“Dor …!” Tiba-tiba Mysha muncul di hadapan Dimian. Sontak hal itu membuat Dimian kaget.
“Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba seperti itu?” tanya Dimian yang kesal sambil memegangi dadanya.
Mysha hanya tersenyum kecil. “Maaf,” ucapnya.
Dimian tak menghiraukan ucapan Mysha dan melanjutkan perjalanannya.
“Dimi, kau mau kemana?” tanya Mysha sambil mensejajarkan langkahnya dengan Dimian.
“Toko,” ucap Dimian datar sambil tetap berjalan.
Mysha mengangguk mengerti dan ikut berjalan di samping Dimian. Senyum bahagia terus terukir di bibir Mysha.
Dimian memasuki sebuah super market diikuti oleh Mysha di sampingnya.
“Dimi, bolehkah aku membeli sesuatu di sini?” tanya Mysha semangat.
“Tentu saja …,” Dimian tersenyum manis.
Mysha tersenyum lebar saat mendengar ucapan Dimian.
“Asal kau bukan hantu,” tambah Dimian, lalu berjalan di depan Mysha.
Tentu saja hal itu membuat senyuman Mysha seketika pudar, terganti oleh raut wajah cemberut yang menggemaskan.
“Aargghhhh ….” Mysha mengacak rambutnya kesal. Lalu berjalan menyusul Dimian.
Dimian mengambil sebuah troli dan menuju tempat perlengkapan mandi. Ia membeli beberapa sabun mandi, pasta gigi dan yang lainnya untuk persediaan selama 1 bulan.
Tiba-tiba Mysha kembali muncul di hadapannya.
“Wah, harumnya,” ucap Mysha dengan mata yang berbinar sambil mencium aroma mawar dari sebuah sabun mandi.
Dimian menatap Mysha heran. “Ada apa dengannya?” pikir Dimian sambil mengernyit.
“Dimi, bolehkah aku membeli ini?” Mysha menunjukkan sebuah sabun mandi berwarna pink dengan aroma mawar yang elegan.
Dimian membelalakkan matanya. Apa yang akan di katakan oleh kasir saat melihat sebuah sabun mandi berwarna pink tergeletak di troli seorang pria? Pasti itu sangat memalukan.
“Tidak!” tegas Dimian sambil hendak pergi. Tapi Mysha menahannya.
“Dimi, please! Aku mohon, ya, ya,” Mysha mengedip-ngedipkan matanya sambil memasang wajah baby face.
Sungguh, Dimian sangat membenci wajah itu. Karena itu membuat hati dan pikirannya bergejolak tak menentu.
Dimian membuang nafasnya kasar. “Baiklah,” Dimian mengambil sabun yang sedang di pegang oleh Mysha dan di masukkan ke dalam troli.
Mysha tersenyum bahagia. Ini mandi pertamanya setelah 5 tahun terakhir.
Keduanya lalu melanjutkan berbelanja ria. Sambil sesekali Dimian melemparkan sebuah barang kepada Mysha karena ia selay membuatnya kesal. Mysha tak masalah akan hal itu, justru dia semakin puas menggoda Dimian.
Beberapa orang yang melihatnya, menyangka Dimian adalah orang gila. Bagaimana tidak? Dimian berbicara sendiri dan berlari-lari sendirian seperti orang gila.
Dimian menghiraukan tatapan orang-orang di sekitarnya yang menatapnya aneh. Karena kenyataannya dia tak sendirian, ada Mysha bersamanya.
“Kau yakin akan membeli ini?” tanya seorang kasir saat melihat sebuah sabun mandi berwarna pink, pasta gigi pink, lengkap dengan sikat giginya pula berwarna pink.
Dimian mengangguk sambil tersenyum lebar.
Kasir itu menatap Dimian heran, kemudian mengecek semua belanjaan Dimian untuk di hitung.
Setelah ia membayar semua belanjaannya. Dimian pergi meninggalkan super market itu dengan menenteng sebuah kresek berisi belanjaannya.
“Yeay, akhirnya aku akan mandi,” ucap Mysha bersemangat dan tersenyum lebar.
“Tunggu! Apa sebelumnya kau tak pernah mandi?” selidik Dimian.
Mysha tersenyum kikuk. “I-iya. Bahkan aku tak punya tempat tinggal,” ujar Mysha sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Dimian menggeleng-gelengkan kepalanya.
Seketika Mysha terpikirkan sesuatu. “Jadi, apa boleh aku tinggal di apartemen mu?” tanya Mysha bersemangat.
Dimian membulatkan matanya. Tinggal bersama seorang wanita? Itu tak pernah terpikirkan olehnya. Walaupun dia seorang hantu, tapi tetap saja Mysha adalah seorang perempuan.
“Kau benar-benar hantu yang merepotkan,” ujar Dimian lalu pergi meninggalkan Mysha.
Mysha menghentakan kakinya kesal. Dimian selalu saja mengucapkan dirinya adalah seorang hantu.
Tiba-tiba semilir angin membuat bulu kuduk Mysha berdiri. Rasa was-was merasuki jiwa Mysha. Mysha menatap sekeliling. Jalan sepi dan sedikit remang, menambah aura ketakutan saat itu.
Sesosok makhluk bermata merah menyala, dengan rambut gimbal acak-acakan sedang mengintai Mysha dari kejauhan. Suara Geraman makhluk asing itu membuat dada Mysha berdegup kencang.
Mysha merasakan kehadiran sosok itu. Sosok yang selama ini selalu mengejarnya untuk mendapatkan energi positif yang dimiliki oleh Mysha. Saat Mysha ingin berteriak, sosok itu langsung muncul di hadapannya.
Dengan kepala berlenggak-lenggok siap untuk menangkapnya serta cara berjalan yang sedikit gontai. Mysha semakin ketakutan saat mahkluk itu semakin mendekatinya. Mysha mundur beberapa langkah.
Dengan sekejap makhluk itu terbang dan mencekik leher Mysha. Mysha tak sanggup menatap mata merah penuh kebencian itu. Ia memilih untuk memejamkan matanya dan bertahan sebisa mungkin.
Mahkluk itu mulai menghisap seluruh energi positif yang di miliki oleh Mysha, tentu Mysha merasakan nyeri yang teramat pada tubuhnya. Mungkin inilah akhirnya, dia akan menjadi seorang roh jahat dan melukai orang-orang tak berdosa. Tiba-tiba,
Bukkk…
Dimian datang menarik makhluk itu dan memukulnya. Seketika Mysha terlepas dari cengkram mahkluk menyeramkan itu dan terkulai lemas.
Mahkluk itu menyerang Dimian berkali-kali, hingga Dimian hampir kewalahan menghadapinya. Tak jarang hantu itu berhasil mencengkram leher Dimian dan menghisap energi positif yang dimilikinya. Tapi untungnya, Dimian berhasil terlepas.
Dimian membacakan sebuah doa dan mantra yang diberikan oleh kakeknya dahulu. Perlahan-lahan, makhluk itu melebur menjadi sebuah abu dan pergi menuju tempat yang seharusnya.
Dengan nafas yang ngos-ngosan, Dimian menghampiri Mysha yang tergeletak di atas trotoar jalan.
Dimian memangku kepala Mysha ke pahanya, lalu menepuk-nepuk pipi Mysha pelan.
“Mysh, bangun!” pinta Dimian.
Dimian mulai khawatir karena Mysha tak menggubris perkataannya.
Dengan segera, ia menggendong Mysha menuju apartemennya.
Dimian mengompres dahi Mysha yang sedikit demam, terlihat dari wajah Mysha yang sedikit memerah. Ia lalu menyelimutinya di atas sebuah sofa empuk. Rasa khawatir terus menerus menghantui pikiran Dimian.
Dimian menatap wajah Mysha dengan perasaan bersalah. Jika dia tak meninggalkan Mysha sendirian saat itu, mungkin ini tak akan terjadi.
Dimian menghela nafasnya panjang. Lalu membiarkan Mysha untuk beristirahat.
Mysha membuka matanya berat. Tangannya memegangi kepalanya yang sakit.
“Aish, sakit sekali.” ringisnya sambil duduk di pinggiran sofa.
Matanya membulat saat matahari sudah bersinar sempurna.
“Astaga, kenapa aku bisa ada di sini? Dimana Dimian?” batinnya sambil menatap sekeliling.
“Oh my God, bukanya tadi malam aku pingsan? Arrghhh … Bodohnya! Pasti Dimian yang menggendong ku ke sini,” mengacak-acak rambutnya kesal.
Mysha menatap pintu kamar Dimian. “Pasti Dimian sudah pergi kuliah,” batin Mysha.
“Baiklah, aku akan menyusulnya!” ucap Mysha semangat.
Lalu dengan sekejap mata, Mysha sudah menghilang dari tempatnya.
“Dimi, bagaimana dengan yang ini?” tanya seorang wanita berambut pirang lurus dan sedikit ikal di bagian ujungnya.
Dimian melihat ke arah soal yang di tunjukkan oleh Felicia. Saat ini Dimian dan Felicia tengah mengerjakan tugas yang di berikan oleh dosennya.
Dengan kemampuan otak yang cerdas, Dimian mengerjakan soal-soal itu dengan sangat mudah. Hal itu membuat senyum merekah di bibir manis Felicia. Ia bersyukur bisa satu kelompok bersama Dimian.
Mata Dimian tak pernah lepas menatap wajah cantik Felicia dari samping. Hati dan pikirannya terus memuji ciptaan Tuhan yang paling indah ini.
Mysha berjalan dengan riang menyusuri setiap koridor universitas itu. Matanya mencari-cari sosok Dimian. Tak jarang ia iseng bertanya kepada salah satu mahasiswa dan mahasiswi yang ia lewati. Walau hal itu sia-sia, karena mereka tak dapat melihat kehadiran Mysha.
“Hai, nama ku Mysha. Kau tau dimana Dimian?” tanya Mysha pada salah seorang mahasiswi yang tengah membaca buku.
Mahasiswi itu tak memberikan respon apapun. Hal itu membuat Mysha berdecak kesal.
Mysha kembali berjalan dan bertanya kepada semua orang, walau hal itu amat sia-sia. Hingga suatu ketika.
“Hai, nama ku Mysha. Kau tau dimana Dimian?” tanya Mysha kembali dengan lesu.
Laki-laki berkacamata bulat dan rambut coklat yang di belah di bagian tengah itu menoleh ke arah Mysha. Sontak hal itu membuat Mysha kaget. Apakah pria itu dapat melihatnya? Oh, sungguh bahagia akhirnya ada orang yang bisa melihatnya.
“A-apa kau bisa melihat ku?” tanya Mysha dengan raut wajah bahagia.
Pria itu tak menjawab pertanyaannya dan semakin menatap Mysha intens. Mysha tampak kebingungan. Apa yang terjadi dengan pria itu?
Pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Mysha. Hal itu membuat Mysha merasa kikuk dan mengernyit.
“Apa yang akan dia lakukan?” batin Mysha.
Tiba-tiba,
Plakkk!!!
Pria itu menangkap nyamuk yang berada tepat di depan wajah Mysha. Mysha membelalakkan matanya. Ternyata pria itu sama sekali tak melihatnya.
Laki-laki itu tersenyum puas saat di tangannya ada bangkai nyamuk yang sedari tadi mengganggunya.
Mysha berdecak kesal dan memukul kepala pria itu. Alhasil pria itu sedikit terpelanting.
“Menyebalkan.” umpat Mysha sambil berlalu dari hadapan pria tadi.
Pria itu tampak menoleh kanan dan kiri, mencari-cari siapa yang telah memukulnya. Tapi di sana tak ada siapa-siapa, hanya ada dirinya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri sempurna.
“Ha-hantu …!” teriak laki-laki itu sambil lari terbirit-birit.
Mysha menoleh ke arah laki-laki tadi.
“Memang, aku memang hantu. Apa itu masalah untukmu?” teriak Mysha kesal.
“Aarrgghh …” Mysha mengacak-acak rambutnya frustasi lalu kembali berjalan mencari Dimian.
“Aish, harus kemana lagi aku mencari pria itu?” ucap Mysha sambil memegang kepalanya yang masih terasa sakit.
Tiba-tiba Mysha melihat Dimian dari kejauhan. Hatinya merasa senang, akhirnya dia menemukannya. Mysha mempercepat langkahnya menuju Dimian. Tapi baru beberapa langkah saja, ia kembali menghentikannya.
“Tunggu! Siapa wanita yang bersama Dimian itu?” batin Mysha saat melihat Felicia berjalan bersama Dimian.
Entah kenapa, dadanya terasa sesak melihat hal itu. Apalagi saat melihat Dimian sepertinya tampak bahagia di samping wanita itu. Tak mungkin ia mencintai Dimian.
“Ingat, Mysh! Dimian hanya membantumu mencari misteri kematian mu. Setelah itu, semuanya berlalu seperti tak terjadi apa-apa.” ucap Mysha menyemangati sambil menepuk-nepuk pipinya.
Mysha kembali berjalan menghampiri Dimian dengan senyum riangnya.
“Hai, Dimi?” sapa Mysha yang muncul di belakang Felicia.
Dimian membulatkan matanya dan terkejut dengan kehadiran Mysha.
“Apa yang kau lakukan di sini?” ucap Dimian tanpa suara. Tapi gerak bibirnya dapat di mengerti oleh Mysha.
Mysha tertawa kecil. “Tidak ada, aku hanya mengingatkan mu kalau hari ini kita akan pergi ke kantor polisi untuk mencari tahu penyebab kematian ku.” ucap Mysha santai.
Dimian memutar bola matanya malas. Tak diingatkan pun dirinya masih ingat dengan janji yang ia buat beberapa hari yang lalu.
“Pergi!” ucap Dimian masih tanpa suara.
Mysha menggeleng cepat dan duduk santai di samping Felicia yang tengah sibuk mengerjakan tugas.
“Ahh, udaranya segar sekali,” ucap Mysha sambil menarik nafasnya dalam-dalam.
Dimian yang melihatnya semakin merasa kesal. Menurutnya Mysha sangat mengganggu momen-momen kebersamaan dengan Felicia.
“Mysha, pergi!” ucap Dimian tanpa suara dengan raut wajah kesal.
Mysha tak menghiraukan ucapan Dimian dan semakin santai menikmati suasana taman itu.
Dimian semakin merasa kesal dengan tingkah mysha. Ia lalu mencari-cari sesuatu untuk di lemparkan kepada Mysha. Gotcha! Sebuah pena.
Tuk!
Pulpen itu mendarat keras tepat di kepala Mysha. Alhasil Mysha sedikit meringis.
“Kenapa kau melempar penanya?” tanya Felicia sambil mendongak menatap Dimian bingung.
Dimian terkejut dengan ucapan Felicia. Alhasil dia tersenyum kikuk dan menebarkan senyum konyol di wajahnya.
“Nothing … Ah, pena itu sudah kehabisan tintanya. Jadi, aku buang saja.” ucap Dimian berbohong.
Mysha yang melihat hal itu tertawa terbahak-bahak. Dimian tampak konyol menurutnya.
Felicia mempercayai ucap Dimian dan kembali mengerjakan tugasnya.
Dimian menatap Mysha dengan tatapan tajam. Sedangkan Mysha masih tertawa geli.
“Pergi!” Dimian memberikan isyarat untuk pergi.
“Tidak akan!” balas Mysha sambil menjulurkan lidahnya.
“Aarrgghh ….” Dimian mengacak-acak rambutnya kesal.
Bersambung…