Sudah beberapa hari ini, kota Malang diselimuti mendung di pagi hari. Bahkan terkadang pagi juga turun hujan, kadang sebentar, bahkan pernah juga 3 hari berturut² hujan tanpa jeda.
Pagi itu, cuaca nampak mendung. Mas Gas yang dibangunkan ibunya pagi itu setengah 5, untuk menunaikan sholat subuh, terlihat begitu segar bugar. Mamahnya pun heran, karena biasanya, ketika dibangunkan subuh agak susah, tapi pagi itu, sebentar saja ia sudah beranjak dari tempat tidur.
“Tumben leee …. “, kata ibunya.
“Hihihi…”, mas Gas hanya tersenyum ke ibunya, tanpa berkata², ia langsung ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
30 menit kemudian, ayahnya yang sudah menunggu di meja makan dengan ibunya memanggil mas Gas.
“Le, kalo sudah selesai sini sarapan, papah mau tanya sesuatu ke kamu”, panggil ayahnya.
“Iya pah, sebentar”, jawab mas Gas. Agak takut dan penasaran mas Gas, apa yang akan ditanyakan ayahnya. Di meja makan juga ada bu Siti, ibunya yang nampak mengaduk kopi untuk pak Andi, suaminya.
Setelah keluar kamar, mas Gas segera menuju meja makan, mengambil tempat duduk di seberang ayahnya.
“Iya pah, mau nanya apa?”, tanya mas Gas.
“Itu semalem, kamu pulang jam berapa dari rumah bu Erni? Tanya ayahnya.
“Ooh itu pah, aku pulang jam 11 kurang, abis banyak banget yang dikerjain, bu Erni juga minta diajarin”, dalih mas Gas. Ia mulai berani berbohong, karena gak mungkin juga ia menjelaskan dengan jujur apa yang ia lakukan semalam dengan bu Erni, bisa dipecat sebagai anak, katanya dalam hati.
“Hmmmm, bukan begitu le, bukan papah mamahmu melarang kamu bantu orang, tapi bu Erni kan juga punya suami, gak baik kamu pulang selarut itu dari rumah orang. Dilihat tetangga kan juga gak enak”, kata ayahnya.
“Iya le, mamah sih gak masalah, toh kamu juga sudah dewasa, tapi ya itu yang mamah papahmu khawatirkan”, imbuh ibunya.
“Oh gini mah, pah, sebenernya aku sudah mau pulang jam 9, aku juga udah bilang bu Erni kalo kerjaannya aku bawa ke rumah, tapi orangnya gak mau. Trus suaminya juga kena diabetes akut, lebih banyak tidur, kata suaminya juga gak masalah pah, mah” tukas mas Gas meyakinkan.
“Iya tapi le…”
“Lagian perumahan disana juga sepi, kayak gak punya tetangga. Anak² main diluar aja gak ada”, potong mas Gas. “Sebentar ya pah, mau ke kamar mandi dulu, kebelet”, ucap mas Gas sambil agak berlari ke kamar mandi.
Di meja makan, tampak kedua orangtua Gas sedang berbincang². Mereka berdiskusi kedepannya akan seperti apa memperlakukan mas Gas. Ibunya yang masih menyimpan rahasia hari itu tentang aksi mas Gas di kamar, mengungkapkan kepada suaminya untuk lebih membebaskan mas Gas, karena dirasa sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan. Mereka juga membicarakan tentang calon istri mas Gas yang mereka pilih, anak dari teman rekanan bisnis ayahnya.
Setelah dari kamar mandi, mas Gas kembali ke kamarnya dahulu. Ia melihat kedua orang tuanya sedang ngobrol serius. Ia makin penasaran dan sedikit takut, jikalau orangtua nya bakalan marah dengan sikap mas Gas semalam. Sikap yang tidak biasa. Tidak seperti mas Gas pemalu dan cuek yang dikenal ayah ibunya.
Saat hampir selesai menyiapkan keperluan kantornya, mas Gas mendengar ayahnya memanggil.
“Gas, coba kesini le !”, ayahnya memanggil.
“Iya pah”, sahut Gas.
“Duduk sini nak, papah sama mamah mau ngomong sesuatu”, perintah ayahnya. “Iya pah”,
“Gini nak, kamu saiki lak wes (kamu sekarang kan sudah) umur, piro (berapa) bu, 32 yo?”, “husss, 33 pak”, “lho iya toh, wes nambah (sudah nambah, laaahh lali (laaahh lupa) bapak, hahaha”, “paaak..pak.. genah wingi seng nguwehi kado yo bapak dewe (bukannya kemarin yang ngasih kado bapak sendiri)”, sahut menyahut ayah ibunya sambil terkekeh. “Lha itu lo le, apa ndak (tidak) kepikiran menikah to?”
Sambil garuk² kepala, mas Gas hanya diam.
“Kamu wes ono calon le?”, tanya ayahnya lagi.
“Ndak ono pah, sopo yoan?”, mas Gas balik nanya.
“Hmmmm… ini papah sama mamah ada calon, anak om Wisnu, rekanan bisnis papah. Namanya Tika, cantik, putih, berjilbab, sudah punya kerjaan juga, wes pokoke mantap le. (dah pokoknya mantap nak)”.
Tika??? Kok namanya seperti nama teman sekantor ya, pikir mas Gas dalam hati.
“Kerja dimana dia pah, ada fotonya pah?”, tanya mas Gas penasaran.
“Hahaha, penasaran juga anaknya papah. Itu tandanya kamu kepingin, tapi ndak punya calon le. Ndak punya ato ndak berani? Hahaha…”, canda ayahnya lagi. “Yeeeeh papah iki, ojo digarapi ae anake (jangan diledekin terus anaknya) iku”, bela bu Siti. Nampak pak Andi masih ketawa², terkekeh. ”
“Contonen (tiru/ikuti) papahmu ini le, papah dulu nembak mamahmu itu sampek 3x ditolak, papah ndak putus asa, akhirnya diterima juga. Ya to mah”, “heleh yo iyo, mamah kasihan papah melas gitu dulu. Hihihi”, canda bu Siti balik. “Tapi lak cinta to mah, cinta mati, hihihi”. Bu Siti pun nampak tersipu malu sambil mencubit manja lengan pak Andi.
Melihat mereka becanda, mas Gas tampak ikut bahagia. Dari dulu sampai sekarang, bertengkar aja gak pernah. Hanya beda pendapat tapi itu juga tak lama, karena bu Siti sendiri lebih memilih taat kepada suami, jadi lebih banyak mengiyakan. Mas Gas sendiri mau punya pasangan yang seperti bu Siti, ibunya. Yang sabar, rajin ibadah, dan suka becanda.
“Laaah kok malah guyonan to pah, mah. Hahahaha… ya wes aku manut ae (nurut aja) papah sama mamah”, ucap mas Gas sambil terkekeh.
“Lha sekarang kok pasrah gitu le, hihi, ya dilihat dulu anaknya, kalo kamu cocok mau lanjut ya papah mamah dukung”, kata bu Siti sambil tersenyum.
“Ya wes Gas berangkat dulu ya mah, pah”
“Iya le, hati². Papah sama mamah mau rundingan rencana selanjutnya tentang masa depan kamu”, sahut ayahnya.
“Jangan lupa mantelnya le !”, imbuh ibunya.
“Iya maaaah….”, jawab mas Gas sambil menstarter motornya dan berlalu.
Sementara itu…
Di rumah bu Erni. Terlihat ia dan bi Resti sedang berada di dapur. Bu Erni menyiapkan sarapan dan obat untuk suaminya, sedangkan bi Resti sedang mengeringkan baju yang sudah ia cuci sejak subuh tadi. Mereka sambil beraktivitas juga asik mengobrol, saling bertukar cerita kehidupan mereka masing².
“Bi, sudah lama menjanda?”, tanya bu Erni.
“Ehh, iya lumayan lama bu, 8 tahun. Sebetulnya mantan suami saya itu orangnya setia, romantis, dan hot”, jawab bi Resti sambil menerawang ke arah mesin cuci yang bergetar, tatapannya kosong namun ia juga sedikit tersenyum. “Tapi dia lebih memilih saudara saya yang lebih muda, saudara² suami juga membelanya.”. Lanjut nya dengan raut wajah murung.
Bu Erni yang mendengar cerita bi Resti, jadi ikutan sedih. “Ya Allah bi, sabar yah! Nanti pasti dapat gantinya kok”. Sahut bu Erni.
“Owalah buuu, usia saya sudah gak muda lagi, siapa juga yang mau sama saya. Jelek, kumel, gak putih. Hihi…”, jawab bi Resti dengan senyum yang agak kecut.
“Ehh jangan salah bi, jodoh gak ada yang tau. Body bi Resti loh masih montok. Saingan sama body saya. Hehe”, canda bu Erni.
“Hahahaha.., ibu bisa aja”,
“Loooo serius bi. Tuh susu sama bokongnya aja saya kalah. Hahahahaha….”, tawa bu Erni memecah suasana hening pagi itu.
“Walaaaaah bu Erni iniloh, bikin saya malu. Tapi memang kata suami saya dulu, body saya istimewa”, aku bi Resti terang²an. “Suami saya dulu pasti tiap hari minta jatah bu, bahkan kadang sehari sampai 3x, saya kewalahan. Hihihi…”, lanjutnya sambil ikutan tertawa.
“Oh ya bi, wuihhh hebat banget suaminya yah. Tapi…” tiba² raut wajah bu Erni berubah sedikit murung.
“Tta..tapi kenapa bu?”
“Suami saya setelah didiagnosa kena diabetes, jadi jarang sentuh saya. Itunya letoy, jadi gak nafsu gitu bi”. Ucap bu Erni. “Itunya juga cebol bi. Hihi….”, lanjutnya sambil senyum yang ditutupi dengan tangannya.
“Ooh gitu bu, sabar yah bu. Bisa diterapi kok. Biar bapak sembuh”. Sahut bi Resti.
“Sudah nyoba kemana² bi, yah sekarang saya cuman bisa merawatnya, jujur saya sayang sama suami saya. Meskipun keadaannya seperti itu. Apalagi kini makin lemah, kebanyakan bedrest”, jawab bu Erni sambil menaruh obat dan makanan diatas nampan.
“Saya ke kamar bapak dulu ya bi, nanti kita lanjut lagi…” kata bu Erni sambil mulai berjalan ke kamar utama.
“Ii iya bu… siapp”.
30 menit kemudian, nampak bu Erni berjalan lagi ke arah dapur sambil membawa nampan kosong. Jadwal meminum obat suaminya berikut sarapan telah ia berikan.
“Bapak tidur lagi ya bu? Tanya bi Resti sembari mengeluarkan baju yang akan dijemur.
“Iya bi, udah sarapan, minum obat ya rebahan lagi. Biasanya kalo pagi dia nonton tivi, kalo gak ya utek² HP nya. Tapi biasanya dia tidur kalo saya udah berangkat ngantor”, jawab bu erni. Ngocoks.com
“Ehmmmm… ya ya bu. Trus kalo siang waktu makan gimana bu? Lanjut bi Resti bertanya.
“Oh iya, kalo siang, bi Resti bangunin bapak abis dhuhur ya, sekitar setengah 1, buat minum obat sama makan siang. Agak susah bangunin bapak, jadi bi Resti harus menggoyang² kaki bapak pas bangunin. Jangan ditinggal sampai bapak bangun. Klo malam, saya yang ngeladenin. Oh iya bi Resti bersih² tiap hari ya. Kalo ngepel seminggu 2x aja. Cuci baju juga kalo di keranjang udah penuh aja.” Jelas bu Erni panjang lebar.
“Nggeh bu, saya laksanakan”, jawab bi Resti meyakinkan.
“Nanti untuk bayaran bi Resti, saya kasih seminggu sekali ya. 2 juta cukup kan bi?
Kaget bukan main bi Resti mendengarnya. Seolah tak percaya, seminggu bekerja digaji 2jt, sebuah bayaran yang luar biasa banyak. Namun ia tak heran, meskipun bu Erni pekerja kantoran, suaminya kaya raya. Ibunya bu Erni juga memiliki rumah di desa yang besar dan bagus, mobilnya oun ada 2.
“Aaaa…aah iya bu, terimakasih banyak”.
“Oh iya, bi Resti nanti pulangnya sebulan sekali gakpapa kan?” Tanya bu Erni.
“Ii..iya bu, siap, nanti saya kabarin anak² di rumah”, jawabnya.
Sambil menyruput susu hangat, bu Erni kembali bertanya, “Oh iya bi, gimana tadi ceritanya, lanjutin dong, saya seneng sekali di rumah sekarang ada teman ngobrol”.
“Ooh yang tadi, ya gitu bu. Suami saya kepincut sama sodara yang lebih muda usianya. Cantik dan putih. Beberapa kali saya pergokin chat dia sama wanita itu. Gak nyangka aja dia bisa berbuat seperti itu dengan sodara dia sendiri. Padahal saya gak kurang² melayani nafsunya” ungkap bi Resti.
“Nafsunya gede ya bi suaminya itu. Biasanya klo udah main perempuan, keterusan loh. Jadi sama yang baru kemungkinan bakal main perempuan lagi”, terang bu Erni.
“Oh gitu ya bu. Saya ndak paham. Padahal saya terima dia apa adanya. Tiap dia minta, selalu saja dia yang keluar duluan. Dasar nafsu gede tapi peltu. Hihi. Beda sama pacar saya dulu. Burungnya gede panjang, bener² puas. Tapi sayangnya, kami harus putus. Dia jadi tki ke taiwan. Segini nih bu panjangnya kalo tegang, sambil menunjuk botol plastik kecap kecil yang 130ml.” Kata bi Resti dengan bangga.
“Hihi…bisa aja bi Resti. Masih mending bisa ngentot biii..” balas bu Erni sambil senyum.
“Ngentot, apa itu bu?”, tanya bi Resti penasaran.
“Oooh, itu bersetubuh, kalo orang jawa bilangnya…”
KENTU, ucap keduanya bebarengan sambil tertawa.
Dalam hati bu Erni, “hihi…belum tau kontol mas Gas, bisa² kamu pingsan bi”.
“Bi Resti, saya lihat bi Resti ini orangnya asik juga ya. Saya harap bi Resti kerasan disini. Saya yakin bi Resti orangnya amanah”, puji bu Erni.
“Ah jenengan bisa aja bu, insyaa Allah bu saya amanah, saya bisa jaga kepercayaan. Kalo kita dipercaya orang jangan sampai kita khianati, iya kan. Soalnya nanti pasti bakal balik ke kita juga”, tegasnya.
“Aah iya iya bi, betul itu”.
“Sssoalnya ssaya mau cerita sesuatu bi. Tapi saya harap bi Resti bisa jaga rahasia ya. Jangan sampai siapapun tahu”.
“Iya bu, siap. Kalo memang jenengan mau curhat, ndakpapa bu saya dengarkan”.
“Ehmmm… oke deh. Makasih ya bi. Gini bi, semenjak suami saya kena diabetes akut, jujur saya haus kepuasan ranjang. Akhirnya saya mulai nonton film² porno. Saya bener² haus sama yang gede dan panjang². Hihi..”
“Wiihh bu, seleranya sama seperti saya lhoo”
“Hihi, iya, kan enak kalo panjang gede, bisa mentok, puas banget kan”.
“Hihihi, iya bener bu. Enak pol itu. Saya dulu tiap kentu sama pacar, selalu keluar bu. Ya meskipun gak sampai mentok, tapi cuma burungnya pacar saya itu yang paling panjang. Saya juga pacaran gak cuman sekali bu. Hahahaha”, kata bi Resti sambil terkekeh.
“Wah wah, bi Resti petualang seks juga rupanya. Oh iya, karena saya sering nonton film porno itu, saya mulai cari laki² lain, hanya untuk kepuasan birahi saya bi. Saya rela keluarkan uang untuk bayar mereka.
“wihh bu, sampai segitunya” bi Resti keheranan.
“Tapi ya gitu bi, rata² ukuran mereka ya sama, standar orang indo. Gak ada yang super. Hihi.. tapi saya gak mau main hati bi, jadi saya gak ada perasaan cinta sama mereka, beda dengan bi Resti kan. Kalo bi Resti kan sama pacar.” Ungkap bu Erni.
“Iya bu, saya cuman sama pacar saya. Saya baru tau loh, ada wanita yang mau keluar duit buat cari kepuasan. Hihi. Maaf ya bu”
“Ndakpapa bi, kita sama² sudah dewasa, kebetulan selera kita juga sama. Saya jadi seneng bisa curhat. Tapi jaga rahasia saya ya bi !”.
“Siapp buuuu..”
“Bu, saya mau tanya, tapi jenengan jangan marah ya”, ucap bi Resti sambil agak takut.
“Iya tanya aja bi, mau tanya apa?”.
“Aa aanu bu, aanu..”
“Heleh, anu apa bi? Anu bi Resti gatel? Hahaha”, canda bu Erni.
“Hihi, bukan buuu. Aaanu itu semalem bu. Ssa saya pas mau kkke ke kamar mandi, sssaya ketemu sama laki², cuman pake celana pendek, trus langsung buru² pergi”.
“Hmmm trus trus…” bu Erni merasa bi Resti tau yang dia lakukan dengan mas Gas di kamar tamu.
“Eeee..eee.. sssa saya jjuga, maaf bu…”
“Waduh, bi Resti, cerita aja gakpapa, saya gak marah”.
“Ii itu bu, ssa saya semalem dengar dari luar kamar itu, ada suara jenengan sama laki², Seraya menunjuk ke arah kamar tamu.
“Hehehe…pssst… jangan bilang bapak ya bi !”. Tegas bu Erni.
“Aah ii iya bu, saya jaga rahasia ibu kok”, balas bi Resti.
“Iya bi, saya memang lagi enak² sama laki² lain. Baru kali ini saya lakukan di rumah. Dia mas Gas, orang yang saya ceritain ke bi Resti kemarin”.
“Ooooh mas Gas, nggeh nggeh bu”.
“Saya sebenernya mau ketawa waktu bi Resti bilang punya pacar bi Resti dulu panjangnya sebotol plastik kecap kecil itu. Karena punya mas Gas 2x nya bi. Hihihi… duuuh kalo inget jadi bikin saya nafsu bi”. Jelas bu Erni sambil menerawang ke langit².
“Haaaah… 2x panjangnya? Bi Resti melongo. Dalam hati bi Resti, pantas yang semalam ia lihat menjuntai kebawah pas lemes aja segitu panjang, apalagi pas tegang.
“Iya bi, gede banget, panjang lagi. Baru kali ini saya liat yang segede itu dan sepanjang itu. Pokonya bikin merinding bi” racau bu Erni.
“Wah kalo 2x panjangnya apa ndak sakit to bu? Kan jebol rahim kita. Punya pacar saya dulu aja udah enak. Hiiiiii serem banget buuu..”
“Hehe, bi Resti, saya juga belum pernah nyoba bi. Semalem saya cuman saling emut aja. Saya ngeliat kontolnya mas Gas aja udah bikin nafsu pengen nyoba. Tapi pas saya keluar semalem karena dia emut, saya ketiduran. Saya juga ngerasa diperhatiin sama mas Gas, karena paginya saya bangun, sudah pake selimut.”. Terang bu Erni sembari wajahnya berbunga².
“Iii iiya bu”, bi Resti masih tertegun dengan cerita bu Erni.
“ya sudah bi, jaga rahasia ya. Saya mau siap² berangkat kerja”. Potong bu Erni.
“Nggeh bu, siap”, saya juga mau nyapu jalan sama teras.
Bu Erni pun berlalu, menuju kamar, dan tak lama ia pamitan dengan suaminya, lalu dengan bi Resti yang tengah menyapu halaman depan.
Seperti hari² biasa, mas Gas, Tika, Ambar dan Ajeng kembali beraktivitas dengan berlembar² tugas. Tak terkecuali bu Erni atasan mereka. Yang pagi itu datang terburu² memasuki ruangannya, tak lama berselang, iapun beranjak keluar lagi dengan membawa setumpuk berkas.
Sambil berlalu didepan meja mas Gas, bu Erni mengerlingkan mata ke arah mas Gas, mas Gas pun membalas nya dengan senyuman.
Segera mas Gas mengambil HP nya sesaat setelah bu Erni keluar ruangan.
“Hati² ya ibuku sayang….mmmuaaach…”, isi chat mas Gas ke bu Erni.
Sekitar 10 menitan, chat dari pria idamannya pun terbalas.
“Iya sayang, makasih ya semalam udah care sama aku. Kasih selimut, hehe. Mmmuuaach…”
“Hihi, biar kamu gak kedinginan sayang. Oh iya, Jam berapa nanti aku ke rumah?”
“Lebih awal lebih enak, biar bisa lama² sama kamu. Hihihi. Trus bapak gimana? Kan ada bi Resti juga di rumah”
“Kalo mereka aku yang urus, aku janji gak akan ada yang ganggu waktu kita lagi. Aku mau ajarin yang baru sama kamu. Hihihi”
“Iiih jadi pensaran. Hehe… y udah nanti sore aku chat kalo mau berangkat yah”.
“Hu um, ya udah aku rapat dulu ya. Mmmuuuuuaaaach…”
“Mmmuuuuaaach…”
Tika dan Ambar yang melihat mas Gas senyum² mulai beraksi.
“Ehh tuh liat mas Gas, gak biasanya dia seperti itu. Senyum² di depan HP, kayaknya lagi chat sama seseorang”, ucap Ambar.
“Iya i, lagi kasmaran mungkin, hihihi…” sahut Tika.
Ajeng yang serius di depan laptopnya hanya senyum². Tika yang melirik ke arah Ajeng spontan langsung bertanya.
“Ehh jeng, kamu kan menang suit kemaren. Gimana² ceritain!”, tanya Tika.
“Ho..oh, yokpo critane Jeng?”, imbuh Ambar
“Hihihi…”, Ajeng lagi² senyum sambil melirik ke arah kedua temannya itu.
“Lah yokpo arek iki (lah gimana nih anak), ditakoni malah mesam mesem (ditanya malah senyum²). Ayo i, crita o, penasaran aku!”
“Husss, ntar aja. Pas istirahat. Ada cctv. Tuh.tuh.tuh”, sambil menunjuk ke adah 3 cctv di ruangan itu.
“Oh iya, hihi, ya wes awas tak tagih nanti.” Ucap Ambar.
Merekapun kembali bekerja, sementara itu, sekitar jam 10 an, mas Gas keluar dari kantor untuk melaksanakan tugas dari Bu Erni. Mengambil obat di rumah sakit dan menyiapkannya untuk suami bu Erni.
Saat jam istirahat, di kantin, Ajeng pun mulai bercerita bersama 2 bestie nya, Ambar dan Tika.
“Ya gitu deh, sore itu aku alasan kunciku ilang. Abis kan kamu nyletuk motorku ngadat, eeeh mas Gas diem aja. Ya aku putar otak dong. Hahahaha…”, ujarnya sambil tertawa.
Disusul tawa kedua temannya. Hahahaha…
“Trus trus?”
“Pas dibonceng ya aku peluk dong, tak tempelin susuku yang gede ini ke punggungnya. Aku tau mas Gas gelisah. Lha wong empuk gede gini, siapa yang gak suka. Hihi…”
“Edan kamu Jeng. Nekaaaaaat”, sahut Ambar. “Trusss..?”
“Trus mas Gas kan sering gerak pas di jalan, aku liat tangan kirinya berulang kali turun ke arah pahanya, ya aku diemin aja sambil tak gesek²in susuku. Hihi.. aku tau dia betulin kontolnya gaiss… hahahahaha…”
“Heh, ojo banter² (jangan kenceng²), malu Jeng diliatin orang!”. Tampak beberapa orang pegawai dikantin menoleh ke arah mereka.
“Oh iyo, hihi…”, Ajengpun kembali bercerita sambil berbisik².
“Trus, pas aku turun, tau gak kalian aku liat apa?”
“Aku tau, kamu pasti ngelirik ke kontolnya kan?”, sahut Tika.
“Ho oh. Waduuuuh gais, guendheng (gilaaaak), kontolnya ngaceng (tegang). Nlolor dowo ndek pupune (menjulur gede panjang di pahanya). Aku merinding kalo inget itu. Bayangin, panjangnya setengah paha lebih. Ngecap kontol (nonjol bentuk kontol)”, ungkap Ajeng sambil menerawang.
Gleekkk…. kedua temannya termangu, menelan ludah. Sejenak hening, tanpa ada kata² keluar dari mulut mereka. Ambar dan Tika seolah² terbius.
“Woyyy…hayoo mbayangin yaaa”, kata² Ajeng membuat mereka sadar dari lamunan.
Ajeng lalu meraih botol kecap kaca, “nah, kira² segini nih panjangnya.” Ajengpun menerawang lagi sambil menggigit bibir bawahnya. “Kalo kena aku kamu bakal tak perkosa mas, sumpah kamu bikin aku tergila²”, lamun Ajeng dalam hati.
Kedua temannya juga melamun, seperti membayangkan sesuatu.
“Duh mas Gas, penasaran pengen ngerasain punyamu. Aku rela putusin pacarku demi kamu masss…aaah… “, ucap Tika dalam hati.
“Buset mas Gas, punya pacarku setengah punyamu mas, pasti ngilu enak itu nyodok rahimku”, Ambar pun membatin.
Treeeeeeeeet…treeeeeeeeet…treeeeeeeet..
Lamunan mereka buyar, saat bel tanda istirahat telah usai berbunyi. Merekapun segera kembali ke ruangan kerja. Kini mereka bertiga makin penasaran plus tergila² dengan pria berbadan atletis itu. Entah apa yang bakal mereka rencanakan setelah mendengar seklumit pengalaman dari teman mereka sendiri, Ajeng.
Sementara itu…
Mas Gas yang tiba di rumah bu Erni siang itu sekitar jam 11 an, sudah sekitar 10 menit mengetuk² pintu rumah bu Erni. Itu karena ia tak punya nomor bi Resti, dan bu Erni yang dihubungi dari tadi hanya centang 1.
Ternyata bi Resti ada di kamar mandi, setelah keluar dari kamar mandi, iapun sayup² mendengar ketukan pintu pagar. Iapun berfikir kalo itu mas Gas, segera ia kedepan hanya menggunakan handuk sebagai kemben. Setelah ia melongok dari balik jendela, ternyata benar, orang di depan pagar itu mas Gas, yang ditemuinya semalam di halaman belakang, yang hanya menggunakan boxer pendek dan kontolnya menjuntai nongol. Tiba² terbesit dalam benak bi Resti untuk menggoda mas Gas, dengan keluar hanya memakai handuk yang hanya sampai paha atas.
Setelah membuka pintu, ia langsung berlari ke arah pagar. Sambil setengah berlari, payudaranya yang tak cukup ditutupi oleh handuk, nampak berayun naik turun. Mas Gas pun hanya melongo melihat pemandangan itu.
“Mas Gas ya?”, sapa bi Resti sambil membuka pagar.
“Eee..ee.. iya benar bi…”, jawab mas Gas. “Ini mau antar obat sama siapin buat bapak”. Lidahnya agak kelu saat melihat payudara jumbo bi Resti yang mnegkilat, sedikit basah oleh air. Tak henti²nya matanya memandang susu bi Resti, betul² membuat darahnya berdesir, aliran darahnya mengalir cepat menuju otak dan kontolya. Hingga kontolnya pun berkedut dan mulai mengembang.
“Mas Gas, kok diem, gak masuk nih, saya malu loh pake handuk keluar?”, kata bi Resti menyadarkan lamunan mas Gas. Ia tahu kalo mas Gas melihat payudara nya berulang kali. Pentil bi Resti yang besar juga terlihat menonjol dibalik handuk. Makin membuat mas Gas salah tingkah.
“Ahh iya bi, saya masuk ya, permisi”, ia berlalu melewati bi Resti sambil menutupi selangkangannya yang mulai mengembang.
Bi Resti senyum², gairahnya yang dulu terkubur, kini bangkit setelah mendengar cerita bu Erni tadi pagi. Rasa penasaran bagaimana bentuk kontol pria atletis itu membuat nya bertingkah agak nakal.
Mas Gas pun segera ke dapur, ia siapkan obat bapak, ia letakkan di atas nampan, dan sisanya ia taruh diatas meja dapur disertai tulisan jadwal minumnya. Lalu ia menuju kamar bapak. Saat akan berjalan ke kamar utama, ia berpapasan lagi dengan bi Resti.
Saat itu kontolnya masih mengembang, sehingga terlihat agak menonjol, dan ia lupa menutupi dengan tangannya. Bi Resti pun yang melihat itu, sempat berhenti dan mengamatinya. Gairahnya pun perlahan semakin naik. Keduanya saling bertatapan satu dengan lain. Wajah mas Gas pun malu, buru² ia ke kamar bapak.
Bi Resti pun yang gelisah, mencoba menutupi selangkangannga dengan 2 tangan, karena lengannya merangsek ke dalam, membuat payudaranya tertekan dari kanan dan kiri, semakin menyembul keluar. Seperti akan tumpah.
10 menit kemudian, mas Gas keluar, dan berpapasan dengan bi Resti lagi yang masih memakai handuk.
“Bb..biii… maaf kok masih pakai handuk dari tadi?”, tanya mas Gas.
“Eee…eee iya mas, ini saya buatkan teh hangat, nanti keburu mas Gas pergi. Makanya saya belum sempat ganti. Mas Gas duduk dulu aja.”, jawab bi Resti. “Ibu tadi pagi juga udah masak, saya ikut bantu. Kalo mas Gas mau makan, ayo saya temenin ke dapur.
“Aa…aa..iya bi, gampang kalo sarapan. Saya udah tadi di rumah”. Ucapnya sambil menutupi celananya yang makin menggembung. Ia cukup kesakitan karena posisinya ke bawah. Sedikit demi sedikit ia geser saat pandangan bi Resti ke tempat lain, hingga akhirnya sekarang udah sejajar sama pahanya.
“Hihi, bi Resti gak ganti baju, nanti melorot loh”. Canda mas Gas menggoda. Rupanya kini mas Gas makin tak tahan godaan, apalagi godaan payudara jumbo, pinggul yang seksi dan bokong yang montok.
“Iiih mas Gas, hihi. Ya nggak mungkin lah, kan ketahan anunya bibi ini”, sambil ia pegang payudaranya. Baru 2x bertemu, bi Resti pun juga makin berani menggoda. Ia seolah lupa kesedihan masa lalunya.
“Waduhh bii…hihi… kok gitu”, mas Gas pun semakin gelisah, kontolnya makin lama makin menegang. Makin mejulur di pahanya. Iapun berinisiatif menutupinya dengan tas. Iapun buru² meminum teh yang disuguhkan tadi, karena mulutnya terasa kering, berulang kali ia menelan ludah. Bi Resti yang melihat gelagat mas Gas yang salah tingkah, makin menggodanya.
“Mas Gas, mau lagi teh nya yah?, atau mau es teh?” Kata bi Resti sambil membungkukkan badannya seraya mengambil gelas teh tadi di depan mas Gas. Berusaha menggoda dengan menyuguhkan bongkahan payudaranya yang menggantung saat tubuhnya membungkuk. Membuat mas Gas makin gelisah.
“Atau mau susu mas?”, tanya bi Resti lagi sambil tersenyum nakal.
“Eee…ee..iya boleh deh bi, susu aja”, jawab mas Gas. Mata mas Gas tak berkedip melihat bongkahan payudara besar bi Resti yang menggantung tertahan handuk itu. Seolah² mau menyembul keluar.
“Susu yang asli apa yang bibi punya mas? Hihi…”, godanya lagi.
“Waduhhhh biii, jangan yang bi Resti punya. Nanti saya gak bisa balik ke kantor. Hahahaha…, bisa aja bi Resti nih”. Balas mas Gas yang juga berusaha menggoda.
Tiba² tanpa sengaja, saat akan merapatkan tangannya yang sembari memegang gelas, simpul handuk bi Resti terbuka, handuknya pun terlepas dan jatuh ke lantai. Nampaklah sepasang payudara yang berukuran jumbo, agak kendor dikit tapi tetap menggairahkan, pinggul yang seksi dan rambut vagina bi Resti yang lebat. Kulitnya meskipun sawo matang, tetap terlihat indah karena mulus tanpa cacat.
Karena kaget, buru² bi Resti menarik handuk tadi dan segera melilitkannya lagi. Raut wajahnya memerah. Namun di balik kejadian tak terduga itu, bi Resti senang, karena ia tanpa sengaja berhasil menggoda mas Gas.
Karena kaget, mas Gas buru² menutup matanya dengan kedua tangannya, ia duduk diam terpaku, sehingga membuat tasnya yang ia pakai menutupi rudalnya yang menonjol di balik celana lunglai ke samping.
Saat itu juga bi Resti kaget, syok, bercampur merinding, melihat tonjolan berbentuk kontol yang membujur di paha mas Gas. Terbungkus kain celana cokelat mas Gas yang memang agak ketat. Ia kaget sekali karena ukurannya melebihi setengah panjang paha mas Gas. Sepanjang botol kecap berbahan kaca warna hijau.
“Astaga….burungnya, gede banget, kepalanya, ototnya, nonjol banget, bener² menggairahkan”, ucap bi Resti dalam hati. “Beruntung banget bu Erni kenal sama orang ini, andai saja mas Gas ngajak aku kentu, aku pasti langsung mengiyakan, tapi apa bisa muat ya?”, ia melamun sambil tak berkedip memandang tonjolan yang menggoda itu.
Sambil mengintip di balik jari²nya, mas Gas yang tau bi Resti sudah mengenakan kembali handuknya lalu menurunkan tangannya.
“Aah…mm.mmaaa..mmaaf bi, saya gak sengaja melihat bi Resti…”, ucap Gas lirih.
“Eh iya gakpapa mas, ini kesenggol tangan saya, jadi nya jatuh deh. Hihi…” balas bi Resti sambil cekikikan.
“Kok bi Resti ketawa?”, tanya mas Gas heran.
“Hihi…ii..iya mas, abis itunya loh, nonjol banget. Itu yang di paha kiri mas Gas, Hihihi…”, ucap bi Resti sambil kepalanya menunduk dan senyum².
“Aiiihhh…mm…mma..maaf bi, bukan maksut saya anu…. aa…anu…bb.biii….”, mas Gas yang sadar langsung menutupinya dengan tangan. Meski ia tutupi dengan tangan, tetap aja ada bagian kontolnya yang masih tercetak jelas di celananya.
“Hihihi…itu mas, masih nongol”, bi Resti sambil melirik ke arah kepala dan batang kontol mas Gas yang tidak tertutupi tangan.
“Oohh..aduuuh….mma…maaf bbb..bii…”, mas Gas berusaha menutupinya lagi menutup pahanya. Lalu ia tutupi dengan tas.
“Kegedean burung mas Gas itu. Hihihi…”, canda bi Resti lagi.
“Aiiih bi Resti bisa aja. Bukannya ukuran laki² rata² juga segini bi”, ucap mas Gas sambil melihat ke arah wajah bi Resti.
“Wah yo nggak dong mas Gas, punya mas nya itu ukuran orang afrika. Hahaha”, bi Resti terkekeh.
Semalam bu Erni yang bilang kalo kontolnya mas Gas jumbo, gede banget. Sekarang bi Resti. Kapan hari waktu antar Ajeng pulang, ia juga kaget melihat kontolnya yang sempat tegang. Mas Gas jadi sempat berfikir, apakah benar penisnya itu diatas standar orang² indo. Nampak ia termenung.
“Mas, bi Resti ganti baju dulu ya. Takut nanti melorot lagi, nanti mas Gas bingung. Hihi….”, goda bi Resti lagi. Mas Gas pun hanya mengangguk namun pandangannya menerawang. Ia lalu melihat bi Resti yang berjalan ke arah belakang, tampak ia mampir menaruh gelas teh di dapur, setelah itu ia berjalan ke kamarnya.
Mas Gas terkesima juga dengan goyangan bokong bi Resti yang gede, naik turun bergetar. Ia berfikir, dua wanita berbadan montok ini hampir sama dari perawakannya. Hanya saja kulit yang membedakan. Sama² manis, sama² berpayudara besar, dan sepertinya sama² haus kepuasan ranjang. Mas Gas menyimpulkan sendiri dari cara mereka berbicara dan menggoda.
“Aku coba intip bi Resti deh, mumpung bapak juga udah tidur dari tadi”, ucap mas Gas dalam hati. Iapun berjalan ke belakang dengan kontol yang mulai agak berubah ke ukuran semula. Namun masih saja menonjol di bagian kiri paha atasnya.
Perlahan ia intip dari kamar yang tidak ditutup. Sepertinya bi Resti sengaja ingin pamer kemontokan dirinya di depan mas Gas. Dari balik daun pintu, mas Gas betul² menikmati pemandangan indah itu. Ia melihat dari kaki bi Resti yang mulus, naik ke betisnya yang ramping dan pahanya yang berisi, naik ke bokongnya yang besar, belahan pantatnya yang seksi dengan garis gelap memanjang dari pangkal paha ke bawah panggul, lalu pinggulnya yang lebar. Body nya betul² mirip bu Erni.
Bi Resti yang sadar ada yang mengintip, ia sengaja berlama² telanjang. Semakin lama sadar dirinya dipandang mas Gas, bi Resti semakin bernafsu. Dan benar saja, kontol mas Gas pun menegang lagi.
“Masuk aja mas, gakpapa. Bi Resti dah tau kalo mas Gas ngintip. Hehehe…”, ucap bi Resti mengagetkan mas Gas. Keringat dingin langsung menghinggapi tengkuk dan punggung mas Gas. Ia sungguh terkejut keberadaan nya diketahui bi Resti.
“Masuk sini mas, gakpapa”, ajaknya lagi.
“Loh kok diem aja mas, siniii….”, panggil bi Resti.
“Eee..ee, anu….aa..aa..an…anuuu…itu bii aa..nu. tergagap mas Gas yang terbongkar aksi nakalnya.
“halah, mas, sini lo masuk. Ngobrolnya disini aja!”, ucap bi Resti lagi sambil berjalan ke arah suara mas Gas.
Lalu tangan bi Resti dari balik pintu menggapai tangan mas Gas. “Ehhh…siniiiii….”, ditariknya tangan mas Gas, diajaknya masuk ke kamar.
Tak sehelai benang pun melilit tubuh bi Resti, ia juga tak berusaha menutupinya. Ia biarkan dirinya telanjang bulat di depan mas Gas. Mas Gas yang ditarik masuk, tetap menunduk. Cemas tapi senang, mas Gas terlihat belingsatan sambil menutupi paha dan selangkangannya.
“Mas… mau lihat bibi telanjang kan. Bibi tau mas. Soalnya kontol mas Gas tadi kan tegang pas handuk bibi melorot. Jangan gugup gitu dong. Hehehe…”, goda bi Resti. Sambil bi Resti menutup pintu.
“Eee..ee.. a.a..anu bb..b.bi…”, ia masih gugup, ingin mengaku tapi malu. “Iii..iii..nggak bi, nggak kok,” dalihnya. Ia masih menunduk, tak berani melihat terang²an.
“Hihi, suka sama susu besar ini ya”, sambil bi Resti menempelkan payudaranya yang besar menggantung, putingnya yang besar berwarna coklat, menekan² punggung mas Gas. Makin tak karuan jantung mas Gas berdegup. Lalu ia merasakan ada sebuah sentuhan yang mengelus² kontolnya yang tegang.
Bi Resti raba dan elus dari pangkal kontol, perlahan turun ke batangnya, lalu memainkan jarinya di jamur mas Gas yang tercetak jelas di celananya. Membuat kontol mas Gas makin menegang, ia merasakan sakit di pangkal kontolnya, karena saat tegang, kontolnya harusnya menjulang ke atas hampir menyentuh perutnya. Saat ini dihimpit celananya yang agak ketat, terkurung tak bisa bergerak bebas.
“Gak sakit apa mas ditaruh menyamping gini, kenceng banget loh ini. Kerassss…”, bisik bi Resti di telingannya dari belakang. Bi Resti garuk² manja batangnya dan sesekali ia remas.
Perasaan mas Gas makin gak karuan, panas dingin, jantungnya makin berdegup kencang, diikuti kontolnya yang berkedut² saat diraba² bi Resti.
“Ee..eeh… kontolnya gerak² mas, aiiihhh…. kok makin gede gini ?”, bisik bi Resti. Berdiri bulu kuduk bi Resti, ia juga merasakan gairah yang menggebu². Aliran darahnya mengalir cepat, jantungnya memompa tak beraturan. Susunya yang menekan² punggung mas Gas mulai berkeringat, terkena hawa panas keduanya. Menjadikan gesekan yang dirasakan mas Gas begitu lembut. Memek bi Resti pun mulai basah, lendir hangat mulai mengalir membasahi bibir memeknya, menelusuri rambut memeknya yang lebat.
“Bb…biii….bi Resti nnn..naa..kal…”, bisik mas Gas. “Kontolku kena gencet celana bii.., udah dong biii….”.
“Bukaaa yaah maaasss….”, bisiknya manja dengan menempelkan bibir bi Resti di telinga mas Gas. Dengus nafas bi Resti dan gerakan bibir bi Resti membuat mas Gas geli dan makin terangsang. Ia pun berani mencium dan menjilat telinga mas Gas. Ia lingkarkan tangan kanannya ke perut mas Gas, meraba² perut sixpacknya, lalu naik ke dadanya yang bidang. Sementara tangan kiri bi Resti asik bermain dengan kontol mas Gas.
“Badan mas Gas bagus banget….”
“Ininya loh….bikin bibi gemesss…aaah…”, ucapnya lagi sambil mencium telinga mas Gas, dan tangannya meremas agak kuat batang kontol yang sudah menegang keras. “Bibi buka yah mas, celananya…ssshh.., kasihan mmm… kontolnyaaaah mas….”
“Jjjaa..jjaangan bb..b..bii, nn…nnan…nanti…ggimaa…na…oooh….ssssh…”, desah mas Gas sambil memejamkan mata, menikmati sentuhan tangan dan dekapan tubuh montok bi Resti.
Tangan kanan bi Resti kini menelusuri resleting mas Gas. Dilepasnya pengait ikat pinggang itu, ia kendorkan, lalu ia turunkan resleting celana cokelat itu dan ia buka dengan kedua tangannya. Lalu kedua tangan bi Resti memegang celana bagian pinggang. Ia turunkan perlahan hingga sampai di atas pangkal paha. Ia turunkan lagi perlahan² hingga yang menahannya kini adalah kontol tegang mas Gas yang menonjol mengarah ke bawah.
Setelah celana kerja mas Gas jatuh ke lantai, tampaklah boxer mas Gas yang masih membungkus bokong dan kontol jumbonya. Bi Resti pun kembali mengelus² kontol mas Gas yang masih terbungkus boxer. Tangan kirinya menelusuri paha bagian kiri yang tertekan kontol mas Gas yang tegang. Menekan hingga boxer itu membumbung.
Tangan bi Resti mengelus² sisa batang dan kepala kontol mas Gas yang menyembul keluar dari boxer itu, seolah berontak ingin keluar. Bi Resti pun menggigit bibir bawahnya, ia nikmati permukaan kulit batang kontol yang berurat, ia telusuri hingga ke kepala jamur nya yang berbentuk indah, jari² tangannya memainkkan kepala kontol yang mengkilat itu, sesekali jarinya mengusap² lubangnya yang sedikit basah oleh pejuh yang keluar, ia usap² diratakan ke sekitar lubang pipis.
“Ssshhh… mas, kamu perkasa banget”, bisik bi Resti lagi.
“Bbbii….aaaah….ssssh….”, mas Gas hanya bisa mendesah.
“Bibi gemes banget sama gede nya mas, puanjang lagi….iiiiihhh…..mmmm….”, ucap bi Resti lagi, ia nampak sangat bernafsu dengan rudal torpedo mas Gas. Ia lalu mengarahkan tangannya lagi ke boxer, lalu memelorotkannya. Kini celana dan boxer mas Gas sudah jatuh kebawah semua meski masih melilit kedua kakinya.
Lalu tangan kiri bi Resti menyusuri paha, naik lagi ke atas hingga kedua tangannya bertemu di pangkal kontol mas Gas. Bi Resti lalu mengenggam batang kontol mas Gas, Ia coba lingkarkan jari tengah dan jempolnya dibatang berurat itu, tak sampai bertemu memang kedua jarinya itu, karena saking tebalnya batang kontol mas Gas. Bi Resti semakin merinding, nafasnya makin menderu².
“Tttebel bbbanget maaas….., oooh….maaas….”, bisiknya lagi sambil menciumi leher mas Gas. Bi Resti memang cukup tinggi, hampir setinggi mas Gas, hanya selisih sekitar 10 sentian. Itu yang membuatnya mudah memeluk tubuh pria kekar itu dan berbisik di telinganya.
“Aaaargh…aaah…sssh…..oooh…bii….bibiii…”, mas Gas hanya bisa mendesah dari tadi, ia begitu menikmati rangsangan dari bi Resti.
Tangan kiri bi Resti mulai mengocok perlahan batang kontol mas Gas yang mengacung ke atas mendekati perutnya yang sixpack. Sedang tangan kanannya memainkan bagian kepala jamurnya. Perlahan ia kocok lembut dengan kedua tangannya naik turun. Sambil sesekali ia elus juga biji zakar mas Gas yang gede. Ia mainkan kedua biji zakarnya bergantian dengan jari²nya.
Sesaat bi Resti melepas tangan kirinya, ia lalu meludah ke telapak tangannya, ia gunakan untuk melumuri kontol mas yon dari arah pangkal, lalu ia meludah lagi untuk melumuri bagian batangnya. Ia urut naik ke atas hingga sekarang, tangan kirinya menggenggam kepala kontol yang menjulang panjang. Ia mainkan dengan menempelkan kepala kontol mas Gas diperut atas pusar mas Gas. Tangan kanannya mengelus² batang kekar itu dari pangkal, hingga kedua tangannya bertemu di pusar mas Gas.
“Panjaaaaaang….mmm…gedeeee…..mas, bibi gemes banget pengen nyoba….sssh…” bisiknya kembali dengan kini bibirnya menciumi tengkuk mas Gas.
“Bbbiii….ooooh…sssssh…..aaaargh…bbii…biii..pppee…ngen…nnyoooba apa bbi….?”, tanya mas Gas dengan gugup dan nada suara bergetar. Kini tangan mas Gas yang sedari tadi diam, mulai ia arahkan kebelakang, mengelus pinggang bi Resti.
“Dddiii..mmasuukin…ssshm..mmmemek bbbiibi mmaas…, ppe..pengen bbangeeet….bbibi pengeeen bbangeeeet…aaah…maaaass”, balasnya sambil mendesah. Sebetulnya bi Resti sendiri agak takut, karena baru kali ini ia menjumpai kontol yang panjangnya se botol kecap. Ia takut ngilu. Tapi hawa nafsunya membujuknya untuk mencoba.
“Hhhaaah…ddima…sssukin?”, tanya Gas kaget.
Mereka berdua yang tengah asyik terbius gairah, tiba² saling menghentikan aksinya. Pergumulan hot itu harus berhenti ketika HP mas Gas berdering.
“Mas, HP nya bunyi tuh. Dilihat dulu, siapa tau bu Erni!”, ucap bi Resti.
“Ahh iya bi”, dengan celana dan boxer yang masih melorot, mas Gas pun segera meraih tasnya diatas ranjang bi Resti, ia ambil HP yang masih berdering, dan benar ternyata dari Bu Erni. Saat akan diangkat, tiba² berhenti berdering. Mas Gas tak menelpon balik, karena panggilan tak terjawab itu baru sekali. Iapun membuka WA dan mengirim pesan ke bu Erni.
“Iya sayang, maaf aku tadi di kamar mandi rumahmu, perutku mules, ada apa?”
“Oooh nggak sayang, cuman mau nelpon aja, mau ingetin kamu ke rumah, eeeh ternyata udah di rumah. Obat bapak udah dikasih sayang? Bi Resti lagi ngapain?”
“Hehe, ya gak lupa lah sayang. Udah kukasih tadi. Bapak sekarang lagi tidur. Aku gak tau bi Resti lagi ngapain sayang, emang kenapa? Aku mau balik ke kantor ini”, dalih mas Gas.
“Oh gitu, gakpapa say, cuman nanya aja kok. y udah sayang, ati² yah. Nanti sore jangan lupa ke rumah. Mmmuuuaaach…”
“Iya sayang, mmmuaaach…”
Bi Resti yang menunggu duduk di tepian ranjang, tak berhenti mengagumi kontol mas Gas. Ia belai², ia genggam dan kocok² perlahan saat mas Gas tengah balas membalas chat dari bu Erni.
“Sssh… biii….udah dong, dipegangin terus. Hihi”
“Abis bibi gemes banget mas. Guedenya gak ada lawan. Duuuuuh…. iiih…”, balas bi Resti dengan raut wajah gemas. “Oh iya kenapa bu Erni mas?
“Nanyain aku lupa apa gak antar obat, sama nanyain bi Resti lagi ngapain, gitu katanya”, jawab mas Gas. “Aku juga bilang mau balik ke kantor”, imbuhnya.
“Oooh gitu, yaaah gak jadi deh sama mas Gas. Hihi…”, ucap bi Resti terkekeh.
“Aku takut bi, aku belum pernah”, balasnya.
“Loh, yang malem itu sama bu Erni, emang gak dimasukin?” Tanya bi Resti penasaran.
“Nggak, cuman diemut, punya bu Erni juga ku emut. Trus keluar deh. Bu Erni suka banget telen pejuhku. Katanya putih kental, bagus buat kulit, buat ngilangin stres juga katanya.” Jelas mas Gas sambil menaikkan boxernya. Lalu ia membetulkan posisi kontolnya yang perlahan mulai kembali ke bentuk semula.
“Lah emang bener itu mas. Bibi dulu juga suka telen punya pacar sama punya suami. Nih liat kulit bibi, bersih mulus kan”, balas bi Resti sambil memamerkan susu dan kulitnya yang bersih. “Cuman dulu punya pacar sama suami agak bening, dan dikit yang keluar. Kalo gak 3, ya 4 kalo crot”, imbuhnya.
“Hihi, iya kulit bibi bersih emang, masih kenceng lagi”, puji mas Gas.
Dalam hati mas Gas lalu berkata, “bi Resti belum tau ganasnya bu Erni nelen pejuh, bi Resti juga belum tau sebanyak apa pejuhku. Hihihi..”.
“Ngelamun apa mas?”, sambung bi Resti sambil memakai handuknya kembali.
“Ehh, nggak kok, mikir kerjaan, hehe”, dalih nya. “Oh iya bi, aku pergi dulu ya, kalo ada kesempatan lain waktu kita bisa terusin. Hihi, tapi ajarin aku ya bi Resti!” Kata mas Gas.
“Hihi, ajarin apa sih mas?, iyaaa iyaaa…. nanti bibi ajarin yang enak² sama punya mas yang gede itu”, balas bi Resti sambil tersenyum malu².
“Ihhh apaan si bi Resti nih, gede-gede aja dari tadi, dah ya biii, saya berangkat dulu, nanti sore bu Erni minta aku kesini lagi”, tukas mas Gas.
“Iya mas, bibi antar sampai depan ya. Sekalian nutup pagar. Oh iya mas, jangan cerita² ke bu Erni ya, nanti bibi dipecat lagi, rahasia kita berdua!”, ucapnya sambil mengerlingkan mata.
“Ya iya lah biiii, masa aku cerita ke ibu. Hehe, bisa² perang dunia”, balasnya sambil tertawa.
Akhirnya bi Resti dan mas Gas berpisah di batas pagar siang itu. Nampaknya cuaca kembali panas. Matahari membagi sinarnya dengan terik.
Bi Resti yang siang itu menyetrika baju di kamarnya, tiba² dihampiri bapak. Bapak mengetuk pintu bi Resti, bi Resti pun kaget karena ia merasa asing dengan suara laki² itu. Suara yang beda dengan suara mas Gas.
“Bi, permisi. Bi Resti, bisa saya minta tolong dibuatkan bubur sumsum. Sekalian kalo belanja di alfa saya minta tolong dibelikan vix inhaler ya. Ini kok tiba2 hidung buntu”, suara bapak terdengar dari luar kamar.
Bi Resti seketika itu juga menghentikan setrikanya, ia segera membuka pintu.
“Ooh bapak, nggeh pak. Siap. Saya pake jilbab dulu nggeh”, jawab bi Resti.
“Iya bi, silahkan. Oh iya ini uangnya”, seraya menyerahkan uang 200rb rupiah.
“Pak, ini kebanyakan, kan cuman beli santan kara sama vix, seratus aja cukup pak, nanti ada kembalian”, jawab bi Resti sambil mengembalikan uang 100rb ke bapak.
“Bawa aja bi, kalo kembalian ya bawa juga. Diambil aja buat bi Resti”, sahut pak Wito.
“Loh pak tapi…”,
“Sudah simpan aja bi, rejeki itu”, ucap bapak memotong pembicaraan. Lalu bapak kembali ke kamar.
Baru kali ini bi Resti terheran², biasanya kebanyakan orang² kaya juga kembalian diminta. Ini malah dilebihin duitnya. Rupanya ini yang membuat bu Erni setia cintanya dengan pak Wito. Meskipun bu Erni mencicipi beberapa lelaki.
“Bi, tadi saya melihat ada laki² keluar dari rumah ini, itu siapa? Tanya pak Wito..
“Oooh dia mas Gas pak, orang suruhan bu Erni, kata ibu sih dia yang dimintain tolong buat ambil obat bapak sama menyiapkannya”.
“Owalaaah, mas Gas toh. Dia itu bawahan istri saya bi. Baik, sopan anaknya. Masih muda, rajin, kerjanya cepat dan cekatan. Ibu kapan hari cerita ke saya, dia pegawai baru di kantor.”, ungkap pak Wito.
“Bii, saya nitip jagain rumah sama bantu² ibu ya. Bi Resti tau sendiri, diabetes saya akut, jadi lebih banyak tidur. Oh iya, klo saya waktunya minum obat, dibangunkan ya, digoyang² aja kakinya, soalnya saya susah dibangunin!”, imbuhnya.
“Owalah nggeh pak, sy sudah anggap bapak sm ibu kakak saya sendiri. In syaa Allah nggeh pak, saya makasih juga sudah diterima kerja disini, moga² jenengan sm ibu cocok”, sahut bi Resti.
“Wooo iya bi, sama². Klo ada masalah keuangan, bilang aja sama ibu, atau sama saya. Nanti kami bantu. Uang juga gak dibawa mati bi. Saya seneng bisa bantu orang lain”. Ungkap pak Wito.
“Nggeh pak”, bi Resti mengangguk. Kalo gitu saya siap2 dulu ya pak. Mau belanja. Apa ada yang lain yang bapak pingin beli?”
“Ndak bi, wes itu aja, makasih ya bi, saya mau tiduran lagi, kalo buburnya sudah jadi, tolong saya dibangunkan.
“Nggeh pak”. Jawab bi Resti.
Sementara itu, sore harinya…
Di rumah pak Andi, bu Siti dan pak Andi sedang duduk² santai di teras depan. Secangkir teh manis kesukaan pak Andi, sebuah toples cemilan, menemani kedua pasangan yang harmonis itu dalam perbincangan hangat.
“Mendung maneh (mendung lagi) mah, cuaca kok gak menentu ngene yo mah”, sapa pak Andi memulai obrolan.
“Ya wolak walik e jaman pah (jaman yang kebolak balik), dunyo e tambah tuwek pah (dunianya makin tua pah). Oh iyo, gimana menurutmu pah, Tika yang kita temui tadi?” Sahut bu Siti.
“Yo cantik, berjilbab, santun juga koyoke (sepertinya), ya kan kita bisa lihat dari wajah dan sikapnya to mah”.
“Hmmm, iyo pah, tapi aku takut kalo cuman kedok aja. Nanti pas sudah nikah, berbanding terbalik. Kan mesakno (kasihan) Gas, sudah gak punya teman perempuan, sekali ketemu langsung nikah, eeeh malah loro ati (sakit hati).
“Gas wes gede mah, dia pasti tahu mesti bagaimana, biar dia juga se yang tentuin pilihan”.
Sluuurp, bu Siti menyruput minuman jahenya, sambil memandangi hijau² tanaman di halamannya.
“Mah, kamu tadi kan wes dapat fotonya to?”, tiba² pak Andi nyeletuk. “Nanti jangan lupa kasih lihat ke Gas klo dia sudah pulang!”.
“Sudah pah, itu masih ada di HP. Kan tadi temen papah yang ngirim di WA mamah. Ya wes pokoknya kan tugas kita bantu si Gas, soale anake gak aktif koyok kamu loh pah, hahaha” canda bu Siti.
“Aahahahaha… iyaa iyaa mah, papah kan memang nguber² mamah dulu. Istriku ini is the best pokoke. Makasih yo mah, wes nemenin papah sampai sekarang, cuup…cup…”, ucap pak Andi sambil mencium kening bu Siti.
“Guombalmu paaaah pah… hehehe… iyo pah, sama², aku juga makasih kamu selalu setia, awas lek aneh², tak ketok (potong) manukmu pah. Hihi…” canda bu Siti.
“Cuacane cocok mah….hehe” sambil mengkode bu Siti untuk mengajak bercocok tanam.
“Mosok yo sore² gini to pah, abis ini Gas pulang, trus masuk waktu maghrib, opo ndak keganggu nanti paaaah pah..” balas bu Siti dengan wajah heran.
“Lha habis, susumu itulo, bikin burung papah cenut². Dari tadi kok ngawe awe minta dikenyot. Hahaha….”, ucap pak Andi dengan tatapan menggoda.
Sambil melihat ke arah payudaranya yang besar, bu Siti bilang “oooo kamu toh, yang buat suamiku klepek²”, ucapnya sambil meremas² bongkahan payudara dibalik gamisnya.
“Hahahaha… iyoo iyo mah, ya wes nanti malam aja. Biar Gas tidur dulu. Hihi…”
Lalu nampak Gas datang dengan motornya. Setelah turun, ia copot mantelnya yang sedikit basah oleh gerimis.
“Assalamualaikum mah, pah” sapa Gas.
“Walaikumsalam le”, hujan toh, dimana?” Balas pak Andi.
“Itu tadi di deket kantor pah, lha kok disini terang loh. Hahaha”, jawab mas Gas sambil ketawa. Ia lalu melepas sepatunya, dan mencium tangan kedua orangtua nya yang sedang duduk2 di teras.
“Le, papah sama mamah sudah ke rumah Tika. Sudah dapat fotonya, orangtuanya juga mau lihat fotomu. Nanti kamu kirim ke papah ya!” Ucap pak Andi.
“Wih cuepet e to pah. Hehe. Ya wes, kirim ke WA ku yo pah. Nanti tak kirim fotoku ke papah”. Balas mas Gas sambil melepas sepatu. “Oh iya pah, mah, abis mandi Gas langsung berangkat lagi ke rumah bu Erni, ngelanjutin bantu orangny yang kemarin”, jelasnya.
“Kesana lagi to le?” Tanya bu Siti.
“Iya mah, lumayan kan dapat tambahan”.
“Ya wes terserah kamu, pokoknya jangan ninggal sholat!, itu pesen mamah”. Ucap bu Siti dengan nada tegas.
“Iyaaa iya mah, beres”, balas mas Gas sambil berlalu masuk.
Apa yang akan terjadi dengan mas Gas selanjutnya? Apakah hari itu ia bertempur dengan bu Erni? Siapakah Tika yang disebut akan menjadi calon istrinya, apakah benar teman kantornya? Simak terus ya cerita panas yang team Ngocoks upload hari ini. Thanks…
Bersambung…