Pagi hari di hari libur, Lizia menggeliat dari tidurnya. Dia menghirup udara yang sejuk dengan nikmat, barulah membuka matanya. Ada suara gemericik air di kamar mandinya.
“Hm? Siapa yang man- oh kak Lanon mungkin.” gumam Lizia serak lalu menggeliat nikmat.
Lizia diam mengerjap, tidurnya sungguh pulas dan nyaman. Tidak ada drama pusing karena banyak terbangun oleh gangguan hantu di luar kamar.
Tapi tunggu! Di mana Heksa?
Lizia menatap pintu kamar mandi yang terbuka perlahan. Dia masih telungkup dengan wajah menghadap kamar mandi.
Heksa menggelengkan kepalanya hingga cepretan air dari rambut basahnya membentuk seni yang indah, tubuhnya pun terpahat dengan sempurna, Vline yang pria sekali.
Dan tongkat bisbol itu-
Lizia melotot sampai rasanya kedua mata akan melompat jatuh keluar dari tempatnya. Bagaimana bisa kelamin sebesar itu.
Heksa tertawa pelan melihat wajah pucat Lizia yang nyawanya seperti tercabut saking syok itu.
“Gue tahu lo ga polos, di laptop lo isinya cerita 21++..” Heksa melenggang santai dengan tongkat yang bergerak bagai belalai gajah.
Lizia semakin pucat. Dia segera memalingkan wajah dan membenamkannya di bantal. Wajah Lizia bagai kepiting rebus kini.
Dan apa katanya? Laptop?
“Kamu buka laptop itu?!” seru Lizia sampai tubuhnya bangun saking panik, malu dan campur aduk.
Dia menunduk menuju tempat laptop berada. Dia segera memeluk laptopnya. Dia merasa tidak memiliki privasi kini.
Lizia gelisah, terus memunggungi Heksa yang memakai seragamnya lagi.
“Lo bisa bikin gue ganti pakaian? Dengan ilmu yang lo punya?” Heksa urung memakai pakaiannya.
Lizia mengerjap gugup. Mungkin bisa? Entahlah, seingatnya belum pernah.
“Gue jaga rahasia tenang aja, asal lo juga bisa di ajak kerja sama.” bisik Heksa yang sudah nemplok di tubuh belakang Lizia.
Lizia melotot merasakan tongkat bisbol itu. Gila!
Lizia menyimpan laptop dan berlari keluar kamar. Dia tidak akan banyak berpikir, dia akan mencuri pakaian Lanon untuk menutup belalai itu.
Heksa tersenyum melihat Lizia yang terbirit-birit. Dia menatap miliknya yang keras lalu membelainya.
“Keras di waktu yang tepat, dia pasti ngiler.” gumamnya.
Heksa jadi ingat cerita dewasa yang Lizia buat di draf rahasianya dan ternyata dia seorang penulis. Lebih tepatnya penulis dewasa.
Heksa sungguh tertipu dengan kepolosan, kelemah lembutannya, dia yang pemalu, ternyata Lizia hanya bisa mengekspresikannya lewat tulisan.
Dia tidak pernah ciuman tapi cukup ahli jika membuat cerita dewasa. Bahkan Heksa sampai menganga setiap membaca perpartnya.
Imajinasi Lizia sungguh liar. Cocok dengannya yang memang m*sum.
***
“Hm.. Ga buruk,” Heksa menatap celana santai yang di pakainya.
Lizia menelan ludah dan segera memalingkan wajahnya yang seketika terbias warna pink. Dia menyesal memilih celana itu. Ternyata malah membuat anunya Heksa semakin menonjol besar.
Lizia panas dingin dan segera ke kamar mandi. Dia harus menyegarkan pikiran.
“Apa Heksa itu wujud dari imajinasi aku ya? Dia m*sum kayak tokoh pria yang aku buat,” gumam Lizia.
Lizia kembali terbayang tongkat Heksa, seketika menggeleng cepat.
“Lebih baik mandi,” Lizia melepas semuanya dengan cepat, dia ingin segera turun dari kamar dan sarapan.
Lebih baik kumpul bersama keluarga agar Heksa diam tak bertingkah.
“Sejumbo itu ternyata,” Heksa tidak berkedip melihat bulatan yang sangat besar. Tidak normal di tubuh Lizia.
Lizia sungguh baik menyembunyikannya.
Lizia menoleh cepat dan mematung. Heksa memilih meraih satu cincin yang selalu dia pakai itu, tertinggal tidak maksud mengintip.
Walau sebenarnya memang mencari kesempatan dalam kesempitan sih.
“Mau ambil ini, sayang. Lanjut,” Heksa pun berbalik dan menembus tembok lagi.
Lizia baru menghembuskan nafasnya. Dia tidak sadar menahan nafas saat melihat Heksa kembali masuk sembarangan.
“Bener-bener ga ada privasi,” lirih Lizia dengan wajah memerah malu. Padahal Heksa hantu, kenapa juga dia malu.
Bukan sekali dua kali ada hantu di toilet, melihatnya pipis dan sebagainya tapi kenapa dia malu pada Heksa?
Jangan bilang dia mulai terbiasa dengan kehadiran Heksa yang seperti manusia normal?
***
“Wah, gede banget. Enak di remas,” Heksa meremas angin sambil terus mengingat yang dia lihat dengan terpesona.
Heksa sangat suka dengan bentuk dan besarnya. Lizia sungguh tipenya sekali. Heksa jadi ingin menjadi manusia, tapi belum waktunya.
Heksa menatap langit cerah dengan bibir terangkat membentuk senyum misterius.
Heksa tiba-tiba ingat tulisan Lizia.
“Hisap, ya di situ. Tolong hisap, ohh..”
Jemari besar pria itu masuk satu persatu, hingga terbenam tiga jari. Wanita itu meringis, antara sakit dan nikmat.
Bibirnya terus menghisap, menjilat dengan jemari memutar atau menarik dan mendorong seirama.
Heksa menatap jemarinya. Jemarinya juga besar, uratnya timbul dan seksi tentu saja. “Si cantik mau coba ga ya? Tiga masuk,” gumamnya lalu tersenyum samar.
Heksa memilih bersantai di sofa. Dia bersiul, kadang tertawa geli mengingat semua novel yang Lizia buat.
Sungguh sisi Lizia yang satu itu membuat mood Heksa sangat baik.
Lizia yang lupa membawa pakaian jelas memakai jubah mandi. Dia tidak bisa memakai handuk dengan santai lagi. Dan kebiasaannya yang memakai celana pendek dan kaos crop top pun tidak bisa.
Ada hantu nakal di sisinya sekarang.
“Hi, udah selesai?”
Lizia menguatkan pegangannya pada jubah. “Udah, aku lapar jadi jangan ganggu.” cicit Lizia tersipu malu. Dia malu soal isi laptopnya.
“Oke, sayang.” Heksa tersenyum manis.
Lizia mengerjap, menatap Heksa terheran. Kenapa dengan senyumnya yang tidak biasa itu? Lizia segera meraih pakaian dan lainnya lalu kembali ke kamar mandi.
Tak lama Lizia keluar.
“Mau coba ga?”
Lizia urung mengambil pengering rambut. “Ha? Co-coba apa?” cicitnya tanpa berani menatap lama Heksa.
Heksa selalu gemas dengan suara lembutnya. “Coba, tiga jari besar.” Heksa gerakan ketiga jemarinya.
Lizia melotot samar lalu memilih segera keluar kamar tanpa peduli dengan rambutnya yang masih basah dan belum di sisir.
Heksa tertawa geli melihat kepanikan itu. “Kamu tertangkap basah sayang, ga kalah m*sumnya,” gumamnya begitu puas.
***
Heksa mengunci kedua tangan Lizia, terus menekan satu persatu jemarinya ke dalam pusat Lizia.
Heksa rebahan menyamping menatap lekat Lizia yang menggeliat, mengernyit dan mendesah halus.
Wajahnya memerah cantik, membuat Heksa mengecupinya lembut dengan terus membuat pusat Lizia nyaman oleh jemarinya. Ngocoks.com
“Ah.. Sakit,” lirih Lizia.
“Nanti juga enak,” Heksa menekan jari ketiga, Lizia begitu sempit.
“Ah..” Lizia tersentak saat Heksa menghisap lehernya lalu menggerakan ketiga jemarinya cepat.
Heksa tidak puas di sana saja, dia merobek pusat Lizia dengan tongkatnya hingga tenggelam dalam.
Lizia menjerit dalam nikmatnya dan Heksa menggeram di leher jenjang itu.
“Ahh..” Lizia meliuk dan-
Heksa terengah, menatap jemarinya yang penuh cairan kental. Dia terlihat lega, terpejam lalu tersenyum.
Hanya membayangkan Lizia dengan cerita yang gadis itu buat sungguh membuat Heksa puas.
“Dasar, cantik. Di imajinasi aja enak,”
Bersambung…