“Arrghhh … Kenapa aku melakukannya? Kenapa aku harus menyetujui itu di hadapan Mysha?” Dimian mengacak-acak rambutnya kesal.
Dimian sadar, bahwa yang di lakukannya saat ini adalah salah besar. Mysha pasti sakit hati kepadanya. Lalu, apa yang harus Dimian lakukan? Meminta maaf? Mencari Mysha? Dan membatalkan perjanjian itu? Aargghhhh … Ini sangat membingungkan.
Tiba-tiba Dimian tersentak saat berpikir Mysha sekarang tengah berada bersama saudaranya, Damian. Entahlah, hatinya merasa cemburu.
Buk!
Dimian meninju tembok di hadapannya. “Shit! Ku harap itu tak terjadi, Mys.” Dimian lalu meraih jaketnya dan pergi mencari Mysha.
“Mys, kau menyukainya?” tanya Damian saat melihat Mysha tengah lahap menyantap masakannya.
Tak ada jawaban dari Mysha. Mysha hanya tersenyum dan mengangguk menandakan ia menyukainya.
Damian terkekeh kecil dan duduk di samping Mysha. Sesaat Damian menatap wajah polos Mysha dari samping, dan dengan sekejap raut wajahnya berubah menjadi dingin.
“Dami, boleh aku menanyakan sesuatu?” Tiba-tiba Damian tersentak karena ucapan Mysha.
“Ehem, boleh. Apa?” Damian menyenderkan tubuhnya ke sofa.
“Apa kau dengan Dimian mempunyai masalah? Aku selalu menanyakan hal ini kepadanya, tetapi Dimian tampaknya tidak suka aku menanyakan hal itu.” Mysha menatap Damian dengan penuh pengharapan bahwa Damian akan menceritakannya.
Damian tersenyum miring. Ingatan itu kembali muncul dalam pikirannya.
“Tidak ada, ku rasa aku tak punya masalah dengan Dimian.” Damian tersenyum penuh arti.
“Benarkah? Aku tak yakin. Sepertinya kalian mempunyai masalah,” selidik Mysha.
“Aku serius, Mys. Aku tak punya masalah dengannya,” Damian mencoba meyakinkan Mysha.
“Lalu … Kenapa kau tak mencoba menemui Dimian?”
Damian berpikir sejenak. “Entahlah, mungkin bukan sekarang.”
Mysha sebenarnya masih penasaran dengan hubungan Dimian dan Damian. Tapi, jika ia terus mendebat Damian dengan cara seperti ini. Rasanya percuma saja. Mysha memilih untuk mengangguk mengerti.
“Mys, Mysha!” teriak Dimian. Dimian menatap ke segala arah, berharap bisa menemukan Mysha di sana.
Dimian tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya aneh dan sinis. Baginya, Mysha lebih berarti.
“Aargghhhh … Brengsek, dimana kau menyembunyikannya?” Dimian bergumam sambil meremas rambutnya.
“Aku harap, si brengsek itu tak menyakiti mu, Mys.” batin Dimian, kemudian ia berlari kecil dan kembali meneriaki nama Mysha.
“Mysha!” panggil Damian sambil memakai sweater Hoodie nya.
“Hm?” Mysha mendongkak saat Damian memanggilnya dari arah pintu kamar.
“Aku akan pergi ke toko untuk membeli peralatan mandi. Apa kau bisa menunggu di sini?” tanya Damian dengan senyum ramahnya.
“Baiklah,” Mysha tersenyum sambil mengangguk kecil.
“Good girl! Aku akan pulang pukul 20:00 nanti.”
Mysha mengangguk mengerti. Lalu Damian pergi meninggalkan apartemennya.
Ah, sepertinya Mysha akan menyukai tempat ini. Damian selalu perhatian kepadanya, berbeda dengan Dimian yang selalu bersikap dingin. Entahlah, Mysha hanya nyaman dengan suasana barunya. Walau tak dapat di pungkiri bahwa sebenarnya Mysha merindukan sosok Dimian, laki-laki yang telah mencuri hatinya.
“Mysha!” Dimian tak henti-hentinya meneriaki nama Mysha. Sampai ia tak sadar, dirinya sudah berada jauh dari daerah tempat tinggalnya.
Dari ke jauhan, tampak seorang laki-laki misterius tengah tersenyum miring memperhatikan gerak-gerik Dimian.
Dimian hampir putus asa mencari Mysha, kakinya benar-benar tak sanggup untuk berjalan lagi.
“Mysha! Kamu dimana? Maafkan aku!” teriak Dimian sambil tetap berusaha berjalan walau sedikit tertatih.
Laki-laki misterius itu lalu berjalan melewati Dimian dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya.
Deg!
Dimian Menghentikan langkahnya. Kedua tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras dan gemelatuk giginya terdengar jelas. Benarkah dia?
Damian?
Tanpa pikir panjang, Dimian berbalik dan mengejar Damian yang sudah sedikit menjauh.
Dimian menarik sweater milik Damian dengan kasar, hingga membuat Damian berbalik dan …
Buk!
Dimian meninju pelipis saudaranya yang sudah lama hilang dari hidupnya. Alhasil, Damian sedikit terpelanting ke samping. Damian tersenyum remeh. Dengan santai, ia menepis tangan Dimian dari sweaternya.
“Dimana dia, hah?” pekik Dimian di depan wajah Damian.
Damian hanya tersenyum kecil. “Apa maksud mu?” ucap Damian santai, lalu menatap Dimian dingin.
“Dimana kau sembunyikan dia?” Dimian kembali menarik sweater Damian dengan kasar.
“CK!” Damian masih tetap santai dan memutar bola matanya malas.
Dimian semakin tak dapat mengontrol emosinya lagi. Dan dengan cepat, Dimian kembali meninju wajah saudaranya itu.
Darah segar mulai mengalir dari ujung pelipis Damian. Damian sama sekali tak melakukan perlawanan sedikit pun. Hal itu membuat Dimian semakin terpancing emosinya. Dimana Damian yang dulu yang selalu menyiksanya? Mengapa sekarang dia hanya diam dan seolah mengabaikannya?
“Jawab aku brengsek! Dimana kau sembunyikan Mysha?” Dimian sedikit menekankan kata-katanya.
Lagi-lagi Damian tersenyum kecut. “Apa itu penting bagimu?” Damian balik bertanya.
“Tentu saja!” pekik Dimian.
Damian memutar bola matanya malas. “Kau pasti sedang bercanda!” Damian terkekeh kecil.
“Apa maksud mu?” bentak Dimian, semakin mencengkram sweater Damian.
“Kau menyakitinya, kau ingat?” Damian menatap tajam saudaranya.
Seketika cengkraman Dimian melemah. Itu benar, ia telah menyakiti Mysha. Ia tak pernah berpikir perasaan Mysha saat itu, ia hanya memikirkan dirinya sendiri. Itu sangat egois.
Damian tersenyum menang saat melihat binar saudaranya penuh penyesalan.
“Sekarang, Mysha milik ku. Kau tak akan mendapatkannya kembali.” Damian kembali tersenyum menang dan melepaskan cengkraman tangan saudaranya dengan kasar. Lalu ia pergi meninggalkan Dimian yang sedang berdiri mematung. Benar, dia menyakitinya.
“Maafkan aku, Mys … Tapi, aku tak akan membiarkan si brengsek itu mendapatkan mu. Dia jahat, Mys.” Tangan Dimian mengepal kuat dan siap meninju seseorang yang mengganggunya saat itu.
“Astaga, Dami. Apa yang terjadi pada mu?” Mysha terkejut saat melihat pelipis Damian terluka.
Damian hanya tersenyum dan meletakkan barang belanjaannya di atas meja. “Aku tak apa, Mys.”
“Lalu … Kenapa kau terluka? Kau berkelahi?” selidik Mysha.
Damian terkekeh kecil. “Bisa dikatakan seperti itu,” bohong Damian.
Mysha hampir menganga, lalu ia menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. “Kenapa?”
Damian berpikir sejenak. “Hmm, aku hanya menolong laki-laki lemah itu dari gangguan para geng motor.” Damian tersenyum kecil.
“Astaga, benarkah?” Kaget Mysha.
Damian mengangguk lalu meninggalkan Mysha menuju kamarnya untuk membersihkan lukanya.
Mysha kembali duduk di atas sofa. Ternyata, selain Damian baik hati, perhatian dan murah senyum, Damian juga seorang yang pemberani. Ah, sepertinya Mysha mulai menyukai pria itu. Tapi, bagaimana dengan Dimian? Masa bodoh dengan Dimian, toh ia tak pernah mencari bahkan peduli dengannya.
Satu Minggu telah berlalu. Dimian hidup tanpa Mysha, begitu juga dengan Mysha. Sebenarnya keduanya merasakan kehilangan satu sama lain. Hanya saja, ego keduanya cukup kuat untuk saling tak mencari. Walaupun begitu, Dimian masih tetap menyelidiki kasus kematian Mysha.
“Mysh!” panggil Damian sambil menggosokkan handuk kecil ke rambutnya.
Mysha tak bergeming dan masih asik menikmati semilir angin sore di jendela apartemen Damian. Damian yang melihatnya hanya tersenyum kecil lalu berjalan menghampiri Mysha.
“Mysha?” panggil Damian, ia sedikit membungkuk karena Mysha sedikit pendek darinya.
Mysha tersentak dan membalikkan tubuhnya. Matanya sama sekali tak berkedip saat melihat laki-laki di hadapannya yang menurutnya sangat seksi dengan rambut yang sedikit basah.
Damian mengangkat sebelah alisnya. Apa ada yang salah dengannya?
“Mysha, kau baik?” Damian mengibaskan tangannya di depan wajah Mysha.
Mysha mengedip-ngedipkan matanya untuk mengembalikan pikirannya. “A-aku baik,” Mysha rasa rona merah mulai menjalar di seluruh wajahnya.
Damian terkekeh geli. “Kau kenapa?” tanya Damian saat menyadari wajah Mysha memerah.
Mysha menggeleng cepat dan membalikkan tubuhnya. Entahlah, dadanya menjadi berdegup kencang.
Damian tersenyum miring lalu pergi meninggalkan Mysha. Sedangkan Mysha hanya dapat menghembuskan nafasnya lega saat mendengar pintu kamar Damian tertutup. Ada apa dengan dirinya? Kenapa akhir-akhir ini dia selalu merasakan perasaan aneh pada Damian? Bukan cinta! Perasaan ini berbeda dengan apa yang ia rasakan pada Dimian.
Dimian berjalan malas, tak ada lagi semangat dalam hidupnya. Ternyata pengaruh Mysha sangat besar di hidupnya. Tingkah konyolnya, omelan-omelan kecil yang selalu di lontarkan oleh Mysha, sungguh membuat Dimian ingin segera bertemu dengan hantu itu. Gila! Ya, Dimian pikir dia sudah gila.
Dimian menghela nafasnya berat. Tiba-tiba langkahnya terhenti dan matanya tertuju pada satu sosok yang tak lain di matanya, Mysha yang sedang berjalan bersama saudaranya, Damian. Ada perasaan bahagia bercampur rasa tak suka saat melihat Mysha dengan Damian. Cemburu? Mungkin itu yang di rasakan Dimian.
Dimian berjalan dengan langkah panjangnya menghampiri Mysha. Dadanya memburu merasakan panas yang tak biasa.
“Mysha?” panggil Dimian dari jarak sedikit jauh.
Sontak Mysha dan Damian menoleh.
“Dimian?” gumam Mysha sambil menyipitkan matanya, memastikan bahwa yang memanggilnya adalah Dimian.
Damian hanya tersenyum sinis menyadari kedatangan saudaranya.
Dimian lalu berlari kecil menuju Mysha. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat Damian menggenggam erat tangan Mysha. Mysha pun ikut terkejut saat mendapat perlakuan itu dari Damian, ia mendongak ke atas menatap wajah Damian yang menatap lurus ke depan.
Dimian merasakan sesak di dadanya.
“Ayo pergi!” ajak Damian sambil menarik tangan Mysha dan berjalan.
Mysha menatap tak percaya wajah Damian. Apa maksud Damian melakukan ini kepadanya? Apakah untuk memberikan pelajaran kepada Dimian karena telah menyakitinya?
Dengan terpaksa, Mysha mengikuti langkah Damian. Walau sebenarnya ia merasa berat harus meninggalkan Dimian.
“Mysha! Tunggu!” teriak Dimian.
Damian terus menarik tangan Mysha meninggalkan Dimian.
“Maafkan aku!” teriak Dimian untuk kesekian kalinya.
Mysha Menghentikan langkahnya paksa. Alhasil Damian pun ikut berhenti. Damian menatap wajah Mysha bertanya-tanya.
“Ada apa, Mys?” tanya Damian.
“A-aku pikir aku harus berbicara terlebih dahulu dengan Dimian,” ucap Mysha hati-hati.
Damian menatap tak percaya wajah Mysha. “Untuk apa? Dia telah menyakitimu, kau ingat?”
Mysha berpikir sejenak. Itu benar, Dimian tidak benar-benar peduli padanya, ia hanya menginginkan harta kedua orang tuanya. Tapi, ada hati kecil yang berbicara lain.
“I-iya, tapi …,”
“Sudahlah,” Damian kembali menarik tangan Mysha.
“Mysha, tunggu!” pinta Dimian.
Tiba-tiba Dimian terkejut saat melihat tubuh Mysha di selimuti oleh aura hitam yang lekat. Anehnya, Dimian tak dapat melihat sosok yang mengikuti Mysha. Ini kali pertama Dimian tak dapat melihat sosok makhluk halus yang ada di bumi ini. Sebenarnya sosok apa yang terus mengikuti Mysha, bahkan sepertinya aura itu semakin kuat mengikutinya?
Tunggu!
Aura itu seperti tak asing lagi di matanya. Aura itu aura yang sama yang dahulu pernah mencelakakan kedua orang tuanya.
“A-apa? Kenapa dia bisa ada di sekitar Mysha?” gumam Dimian saat mengingat kejadian kecelakaan kedua orang tuanya yang terjadi di hadapannya itu.
Dimian berpikir keras sambil memejamkan matanya. “Liontin hitam,” tiba-tiba mulutnya mengucapkan hal yang sepertinya tak asing.
“Damian … Ya, hanya dia yang mempunyai liontin itu,” suara aneh tiba-tiba muncul dalam pikirannya.
Tiba-tiba Dimian tersentak dan membuka matanya. “Apa Damian belum memusnahkan liontin terkutuk itu?” ucap Dimian dengan perasaan marah dan kedua tangan yang mengepal.
“Aargghhhh …,” Dimian mengusap wajahnya kasar lalu berlari mencari Damian dan Mysha yang telah menghilang di antara gedung yang cukup tinggi.
Tentu ia tahu kekuatan besar dan jahat yang akan diberikan oleh liontin itu kepada pemilikanya. Andai saat itu Dimian tak menolak untuk memusnahkan liontin itu dari kakeknya, mungkin Damian tak akan memilikinya saat ini.
Dimian berlari ke sana kemari, mencari-cari Mysha yang pergi bersama Damian. Dalam pikirannya hanya satu, keselamatan Mysha, walau ia tahu Mysha hanyalah seorang hantu. Damian pasti mempunyai rencana untuk mencelakakan Mysha.
Bersambung…