Brukkk…
“Akhh…” suara ringisan seseorang yang kesakitan.
Yaps, siapa lagi kalau bukan Mysha yang terjatuh.
“Astaga, apa yang ku lakukan? Kenapa aku harus menahannya? Bodoh … Bodoh … Bodoh …” umpat ku dalam hati.
“Dan, apa ini? Kenapa dadaku harus dag-dig-dug tak karuan?” Aku memegangi dadaku yang berdegup kencang.
Akh, rasanya semua tulang punggung ku patah. Ini akibat ulah dari laki-laki menyebalkan ini. Kenapa dia harus menahan ku lalu menjatuhkannya? Menyebalkan memang.
Lihat muka konyolnya itu. Ingin rasanya ku hajar dan ku pelintir hingga kecil.
Dimian tampak salah tingkah atas perbuatannya. Sedikit terbesit dalam hatinya ia merasa bersalah.
Mysha lalu bangkit dan menatap Dimian dengan wajah kesal. Dimian mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia merasa tak kuasa melihat mata bulat yang marah itu, namun menggemaskan.
“Jangan salah paham, aku tak bermaksud apa-apa dengan mu.” ucap Dimian santai.
“Terserah apa katamu, kau memang laki-laki yang paling menyebalkan yang pernah ku temui.” ucap Mysha sambil membuang muka.
Dimian lalu membalikkan pandangannya dan menatap wanita yang sedang marah kepadanya itu. Dalam hatinya ia tersenyum geli. Mysha masih tampak terlihat cantik walau sedang marah.
“Aku pergi,” ucap Mysha lalu menghilang dari hadapan Dimian.
Dimian tampak tak rela Mysha harus pergi sekarang. Dirinya masih benar-benar merasa bersalah. Tapi, mau bagaimana lagi, Mysha sudah pergi. Ia kembali merutuki kebodohan dirinya.
Aku berjalan dengan perasaan kesal sambil sesekali menghentak-hentakkan kakiku dan menendang kerikil.
“Kenapa aku harus bertemu dengan laki-laki yang menyebalkan seperti dia? Aarrgghh…” Aku mengacak-acak rambut ku kesal.
“Tapi, dia cukup tampan,” ucapku sambil tersenyum kecil membayangkan tubuh dan wajah pria tadi yang lumayan seksi.
“Astaga, apa yang ku lakukan?” Aku merutuki mulutku yang tiba-tiba berucap menjijikan seperti itu.
Aku duduk termangu di atas sebuah kursi taman, memikirkan kemana lagi aku harus mencari pria dengan energi positif yang ku butuhkan. Aku tak mungkin kembali ke pria yang menyebalkan tadi.
Aku menghela nafas ku panjang.
Apa yang harus lakukan? Aku bahkan tak mengetahui namanya.
Aarrrggghh.. kenapa perasaan ku jadi sangat tak menentu seperti ini. Aku bahkan baru bertemu dengannya beberapa jam yang lalu, dan dia sudah membuat otak dan pikiran ku menjadi konyol seperti ini.
“Sadar, Dimi! Dia hanya seorang hantu,” Aku menepuk-nepuk pipiku kasar.
“Akh,” Aku meringis saat merasakan sakit di pipiku.
Mungkin segelas wine akan menghilangkan dia dari pikiranku.
Lalu aku membuka sebuah lemari kecil dan mengambil sebotol minuman wine dari sana. Setidaknya itu membuatku sedikit merasa lebih baik.
“Kak, mana mungkin aku bisa kembali kepada laki-laki menyebalkan itu. Sedikit pun aku tak menyukainya,” ucap Mysha dengan nada kesal.
Nathalie menghela nafasnya panjang. “Mysh, tak ada cara lain. Kau harus melakukannya. Waktu mu tidak banyak, kau tahu?”
Mysha memasang raut wajah sedih dan putus asa. Memang benar apa yang di katakan oleh Nathalie. Waktunya tak lagi banyak, dia harus segera mencari energi positif yang dia butuhkan sebelum dia menjadi roh jahat dan melukai orang-orang. Tapi dimana? Harus kemana?
Tak ada cara lain. Mysha harus kembali kepada laki-laki yang ia anggap sebagai seorang yang menyebalkan, siapa lagi kalau bukan Dimian.
Keesokan harinya, Dimian berjalan memasuki lingkungan universitas. Sesekali matanya tampak mencari-cari sesuatu, Mysha. Hantu wanita itu benar-benar telah meracuni pikiran seorang Dimian. Selain rasa bersalah yang terus menghantui, Dimian juga merasa penasaran dengan hantu itu.
Dimian menarik nafasnya panjang saat tak menemukan Mysha, lalu duduk di sebuah kursi taman dan membuka sebuah buku. Matanya fokus membaca setiap aksara yang tertera di sana, tapi pikirannya masih memikirkan Mysha. Hal itu membuat Dimian mengusap wajahnya frustasi.
“Kenapa harus hantu itu?” gumam Dimian.
Dimian melirik jam yang melingkar di tangannya, sudah hampir pukul 9, itu artinya kelas pertama akan segera di mulai. Ia lalu meraih ransel dan bukunya dan pergi menghadiri kelas.
Mysha datang kembali ke apartemen Dimian. Ia membuka setiap pintu kamar di ruangan itu, mencari-cari Dimian. Tapi sayang, Dimian tak ada di sana. Mysha mengerucutkan bibirnya dan duduk di sebuah sofa di depan tv.
“Dimana pria itu?” gumam Mysha.
Mysha melihat sebuah arsip bertuliskan nama sebuah universitas ternama di Amerika. Bibirnya tersenyum lebar, ia pikir Dimian berkuliah di sana. Lalu ia segera pergi ke tempat itu.
Tak butuh waktu lama, Mysha sudah sampai di universitas Dimian. Matanya mencari-cari sosok yang ia cari, Dimian. Ia masih tak menemukannya. Lalu Mysha memutuskan untuk melihat-lihat universitas itu sambil mencari Dimian.
Jam 10:30, Dimian telah selesai dengan kelasnya. Seperti biasa, ia menuju taman untuk membaca sebuah buku sambil menunggu kelas berikutnya, tak lupa ia memasangkan sebuah headphone ke telinganya.
Mysha berjalan hampir putus asa, Universitas itu sangatlah luas. Akan sulit mencari seorang pria di tengah ribuan mahasiswa di kampus ini.
“Aarrgghh… Ya ampun, kaki ku benar-benar lelah,” ucap Mysha sambil duduk di sebuah kursi taman dan meluruskan kakinya yang pegal.
“Apa mungkin pria itu tidak berkuliah di universitas ini?” pikir Mysha.
“Aargghhhh … ” Mysha menggeleng-gelengkan kepalanya kesal, dia pikir dia hanya membuang-buang waktu saja.
“Baiklah, aku akan menunggunya di rumah,” ucap Mysha semangat. Dan dengan sekejap sudah meninggalkan universitas itu dan menuju apartemen Dimian.
Sore harinya, Dimian pulang ke apartemennya. Ia di kejutkan oleh seorang wanita cantik tengah tidur di sofa kesayangannya.
“Siapa dia?” gumamnya sambil berjalan ke arah wanita itu.
Dimian memperhatikan dengan seksama, memastikan dia adalah manusia atau hantu.
Mysha menggeliat kecil sambil menguap.
“Hoaamm..”
Dimian terkejut, ternyata gadis itu adalah hantu yang sudah meluluhlantakkan hati dan pikirannya akhir-akhir ini. Aneh memang, mengapa hantu itu kembali lagi ke apartemennya.
Dimian tersenyum kecil melihat posisi tidur lucu wanita itu yang seperti anak kecil.
“Astaga, kenapa aku senyum-senyum begini?” Dimian lalu memasang wajah dinginnya kembali.
Dimian menepuk-nepuk pipi Mysha. Seketika Mysha terbangun.
“Astaga,” Mysha membelalakkan matanya saat melihat Dimian ada di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan di apartemen ku?” tanya Dimian.
Mysha sedikit gugup. “A-aku … Tidak ada,” ucap Mysha sambil memposisikan dirinya untuk duduk dan tersenyum terpaksa.
Dimian memutar bola matanya malas. “Lalu kenapa kau kembali ke apartemen ku?”
Deg!
Kata-kata itu membuat Mysha memutar otaknya. “A-aku …” Mysha berpikir sejenak. Haruskah ia mengungkapkannya sekarang?
“E-engh…”
Dimian menatap Mysha intens.
“A-aku membutuhkan bantuan mu,” ucap Mysha.
Dimian kembali mengangkat alisnya sebelah.
Mysha menghela nafasnya panjang. “Aku mohon, lakukan itu denganku.”
Deg!
Dimian yang mengerti dengan ucapan Mysha sontak terkejut. Melakukan hal itu bersama hantu? Itu benar-benar hal gila.
Mysha menatap Dimian dengan perasaan penuh permohonan. Sedangkan Dimian menatap Mysha dengan wajah bingung.
“A-apa kau gila? Melakukan itu bersama hantu?” ucap Dimian dengan raut wajah tak percaya.
Mysha mengangguk ragu.
“Aku bahkan belum tahu namamu dan kau sudah mengajakku untuk melakukan hal seperti itu? Kau demam?” Dimian meletakkan tangannya di dahi Mysha.
Mysha mengerucutkan bibirnya kesal, lalu menepis tangan Dimian. “Aku tidak demam. Aku benar-benar harus melakukannya dengan mu,”
Dimian berdecak kesal dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Ya, ya, please, aku mohon!” Mysha mengedip-ngedipkan matanya dan memasang wajah baby face.
Dimian beralih menatap Mysha. Ah, sungguh sangat menggemaskan. Ingin rasanya Dimian mencubit pipi wanita di sampingnya. Sesaat Dimian terpaku dengan wajah imut Mysha.
“Sadar, Dimi! Dia hanya seorang hantu,” ucap batin Dimian.
Dimian mengedipkan matanya kaku.
“Ehem, aku tidak bisa,” ucap Dimian datar.
Mysha memasang raut wajah cemberut.
“Kenapa? Karena aku seorang hantu?” Mysha sedikit menaikkan nada bicaranya.
Dimian menatap sesaat mata coklat itu. Sangat memabukkan.
“Ya, karena kau hantu,” Dimian bangkit dari duduknya.
Mysha merasa sedih mendengar ucapan Dimian. Dirinya memang seorang hantu, dan itu bukan keinginannya. Mysha hanya ingin pergi ke tempat yang seharusnya dia berada dan hidup damai. Tapi kenapa itu sangat sulit sekali untuknya?
Mysha terisak memikirkan nasibnya. Akankah ia menjadi roh jahat untuk selamanya dan melukai orang-orang? Sungguh, Mysha tak ingin itu terjadi.
“Aku tahu ini gila, tapi hanya kau yang bisa melihat ku dan kamu pria yang selama ini aku cari. Kau memiliki energi positif yang aku butuhkan. Please, bantu aku! Bantu aku untuk pergi ke tempat yang seharusnya aku berada, bukan di sini. Aku sungguh tak menyukai menjadi hantu,” Mysha masih terisak.
Dimian yang mendengarnya menjadi tak tega. Apakah dirinya harus membantu hantu itu? Tapi, melakukan hubungan intim bersama hantu? Sungguh, itu di luar logikanya.
“Aku bahkan tak mengetahui keluarga ku dan bagaimana aku mati,” ucap Mysha sendu sambil menghapus air matanya.
Dimian semakin serba salah. Di satu sisi, batinnya merasa kasihan kepada hantu itu. Tetapi, logikanya menolak.
“Aargghhhh.. ini sangat membingungkan,” batin Dimian.
Dimian kembali duduk di samping Mysha. Ia sangat benci melihat air mata seorang gadis terjatuh, itu mengingatkan dirinya kepada sosok ibunya yang telah pergi. Dimian meraih sapu tangan dari dalam sakunya.
“Hapus air matamu! Aku membencinya,” ucap Dimian dingin tapi terselip rasa perhatian dari kata-katanya itu.
Mysha tak menghiraukan ucapan Dimian dan masih terisak sambil tertunduk dan memainkan jarinya.
Dimian yang merasa perkataannya tak di gubris oleh Mysha, tiba-tiba meraih wajah Mysha agar menghadapnya. Sontak hal itu membuat Mysha terkejut.
Dimian menyeka sisa air mata yang jatuh dari pelupuk mata Mysha. Mysha menatap wajah dingin Dimian yang masih terlihat tampan, rasa dag-dig-dug di dadanya semakin menjadi-jadi. Hidung yang mancung, rahang yang bersikut, alis tebal menghiasi sorot mata tajam Dimian, tak lupa bibir tipis dan seksi menambah ketampanan seorang Dimian.
Dimian juga menatap manik mata coklat Mysha. Gadis di depannya benar-benar membuatnya tergila-gila. Ia tak pernah bertemu dengan gadis secantik Mysha. Andai Mysha bukan seorang hantu, mungkin dirinya bertekad untuk menikahinya.
Tiba-tiba Dimian tersadar dengan hal yang dilakukannya. Segera saja ia melepaskan tangannya dari wajah Mysha. Dimian menjadi salah tingkah, begitu juga dengan Mysha.
“Hapus air matamu!” ucap Dimian sambil memberikan sapu tangannya. Matanya ia alihkan ke arah lain.
Mysha menatap wajah Dimian yang terlihat sedikit kikuk. Lalu ia mengambil sapu tangan itu dan menyeka air matanya.
“Siapa namamu?” tanya Dimian penasaran.
Mysha tersenyum manis. “Mysha Caroline Addison,” ucap Mysha.
Dimian mengangguk-angguk mengerti. “Nama yang bagus,” ucap Dimian spontan, dengan cepat ia menutup mulutnya yang tidak sopan itu.
Mysha yang mendengarnya, menatap tak percaya pria di sampingnya. Benarkah laki-laki menyebalkan dan dingin itu baru saja memujinya?
“Bodoh, kenapa aku mengucapkan itu,” batin Dimian merutuki kebodohannya.
“Te-terima kasih,” ucap Mysha sambil tersenyum manis.
“Astaga, lihat senyumannya! Wanita ini benar-benar membuatku semakin konyol,” batin Dimian.
“Kau baik?” tanya Mysha karena Dimian menatapnya dengan tatapan aneh.
Dimian mengangguk-angguk ragu. “Dan … Kenapa dadaku harus berdegup kencang seperti ini?” batinnya.
“Jadi … Apa kau bisa membantuku? tanya Mysha.
Ucapan Mysha membuyarkan lamunan Dimian. Dimian berpikir sejenak. “Apa tidak ada cara lain selain harus melakukan hubungan itu?”
Mysha berpikir sejenak. Ia teringat ucapan Nathalie, sebenarnya dia bisa pergi ke tempat itu dengan beberapa cara. Tetapi, melakukan hubungan intim bersama dengan manusia yang memiliki energi positif besar, itu cara yang ampuh.
“Tapi, itu cara yang paling baik,” ucap Mysha.
“Oh, ayolah. Pasti ada cara lain, aku yakin,”
Mysha kembali berpikir. “Sebenarnya masih ada cara yang lain, tapi aku tak yakin itu bisa,”
“Apa?” tanya Dimian penasaran.
“Dengan mencari tahu penyebab kematian ku. Dengan itu, arwahku mungkin tak lagi merasa penasaran,” tutur Mysha.
Dimian membelalakkan matanya. Tentu itu bukanlah hal yang mudah. Dia bukan seorang polisi apalagi detektif. Kematian Mysha pasti sudah lama terjadi.
“A-apa? Yang benar saja,” ucap Dimian.
“Aku mohon, itu cara kedua yang paling ampuh.” Mysha menatap Dimian dengan penuh permohonan.
Dimian menatap manik mata coklat Mysha. Mysha benar-benar membutuhkan bantuannya. Ia mengerti perasaan Mysha.
“Baiklah, aku akan melakukannya,” ucap Dimian yang langsung membuat Mysha tersenyum bahagia.
“Benarkah?” tanya Mysha dengan mata yang berbinar. Akhirnya ia akan segera pergi ke tempat yang damai.
Dimian mengangguk dan membalas senyuman Mysha.
“Terima kasih,” Mysha sangat antusias dan bahagia. Sebuah senyuman manis terus menghiasi wajah cantiknya.
Dimian tersenyum kecil dalam hatinya, saat melihat wanita di sampingnya tampak bahagia.
Bersambung…