“Pak, mungkin nantinya anu bapak akan masuk ke anu Asih ketika Asih naik dan turun lagi. Dan anggap saja ini adalah hal yang tidak sengaja terjadi dan harus terjadi agar kita bisa membebaskan tali ini”. Aku ucapkan begitu kepada beliau agar aku terkesan tidak nyaman dengan keadaan ini.
Padahal di dalam lubuk hati terdalam, aku sedikit menikmati kejadian ini terjadi. Apalagi dengan sikap lugu Pak Mahfud yang sedang kebingungan seperti saat ini. Tidak bisa dipungkiri, penis Pak Mahfud yang terasa keras, besar, dan berotot dibawah sana telah membuat separuh akal sehatku tak berfungsi.
Sejatinya aku juga mengharapkan persetubuhan yang akan terjadi ini, apalagi setelah 2 tahun aku tak merasakan kehangatan lelaki. Aku teruskan menaik dan menurunkan tubuhku, ibarat orang yang senang loncat-loncat.
Dan benar saja, perlahan tapi pasti penis Pak Mahfud mulai menerobos liang kewanitaanku. Akupun menjerit kecil dan tanpa sadar mendesah setiap bergerak naik kemudian turun Penisnya yang kokoh itu keluar masuk vaginaku.
“Ahhh, ughhhh, aahhhh, ugghhhhhhhhh….”
Dan setiap kali, semakin dalam saja kurasakan.
“Pak, enak Pakk..” Tanpa sadar aku berkata demikian, mendesah dan menjerit dengan cukup keras..
Tak kuhiraukan lagi apa yang kini sedang dipikirkan oleh Pak Mahfud, keinginanku untuk memenuhi kebutuhan birahiku menjadi semakin kuat..
Kini, hampir sepenuhnya batang Pak Mahfud memasuki vaginaku. Akal sehatku telah sepenuhnya hilang, berganti dengan nafsu yang menggebu yang menuntut untuk di puaskan. Beliau hanya bengong melihat ekspresiku yang berubah, dari tadi yang sopan kini menjadi wanita binal yang haus kehangatan.
Liang vaginaku kini telah sangat basah terkena cairan precum Pak Mahfud dan cairan vaginaku sendiri. Rasa perih yang tadi sempat terasakan, berganti menjadi rasa nikmat tak terkira, selangkanganku terasa penuh sesak. Kini rasa capek karena terus melonjak-lonjakkan tubuhku terbayarkan dengan nikmat yang tak terkira.
Pak Mahfud pun kini mulai larut dalam deru nafsu dua anak manusia yang sama-sama rindu kehangatan. Beliau yang semula diam terheran heran, tiba-tiba menjamah bibirku dan mengulumnya dengan rakus. Dijilatinya bibirku yang ranum, lidah kami beradu, mulut kami bercumbu dengan hangat dan begitu bergairah.
Kumisnya yang tebal kadangkala masuk ke mulutku dan menerobos hidungku.. Akupun mulai lagi meloncat, menaik turunkan tubuhku dengan penuh semangat, sambil memacu penis Pak Mahfud yang mulai terbenam sepenuhnya.
Semakin lama kurasakan penis Beliau begitu leluasa keluar masuk vaginaku. Beliau yang sedari tadi hanya mendesah pelan, kini mulai berani mendesah-desah dengan cukup keras..
“Arrrghhhhh”, terus Mbak Asih. Ceracaunya.
Tanpa aku sadari tali itu sudah sangat longgar, dan bisa aku lepaskan, dan akhirnya terlepas juga.. Kini tali itu telah luruh ke lantai, jadilah aku sekarang diam menikmati apa yang telah terjadi tadi. Dengan Penis Pak Mahfud yang sepenuhnya terbenam di vaginaku.
Dengan nafsu yang sepenuhnya menggebu, akupun dengan tidak rela melepaskan penis beliau dari vaginaku. Dengan tergesa aku mengambil pisau yang terletak di meja makan yang tidak jauh dari tempat kami di ikat tadi, agar aku bisa segera melepaskan ikatan tanganku dan melepaskan pak Mahfud dari ikatannya.
Dengan susah payah, ikatan tangankupun terlepas. Kini, aku telah membawa pisau yang akan aku gunakan untuk memotong ikatan tali pada tangan Pak Mahfud. Beliau kini hanya memandangku penuh harap..
“Ahhh, syukurlaah, cepat Mbak Asiihh, tolong bukakan ikatan Bapak.. Bapak sudah sangattt capeek terikat seperti ini…”Ucapnya dengan tergesa.
Sempat aku pandangi, betapa menggairahkannya pak tua ini. Dengan kumis tebalnya yang sedikit berkeringat, kempang-kempis seirama dengan nafasnya yang terpacu karena persetubuhan yang sempat terjadi tadi.
Tanpa basa-basi, pisau yang tadi kubawa kujatuhkan di dekat Beliau. Aku peluk segera tubuhnya yang kekar berotot itu. Tubuhnya menjadi berkilap karena basah oleh keringat dan terpaan sinar lampu, bulu dadanya menjadi lebih indah karena basah oleh keringat. Penisnya tampak tetap tegang menantang setelah persetubuhan tadi..
Aku peluk leher beliau, sambil kakiku berusaha sedikit berjinjit, mengarahkan penisnya untuk memasuki liang vaginaku lagi. Aku mencoba naik, mengalungkan dan menguncikan kakiku pada pinggang beliau, seperti seorang cucu yang sedang minta gendong pada kakeknya.
Tak bisa kutahankan, nafsuku yang sempat tertahan tadi harus terpuaskan. Kini akal sehatku hilang, aku memaksakan persetubuhan dengan Tukang Kebunku, Pak Mahfud ini.
Beliau hanya terbengong melihat tingkah polahku. Bibirnya yang sedikit menganga itupun aku caplok dengan ganasnya. Aku nikmati percumbuan dengan kumis tebalnya itu, aku masukkan lidahku, mencari-cari lidah beliau. Mulanya beliau hanya diam tak merespon.
Namun, kini lidahnya juga merespon menyedoti dan berpilin dengan lidah dan bibirku. Kurasakan begitu dalam penis itu masuk ke dalam vaginaku, hingga mentok ke dalam rahimku. Aku hanya berbisik pelan,
“Maafkan Asih pak, Asih sudah tak tahan, Tolong puassskannn Asih… arrgggg.” Penisnya begitu terasa penuh dan sesak..
“Baiklah Mbak Asiiihhhh, jika itu yang kau mauuu.” Jawabnya dengan setengah tak percaya..
Jadilah kami sekarang bersenggama dengan posisi berdiri dengan Pak Mahfud yang tangannya masih terikat ke tiang rumah. Beliau mulai menggenjotku dari bawah dengan sebisanya, panjatnya naik turun seirama dengan genjotanku yang mulai giat.
Walaupun capek kurasakan karena harus menahan beratbadanku dengan menggendongkan diri di tubuh Pak Mahfud, namun nikmat yang kurasakan begitu besar. Dengan posisi seperti ini penis Pak Mahfud terasa mentok menyodok-nyodok rahimku.
“Arrgggggggggh, Pakkkk, Aku mau keluuaaaaaarrrrrrrr.” Ceracauku
Akhirnya akupun orgasme dengan hebatnya, tubuhku tersentak sentak, membuatku sempat hampir jatuh ke lantai. Punggunggku melengkung ke belakang dan ke depan, memeluk leher pak Mahfud dengan lebih erat.. Akhirnya redalah gelombang orgasmeku.
Saking banyaknya, cairan cintaku menetes-netes hingga menyebabkan genangan kecil di lantai. sebelum turun, aku sempat mencium kembali bibir beliau sambil berterimakasih kepadanya..
Kini, dengan sisa-sisa tenaga, akupun mengambil pisau yang tadi kujatuhkan. Aku lepaskan ikatan beliau. Setelah itu beliau langsung bangkit meregangkan otot-ototnya yang kelu dan capek karena sempat terikat. Senyumnya mengembang, tergambar dari kumis tebalnya yang merekah itu.
Tanpa kusadari tiba-tiba beliau memeluk kepalaku, mengarahkan mulutnya untuk mencumbu mulutku, kami kembali berciuman dengan ganasnya, tanpa melepaskan penisnya di vaginaku. Di lolosinya dasterku yang sudah basah oleh keringat.
Oleh keringat usaha melepaskan tali tadi, juga keringat persetubuhanku yang sempat terjadi dengan Pak Mahfud. Sekarang kami sama-sama telanjang bulat. Dengan cepat beliau segera mengenyoti buah dadaku yang ranum.
Payudaraku yang kiri di jilati dan di kulumnya dengan rakus, sambil tangan yang satunya meremas dengan gemas payudaraku yang kanan. Mulutnya dengan sekuat tenaga menyedoti putingku, hingga membuatnya berwarna kemerahan.
Kadang aku terlonjak, karena dengan sengaja beliau menggigiti putingku yang tegak dan berwarna kemerahan itu dengan gemas. Kadang ditariknya dengan kuat putingku dengan giginya, memberikan sensasi luar biasa. Apalagi kumisnya yang tebal itu begitu menggelitik payudaraku.
“Ahhhh, uhh, ahhh, enak Pakkk. Geliiiiii….” ceracauku.
Setelah puas menyusu pada payudara kanan dan payudara kiriku, beliau membopongku menuju karpet di depan TV yang terletak tidak jauh dari tempat kami berdiri. Sambil menggendongku, mulutnya tak menyia-nyiakan untuk menyusu lagi pada payudaraku.
Direbahkannya tubuhku, beliau kini berlutut disamping perut rataku. Langsung, ditangkupnya dua buah payudaraku yang montok, diremasinya dengan penuh semangat. Di putarinya, hingga menemukan puting susu kemerahan yang tegak menantang.
Kemudian, di cubitnya putingku, dipilin, kemudian ditarik-tariknya dengan semangat. Kini payudaraku ibarat mainan bagi Pak Mahfud, cukup lama beliau berman di situ. Telah banyak bekas merah disana, bekas tarikan dan remasan beliau.
Aku tak tinggal diam, ku temukan batang kemaluan yang sempat mendiami penisku tadi. Aku kocok, aku tarik-tarik dan kupermainkan lubang kencing dan kepalanya yang besar kemerahan seperti helm itu. Beliau mendesah, meracau tak karuan dengan ulahku.
Aku kaget, tiba-tiba kini mulutnya mencaplok payudaraku yang kiri. Di caploknya sekuat tenaga, bagaikan akan dimakan bulat-bulat ke dalam mulutnya itu. Kumisnya yang tebal menimbulkan sensasi tersendiri ketika menggesek putingku.
Kini beliau sedang menyusu di puting susuku dengan rakus, di sedotnya kencang-kencang, yang kadang menimbulkan rasa panas dan nikmat. Setelah puas yang kiri, kini Pak Mahfud berpindah ke yang sebelah kanan.
Sambil tangannya yang satunya membelai dan menusuk kemaluanku yang sudah basah itu. Rangsangannya begitu hebat, hingga aku tak tahan lagi.
“Pakkk, ohhh, aku keluaaaaaaaarrrrr Pak.. Ampuunnn…” Disertai jeritanku yang tak tertahan.
Aku harus balas dendam, gerutuku dalam hati. Sekuat tenaga, setelah orgasme, akupun bangkit dan mendorong tubuh beliau hingga jatuh terbaring. Segera ku gapai tongkat kejantanan yang telah memuaskanku tadi. Aku kulum penisnya dengan rakus.
Aku kocok sekuat tenaga. Aku sedoti penisnya dengan sekuatku, aku juga mempermainkan kepalanya yang seperti jamur itu dengan semangat, kadang kutarik kepala penisnya. Hingga membuat si empunya mendesah tak tertahan.
“Arrrrrrrrrghhhhhh, enak sekali sayangkuuuuu… Terussss, emuti kontolll Bapak iniiiii..”
Kata-katanya itu semakin membuatku bersemangat. Hingga tak lama kemudiannnn.
“Ahhh, uhhhh, Bapak mau keluarrrrrrrrrr. Ahhhh.” Ceracaunya
Kurasakan penisnya mulai berkedut dengan keras, bokongnya naik turun, membuat penisnya menyodok-nyodok tenggorokanku. Tubuh kekarnya melengking nikmat tak karuann..
“Ahhhhhhhhhhh,” lenguhnya…
Akhirnya mani Pak Mahfud muncrat dengan kuatnya, segera tak kubiarkan tumpah sedikitpun, kutelan sebisaku. Meskipun sebagian juga tumpah, meluber keluar dari mulutku…
Kini, tubuh beliau kelihatan lemas. Akupun segera mengambil tisu untuk membersihkan sperma yang belepotan di pipi ku. Tak lupa kubersihkan pula penis Pak Mahfud dan Vaginaku. Aku juga mengambilkan air putih untuk beliau yang nampak lelah.
“Ini Pakk, minummm dulu.” Sambil memberikan segelas penuh air putih kepada beliau.
“Auuuuhhhh.” Aku kaget ketika beliau menarik puting susuku dengan gemas setelah menghabiskan minumnya.
“Bapak gemesss sekali dengan Mbak Asihhh. Nakal ya..” Ucapnya, mungkin karena ulahku yang telah membuatnya orgasme tadi. Sempat aku melihat ke selangkangan beliau, ternyata penisnya telah kembali tegak menantang..
Hebat sekali Pak Mahfud, bathinku. Tanpa menunggu lama, kembali beliau memagut ku, mengulum dengan gemas bibirku dengan bibirnya yang berkumis tebal itu. Hingga merembet ke dada yang selangkanganku.
“Ahhhh, terusssssss Pakkkkk.” Aku hanya bisa melenguh kenikmatan merasakan ulah beliau.
Akhirnya kini Beliau memposisikan tubuhnya diselangkanganku, dengan bertumpu pada lututnya diarahkannya penisnya ke vaginaku, sambil kakiku dibentangkan ke samping dan ditekuk. Kini aku bisa leluasa melihat penis yang selama ini aku bayangkan itu memasuki tubuhku.
Penisnya begitu tebal, dengan urat-uratnya begitu menonjol, menambah keindahan dan kekokohannya. Kepala penisnya lebih besar dari batangnya, berwarna kemerahan, dan sangat bagus, bentuknya seperti helm. Akupun kini berdebar merasakan vaginaku mulai ditekan dan dimasukinya dengan perlahan.
“Ahhhh,” jeritku tiba-tiba. Beliau secara yang semula perlahan memasuki liang vaginaku, tiba-tiba memasukkan penisnya dengan cepat hingga amblaslah semua tertelan vaginaku.. Cerita dewasa ini di upload oleh situs ngocoks.com
“Akhhhh memekmu sempit sekali mbak Asih, enakkkkk bangettt”, ceracaunya.
“Ayo Pak di genjot”, aku meracau tak karuan.
“Setubuhi aku Pak, cepat”.
Beliaupun segera mempercepat sodokannya, disertai bunyi keciplok yang cukup keras, aku hanya bisa mendesah tak karuan, sambil menoleh ke kanan dan kekiri, tak mapu menahan kenikmatan yang tiada tara ini. Kini beliau sudah ambruk di atasku. Sambil bertumpu pada tangannya, Pak Mahfud memacu penisnya lebih cepat..
“Ahhh aku semakin tak tahan”, bathinku. Keringat beliau yang cukup banyak menetes melalui dagu, dan dadanya yang berbulu lebat dan menggairahkan itu.
Tangankupun segera bergerilnya, merabai, dan meremas-remas dada Pak Mahfud yang kekar dan berbulu itu. Sambil sesekali tanganku bermain dengan puting susunya, memilin dan menariknya dengan kuat, hingga membuat Pak Mahfud mengerang.
“Paaakk, akuu mau keluaaaaaarr lagi, desahku tak tertahankan”.
“Tunggguu sayangku, Bareng-bareng bapak sekaliaaann”.
“Crot Croot croots,”
Akhirnya beliau menumpahkan spermanya yang begitu melimpah ke dalam vaginaku, bersamaan dengan orgasme keduaku malam itu. Sambil menunggu orgasmenya tuntas, Pak Mahfud masih sangat semangat mengenyoti payudaraku yang montok.
Sambil mulutnya terus menyusu dan menyedot dengan kuat puting susuku yang berwarna semakin merah karena dari tadi menjadi sasaran Pak Mahfud. Akhirnya beliau rebah disampingku setelah orgasme hebat yang melanda tadi. Hingga kurasakan cairan cintaku dan Pak Mahfud merembes, dan mengalir ke anusku.
Diam-diam aku kagum juga dengan stamina dan tubuh Pak Mahfud ini, sudah kepala lima tapi masih sangat kuat, dan tubuhnya yang berbulu itu begitu menggairahkan, apalagi ketika mengkilap basah oleh keringat.
Kulihat juga, batang kejantanan yang telah memuaskanku, sekarang telah lemas, mengkilap oleh cairan cinta kami berdua. Segera aku peluk Pak Mahfud yang sudah terkulai lemas di sampingku, aku ciumi bibir dan kumis tebalnya, beliau hanya merespon sejenak, mungkin capek pikirku.
Sekarang aku berpindah ke dadanya. Bermain-main di dadanya yang berbulu itu, menyusu pada pentil nya yang tegak menantang, dan meremasi dan membelai bulu dadanya yang membelukar indah. Beliau hanya melnguh kuperlakukan seperti itu..
“Oh, Pak Mahfuddd, aku ketagihaaannnn !”