“Kak! KAK!” Lizia mengguncang tubuh Heksa yang tidak ada respon. Tubuhnya begitu berkeringat.
“HAA!” teriak Heksa sambil bangun dan duduk dengan terengah, dia menyentuh dadanya. Nafasnya begitu sesak.
“Bikin aku takut,” isak Lizia.
Heksa segera memeluknya, dia menelan ludah dan melihat sekitar. Ternyata hanya mimpi buruk. Dia pikir dia akan terjebak menjadi hantu lagi.
Untungnya semua itu mimpi.
Heksa menghela nafas dengan sangat lega. Dia memeluk erat Lizia yang terisak sama takut pastinya.
Sungguh mimpi yang mengganggu.
Hingga ponsel terus berdering nyaring, membuat keduanya sadar bahwa ponsel terus berisik.
“Ada apa ya?” Lizia semakin terisak takut.
Dia meraih ponsel Heksa dan Heksa segera mengangkat panggilan suara dari Lanon.
“Kemana aja sih kalian! Liat televisi!”
Heksa melirik Lizia, kenapa Lanon terdengar begitu bahagia. Keduanya pikir akan ada kabar buruk.
Heksa segera turun, meraih remot dan menyalakan televisi. Mencari berita dan seketika saling memandang dengan Lizia.
Lizia semakin terisak, kali ini tangis bahagia. Heksa tidak akan merasa bersalah lagi karena tidak mengusut masalah besar itu.
Kini media memviralkan semuanya, hingga semua akan diusut sampai ke akarnya. Kini satu negara yang turun.
Banyak masa yang demo, bahkan presiden turun memerintah semua yang bersangkutan untuk menyelesaikannya sampai tuntas.
“Kakek,” lirih Lizia.
Ternyata benar, alam yang akan menghukum mereka. Entah bagaimana awalnya praktek itu terendus sampai seramai ini dalam satu hari.
Heksa dan Lizia saling berpelukan haru, keduanya menangis dengan bahagia. Heksa tidak tahu arti dari mimpinya apa, tapi dia bahagia sungguh.
“Yang, aku pasti akan diselidiki juga,”
“Aku akan selalu temenin kak Heksa, aku tahu kakak ga pernah salah,” Lizia tersenyum haru sambil terus menenangkannya dan meyakinkannya.
“Keluarga aku juga akan temenin kak Heksa, pasti.”
Heksa mengangguk, sungguh berterima kasih dengan takdirnya yang berakhir indah di waktu yang sangat tepat.
Keduanya kembali berpelukan.
***
Lanon melirik Gea yang terlihat bahagia, dia melintasinya dan memeluk Lizia, begitu ikut bahagia.
Satu persatu mulai datang, kini mereka berkumpul di ruangan yang ada di agensi yang mereka buat bersama.
Gea duduk nyaman di samping Lanon, seolah tidak terjadi apa-apa, mereka sungguh bahagia dengan kabar tertangkapnya semua orang yang terlibat.
Hari ini hari ke 5 kasus berlangsung. Heksa juga sudah menghadap ke kepolisian, memberikan bukti yang dia punya dan dilindungi sebagai saksi.
Mereka baru bisa ngumpul setelah menyelesaikan jadwal dan kesibukan masing-masing.
“Masalah ini lama ya, kak Heksa waktu jadi hantu aja lama loh,” ujar Gea.
“Lama banget,” sahut Lanon yang mulai masuk percakapan setelah hanya diam melihat semua berbahagia.
“Iyakan, akhirnya.. Tuhan ga pernah tidur,” balas Gea dengan tanpa canggung lagi.
Lanon menukar minuman manis dengan yang asam, Gea tidak suka minuman manis.
Gea melihat itu, dia hanya menganggapnya normal antara teman lama yang wajar tahu segalanya. Mencoba tidak tersentuh lagi. Hubungan mereka kini hanya teman.
Bahkan Lanon membersihkan sumpit untuk Gea, bagai mereka masih pacaran dan Gea kembali menganggap hal wajar.
“Korbannya udah ribuan anak,” Nimas mengusap lengannya. “Sedih, merinding juga, kasihan banget mereka..” Nimas mengibas matanya yang siap berair agar kembali kering.
Mereka terus berbincang lalu tiba-tiba diam.
“Kemungkinan hukuman mati, kak Heksa..” Nimas tidak melanjutkan ucapannya.
“Ga papa, sesuai sama kejahatannya kok.. Sedih ya pasti, namanya anak ke orang tua, tapi selebihnya itu yang mereka pilih,” Heksa tersenyum dengan sungguh tidak keberatan.
Kasus ini berakhir tidak sampai turun menurun saja Heksa sudah sangat senang, Tuhan masih sayang orang tuanya.
Mereka pun memilih makan, mulai membicarakan pekerjaan dan berakhir pamit satu sama lain.
“Gea gue yang anter,” Lanon bersuara tiba-tiba.
“Oh ga usah, udah ada yang jemput kok,” Gea tersenyum.
Lanon pun tidak mendebat lagi. Dia melihat Gea mendekati mobil putih, isinya pria ramah yang membukakan pintu. Keduanya bercanda ria.
“Dia udah ada yang baru, lo jugakan, Thea.” sindir Heksa lalu merangkul Lizia untuk ke mobil mereka.
Lanon menghela nafas panjang. Mungkin memang hubungannya dan Gea hanya akan berakhir menjadi teman.
***
“Ngapain turun?” alis Nimas menyatu.
“Nginep lagi, di apart selalu diganggu adik gue.” kesal Sion dengan tetap turun dari mobil.
Nimas menghela nafas pasrah. Dia pun turun dan berjalan beriringan. “Adik lo kasihan, dia ga salah apa-apa.” lalu menekan angka lift.
“Ribet.” singkat Sion tanpa ingin membahas lagi. Dia menyandarkan keningnya di bahu Nimas.
“Lo tinggi! Nyender ke orang bogel, sakit nanti minggir!” dorongnya hingga Sion tidak dibahunya lagi.
“Heksa sama Lizia mau honeymoon beres kasusnya selesai, kita kapan?”
“Nikah aja belum!” seru Nimas kesal.
“Oh jadi akan,” cengenges Sion dengan menyebalkannya.
Nimas sontak mendatarkan wajahnya, dia salah terpancing. Sion memang suka sekali membuatnya darah tinggi.
“Jangan bikin gue pengen lo jadi kayak kak Heksa dulu ya!” kesalnya.
“Jadi hantu gitu? Bolehlah, dia katanya jadi hantu tampan nakal ya, enaknya bisa nete terus,” kekehnya.
Nimas menoyor Sion bertepatan dengan pintu lift terbuka. Dia memilih untuk segera membersihkan diri dan tidur, Sion masa bodolah!
Nimas masuk ke dalam kamar mandi, dia melepas semuanya dan mulai membersihkan kaki, naik ke paha lalu menoleh kaget saat mendengar pintu di buka.
“YON!” jeritnya kaget sambil memeluk tubuhnya sendiri.
Malam waktu itu gagal karena lagi-lagi anunya tidak sengaja tertendang Nimas, hari ini Sion tidak tahan.
Sion memepet Nimas sampai pakaiannya ikut basah. Shower dia matikan dengan bibir masih memagut bibir Nimas yang hanya mingkem karena masih kaget dengan serangan tiba-tiba itu.
“Ah..” Nimas kaget saat tubuhnya di balik hingga kedua tangannya bertumpu di dinding. “Yon! Lo shh.. Geli,” lirihnya sambil menggeliat.
Nimas merasakan jemari Sion terus menari di perutnya, di pahanya sambil mengecupi leher dan bahu. Keduanya begitu merapat.
***
Heksa terkesiap saat Lizia menciumnya dengan rakus. Dia baru saja keluar dari kamar mandi, langsung di serang sang istri. Jelas senang. Ngocoks.com
“Shh.. Lagi mau ya? Apa masih sedih soal garis satu? Kita bisa usaha lagi,”
Lizia mengangguk. “Sekarang boleh? Sebentar aja, aku mau cepet hamil, kak.” bisiknya di depan bibir Heksa.
Keduanya merapat, kening saling bersentuhan.
“Boleh, mau di kasur? Sofa? Lantai? Atau berdiri?” godanya.
Keduanya mengulum senyum.
“Semuanya kalau boleh,”
“Boleh dong, yang.” Heksa segera menggendong Lizia lalu menciumnya lebih brutal. Keduanya mulai membara.
Malam ini Heksa akan fokus bercinta dulu, Lizia ingin hamil dan Heksa juga menginginkan yang sama. Mereka butuh berduaan setelah lama tidak karena kasus orang tuanya.
Suara percintaan mengisi ruangan, meninggalkan banyak jejak di setiap sudutnya.
Bersambung…