Lizia selalu bersemu dan tidak berani melihat Heksa lama. Dia selalu salah tingkah dan malu dengan tingkah dirinya sendiri. Lizia merasa sangat malu juga saat itu Heksa meremas-remas dadanya.
Lizia masih merasakan apa yang dia genggam dan kulum, bahkan wangi dari cairan itu. Terasa begitu nyata. Membuat Lizia semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Heksa.
“Gila kamu!” gumamnya pada diri sendiri saat kembali terlintas apa yang dia lakukan.
Heksa menautkan alis melihat Lizia yang sibuk sendiri itu. Namun dia tahu alasannya apa. Heksa bersiul membuat Lizia berhenti dengan kesibukannya.
“Kak.. Apa kita ga usah selidikin soal kakak lagi?” Lizia memberanikan diri menatap Heksa.
“Kamu hampir celaka, jangan ambil resiko.” Heksa mengusap kepala Lizia sekilas.
Heksa duduk memepet Lizia. “Mau cium dong.” godanya.
Lizia menggeleng dan segera berdiri. “Kak Lanon maksudnya Gea mau ke sini, aku ke bawah dulu.” ujarnya cepat dan segera pergi meninggalkan kamar.
Heksa tersenyum geli melihat kepanikan dan kesaltingan Lizia. Lalu senyumnya lenyap. Berani mengganggu Lizia, kini akan menjadi urusannya.
Heksa pun menghilang untuk menyingkirkan hantu kiriman nenek sihir itu.
Lizia menghentikan langkahnya, dia menoleh ke belakang. Tiba-tiba sekelebat bayangan Heksa berkelahi muncul.
Lizia hendak kembali ke kamar namun Lanon menghadang.
“Mana, Gea?”
Lizia gelisah, dia cemas dengan keadaan Heksa. “Itu, di bawah.” jawabnya pelan.
“Yaudah sana, jangan sampai calon kakak nunggu,” Lanon mendorong manja tubuh adiknya yang kepalanya terus menoleh ke kamar dengan gelisah.
Lizia menghela nafas pasrah, dia akan mencoba membantunya dari jauh.
Lanon segera berbuat sesuatu, dia akan ikut membantu tapi dia harus mengurus Lizia dulu. Agar tidak bisa menerawang lagi.
Lizia menatap Gea yang duduk di ruang tamu bersama Celine, keduanya langsung akrab. Celine terlihat sangat senang karena ini pertama kalinya Lizia membawa teman ke rumah.
Lizia terlihat tidak fokus dan semakin cemas saat tiba-tiba tidak bisa menerawang Heksa. Dia jadi tidak bisa membantu.
“Ada apa sayang?” Celine jelas peka.
Lizia segera menggeleng. “Engga, ma.” lalu tersenyum menenangkannya.
***
“Woah..” Gea memotret kamar unik Lizia. Dia mengirimkannya ke grup GNS yang kini berisi Lizia dan Lanon. “Kan liat, mereka langsung mau ke sini,” lalu tertawa.
Lizia tersenyum, mencoba menepis gelisahnya tentang Heksa.
Lizia tidak masalah, dia tidak tahu kenapa percaya pada mereka semua.
“Bolehkan, Liz?”
Lizia mengangguk. “Makin banyakan makin seru sambil ngerjain tugas kelompoknya.” jawabnya.
Tak lama dari itu mereka ngumpul. Lizia sesekali tetap menunggu Heksa, bahkan Lanon juga hilang.
Katanya ingin mendekati Gea.
***
“Gini aja, dah bagus.” Gea mengakhiri kerja kelompoknya bersama Lizia. Nimas dan Sion juga berhenti di waktu bersamaan karena mereka saling bantu.
“Untung kelompoknya kita boleh pilih sendiri.” Gea berseru senang dan rebahan sejenak untuk meluruskan punggung.
“Iya, kalau sama yang lain males,” Sion sudah terbiasa bersama dua manusia yang anehnya sama dengan dirinya— Gea dan Nimas.
Mereka takut hantu tapi semangat membahas hantu, bahkan mencari rumah kosong untuk konten, padahal mereka semua penakut.
“Liz, soal kak Heksa.. Dia ada ga sekarang?” Sion baru ingat soal informasi yang dia dapat.
“Ga ada, ga tahu kemana.” jawab Lizia.”Info apa?” lanjutnya.
“Apa nih infonya?” Gea mendudukan tubuhnya penasaran.
“Terjamin ga?” Nimas ikut masuk ke dalam topik.
“Dia alumni yang seangkatan sama kak Heksa..”
“Wah, seru atuh!” Nimas jadi bersemangat.
“Udah di jamin, ada juga di buku tahunan kok,” Sion memang meminjam buku tahunan itu dari perpustakaan.
“Wah, emang terbaik! Jadi detektif lebih cocok,” Gea mengacungi dua jempol pada Sion..
“Detektif yang berhubungan sama hantu gue mau,” Sion mulai membuka Instagram. “Nih, nakal ternyata kak Heksa.” tunjuknya.
Semua menatap ponsel Sion.
Di dalamnya berisi foto Heksa yang sedang bersama gengnya. Geng motor, terlihat urakan dan nakal.
Lizia tidak heran. Pertama kali bertemu Heksa memang nakal.
“Apa kita temuin geng ini? Sampai sekarang gengnya ada kok,” Sion menatap semuanya bergantian.
Meminta pendapat.
Lizia terdiam, mencoba menerawang takutnya ada kejadian yang membahayakan akibat geng itu.
Lizia berakhir mimisan. Dia tidak bisa jauh menerawangnya. Mereka ternyata menggunakan ilmu hitam untuk melindungi gengnya?
Bertepatan Heksa datang, dia segera mendekat, duduk dan memeluk Lizia yang menegang agak terkejut karena begitu berdekatan, dipeluk dari belakang.
“Mimisan, kamu nerawang apa lagi?” omelnya. Memperhatikan Lizia yang dibantu teman-temanya menghentikan mimisan.
“Kenapa kaget? Ada hantu?” tanya Gea.
“Di sini hantunya,” bisik Lanon di belakang telinga Gea.
Gea sontak menjerit kaget sampai tidak sengaja membenturkan kepalanya yang keras ke dagu Lanon.
“Argh!” Lanon menyentuh bibirnya yang tergigit kencang dan dagunya yang sakit.
“Astaga! Mentang-mentang kembar, berdarah pun barengan.” celetuk Nimas sambil meraih tissue.
“Aduh, maaf.” Gea hendak menyentuh bibir Lanon namun urung.
Lanon tersenyum dengan bibir berdarah. “Cuma maaf? Obatin dong,” dia meraih tissue di Nimas. “Makasih, Mas.” ucapnya.
Nimas mendelik sebal. Kenapa dia jadi seperti mas-mas. Menyebalkan! Untung tampangnya ganteng. Dia jadi urung marah.
***
“Geng?” Heksa menatap Lizia yang menunjukan Instagramnya. “Woah, keren juga.” Padahal Heksa tahu.
Lanon pun tahu soal geng itu.
“Aku ga bisa terawang mereka,” Lizia melepaskan belitan Heksa di pinggang hingga perutnya itu. Geli jika terus diusap-usap.
Lizia tetap duduk di kursi kamarnya, bahkan lengan Heksa juga masih berada di belakang tubuhnya, hanya berhenti mengusap saja.
“Jangan, aku bilang jangan! Kamu yang sakit nanti, cantik.” perhatiannya. Heksa terlihat cukup berbeda dengan Heksa yang pertama kali Lizia temui.
Tumben tidak nakal ngintip dan sebagainya. Apa karena sering diberi ciuman ya? Ternyata ciuman juga cukup untuk hantu nakal sepertinya?
Itu bagus.
“Kadang, nerawang juga butuh. Apalagi kita penasaran dan mau bantu—”
“Udah ga usah, aku nyaman gini.” potong Heksa yang jelas saja berbohong. Dia juga ingin menjadi manusia.
Ingin menjadikan Lizia kekasihnya. Heksa merasakan keinginan memiliki yang menggebu-gebu.
“Tapi—” Lizia berhenti. Kenapa dia kesannya ingin sekali Heksa jadi manusia.
“Sini cium.”
Heksa menarik dagu Lizia dan mulai bermain-main dengan bibirnya. Tidak lama karena Heksa butuh mengumpulkan energi lagi.
Tubuhnya kembali terluka saat melawan hantu jahat.
Tapi..
“Sekali lagi.” Heksa mulai kecanduan dengan rasanya, apalagi Lizia sedikit demi sedikit mulai membalas walau kaku.
Tidak bisa Lizia pungkiri. Selain rasanya yang baru, dia juga ingin bisa agar saat menulis cerita bisa tahu rasa nyatanya dan tidak lebay lagi. Ngocoks.com
“Emh..” Lizia membuka matanya saat tidak sadar bersuara seperti itu. Dia tahan lengan Heksa yang jemarinya bahkan kini masuk ke dalam kaosnya.
Jemarinya meremas dan menyentuh bulatan kecil. Rasanya membuat Lizia meremang dan bernafas berat.
“Kak..” lirihnya saat bibir Heksa menjauh dan menyasar lehernya.
Lizia tidak polos. Dia tahu adegan ini akan kemana lanjutannya. Lizia mulai sadar dan tidak sadar.
Penasaran juga rasanya, tapi di sisi lain menyuruhnya sadar.
Part 10 ada di karyakarsa, kalau gk mau lanjut baca.
Bersambung…