“Dimi, bagaimana kau tau aku masih hidup?” Mysha mendongkakkan kepalanya menatap Dimian yang sedang mendorong kursi rodanya.
Dimian berpikir sejenak. “Um … Tuhan yang memberi tahu ku,” Dimian tersenyum lebar.
“Ish, Dimi, aku serius,” Mysha mengerucutkan bibirnya.
Dimian terkekeh geli lalu berhenti mendorong kursi roda Mysha. Dimian lalu berjalan ke depan Mysha dan jongkok disana.
“Kau tak perlu tahu bagaimana aku menemukan mu, karena yang terpenting … Duniaku kini sudah kembali,” Dimian tersenyum manis.
Mysha yang mengerti dengan apa yang dimaksud Dimian adalah dirinya, Mysha hanya mengulum senyum. Ia rasa pipinya mulai memerah kembali.
“Dimi, kapan wisuda mu akan di laksanakan?” tanya Mysha.
“2 hari lagi, kenapa?”
“Nothing, aku hanya ingin datang ke acara itu.” Mysha tersenyum sambil menerawang jauh.
“Silakan saja kalau kau bisa, karena aku tak akan mengizinkan mu pergi dari tempat ini sebelum kesehatan mu benar-benar pulih,”
Mysha memukul pelan tangan Dimian. “Ish, Dimi, kenapa kau sangat posesif sekali akhir-akhir ini kepada ku?” Mysha mengerucutkan bibirnya kesal.
Dimian berpikir sejenak. “Karena aku mencintaimu,” bisik Dimian.
Mysha tersentak dan tampak mengulum senyum kebahagiaan di sana.
Dimian terkekeh kecil lalu meraih tangan Mysha dan menggenggamnya. Sedangkan Mysha melihat ke arah tangannya yang sedang di genggam oleh Dimian, lalu beralih menatap manik mata Dimian.
Sesaat kedua netra itu saling bertemu dan mengunci.
“Mysha Caroline Addison …,” Dimian semakin menatap intens manik mata Mysha.
Mysha mengernyit heran. “Ya,”
Deg
Deg
Deg
“Will you marry me?” tanya Dimian begitu lembut dan penuh pengharapan.
Deg
Seketika ucapan itu membuat mata Mysha membulat sempurna. Lidahnya seakan keluh tak dapat berkata-kata.
Dimian masih menunggu jawaban dari sang empu, dengan senyuman manis masih menghiasi wajahnya.
“A-aku …,” Mysha menggigit bibir bawahnya.
Ingatan saat Dimian membuat perjanjian dengan ayahnya kembali teringat dalam pikirannya. Dimian tak mencintainya, ia hanya mencintai harta ayahnya.
Mysha memejamkan matanya rapat-rapat, mencoba menimbang-nimbang ucapan Dimian.
“Mys,” raut wajah Dimian tiba-tiba berubah menjadi khawatir.
“A-aku tidak bisa, Dimi,” Mysha melepaskan tangannya.
Dimian menatap Mysha tak percaya. “Kenapa?”
“Kau tak benar-benar mencintai ku,” lirih Mysha.
Dimian mengernyit heran. “Apa maksudmu? Aku mencintaimu, Mys, sangat mencintaimu,”
Tak terasa bulir air mata Mysha jatuh. “Kamu bohong. Perjanjian itu …,”
“Perjanjian itu sudah dibatalkan,” tiba-tiba seseorang muncul dari balik tembok dengan senyum merekah di wajahnya.
“Ayah?” Mysha menatap ayahnya itu.
“Iya, Dimian sudah membatalkan perjanjian itu, bukan begitu Dimian calon menantuku?” Mr. Arnold tertawa kecil dan di balas anggukan kepala dari Dimian sambil tersenyum manis.
“Benarkah?” Mysha menatap tak percaya wajah Dimian.
“Ya, Mysha, aku sudah membatalkan perjanjian itu.” jawab Dimian sambil tersenyum lebar.
Tiba-tiba sebuah senyuman manis merekah di wajah imut Mysha. “Dimian!” Mysha berteriak bahagia dan memeluk Dimian.
“Jadi … Apa itu artinya kau akan menikah dengan ku?” ucap Dimian di tengah pelukannya dengan Mysha.
Mysha melepaskan pelukannya dan menatap Dimian intens.
Mysha mengangguk cepat. “Ya, aku mau.”
Lagi-lagi Dimian tersenyum lebar dan kembali memeluk Mysha. “Terima kasih. I love you,” ucap Dimian lembut.
“I love you more,” balas Mysha.
Sebuah senyum bahagia tak henti-hentinya menghiasi wajah mereka. Begitu juga dengan Mr. Arnold yang menyaksikan kebahagiaan itu.
“Bahkan semesta pun tahu kapan cintanya harus di pertemukan.”
Tamat