Tiba-tiba Mysha membuka matanya, dan betapa terkejutnya ia saat melihat Dimian berada di atasnya dengan bibir yang menempel pada bibirnya.
“Astaga, Dimian! Apa yang kau lakukan?”
Brukkk!!
Mysha mendorong tubuh Dimian dengan keras. Hingga membuat sang empu terjatuh dan meringis kesakitan.
“Ahss ….”
“A-astaga, ma-maafkan aku, Dim!” ucap Mysha yang merasa bersalah sambil menutup mulutnya menggunakan tangan.
“Aahss ….” Dimian berusaha bangkit sambil memegangi pinggangnya.
“Dimi, kau baik?” tanya Mysha ragu.
“Menurutmu?” Dimian berjalan menuju dapurnya sambil memegangi pinggangnya yang sakit.
Mysha tahu bahwa Dimian sebenarnya tidak baik-baik saja.
“Astaga, apa yang harus aku lakukan? Dimian pasti marah kepada ku.” batin Mysha kalang kabut sambil mengigit jarinya.
Tetapi, tiba-tiba ia tersipu saat mengingat kejadian tadi. Rasa hangat dan kenyal masih terasa membekas di bibirnya. Dimian menciumnya? Ahh, seperti mimpi saja.
“Tapi, apa maksudnya? Apakah Dimian mencintaiku?” pikir Mysha.
Seketika pipi Mysha merah merona memikirkan hal itu. Tapi, ia kembali kepada kenyataan.
“Apa yang ku pikirkan? Sadarlah!” Mysha menepuk-nepuk pipinya. Mana mungkin Dimian mencintainya, sedangkan dirinya hanya seorang hantu.
“Apa yang dia lakukan? Padahal dia yang menarik ku, mengapa aku harus di tendang?” batin Dimian kesal karena merasa tak bersalah.
Ia kembali teringat tentang Mysha yang belum makan apapun seharian ini. Apakah dia harus kembali ke ruang tamu tadi dan tersenyum konyol seolah-olah tak terjadi apapun? Tidak! Itu gila. Dimian tak ingin melakukannya.
“Aarrgghh ….” Dimian mengacak-acak rambutnya frustasi. Pikiran tentang bibir manis Mysha masih membekas dalam ingatannya. Mysha telah mengambil first kiss-nya, padahal ia dengan susah payah telah menjaganya untuk istrinya suatu saat.
Tiba-tiba suara ketukan pintu mengejutkannya.
“Dimi?” panggil Mysha dengan suara pelan.
Dimian mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Mysha melihat Dimian memalingkan wajahnya, seperti tak ingin melihatnya. Dimian sepertinya masih merasa kesal kepadanya.
“Ma-maaf!” ucap Mysha pelan sambil menunduk.
Mysha memang bersalah menurutnya. Tetapi dia sudah menyadarinya. Mungkin, memaafkannya lebih baik. Dimian menghela nafasnya panjang lalu beralih menatap Mysha.
“Makanlah! Aku sudah menyiapkannya untukmu,”
Mysha mendongkakkan kepalanya. Apakah Dimian memaafkannya? Seketika sebuah senyuman manis tampak di wajahnya.
Dengan cepat, Mysha lalu duduk di depan Dimian. Sudah tersaji beberapa makanan lezat di atas meja makan. Mysha menatap binar makanan itu, beberapa kali ia harus menelan salivanya.
Dimian yang melihatnya tampak mengulum senyum. Sepertinya Mysha sangat lapar.
“Makan!” ujar Dimian sambil menyerahkan sebuah piring.
Mysha dengan senang hati menerima piring itu dan memulai memakan makanannya.
Seorang laki-laki berambut hitam legam yang di tutupi oleh topi, sorot mata tajam membunuh, dan bibir tipis yang seksi, baru saja turun dari pesawat.
Ia sudah tak asing lagi dengan suasana negeri Paman Sam ini. Tempat ini adalah tempat dimana semua asa dan harapannya pupus seketika. Rasa dendam dalam hatinya terus membelenggu hingga bertahun-tahun lamanya.
“Akhirnya, aku menemukan mu!” Seringai iblis terpoles jelas dalam wajah tampannya yang tertutupi oleh masker hitam.
Lalu ia berjalan keluar dari bandara itu menuju tempat tujuannya.
“Ya ampun … Aku kenyang sekali,” ucap Mysha sambil menepuk-nepuk perutnya dan menyenderkan tubuhnya ke kursi.
Dimian hanya tersenyum kecil sambil membereskan piring-piring kotor. Dimian lalu mencuci piring-piring itu dengan cekatan. Karena memang ia sudah terbiasa melakukannya.
“Dimi, aku benar-benar lelah, aku ingin tidur.” Mysha bangkit dari duduknya dan menuju sofa.
Dimian hanya mengangguk dan menoleh sesaat.
Mysha merebahkan tubuhnya di atas sofa. Dan tak lama kemudian ia tertidur kembali.
Dimian telah selesai dengan pekerjaan dapurnya. Saat memasuki ruang tamu, ia menggeleng dan tersenyum geli. Mysha sudah kembali tertidur?
Dimian lalu pergi mengambil sebuah selimut dan menyelimuti tubuh Mysha.
“Kau hantu yang paling menyebalkan yang pernah ku temui,” ucap Dimian sambil memperhatikan wajah Mysha dan tersenyum kecil.
***
Esok harinya. Dimian sudah berada di kampusnya dan seperti biasa sedang mengerjakan tugas bersama Felicia.
“Dimi,” Mysha tiba-tiba muncul di samping Dimian. Seketika raut wajahnya berubah saat melihat Felicia sedang bersama Dimian. Entah kenapa, hatinya merasa cemburu.
Dimian mendongkakkan kepalanya dan sedikit tersenyum, lalu kembali pada tugasnya.
“Dimi, dia pacar mu, ya?” tanya Mysha sambil menatap sinis Felicia.
Seketika ucapan Mysha membuat Dimian tersedak.
“Uhukk ….”
Felicia menatap Dimian dengan perasaan bingung.
“Kenapa?” tanya Felicia.
“Ti-tidak,” Dimian sedikit gugup.
Felicia kembali mengerjakan tugasnya. Sedangkan Dimian menatap tajam Mysha yang pura-pura tak berdosa.
“Pergi!” bisik Dimian.
Mysha membulatkan matanya. “A-apa salahku? Aarrgghh …” Mysha memutar bola matanya malas.
Ia benar-benar merasa kesal kepada Dimian. Dimian lebih membela gadis itu dari pada dirinya.
Dengan sekejap mata, Mysha menghilang dari tempat itu. Dimian merasa heran, tak biasanya Mysha bersikap seperti itu. Biasanya dia selalu bersikukuh mengganggunya dan Felicia, tapi sekarang? Ah, sudahlah itu tak penting.
Mysha berjalan malas dengan perasaan kesal. Ia terus mengumpat dalam hatinya.
“Lalu, apa maksudnya dia mencium ku kemarin? Lalu menyelimuti ku tadi malam, hah? Aarrgghh … Benar-benar menyebalkan. Aku pikir dia menyukaiku.” ucap Mysha sambil sedikit mengacak rambutnya.
Ssrrtttt …
Tiba-tiba ia merasa di tarik oleh suatu energi misterius yang melewatinya. Langsung saja ia menghentikan langkahnya dan berbalik melihat siapa yang baru melewatinya. Seorang pria misterius bertopi hitam berjalan menjauhinya. Mysha menatap penasaran laki-laki itu. Siapa dia?
“Dimana dia?” gumam Dimian saat tak mendapati Mysha ada di apartemennya.
“Apa dia masih marah?” Dimian menyimpan tasnya di atas sofa tempat Mysha biasa duduk.
Dimian menghela nafas, “seperti anak kecil saja,” gumam Dimian sambil menggelengkan kepalanya, lalu pergi membersihkan tubuhnya.
Pukul 21:00, Mysha tak kunjung datang ke apartemen Dimian. Dimian merasa khawatir dan heran. Mysha biasanya tak pernah se-marah ini padanya.
Dimian sesekali menoleh ke arah pintu, berharap Mysha pulang. Apartemennya terasa sepi saat tak ada lagi omelan-omelan kecil yang di lontarkan oleh Mysha.
“Aarrgghh … Kenapa dia belum pulang?” ucap Dimian sambil menatap pintu itu. Perasaannya sangat khawatir, takut terjadi sesuatu kepadanya.
“Se-marah itukah dia?” gumam Dimian sambil mengernyit.
“Kenapa Mysha harus marah? Atau … Mungkin dia cemburu?” batin Dimian.
“Tidak … Tidak … Mana mungkin dia cemburu,” Dimian menggeleng-gelengkan kepalanya, kembali ke kenyataan bahwa Mysha hanya seorang hantu.
“Aish … Harus kemana aku pergi? Apartemen Dimian? … Aaarghh ….” Mysha mengacak-acak rambutnya kesal sambil duduk di sebuah kursi taman.
Banyak orang-orang berlalu lalang di hadapannya. Tapi tak ada seorang pun yang menyadari Mysha ada di sana. Hidupnya benar-benar kesepian, hanya Dimian yang bisa melihatnya. Dan sekarang? Dimian tak lagi bersamanya.
“Kenapa aku harus kembali ke apartemennya sedangkan dia sedikit pun tak peduli padaku?” ucap Mysha kesal dan melipat tangannya di dada.
Tiba-tiba seorang perempuan muda duduk di sebelah Mysha.
“Hei, kau! Kau tak melihatku bukan?” ucap Mysha pada perempuan di sampingnya.
Perempuan itu sama sekali tidak mendengar bahkan melihat Mysha.
Mysha tertunduk sedih. “Bahkan mereka tak mengerti perasaanku. Bahkan Dimian pun tak mengerti dan hanya menganggap ku seorang hantu,” lirih Mysha sambil terisak.
“Aku mengerti perasaan mu.” Tiba-tiba suara bariton seorang laki-laki mengejutkannya. Suara itu mirip seperti Dimian. Mungkinkah Dimian ada disini? Seketika Mysha menghapus air matanya dan mendongkak.
Mysha mengernyit saat melihat laki-laki di hadapannya ternyata bukan Dimian. Sedikit terbesit rasa kecewa dalam hatinya. Tapi, siapa laki-laki ini? Wajahnya mirip sekali dengan Dimian, hanya saja warna rambutnya sedikit berbeda, hitam legam.
Laki-laki itu lalu duduk di samping Mysha. “Bukankah kau Mysha?” tanya laki-laki misterius itu.
“Apa ini? Bahkan dia mengenali ku dan bisa melihat ku? Sebenarnya siapa dia? Ataukah Dimian mempunyai seorang kembaran?” batin Mysha sambil menatap laki-laki di sampingnya heran.
Laki-laki itu tersenyum kecil dan memutar bola matanya malas.
“Perkenalkan, namaku Damian Damatha Mckenzie.” ucap laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya dan tersenyum ramah.
Seketika Mysha membulatkan matanya. Bahkan namanya pun hampir sama dengan Dimian. Dan senyumannya, sangat mirip sekali dengan Dimian. Hanya saja, Damian lebih ramah dan murah senyum daripada Dimian yang dingin dan cuek.
Mysha mengerjap-ngerjapkan matanya. “Kau bisa melihat ku?” tanya Mysha tak percaya.
Damian memutar bola matanya malas dan menarik uluran tangannya. “Tentu saja,” ucapnya sambil tersenyum.
Ah, sungguh, senyumannya mampu membuat Mysha terpaku dan terpesona. Andai, Dimian sering tersenyum seperti Damian.
“Tunggu! Dimana perempuan yang tadi duduk di sampingku?” tanya Mysha yang tak menyadari kepergian perempuan di sampingnya.
“Hmm, bukankah perempuan itu sudah pergi?”
“Benarkah? Kapan?” tanya Mysha.
“Saat kau menjatuhkan air matamu yang berharga itu,” ucap Damian sambil tersenyum.
Mysha sedikit tersenyum mendengar ucapan Damian.
“Hei, kenapa kau menangis?” tanya Damian penasaran dan menatap Mysha intens.
“Tidak, aku tidak menangis.” bantah Mysha dan berusaha bersikap seperti biasanya, tersenyum dan riang.
Mysha merasakan bahwa yang di sampingnya saat ini bukan Damian tapi Dimian, mungkin begitu harapannya saat ini.
Damian tersenyum kecil, dia tau Mysha sedang berbohong.
“Benarkah?” tanya Damian penuh selidik.
Mysha sedikit gugup saat mata coklat tajam itu menatapnya intens. “I-iya,” Mysha mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Damian mengangguk mengerti. “Baiklah.” ucapnya, lalu menyenderkan tubuhnya di kursi.
Mysha menoleh sesaat pria di sampingnya. Damian sangat mirip sekali dengan Dimian. Bolehkah ia menanyakan hal itu sekarang?
“Ehem,” Mysha sedikit berdehem untuk menghilangkan kegugupannya.
“Dami, bolehkah aku menanyakan sesuatu?” ucap Mysha malu-malu.
Damian kembali menatap Mysha. “Boleh saja, apa?”
Sungguh, Mysha benci tatapan itu. Itu membuatnya sangat gugup dan jantungnya berdebar-debar. Mysha menghela nafasnya sejenak.
“Apa kau mempunyai kembaran?”tanya Mysha dengan perasaan takut-takut.
Damian sedikit menatap Mysha tajam saat mendengar kata ‘kembaran’.
“Ya, aku punya.” tutur Damian sambil tersenyum.
“Apa aku boleh tahu nama kembaran mu?” tanya Mysha penasaran.
Damian berpikir sejenak. “Dimian Damatha Mckenzie,” ucapnya santai dan berhasil membuat mata Mysha membulat sempurna. Dugaannya benar, Damian adalah kembarannya Dimian. Mengapa mereka tidak hidup bersama? Begitu kira-kira pikiran Mysha.
“Sepertinya kau sangat terkejut, kenapa?” tegur Damian yang melihat Mysha tak berkedip menatapnya.
Mysha mengembalikan pikirannya dan kembali menunduk.
“Tidak, aku tidak apa-apa.” Mysha tersenyum kaku.
Kemudian keduanya larut dalam pembicaraan ringan dan cerita hidup mereka masing-masing. Sesekali Mysha dibuat seperti kepiting rebus oleh Damian, karena ucapan-ucapannya yang terlampau romantis dan sedikit humor.
Pukul 02:00 dini hari. Dimian masih terjaga di atas sofa tempat Mysha biasa tidur. Kantung hitam di bawah matanya terlihat sangat jelas, rambutnya pun kini terlihat acak-acakan.
“Aarrgghh … Dimana perempuan itu?” ucap Dimian sambil memukul-mukul bantal yang sedang ia peluk. Dirinya benar-benar frustasi menunggu Mysha pulang.
Bersambung…