Dimian lalu melepaskan ciumannya dan menatap lekat wajah Mysha.
“Jangan pernah pergi lagi dariku dan menemui si brengsek itu!” ucap Dimian hampir dengan nada mengancam.
Mysha mengernyit, ‘brengsek?’ apa yang dimaksud Dimian adalah Damian? Mengapa Dimian sepertinya tidak menyukai Damian? Padahal dia adalah saudaranya sendiri.
“Hei! Kau mendengar ku?”
Mysha mengembalikan pikirannya dan mengangguk pelan. Ia masih penasaran, sebenarnya apa yang telah terjadi kepada keduanya?
Mysha kembali teringat akan luka Dimian yang masih belum tertutup sempurna.
“Dimi, tangan mu?” Mysha meraih tangan Dimian dan mengobatinya kembali. Pikirannya masih berkecamuk tentang hubungan Dimian dan Damian.
***
“Kau mengingat sesuatu?” tanya Dimian saat sudah sampai di tempat dimana saat itu Mysha hendak di bunuh.
Mysha mengedarkan pandangannya, mencoba mengingat kejadian 5 tahun yang membuatnya menjadi seperti ini. Nihil, dia tak mengingat apapun.
Mysha menggeleng menyesal. Dimian menghela nafasnya berat dan kembali mencari sesuatu yang mungkin bisa membantu mengembalikan ingatan Mysha.
Dimian berjalan terlebih dahulu di depan Mysha, sedangkan Mysha masih menatap lekat sebuah toko buku tua di sebrang jalan.
“Toko buku sun flower?” gumam Mysha.
Tiba-tiba sesuatu terlintas dalam pikirannya.
-Flash back on-
Toko buku sun flower.
“Anak-anak pasti menyukai buku-buku yang akan aku beli,”
“Aaaaaaa ….”
Brukkk…
Dor … Dor …
“Huek ….”
“Nyonya Mysh, kau baik?”
-flash back off-
Ingatan itu terputar dengan cepat. Mysha meringis dan memegangi kepalanya yang sakit. Tubuhnya kehilangan keseimbangan dan akhirnya Mysha terduduk lemah.
Dimian membalikkan tubuhnya saat menyadari Mysha tak ada di sampingnya. Ia terkejut saat melihat Mysha sudah terduduk lemah di atas trotoar jalan. Ia lalu berlari menuju ke arah Mysha.
“Mys, kau baik?” tanya Dimian khawatir.
Mysha melihat wajah Dimian sekilas. “A-aku tidak tahu. Sepertinya aku mengingat sesuatu,” Mysha masih memegangi kepalanya.
Dimian membulatkan matanya. “Apa?” Dimian penasaran.
“Anak-anak. Aku menyebutkan anak-anak saat sebelum mengalami kecelakaan itu.”
Dimian mengernyitkan dahinya. “Apa kau mengingat yang lainnya?” tanya Dimian.
Mysha kembali berusaha mengingat kejadian itu. Tapi hasilnya nihil, ia tak mengingat apapun.
Mysha menggeleng pelan. Sedangkan Dimian mengusap wajahnya frustasi.
Tiba-tiba Mysha dan Dimian merasakan sesuatu yang sangat menyesakkan dada mereka. Ya, banyak energi negatif yang tiba-tiba menghampiri mereka.
Dimian menyadari hal itu dan segera mengajak Mysha untuk segera pergi.
“Kita harus segera pergi, Mys.” ucap Dimian sambil berusaha membopong tubuh Mysha.
Mysha mengangguk setuju dan berusaha berdiri. Tapi tiba-tiba Dimian merasakan sesuatu yang aneh pada tubuh Mysha. Sontak Dimian menghentikan gerakannya.
“Dimi, ada apa?” Mysha menatap heran Dimian yang melihatnya dengan tatapan aneh.
Dimian tak menggubris ucapan Mysha dan tetap menatap lekat wajah Mysha. Dimian merasa ada sesuatu yang mengikuti Mysha. Tapi anehnya, ia tak bisa melihat makhluk itu.
“Dimi, hey! What happen?” Mysha melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Dimian. Seketika lamunan Dimian buyar.
Dimian mengedip-ngedipkan matanya beberapa saat dan berdehem.
“Ti-tidak ada,” Dimian mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Mysha mengernyit heran. Sepertinya ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Dimian.
“Dimi, kenapa kau sepertinya mempunyai masalah dengan Damian?” Mysha dengan polosnya menanyakan hal itu. Akhir-akhir ini Mysha semakin penasaran dengan hubungan Dimian dan Damian. Dimian sepertinya sangat menutupi hubungan antara dirinya dan kakaknya itu.
Brakk..!!!
Dimian meletakkan buku yang sedang ia pegang di atas meja dengan keras. Sontak Mysha terkejut.
“Bisakah kau tak menanyakan lagi hal itu?” ucap Dimian dingin sambil menatap tajam Mysha.
Mysha hanya diam tak berkedip, menatap Dimian yang tampaknya marah kepadanya. Dan lagi-lagi itu terjadi.
Dimian lalu pergi dari hadapan Mysha yang tak bergeming sedikit pun. Setelah memastikan punggung Dimian menghilang di balik pintu kamar, Mysha menghela nafasnya panjang.
“Aish, dasar pria aneh, menyebalkan!” umpat Mysha sambil mengerucutkan bibirnya.
“Aku mendengarnya, Mysha!” teriak Dimian yang ternyata mendengar ucapan Mysha dari bilik kamarnya.
Sontak Mysha terkejut dan menutup mulutnya menggunakan tangan.
“Ma-maaf, aku hanya bercanda, Dim.” teriak Mysha.
Dimian tak membalas ucapan Mysha.
“Ah, pasti dia semakin marah kepada ku.” Mysha sedikit menyesal mengucapkan hal itu.
Kring … Kring … Kring …
Dering telepon rumah berbunyi nyaring. Dimian yang baru saja selesai dengan mandi malam segera mengangkat telepon itu. Sesaat, ia melirik Mysha yang tengah tertidur pulas di atas sofanya. Ia tersenyum kecil saat melihat wajah polos Mysha yang tengah tertidur dengan damai.
“Hallo?” Dimian mengangkat telepon itu.
” … ”
“Oh, ya. Aku mengingatnya, pak detektif? Ada apa?”
” … ”
“Benarkah?”
” … ”
“Baiklah, aku akan menemuinya.”
” … ”
“Terima kasih, pak.”
Tut …
Telepon pun di matikan oleh Dimian. Dimian lalu berjalan ke arah seorang gadis yang masih terlelap dalam tidurnya, Mysha.
“Kau gadis baik, Mys.” Entah kenapa perasaan dan hatinya merasa iba saat melihat wajah Mysha yang begitu polos. Dan di usianya yang masih muda ini, Mysha harus merasakan sakit saat harus berpisah dengan kedua orang tuanya, teman-teman bahkan kehidupannya. Dimian semakin merasa bersalah saat mengingat kejadian saat ia membentak Mysha siang tadi.
Dimian mengusap sayang pucuk kepala Mysha. Pikiran dan hatinya merasa lebih tenang saat Mysha ada di sampingnya.
“Mys, besok kau akan bertemu orang yang mungkin kau rindukan. Tapi, kau tak mengingatnya. Aku harap kau akan senang melihat mereka.” ucap Dimian sambil menatap wajah Mysha.
“Dimi, kita mau kemana, sih?” tanya Mysha yang berjalan dengan riang di samping Dimian.
“Diamlah! Kau sudah menanyakan itu berkali-kali, Mysha. Apa kau tidak lelah?” ucap Dimian karena merasa risih dengan ucap Mysha yang terus menanyakan hal itu sejak pagi tadi.
Mysha mengerucutkan bibirnya kesal. “Kenapa aku tak boleh mengetahuinya? Kau selalu saja bersikap seperti ini kepada ku. Apa salahnya? Aku hanya ingin tahu,” cerocos Mysha yang merasa kesal dengan pria menyebalkan di sampingnya.
Dimian melirik sesaat gadis di sampingnya. Ia memilih diam dan tak menjawab ucapan Mysha. Karena menurutnya itu percuma, ia sedang malas berdebat di pagi yang cerah ini.
Mysha merasa dirinya tengah di abaikan. Lagi-lagi Dimian membuatnya penasaran setengah mati.
“Ish, menyebalkan. Dimian aneh, dingin, beruang kutub, es batu …,” gumam Mysha dengan perasaan kesal sambil menghentak-hentakkan kakinya.
Dimian mendengar ucapan Mysha samar-samar karena jarak mereka cukup dekat. Ia tersenyum geli melihat tingkah Mysha yang sepertinya tengah marah kepadanya dan mengumpat tidak jelas.
Dimian lalu menaiki sebuah bus yang menuju pusat kota. Mysha semakin penasaran dengan tujuan Dimian saat ini.
Dimian dengan acuh duduk di samping seorang gadis muda, tanpa memikirkan perasaan Mysha yang menatapnya cemburu. Saat itu hanya tersisa 2 kursi kosong dengan jok yang berbeda dan saling bersebelahan. Mysha mau tidak mau harus duduk di kursi yang bersebelahan dengan Dimian dan di sampingnya ada seorang laki-laki paruh baya.
Wajah Mysha memerah akibat menahan cemburu. Dimian menyadari bahwa Mysha tengah menatapnya kesal, tapi ia memilih untuk tetap bersikap cuek. Sejenak hatinya tersenyum geli melihat wajah Mysha yang seperti kepiting rebus. Tiba-tiba,
Huek …
Laki-laki di samping Mysha memuntahkan isi perutnya ke dalam kantung muntah. Tentu saja hal itu membuat Mysha terkejut dan merasa tidak nyaman.
“Dimian! Ini menjijikan,” Mysha merasa risih duduk di samping laki-laki ini.
Dimian hanya mengangkat bahunya cuek dan menatap lurus ke depan. Dalam hatinya ia benar-benar ingin tertawa terbahak-bahak melihat raut wajah Mysha yang menurutnya sangat lucu.
Huek …
Laki-laki itu kembali memuntahkan isi perutnya dan hampir mengenai paha Mysha yang tertutup oleh mini dressnya. Sontak Mysha berdiri dan berteriak kesal. Tapi, untungnya tak ada yang mendengarnya kecuali Dimian yang semakin tak tahan menahan tawanya.
“Sir, kau sangat tidak sopan. Kau seharusnya tak perlu naik bus jika kau suka mabuk seperti ini. Ini membuat semua orang yang ada di sini merasa risih dan … Arrghhh, itu menjijikan.” omel Mysha sambil memijit keningnya.
Dimian tampak menahan tawanya. Menurutnya, Mysha percuma mengomel seperti itu. Toh, tak ada yang mendengarnya.
Laki-laki paruh baya itu lalu menyenderkan kepalanya ke jendela dan sepertinya hendak tertidur. Sesaat Mysha melihat Dimian yang sepertinya tengah menahan tawa. Tentu saja hal itu membuat Mysha semakin kesal kepada Dimian.
Mysha memutuskan untuk kembali duduk di samping laki-laki tadi, walau sebenarnya ia malas.
10 menit perjalanan. Mysha merasa bosan dengan perjalanan ini, di tambah dengan pria di sampingnya yang terus saja muntah. Tak jarang Mysha harus berteriak histeris dan berdiri agar menghindari muntahan pria itu.
Mysha menyenderkan tubuhnya ke kursi penumpang. Ini adalah perjalanan paling menyebalkan menurutnya. Ia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Menurutnya itu lebih baik daripada harus melihat Dimian duduk di samping wanita itu.
“Sir, I’m sorry. Sepertinya kau sedikit sakit. Jika boleh aku menyarankan, ada sebuah kursi kosong di depan sana. Mungkin kau akan lebih baik jika di sana.”
Mysha mendongkakkan kepalanya tak percaya saat mendengar yang mengucapkan itu adalah Dimian.
Dimian tersenyum ramah sambil menunjuk sebuah kursi kosong di depan. Pria itu membalas senyum tulus Dimian dan berdiri menuju kursi yang di tunjukkan oleh Dimian.
Setelah laki-laki itu pergi, Dimian lalu duduk di samping Mysha. Mysha masih tak percaya dengan apa yang terjadi baru saja. Mysha tanpa mengedip-ngedipkan matanya masih tetap menatap laki-laki di sampingnya.
“Kenapa kau menatap ku seperti itu?” tanya Dimian.
“Dimi, kau benar-benar telah menyelamatkan hidupku. Aku pikir aku akan mati untuk kedua kalinya di bus ini.” Mysha tiba-tiba memeluk erat tubuh Dimian dengan mata yang berbinar bahagia.
Sontak Dimian terkejut atas perlakuan Mysha yang tiba-tiba ini. Perasaannya menjadi sangat tak karuan saat merasakan tubuh Mysha berada sangat dekat dengan tubuhnya. Tapi, tiba-tiba Mysha melepaskannya.
“Astaga, ma-maaf. A-aku terlalu bahagia.” ucap Mysha salah tingkah, lalu memalingkan wajahnya yang kini telah memerah akibat menahan malu. Ia merutuki sikapnya yang menurutnya sangat bodoh, konyol, dan memalukan itu.
“Mysha, kau benar-benar tak tau malu.” gumam Mysha sambil memukul-mukul keningnya.
Dimian terkekeh geli melihat tingkah Mysha yang menjadi salah tingkah itu. Tiba-tiba Dimian menarik tubuh Mysha dan memeluknya dengan erat. Mysha sontak terkejut dan membulatkan matanya.
Dimian tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh.
“Tetaplah seperti ini, aku merasa nyaman saat kau melakukannya.” ucap Dimian lembut sambil tersenyum.
Mysha merasa jantungnya akan melompat saat itu juga. Dimian benar-benar membuatnya terbang saat itu. Dan entah kenapa dirinya pun sebenarnya merasa nyaman dengan perlakuan Dimian yang seperti ini. Andai Dimian melakukannya setiap saat, mungkin Mysha akan menjadi hantu yang paling bahagia di dunia ini.
Bersambung…