedipkan sebelah matanya pada Adhya.
Adhya mendatarkan ekspresinya dengan tangan terkepal. Dia sungguh menikah dengan buaya darat!
“Ini daftar menunya,” pelayan perempuan mendekat dengan ramah nan cantik.
Adhya meraih itu, mengabaikan Nolan dengan 1001 tingkah buayanya yang norak di mata Adhya itu.
“Menurut mbanya, yang paling enak yang mana?” Nolan tersenyum dengan begitu manis memikat.
Pelayan itu mencoba tidak goyah walau wajahnya bereaksi lain. Memerah sepertinya akan bawa perasaan.
Caca menajamkan tatapannya setajam silet, telunjuknya bergerak mengetuk-ngetuk meja seolah menghitung waktu yang tepat untuk dia menebas leher Nolan.
“Abaiin, mba. Ada istrinya tuh, biar dia aja. Genit emang cowok satu ini,” Caca pun terus bawel menegur Nolan demi sahabatnya yang terlihat bodo amat itu.
***
“Jadi kapan?”
Adhya melepas jaketnya, akhirnya bisa sampai di rumah lagi. “Apanya?” tanyanya jengkel, padahal Nolan bertanya santai.
Memang begitu ya? Kadang kesel tiba-tiba padahal orang itu tidak banyak tingkah.
“Masukin,”
“APA?!” beo Adhya terdengar bersiap menyerang. Tubuhnya berbalik, Nolan terkekeh geli.
“Masukinnya, kapan?”
“Wah.. Cari mati,” Adhya menarik lengan pakaian atasnya hingga sikut.
“Tuhkan, pikirannya traveling,” Nolan menarik lalu memiting Adhya dan mengecupi pipinya usil. Agar semakin ngamuk.
“LO! Ihhh!” Adhya memukuli wajah Nolan walau terus memiting dan menghindari itu.
“Maksudnya masukin belanjaan ke kulkas! Fokus makanya! Minum air putih yang banyak sana,” Nolan melepaskannya agak mendorong Adhya.
Adhya bergerak cepat namun berakhir melotot saat kakinya belibet dengan kakinya sendiri lalu jatuh sampai tidak sengaja mendorong Nolan hingga sama jatuh ke atas lantai.
Nolan dan Adhya melotot kaku. Jatuhnya bukan saling tindih lalu berpandangan dalam jarak dekat.
Tapi..
Wajah Adhya berada di tengah pusatnya. Nolan baru sadar belum menarik resletingnya setelah dari kamar mandi.
Adhya menatap itu. Dalaman berwarna biru navy. Menonjol di depan wajahnya, sangat dekat!
Nolan yang tersadar tersenyum manis. Sungguh membuatnya tampan sekali. “Gimana? Mau coba masukin?” tanyanya dengan tatapan menggoda bagai predator.
Adhya melotot dan repleks memukul pusat Nolan dengan kepalanya. Sontak Nolan meringkuk dan menjerit lalu meringis.
Dia kembali sekarat rasanya.
Adhya merutuki dirinya seketika. Tidak kapok-kapok melukai anu Nolan.
KEPERGOK MENGINTIP
“Dasar, pa aya!” dumel Adhya dengan menekuk wajah kesal. Istrinya dibiarkan kesusahan sedangkan dia sibuk dengan para betina!
Adhya melirik Nolan yang tengah haha hihi dengan pelayan toko yang semok itu. Memang buaya, mencari betina pun yang banyak dagingnya.
Adhya yang kesal melempar semua belanjaan hingga berserakan di lantai lalu pergi begitu saja tanpa peduli dengan semua itu. Tangannya sakit mengangkat semua belanjaan mingguan itu.
Nolan menatap tingkah Adhya lalu segera meninggalkan pelayan itu dan meraih semua belanjaan yang tercecer di lantai.
“Dasar emosian,” kekeh Nolan dengan santai mengangkat semua belanjaan dan pergi tanpa menoleh pada pelayan yang sempat dia goda itu.
Nolan hanya main-main seperti biasa.
Sesampainya di mobil, Adhya bersandar pada pintu mobil dengan santai. Menunggu Nolan membuka pintu.
“Rusak telurnya, lo lempar gitu aja,”
Adhya tidak peduli.
***
“Sugar,” panggil Nolan seraya mendekati Adhya yang telungkup di sofa dan sebelah tangannya sibuk menuliskan sesuatu pada buku.
Nolan dengan tidak sadar diri telungkup di atas tubuh Adhya yang langsung mengerang kesal karena keberatan.
“Modus ya lo!” protes Adhya dengan kesulitan karena Nolan sungguh berat.
“Hm, gue modus.” Nolan mengecupi tengkuk Adhya.
Adhya terus protes hingga wajahnya memerah karena kesal. Dia menjambak Nolan namun Nolan malah cekikikan.
“Lepas! Berhenti cium-cium! Ihh! Berhenti!” Adhya mencoba berbalik walau kesulitan hingga pada akhirnya posisi terasa lebih buruk.
Dia di bawah Nolan. Tubuh keduanya merapat sampai Adhya bisa merasakan sesuatu yang menonjol menusuk pahanya.
Sejenak Keduanya terdiam melihat jarak yang begitu tipis. Nolan meniup wajah Adhya sampai terpejam sekilas plus kaget.
“Ck! Minggir!”
Nolan malah menggerakan pinggulnya seolah tengah berc*nta. “Kita latihan dulu, nanti tuh kayak gini..” kekehnya.
“Iiihhh! C*bul! Lo ngapain sih?!” teriaknya panik merasakan sesuatu itu.
Adhya ingin menendang anu Nolan tapi tidak bisa karena kakinya kini berada di setiap sisi tubuh Nolan.
Mereka terlihat seperti tengah berc*nta sungguhan..
“Lepas! Gila ya lo!” amuk Adhya dengan wajah begitu merah antara malu dan merinding merasakannya.
Apalagi bibir Nolan menyerang lehernya.
Adhya kian melotot merasakan sesuatu yang kian mengeras itu, menggesek di bawah sana walau terlahang kain. Nafas Adhya sampai pendek-pendek.
“Gue nangis ya! Gue benci sama lo!” Adhya kian panik merasakan desir nikmat itu. Dia takut, dia belum siap.
Nolan cekikikan usil lalu berhenti. Dia tatap wajah Adhya yang memerah dengan kedua mata berlinang air mata.
“Cengeng! Masa takut sih, bukannya pemberani?” ledeknya.
Adhya terengah emosi. Hal begini tidak bagus jadi bahan candaan.
“Minggir!” bentak Adhya kesal.
“Ga mau.”
Adhya pun menangis saking kesal. Dia merasa dilecehkan tapikan Nolan suaminya. Membuat Adhya semakin menangis jengkel.
Nolan malah tersenyum melihat Adhya menangis sambil memukulinya. Memang menyebalkan dan usil.
***
Nolan membuka mata saat melihat Adhya masih terlelap dan mendengkur halus di sampingnya.
Nolan melepaskan belitannya di perut Adhya lalu menggeliat, menguap dan mendudukan tubuhnya.
Hari ini dia akan bertemu dengan teman, salah satu temannya yang memang pewaris di salah satu perusahaan.
Dia akan meminta satu tempat untuk Adhya.
“Bangun,” Nolan mengecup pipi Adhya dengan gemas.
Adhya sontak mengernyit dan membuka matanya. “Ck! Apa sih! Ga usah cium-cium!” amuknya dengan suara serak khas bangun tidur.
Nolan malah menarik perut Adhya agar mendekatinya yang kini bergerak mengukung. “Serahlah, kan suami- Agh!” Nolan terpejam sejenak saat Adhya bangun dan membuat keningnya membentur ke bibirnya.
Nolan tahu Adhya pasti sengaja. Nolan segera menyingkir dan menyentuh bibirnya yang agak berdarah.
“Sengajakan?”
“Aduh, sorry ga sengaja.” santai Adhya dengan masih agak ngantuk.
“KDRT!”
“Oh ya? Kalau gitu laporin ya, biar kita bisa- agh!” Adhya terhenyak saat tubuhnya kembali terlentang dan Nolan gelitiki.
“AMPUUUNN! Maaf, udah maaf! Argh ampun, haahaha!” Adhya sungguh kewalahan.
Nolan pun berhenti, menatap Adhya yang memelankan tawanya seraya terengah lalu tak lama menatapnya kesal.
“Apa? Mau lagi?”
Adhya segera kabur setelah meninju perut Nolan sampai mengaduh.
***
Nolan menghentikan langkahnya saat melihat Adhya melepaskan handuknya dan asyik memakai pakaian.
Nolan tidak bisa bergerak. Maju akan habis oleh Adhya dan mundur terlalu sayang untuk dilewatkan.
Nolan terdiam di ambang pintu kamar mandi. Adhya masih belum sadar dan berpikir Nolan akan lama di kamar mandi seperti biasanya.
Adhya memakai br* lalu celana dalam yang membuat Nolan menelan ludah kasar. Adhya indah sekali.
Hingga tak lama Adhya selesai dan berbalik. Tubuhnya membeku. Keduanya saling berpandangan. Sama kaget.
Cukup lama hingga pada akhirnya Nolan yang kepergok memilih melangkah maju, meraih wajah kaku Adhya dan melahap bibirnya rakus.
Adhya melotot dan kian membeku kaku. Bibirnya terus di lumat. Apa Nolan mengintipnya? Sejak kapan?
Bersambung…