“Gea kenapa ya?” Lizia berbisik pada Heksa.
Hari ini mereka memang sudah memulai shooting. Kondisi Gea, Lizia dan Nimas juga sudah sehat.
“Emangnya kenapa?” Heksa asyik merangkul sambil mengusap lengan Lizia.
“Kayak gak fokus aja, berapa kali take.”
“Mungkin masih ga enak badan,” balas Heksa sekenanya. Dia melirik Lanon yang duduk dan asyik dengan ponselnya.
“Apa mereka berantem ya?”
“Mungkin, wajar namanya juga hubungan. Kita juga berantem semalem karena posisinya bikin kamu sakit,” bisiknya jenaka.
Lizia memilih diam, dasar mantan hantu mesum. Ujung-ujungnya, entah apapun pasti ke sana.
“Bintang tamunya ga jadi dateng?”
“Hm, karena jadwal diundur dan dia punya kerjaan lain jadi ya udah, kita jalanin aja tanpa bintang tamu.”
Saat ini Nimas dan Gea tengah menjelaskan beberapa ruangan yang penuh debu, bekas gudang dulunya.
“Astaga!” kaget Lizia.
“Besar ya, dari jauh aku udah liat dia.”
Sosok besar, hitam. Hanya kakinya saja yang terlihat. Wajahnya hanya ada mata merah.
Lanon beranjak, dia dengan sigap mengusir hantu lain yang hendak menempel pada Gea yang jelas dia tidak peka soal begitu.
Hingga penelusuran terus berlanjut, jam 3 pagi baru selesai. Banyak sekali gangguan, kru sampai ada yang kerasukan. Harusnya jam 5 pagi selesai, diundur jadi jam 3 saking keosnya keadaan.
***
Gea menyimpan semua barangnya, mengabaikan Lanon.
“Apa aku salah ajak kamu nikah? Kita udah lama dan bukan anak kecil lagi,” Lanon mencekal lengan Gea.
“Aku udah bilang! Aku ga siap!” balas Gea marah.
Kenapa Lanon tidak kunjung paham. Dia tidak bisa, belum bisa entah sampai kapan. Dia tidak ingin ada perubahan di status mereka.
“Kamu ga pernah mimpiin tentang masa depan kita?”
Keduanya terlihat sama tersulut. Satu sudah lelah menunggu, yang satu frustasi karena tidak bisa memberikan keputusan.
“Kita putus aja! Hubungan kita ga akan ada akhirnya!” Gea segera berkemas.
Mereka memang sering bertengkar, putus nyambung tapi sepertinya kali ini Gea benar-benar ingin mengakhirinya.
“Gea!”
“Kita putus! Minggir!” Gea menyingkirkan Lanon.
“Bertahun-tahun aku sabar nunggu, apa aku salah minta kita nikah?”
“Kamu ga salah! Aku yang salah di sini! Harusnya dari awal aku ga boleh buka hati, aku punya trauma yang bikin aku rumit,” Gea terisak dengan emosi, emosi pada dirinya sendiri.
Dia sungguh ketakutan tanpa bisa dijelaskan.
“Lebih baik kita sendiri-sendiri dulu, aku juga mau fokus ke bisnis kecantikan,” Gea benar-benar pergi.
Dia bahkan mengundurkan diri dari youtube yang mengangkat namanya. Dia sungguh menjauhi sahabatnya, meminta mereka untuk membiarkannya sembuh sendiri.
***
Nimas melirik Sion yang terlihat lunglai. Dia yang mengurus semua hal tentang Gea. Dan sudah selesai.
Kini mereka akan tampil tanpa ada Gea untuk sementara waktu entah sampai kapan.
“Gea butuh istirahat, biarin aja. Dia mau fokus ke bisnisnya dulu.” Sion duduk di samping Nimas.
Nimas menghela nafas panjang. “Diajak nikah malah ga mau, tapi emang trauma itu susah ya.” dia tidak akan tahu bagaimana rasanya. Hanya Gea yang tahu.
“Emangnya lo mau di ajak nikah?” Sion memepetnya.
Nimas menoyor Sion. “Minggir sana! Kerja, cari uang yang banyak terus baru boleh bahas nikah!” ketusnya.
“Loh, ga tahu serius? Saldo gue mau liat?”
“Ck! Kamu mah bercanda terus! Jadi gimana ini? Fans agak kecewa Gea keluar, udah ada gosip miring soal Gea..”
Sion pun mulai serius. “Resikonya. Perlahan kita tunjukin aja kalau hubungan kita baik-baik aja, nanti makan bareng..” balasnya.
“Masalahnya dia sama Lanon putus, aduh ribetnya! Alasan ga mau pacaran sama sahabat sendiri tuh gini, canggung ke semua!” cerocosnya.
“Tapi enak tahu pacaran sama sahabat itu,” Sion ndusel di bahu Nimas, menggodanya yang langsung mendapat respon jambakan.
“Pengen liat yang pink lagi, ayolah sekali.”
Nimas melotot, semakin menjambaknya sampai Sion mengaduh disela tawanya. Nimas kesal karena Sion selalu membahas miliknya yang katanya pink.
Nimas penasaran jadinya, apa benar pink? Dia tidak bisa melihatnya secara jelas, dia hanya bisa merawatnya tanpa melihatnya.
“Udah, sakit serius!”
Nimas pun melepaskan jambakannya. Sion bergerak membelit tubuhnya, menyandarkan wajahnya di dada Nimas.
“Capek banget, kena semprot pimpinan karena sebagai laeder gue ga becus jaga kalian.” bisiknya.
Nimas membiarkannya, biasanya Sion hanya akan meminjam bahu, sekarang sudah berani meminjam dadanya.
Ck! Namun Nimas memilih membiarkannya.
Sion mengangkat wajahnya, mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir Nimas sekali. Saat tidak ada penolakan, barulah kembali menciumnya. Lebih intens.
Nimas hanya membalas sekenanya, meremas sisi lengannya. Ciuman terasa semakin menggebu.
“Gue mau nyapa si pink, hm?”
Nimas bersemu. Ingin menjambaknya lagi namun segera Sion tahan. Dan pada akhirnya mereka melakukannya lagi.
Sion benar-benar menyapa si pink yang membuatnya selalu tidak fokus saat bekerja itu.
***
Lizia melepaskan pagutannya. “Aku ke kak Lanon dulu, mau hibur dia.” putusnya.
Heksa mengangguk. “Aku mau tidur, bangunin sore ya.” balasnya.
Lizia mengangguk, membenarkan pakaiannya, rambutnya lalu lipstiknya. Dia keluar kamar, menuju tempat Lanon berada.
Heksa yang hendak tidur memilih memainkan ponsel, membaca pesan dari Hengky. Semua orang tengah mengawasinya, tapi Heksa tidak peduli.
Dia tidak akan banyak tingkah karena dia memilih untuk menyerah dari pada mengorbankan Lizia yang tidak memiliki salah apapun.
Heksa memilih merokok, dia tidak bisa tidur jika pikirannya kembali berisik. Dia harus menenangkan jiwanya dulu.
Heksa melihat, makhluk tak kasat mata yang mungkin mengawasinya. Sungguh mereka menggunakan ilmu hitam dalam bisnisnya.
Heksa lumayan penasaran, siapa yang menjadi pemimpinnya. Koneksi yang begitu kuat, kata Hengky dulu pernah terendus sampai di tangkap namun entah apa yang terjadi semua bebas lagi.
Lizia masuk ke dalam kamar Lanon. Dia bisa merasakan patah hati yang kakak. Lanon jelas sangat mencintai Gea, mengingat mereka bertahun-tahun bersama.
“Kak,”
Lanon hanya bergumam tanpa mengubah posisi, meringkuk rebahan.
“Soal nikah lagi?”
“Hm.”
“Mungkin Gea masih butuh waktu buat sembuh, kak.”
“Sampai kapan? Dia kayaknya ga pernah pikirin masa depan sama kakak,”
“Coba sabar sedikit lagi,”
“Ga bisa, kakak ga bisa terus ngalah. Mau sampai kapan? Kakak mau punya keturunan, mau hubungan serius, selama ini udah ngalah, sabar nunggu,”
Lizia pun tidak bisa memaksa lagi. Entah hubungan kali ini memang berakhir atau kembali bersama. Lizia juga tidak bisa dan tidak ingin membaca masa depan.
Biarkan Lanon dan Gea dengan pilihannya.
***
Lizia menahan bahu Heksa. “Kak, berhenti dulu itu ga berhenti panggilannya.” lirihnya gelisah keenakan.
Ponselnya terus berdering, takutnya penting.
“Ck!” Heksa mencabut miliknya lalu merangkak meraih ponsel Lizia di nakas. “Nimas.” ujarnya.
“Hallo?”
“Liz, Gea butuh kita kayaknya, dia galau nih, mau nyerah mau nyerah, takutnya nekad dia,”
Lizia menatap Heksa yang menekan miliknya hingga tenggelam, hampir membuatnya melenguh namun bisa dia tahan. Ngocoks.com
“Iya, nanti ke sana.”
“Hm, ke apart dia.”
“Iya.”
“Kak— ahh..”
“Pergi aja ga papa, nginep juga. Tapi beresin dulu, ya ga enak kalau gantung.”
“Ahh.. Iya,”
Keduanya mulai menggila, Lizia membiarkan Heksa sepuasnya dulu baru dia bersiap pergi ke apartemen Gea dengan diantar Heksa tentunya.
“Lanon ke club, kak. Ga biasa banget, udah lama ga ke sana baru ke sana lagi, apa kakak bisa jemput dia?”
“Bisa, kamu tenang aja.” Heksa mencium bibir Lizia dua kali lalu membiarkannya turun dari mobil..
Bersambung…