Heksa menolak beberapa wanita malam yang menyapanya, dia mencari keberadaan si galau yang membuat istrinya cemas. Ternyata ada bersama para sahabatnya, ada beberapa orang yang cukup terkenal.
Dia hanya diam di antara orang yang riang gembira bersama para wanita malam itu. Heksa menggeleng samar.
Untuk apa datang ke tempat ini kalau hanya diam saja. Lebih baik minum sendiri di kamar.
“Oh astaga!” Heksa refleks menjambak rambut panjang yang melayang di depannya lalu menghempasnya jauh.
Ternyata ada juga hantu yang suka dugem. Bikin kaget saja.
Heksa melanjutkan langkahnya, Lanon menatap kedatangan Heksa lalu berdecak. Kenapa harus disusul-susul sih.
“Ngapain ke sini elah,” malas Lanon seraya menyimpan botol alkohol di tangannya ke meja di depannya.
Heksa menyapa yang lainnya, bertos ria walau hanya kenal sepintas. Dia segera menarik Lanon.
“Saatnya pulang, mau diaduin ke mama, baba?” ancamnya.
Lanon menggeram kesal, misuh-misuh namun tetap saja pasrah. Dia masuk ke dalam mobil Heksa dan berakhir duduk santai di pinggir pantai.
“Lumayan tenangkan di sini? Hantunya ga banyak, udah gue suruh nonton dari jauh, tuh pada ngumpul.” Heksa meminum minuman hangat yang dia beli.
Tanpa alkohol tentu saja, bisa diamuk Lizia dan lagi pula dia tidak suka. Hanya menyelesaikan masalah sedikit, lupa sesaat dan bisa saja malah menimbulkan masalah lain.
Hidup dengan terlibat bersama para hantu saja sudah rumit.
“Kali ini kayaknya putus serius,” tiba-tiba Lanon bersuara setelah sekian lama.
“Cewek lo lagi galau juga, kalian sama-sama ga baik-baik aja. Bisa aja balikan,”
Lanon menghela nafas panjang. “Buat apa? Dia ga mau diajak serius.” balasnya malas.
“Katanya dia ada trauma,”
“Iya, tapi mau sampai kapan? Gue selama ini udah sabar ya!”
“Ye, gue yang kena semprot!” untung lo kakak ipar gue!
Heksa meneguknya sambil menikmati deburan ombak malam, angin cukup sejuk tidak terlalu tertiup kencang. Cukup untuk menenangkan jiwa.
Lanon menunduk dalam. Dia agak mabuk sepertinya.
“Gue nyerah, kali ini nyerah.” gumamnya tidak jelas.
“Ck! Galau deh semuanya,” Heksa menangkap Lanon yang ambruk.
***
Mereka makan malam seperti biasanya. Sudah satu minggu sejak hari galau terparah Gea dan Lanon terjadi.
Mereka makan hanya untuk memotret kebersamaan agar fans tidak ribut. Putus Gea dan Lanon sampai masuk berita, tidak heran. Mereka memang tidak banyak mengumbar, tapi cukup digemari.
Duduk Gea dan Lanon sudah tidak bersisian, sangat berjarak. Gea sedih sebenarnya, tapi di sini dia berusaha tegar..
Dia memang belum siap, jika Lanon ingin menikah dengan yang lain mungkin memang sudah takdirnya.
“Non, ikut ke Solo ga?” tanya Nimas.
“Lian ntar, ada iklan moga aja ga bentrok,”
Gea hanya makan, mendengarkan tanpa banyak bicara. Dia tahu situasinya menjadi canggung, tapi memang begini adanya dia tidak bisa berbuat banyak.
Lizia hanya diam menatap semua situasi yang aneh itu. Mungkin ke depannya tidak akan secanggung ini.
“Terus kapan Lizia liburnya? Mau honeymoon yang serius, lama juga..” celetuk Heksa.
“Ye, kak Heksa pikirannya itu mulu setiap pertemuan,”
Lizia menggeleng samar, tersenyum malu. Dasar hantu ah tidak dasar mantan hantu nakal. Untung tampan.
“Jadwal kalian padat, pertemuan penggemar, terus penelusuran, kita itu pengantin baru,”
Lizia tertawa pelan menatap Heksa yang tengah protes.
“Ini malah ketawa,” Heksa mencubit sekilas pipi Lizia.
Canda tawa mereka sedikit cukup mengurangi kecanggungan yang ditimbulkan Gea dan Lanon.
***
Heksa tersenyum, menatap Lizia yang berada di pangkuannya. Mereka tengah melakukan hal nakal di mobil.
“Gelap kok, ketahuan pun ga masalah, kita udah nikah.” bisiknya nakal.
“Tetap aja ga boleh,” Lizia menggigit bibir bawah, merasakan hisapan di sebelah dadanya.
Pakaiannya jelas sudah naik, tidak berada di tempatnya lagi.
“Shh.. Kak,” Lizia menatap sekitar, kenapa malah semakin memberat nafasnya. Enak sekali ternyata mewujudkan imajinasinya.
Heksa melepaskan kulumannya. “Kamu kapan nulis lagi?” tanyanya sambil memulai penyatuan tanpa saling melepas pakaian seluruhnya.
“Kayaknya beres honeymoon aku juga mau berhenti, kak. Sion pasti bisa cari anggota baru, asal jangan mendadak.”
“Ide bagus, aku yang kerja.” Heksa menekannya hingga keduanya melenguh.
“Mobilnya goyang ga, kak?” bisik Lizia merem melek merasakan tubuhnya yang meremang terus disentuh.
“Dikit, kamunya gerak pelan, jangan naik turun,”
Lizia merem melek, menggoyangkan miliknya yang penuh. Nakal sekali, Heksa menatap wajah mengernyit keenakan dengan desah halus itu.
“Di mobil enak ya, menantang.” bisik Heksa di depan bibir yang begitu berisik terus mendesah.
“Kak Heksa nakal,”
“Kamu yang geol-geol, kamu juga nakal.” godanya sambil menghisap sebelah bobanya yang menyembul keluar dari tempatnya.
Oh enaknya. Lizia bergerak dengan semangat, tidak peduli dengan mobil bergoyang. Heksa tertawa pelan dibuatnya..
“Pelan, goyang mobilnya, yang.” Heksa mengubah posisi.
***
Dengan bukti surat nikah, dan sogokan uang masalah pun selesai. Mereka ketahuan setelah main untuk sesi kedua. Dasar pengantin baru yang tidak pernah puas.
“Malu,” Lizia menutup wajahnya lalu cekikikan mengingat nakal dirinya.
Heksa memeluk Lizia, menyembunyikannya di ketek kiri. “Malu ya, hm? Kenapa? Bukannya enak?” godanya sama cekikikan.
Mereka terlihat bahagia, tidak peduli dengan para hantu kiriman dari bisnis gelap orang tua Heksa.
Mereka sungguh memilih hidup normal saja.
“Jelek?” tunjuk Lizia pada hantu di jendela kamarnya di rumah orang tuanya.
“Dia ngapain?” Heksa mulai siap mengusirnya.
“Tahan dulu, ada apa?”
Suara tawanya yang khas melengking nyaring lalu dia menyampaikan pesan kalau rumah sedang tidak baik-baik saja.
Heksa yang fokus menikmati masa pengantin baru sampai tidak sadar, Lizia bahkan Lanon pun.
“Kalian asyik berkuda, ck.. Ck.. Ck..”
Heksa mendial nomor Lanon, mengabaikan sindiran hantu dengan bibir robek itu. Dia menjelaskan, meminta Lanon memeriksa rumah.
Lanon juga lumayan jarang pulang. Mereka sungguh sibuk dengan urusan masing-masing.
***
Nimas menatap Sion yang terlentang pasrah itu, menatapnya sayu dengan begitu mempesona. Panas sekali.
Nimas jadi semangat bergerak naik turun, menelan habis milik Sion sampai Sion mendesah keenakan.
“Nimas,”
Nimas menoleh pada Sion yang ada di ambang pintu. Lalu yang sedang dia tunggangi siapa?
“AHK!”
Nimas segera bangun dengan terengah dan berkeringat. Sion sampai ikut berteriak kaget dan terduduk di kursinya. Ngocoks.com
Mereka sedang di ruang tunggu sebuah acara talk show yang mengundangnya dan Nimas.
“Kenapa? Ck! Kaget,” Sion meraih tissue, menyeka keringat Nimas.
Nimas merampasnya, dia menyekanya sendiri. “Gila, serem.” gumamnya. Antara seram plus malu.
Kenapa juga bayangan malam kedua saat itu terlintas, mana jadi horor. Membuatnya merinding.
Sion menatap grup yang berisik. Katanya hati-hati, takutnya ada di antara mereka yang datang mengantar Lanon ke tempelan.
“Gue tadi mimpi buruk, apa gue ketempelan?” panik Nimas. Dia menceritakan semuanya, Sion malah tertawa usil.
“Lo ke pikiran? Mau lagi?”
Nimas pun ngamuk. Dia memilih menelpon Lizia dan menceritakannya. Bicara dengan Sion semakin hari semakin menyebalkan. Sungguh Sionnya berubah!
Bersambung…