Lizia menatap punggung suaminya. Semenjak Lanon dan yang lain pergi, Heksa memang jadi lebih diam.
Bahkan malam ini mereka langsung tidur, tidak ada sesi panas dulu. Lizia sampai tidak bisa tidur karena Heksa yang jadi murung.
“Kenapa belum tidur, hm?”
Lizia bergerak mendekat, ternyata Heksa juga belum tidur. “Karena aku cuma bisa liat punggung kak Heksa, jadi susah tidur.” jawabnya asal..
Heksa mengubah posisi, pelukan Lizia di belakang tubuhnya kini pindah ke depan tubuhnya.
“Maaf, aku lagi kepikiran soal kita pergi ke sana.” jujurnya.
“Kenapa? Apa kak Heksa liat sesuatu?”
Heksa menggeleng. “Karena ga bisa terawang makanya kepikiran. Aku jadi takut, apa yang akan terjadi nanti,” lirihnya terdengar gelisah.
Heksa menghela nafas berat, mengeratkan pelukannya. Dia sungguh dilema, satu sisi kemanusiaan tapi satu sisinya lagi dia takut melibatkan Lizia dan yang lainnya.
Heksa terpejam menerima pagutan di bibirnya. Dia membalas namun tak lama.
“Maaf, yang.” dia tidak bisa menikmatinya saat pikiran berisik.
Lizia mengusap punggung Heksa menenangkannya, meyakinkannya kalau kelak akan baik-baik saja.
“Tapi, kak. Apa kakak rela liat orang tua kakak ditangkap?”
Heksa tersenyum getir. Mereka melakukannya demi ego masing-masing, demi memuaskan keserakahan pada dirinya.
Mereka melakukannya dengan bahagia, tidak memikirkan masa depan anaknya. Mereka bagai akan selamanya selamat. Namanya rahasia, tidak selamanya akan menjadi rahasia.
“Justru karena mereka orang tua aku, yang. Aku mau mereka cepet sadar, aku sayang mereka. Aku mau mereka berhenti,”
***
Semalam hanya diisi percakapan ringan, lebih ke Heksa curhat. Tidak ada semangat untuk melakukan malam panjang seperti sebelumnya.
Tapi pagi ini Heksa butuh. Dia merasa pening jika tidak disalurkan.
Dan pada akhirnya Lizia berakhir nungging untuk Heksa. Posisi kesukaan Heksa. Katanya pantat Lizia sangat cantik di posisi itu dengan punggung merosot.
Lizia mendesah lirih, begitu lembut namun panas. Pagi-pagi langsung di lahap Heksa, enak sekali.
“Kita berangkat agak siangan, Lanon masih harus jemput Gea katanya,” jelas Heksa yang memang bangun duluan, dia sempat membuka grup pesan.
Lizia tidak merespon, dia sedang keenakan. Pergerakan Heksa cukup cepat, membuat suara penyatuan terdengar cukup nyaring.
“Gemes.” desisnya lalu mendesah sambil meremas pantat berisi yang bergetar akibat hantamannya.
Haa.. Hh..
Hh.. Ah.. Hhaa
Heksa merebahkan tubuhnya membuat Lizia tertarik dan duduk di atasnya, memunggunginya.
Tubuh belakang Lizia sungguh cantik sekali. Naik turun diiringi desah gelisahnya yang lembut menggoda.
Lizia bergerak tanpa di perintah, membuat Heksa mendesah dengan nikmat sambil mengusap tubuh cantiknya yang terus bergerak.
Semalam pikirannya terlalu penuh, bercinta paginya ternyata cukup membantu membuat tubuhnya rileks.
“Lizia.. Shh..” Heksa ikut bergerak, membuat Lizia naik turun semakin cepat.
Heksa tersenyum. “Kamu lagi berkuda, yang?” godanya diakhiri desah halus. Lizia sungguh rapat.
Lizia tersenyum disela desah gelisahnya. Dia memang terlihat seperti berkuda. Tapi ini berkuda yang nikmat.
Kudanya enak.
Heksa merem melek, geli sekali sampai rasanya hampir sampai namun dia tahan dulu.
Plak!
Heksa gemas sekali sampai menampar sisi pantatnya yang bergetar itu pelan.
Lizia semakin terengah. “Harusnya aku yang gitu, kan lagi berkuda, kak.” lirihnya dengan terengah.
Heksa tertawa pelan. Dia mengangkat Lizia, merebahkannya. Dia akan mengakhirinya sekarang, jika ada waktu dia akan melakukannya sekali lagi.
***
“Iya, kita siap-siap terus ke tempat itu.” Heksa mematikan panggilan dari Lanon. Kembali menggerakan miliknya.
“Udah, ayo. Mereka udah nunggu,” lirihnya gelisah saat Heksa terus bergerak cepat.
Lizia yang telungkup begitu gelisah, berkali-kali dihantam gelombang nikmat. Pasti di perjalanan dia akan tidur karena kelelahan.
“Pertama kalinya kerja ke luar kota sama kak Heksa,” ujar Lizia disela desahnya.
Heksa tersenyum, mendekatkan wajahnya untuk mengajaknya berciuman.
“Aku keluarin sekarang, terus kita mandi.”
Lizia mengangguk, semakin berisik karena Heksa liar sekali. Apakah novelnya akan lanjut? Pasti, Lizia akan lanjutkan setelah selesai bekerja.
Keduanya melenguh bersama, lemas dan terengah lega. Berciuman sesaat lalu bergegas mandi dan bersiap.
“Ga dandan?”
Lizia menggeleng. “Nanti sampai di sana kita didandanin, ada khusus penata rias, bersponsor.” jawabnya dengan lembut.
Suara Lizia sungguh suara yang sangat Heksa sukai saking lembutnya.
“Pasti cantik, jangan cantik-cantik ya, yang. Aku lagi males berantem.”
Lizia hanya tertawa geli.
“Masih mau kamu, tapi kita udah harus berangkat. Kasih nenen di sana nanti ya? Sini pegang dulu bentar,”
“Kak, udah telat.”
Heksa memilih meremasnya dari luar dengan gemas.
“Ih! Ga hantu ga manusia, mesum!” canda Lizia.
“Harus, sama kamu bawaannya gitu. Ayo, kita harus cepet sampe, aku mau cepet-cepet nenen,”
“Ih!” Lizia memukulnya lemah lembut lalu tertawa pelan, malu sendiri.
Pengantin baru itu begitu romantis, menikmati setiap detik yang begitu berharga dengan baik. Tidak ada yang tahu ke depannya.
Makanya Heksa sangat teramat menikmatinya.
***
Lanon tersentak kaget mendengarnya, lalu berdecak saat tidak sengaja menerawang Heksa yang tengah meminta nenen.
“Dasar pengantin baru!” dumelnya.
Padahal dia sedang ingin menerawang apakah di sana ada energi kiriman atau tidak. Ternyata aman..
“Kemana ya mereka? Lama banget.” gelisah Nimas.
“Baru berangkat,” ceplos Lanon refleks.
Mereka pun mulai misuh-misuh walau di satu sisi senang. Pengantin baru itu bahagia sekarang setelah badai menerpa.
“Maklum, pengantin baru.” ujar Gea menenangkan yang lain.
Lanon tersenyum menatap Gea yang semakin dewasa semakin bersinar cantik itu. Sudah bisa merawat diri dengan sangat baik.
“Kita kapan nikah?” bisik Lanon.
Sayangnya Gea selalu menolak. Mungkin karena takut seperti orang tuanya. Ada trauma di hidup Gea.
“Nanti.” singkat Gea tanpa ingin membahas lagi, dia langsung mengajak ngobrol Nimas.
Lanon tersenyum, mengusap punggung Gea sayang. Dia tidak akan memaksanya dan hanya akan sabar. Entah sampai kapan. Ngocoks.com
Lanon tersenyum geli. Dia jadi sangat bucin, padahal dulu menjadikannya pacar hanya main-main. Sekarang malah cintanya yang tidak main-main.
Mereka asyik berbincang sambil menunggu. Suasana mulai hangat lagi.
“Maaf ya, telat.” suara lembut Lizia menyapa dengan tidak enak hati.
“Kerja dulu, biasa.” ujar Heksa sambil menepuk lengan Lanon.
Lanon hanya mendengus.
“Dasar pengantin baru!”
Lizia tersipu malu. Kelak dia akan menolak, tidak mau Kesiangan lagi mana lutut lemas.
Bersambung…