“Mys, jangan lakukan!” lirih Dimian saat Mysha dan Damian hendak pergi.
“Diam!” pekik Damian. Dan …
Brakk …
Dimian kembali terlempar ke tembok.
“Dimian …,” pekik Mysha sambil hendak berlari menuju Dimian. Tapi sayang, tangan Mysha kembali di cekal oleh Damian.
“Ayo pergi!” Damian menyeringai licik.
Mysha menatap sendu wajah Damian. Kedua matanya telah basah karena menangis. “D-dami, aku mohon. Aku ingin membantu Dimian mengobati lukanya,” lirih Mysha.
“Aku bilang tidak, Mysha!” tegas Damian sambil menarik tangan Mysha keluar dari kamarnya.
Mysha tak berdaya, mau tidak mau dia harus menuruti perintah Damian.
Dimian menatap kepergian Mysha dan saudaranya itu. Tak ada cara lain, ia harus segera pergi ke apartemennya untuk mencari cara mengalahkan roh jahat itu. Setidaknya kakeknya dahulu pernah menyebutkannya padanya.
“Ahs …,” Dimian mencoba berdiri.
Walau sedikit tertatih dia berusaha berjalan. Ucapan Damian masih terngiang-ngiang di pikirannya, ‘Mysha masih hidup’. Tekadnya kembali naik untuk menyelamatkan hantu yang telah mencuri hatinya itu.
“Aku akan menyelamatkan mu, Mys.” ucap Dimian dengan penuh semangat.
“Cepat tunjukkan tempatnya!” Damian mendorong kasar tubuh Mysha.
Mysha berjalan tanpa arah. Dirinya benar-benar merasa bingung. Harus kemana ia pergi? Ia tak tahu tempat dimana liontin itu berada.
Damian melihat Mysha yang sepertinya tengah berjalan kebingungan, merasa curiga.
“Mysha, berhenti!” pinta Damian.
Alhasil Mysha berhenti dan membalikkan tubuhnya. Dadanya berdegup kencang. Sepertinya Damian sudah mulai curiga dengannya.
Damian berjalan mendekati Mysha. “Kau yakin tahu tempatnya?” suara serak Damian membuat Mysha sedikit bergidik.
Mysha kembali mengangguk ragu.
“Lalu … Kenapa kita hanya berputar-putar saja?”
Ya, itu benar. Mysha dan Damian hanya berjalan memutar selama kurang lebih 2 jam ini.
“A-apa? Ini memang jalan yang benar,” bohong Mysha.
Damian menatap intens manik mata Mysha. Tentu saja ia tahu Mysha sedang berbohong.
Damian tersenyum miring. “Mys, kau pernah mendengar cerita ini?” Damian menyeringai evil dan menyingkirkan anak rambut yang menghalangi sedikit wajah Mysha.
Dada Mysha semakin berdegup kencang. Ia tahu itu bukanlah cerita yang menarik, seperti kisah Romeo dan Juliet, bukan pula kisah antara Rose dan Jack yang mencintai sehidup semati. Ini hanya kisah mengerikan yang sebentar lagi akan membunuh dirinya.
Mysha menggeleng pelan.
Damian terkekeh kecil. “Ada seekor kucing kecil yang manis dan lugu, dia bermain-main dengan seekor singa yang liar dan jahat tanpa rasa takut. Kau tahu apa yang terjadi?”
Mysha meneguk salivanya, lalu menggeleng pelan.
Damian kembali terkekeh. “Dia tidak sadar bahwa dirinya sedang ada dalam bahaya. Dan akibat dari keluguannya itu … Kucing itu mati di terkam singa jahat yang awalnya dia anggap baik.” Dengan sekejap, raut wajah Damian berubah menjadi dingin.
Mysha sedikit mundur. Ia tahu apa yang dimaksud oleh Damian adalah dirinya. Ya, Mysha hanya seorang hantu yang polos dan telah masuk ke dalam lingkaran kehidupan seorang iblis bernama Damian.
Damian berjalan mendekati Mysha, seringai iblisnya masih menghiasi wajah tampannya.
“Mysha, kenapa kau berjalan menjauhiku? Apa karena aku telah mengetahui bahwa kau tengah membohongi seorang Damian yang bodoh ini?” Damian tersenyum kecut.
Mysha menggeleng cepat dan semakin berjalan mundur.
“Aku telah memberikan kesempatan itu padamu. Tapi, kenapa kau membohongi ku?” ucap Damian.
Mysha berbalik dan hendak lari dari hadapan Damian. Tetapi apa yang terjadi? Aura jahat kembali mengikat lehernya.
“Kau hendak pergi ke mana, Mys?” ucapan itu lembut, namun begitu mengerikan saat Damian yang mengucapkannya.
Mysha tak mampu menjawab ucapan Damian karena ia tak dapat berbuat apa-apa. Seluruh tubuhnya telah di kelilingi oleh aura jahat dan lehernya kembali di cekik.
“D-dami, aku mohon, le-lepaskan!” pinta Mysha terbata-bata.
“Yes, babe. Setelah kau membohongi ku? … Bermimpi lah,” Damian menarik tubuh Mysha agar mendekat dengannya.
Damian menarik rambut belakang Mysha, dan alhasil Mysha menengadah ke atas. Mysha memejamkan matanya merasakan sakit saat rambutnya di tarik kasar oleh Damian.
“Jangan bermain-main dengan iblis seperti ku, Mys! Kau tahu apa akibatnya jika bermain-main dengan ku?” desis Damian tepat di telinga Mysha.
“Hentikan itu, brengsek!” teriak seseorang dari kejauhan.
Sontak Damian melihat ke arah suara itu. Itu saudaranya, Dimian.
“Lepaskan wanita itu! Dia bukan lawan mu … Aku lawan mu,” Dimian mengeluarkan sebilah pedang pemberian kakeknya dahulu. Ada beberapa tulisan mantra-mantra di atas pedang itu.
Damian tersenyum remeh. Ia berpikir bahwa Dimian bukanlah lawannya.
“Aku tak akan melepaskan wanita ini … Aku tahu kelemahan mu ada pada gadis ini,” Damian tersenyum menang.
Dimian tak bergeming dan masih menatap saudaranya dengan tatapan penuh amarah. “Ya, kelemahan ku ada pada Mysha … Aku sudah terlalu dalam mencintainya,” ucapan itu sontak membuat Mysha membulatkan matanya walau masih dalam kesakitan. Seorang Dimian mencintainya? Apakah itu artinya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan? Ah, sungguh, Mysha begitu sangat bahagia.
Damian tertawa kecil. “Lihat anak kecil ini, apakah dia baru saja mengungkapkan perasaannya?” Damian masih tertawa.
Dimian menatap wajahnya saudaranya dengan raut wajah datar nyaris tanpa ekspresi.
“Kau tidak tahu apa yang sudah ku lakukan pada tubuhnya,” Damian menghentikan tawanya, sedetik kemudian ia kembali menyeringai evil.
Dimian membulatkan matanya, amarahnya benar-benar sudah tak dapat di redam lagi.
“Brengsek!” pekik Dimian. Lalu berlari menuju ke arah Damian dan siap menancapkan pedangnya.
Sreeettt …
Mysha terkejut dan membulatkan matanya.
Dimian menghentikan larinya dengan nafas terengah-engah. Ia tahu dia telah mengalahkan iblis itu, mengingat dia telah berhasil menusuknya tepat di ulu hatinya.
“Tidak semudah itu mengalahkan ku,”
Dimian mendongkakkan kepalanya dan berbalik saat mendengar suara itu. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat Damian masih berdiri Kokok tanpa luka sedikit pun.
“Bagaimana bisa?” gumam Dimian sambil menatap tak percaya ke arah Damian.
“Kau benar-benar sudah membuatku marah, Dimi,” Damian menyeringai jahat. “Jaga wanita ini!” Damian menyerahkan Mysha kepada makhluk yang selalu bersamanya. Mysha berusaha memberontak, tapi lagi-lagi ia diikat oleh aura hitam makhluk itu.
Damian berjalan mendekati Dimian.
“Kau tidak bisa terus seperti itu, Damian. Iblis apa yang telah merasuki mu?” ucap Dimian tanpa rasa takut.
“Diam!” pekik Damian. Dan …
Brakk!!!
Dimian kembali terlempar dan tersungkur ke atas tanah.
“Ahs …,” Dimian meringis kesakitan.
“Itulah akibatnya jika kau terus bermain dengan ku,” ucap Damian sambil tersenyum menang.
“Berhentilah menyakiti orang-orang yang tak berdosa, Dami! Ibu dan ayah pasti akan sedih melihat mu seperti ini,” lirih Dimian.
“Jangan bahas tentang itu di hadapan ku, brengsek! Kau yang telah membunuh mereka,” bentak Damian dan kembali melempar Dimian menggunakan kekuatannya.
Sungguh, kata-kata itu masih menyakiti hati Dimian. Bukan ia yang melakukannya. Dia pun sama, ia tak ingin melihat kedua orang tuanya meninggal.
“Terserah apa katamu, Dami. Kau telah berbohong kepada keluarga kita soal liontin itu. Kakek menitipkannya padamu supaya kau menghancurkannya, lalu kenapa kau tak melakukannya?” ujar Dimian.
“Diam!” pekik Damian. Dan …
Brakk!!!
Dimian kembali terlempar.
“Kau ingin tahu kenapa aku tak menuruti ucapan kakek waktu itu, hah?” Damian jongkok di hadapan Dimian yang tersungkur.
Dimian tak bergeming mendengar ucapan saudaranya itu.
“Karena aku ingin membalaskan dendam ku pada orang-orang yang telah menginjak-injak ku waktu itu dan menghinaku sebagai anak aneh,” jelas Damian sambil menyunggingkan senyum jahatnya.
Damian berdiri dan hendak pergi meninggalkan Dimian yang sedang kesakitan.
“Kau tak tahu, Damian. Liontin itu yang telah membunuh ibu dan ayah kita,” teriak Dimian.
Deg!
Damian menghentikan langkahnya.
“Sesaat sebelum kejadian itu terjadi, aku melihat aura hitam dari liontin terkutuk itu menyelimuti mobil yang kami kendarai dan orang itu kendarai, sehingga kami mengalami kecelakaan.” jelas Dimian.
Damian masih berdiri mematung mendengarkan ucapan adiknya itu.
“Saat keadaan ku sudah kembali pulih, aku menceritakan apa yang ku lihat saat itu kepada kakek. Aku terkejut saat kakek mengatakan bahwa saat itu ayah masih menyimpan liontin hitam itu di saku celananya. Liontin itu selalu meminta tumbal, Dami,” Dimian kembali berusaha menjelaskan kejadian yang ia tutupi selama ini.
“Kau tahu apa yang membuat ku sangat sedih? … Ternyata liontin itu mengambil nyawa ayah dan ibu. Aku benar-benar merasa terpuruk saat itu, tapi aku selalu berusaha tetap kuat di hadapan mu dan bibi Ellyn. Aku sangat tidak ingin melihat mu bersedih, Dami,” Dimian tak tahan untuk tidak mengeluarkan air matanya.
Damian yang mendengar penjelasan adiknya itu merasa sedih. Ternyata beban Dimian melebihi darinya. Dimian yang menyaksikan secara langsung kedua orang tuanya meregang nyawa, tentu hal itu seharusnya menjadikan seorang anak menjadi trauma.
Tapi Dimian? Ia sama sekali tak mengalaminya. Ia selalu berusaha tersenyum di hadapan Damian. Walau Damian selalu menyakitinya dengan kata-kata atau bahkan fisiknya.
“Sadarlah, Damian. Aku tau kau sebenarnya baik, hanya saja rasa dendam dalam dirimu tak pernah hilang hingga menjadikan mu seorang iblis seperti ini,” teriak Dimian.
Damian tersenyum miring mendengar ucapan Dimian. Tampaknya iblis dalam tubuhnya benar-benar telah menguasai dirinya. Damian berbalik dan menatap tajam wajah Dimian.
“Kau benar-benar tak layak untuk hidup, Dimi,” Damian mengeluarkan aura kehitamannya dan siap untuk menyerang Dimian. Dan …
Srrtttt …
Untungnya Dimian berhasil menahan serangan Damian menggunakan pedangnya. Hingga terjadilah aksi saling adu kekuatan antara kakak beradik itu.
Keringat mulai bercucuran dari ujung pelipis Dimian, akibat menahan serangan yang diberikan oleh kakaknya itu. Sedangkan Damian hanya tersenyum remeh melihat Dimian yang sepertinya kewalahan menghadapi serangannya.
Dimian sibuk membacakan mantra yang telah diajarkan oleh kakeknya dahulu. Tapi itu tak ada pengaruhnya sedikit pun terhadap Damian.
Sedangkan di tempat lain.
“Mysha,” panggil seseorang yang tak asing lagi di telinga Mysha.
“Nathalie?” Mysha menyipitkan matanya yang telah basah karena air mata.
Nathalie mengangguk. “Aku akan membebaskan mu,” ucap Nathalie pelan.
Mysha menggelengkan kepalanya. “Tidak, Nathalie!” Belum selesai Mysha berbicara, makhluk yang menjaganya sedari tadi muncul di hadapan Nathalie dengan wujud menyeramkan.
Nathalie beringsut mundur dan sedikit ketakutan. Tiba-tiba Nathalie teringat sesuatu. Lantas ia segera memejamkan matanya dan membaca beberapa mantra.
Makhluk itu menyerang Nathalie beberapa kali hingga membuat Nathalie muntah darah. Tapi Nathalie tetap fokus memejamkan matanya.
“Nathalie, apa yang kau lakukan? Please, go away!” pinta Mysha dengan wajah cemas.
Nathalie masih fokus pada apa yang dilakukannya. Dan entah apa yang terjadi, makhluk itu tiba-tiba menggeliat kepanasan dan dengan sekejap ia berubah menjadi abu kemudian menghilang. Mysha yang melihatnya hanya bisa melongo.
Nathalie membuka matanya perlahan saat sudah merasakan ketidakhadiran makhluk itu.
“Nathalie, kau berhasil,” ucap Mysha kegirangan.
Nathalie ikut tersenyum bahagia dan segera membantu Mysha untuk berdiri. Mysha terkejut saat melihat mulut Dimian yang kini sudah di penuhi oleh darah. Damian berkali-kali menyerangnya tepat di bagian dada. Sama halnya dengan Nathalie, ia pun ikut terkejut dengan pertarungan kakak beradik itu.
Mysha hendak berlari menuju Dimian untuk membantunya, tetapi Nathalie menghalanginya.
“Apa yang kau lakukan?” tanya Nathalie.
“A-aku ingin menolong Dimian,” wajah khawatirnya tak dapat di tutupi lagi.
“Dan membunuh Dimian secara perlahan?” ucapan Nathalie mampu membuat Mysha dengan sekejap diam tak bergerak.
“Tak ada cara lain untuk mengalahkan makhluk yang ada pada tubuh Damian, hanya liontin biru itu.” jelas Nathalie.
Mysha tertunduk menyesal dan meneteskan air matanya. Seandainya dia tahu dimana liontin biru itu berada, dan seandainya ia tidak kehilangan ingatannya, mungkin ia akan mengambil liontin itu dan mengakhiri semua ini. Semua ini karena salahnya.
“Liontin itu harus dihancurkan sendiri oleh kekuatan liontin hitam milik Damian, dan masalahnya …,” Nathalie menggantungkan ucapannya dan menatap Mysha menyesal.
Mysha mendongkakkan kepalanya dan menatap Nathalie tak mengerti.
“Liontin itu ada pada dirimu, Mys,” ucap Nathalie yang berhasil membuat Mysha membulatkan kedua matanya.
“A-apa? Bagaimana bisa?” Mysha menatap Nathalie tak percaya.
“Ceritanya panjang, Mysha. Hidup dan mati Dimian hanya ada padamu,” Nathalie menatap sedih wajah sahabatnya itu.
“Apa itu artinya jika aku menyelamatkan Dimian aku akan benar-benar mati?” tanya Mysha menahan air matanya.
Nathalie tak bergeming.
“Jawab aku, Nath!” Mysha menggoyangkan bahu Nathalie.
Nathalie mengangguk lemah.
Mysha menutup mulutnya dengan menggunakan kedua tangannya. Air matanya tak dapat terbendung lagi.
“Semuanya ada padamu, Mys,” Nathalie terisak.
Mysha sesaat melihat ke arah Dimian yang kini sudah mulai melemah dan darah terus mengalir dari mulutnya. Apa yang harus ia lakukan? Apa ia harus mengorbankan dirinya? Itu artinya dia tak akan pernah bertemu lagi dengan Dimian?
Mysha benar-benar dalam keadaan kebingungan. Mysha memejamkan matanya, menimbang-nimbang apa yang akan dia lakukan. Air mata tak henti-hentinya keluar dari sudut matanya.
“Ini demi kebaikan Dimian dan semua orang,” ucap Mysha.
Nathalie mendongkak mendengar ucapan Mysha.
“M-mysha?” lirih Nathalie.
“Maafkan aku, Nathalie. Dan terima kasih telah membantu ku selama ini, aku harus pergi.” ucap Mysha lalu pergi menuju ke arah Dimian dan Damian.
“Mysha!” panggil Nathalie sambil terisak.
Tekadnya sudah bulat, apapun yang terjadi ini sudah suratan takdir untuknya. Bukankah mimpinya adalah melihat Dimian bahagia bersama dengan istri dan anak-anaknya? Ya, sekarang ia akan melakukannya dan mengakhiri semua ini.
Sesekali Mysha mengusap air matanya saat mengingat hal itu. Jauh dalam lubuk hatinya sebenarnya ia yang ingin berada di samping Dimian dan bahagia bersama. Namun, ia sadar bahwa dirinya hanyalah seorang hantu.
Mysha berlari menuju ke arah kekuatan yang tengah di keluarkan oleh Damian dan segera menghalanginya.
“Mysha!” pekik Dimian saat melihat Mysha tepat berada di hadapannya.
“Brengsek, apa yang kau lakukan wanita bodoh!” umpat Damian dan segera menghentikan serangannya. Tapi anehnya, ia tak dapat menghentikannya. Mysha semakin menarik seluruh kekuatan yang ada pada tubuh Damian.
Mysha menengadah ke langit merasakan sakit yang amat sangat pada tubuhnya.
“Mysha, hentikan! Apa yang kau lakukan?” pekik Dimian sambil mengguncang-guncangkan tubuh Mysha.
Mysha tak menjawab ucapan Dimian dan tetap menarik seluruh kekuatan yang ada pada tubuh Damian.
Damian berteriak-teriak histeris. “A-apa yang terjadi? Hentikan! Hentikan!” teriak Damian sambil memeluk tubuhnya dengan menggunakan tangannya.
“Mysha, aku mohon, hentikan!” lirih Dimian. Dan …
Srrtttt …
Semburan cahaya mengkilap keluar dari tubuh Mysha dan Damian. Damian ambruk ke tanah tak sadarkan diri, begitu juga dengan Mysha.
“Mysha, please wake up!” pinta Dimian sambil memangku kepala Mysha ke pahanya.
Mysha masih memejamkan matanya.
“Mysha!” panggil Dimian sambil terisak dan menggoyangkan tubuh Mysha.
Dimian menempelkan dahinya ke dahi Mysha, air mata terus mengalir membasahi pipinya.
“D-dimi, maafkan aku.” lirih Mysha.
Dimian mengangkat kepalanya saat mendengar suara manis Mysha.
“Tak ada yang perlu di maafkan, Mys.” ucap Dimian sambil mengusap lembut wajah Mysha.
“M-maaf, karena aku telah mencintai mu sejauh ini,” lirih Mysha, kemudian ia terkulai lemas dan perlahan mulai menghilang dari pangkuan Dimian.
“M-mysha, apa yang terjadi?” Dimian terkejut saat tubuh Mysha perlahan menghilang.
“Mysha!” panggil Dimian.
“Mysha, jangan pergi! Jangan tinggalkan aku!” lirih Dimian saat tubuh Mysha benar-benar menghilang tak berbekas.
Dimian tertunduk sedih sambil terisak. “Aku mencintaimu, Mys. Aku sangat-sangat mencintaimu,” lirih Dimian. Air mata ketulusan tak henti-hentinya jatuh.
Bersambung…