Malam itu Maya membuka pembicaraan soal siapa yang akan menemaninya jika aku ke Jakarta. Dia memutuskan memilih adiknya sendiri. “Lho kalau adikmu, kenapa gak dari dulu-dulu.” tanya ku.
Menurut Maya sejak awal dia sudah ingin mengajak adiknya, tetapi neneknya melarang, karena khawatir adiknya mengganggu pekerjaan Maya. Pertimbangan neneknya bener juga sih. Selain itu neneknya ternyata tidak tahu kelemahan Maya yang penakut itu.
Setelah hampir setahun bekerja di tempatku baru neneknya mengizinkan adiknya ikut menemani Maya. Mengenai kemungkinan mengganggu keintiman, Maya sudah punya siasat. Menurut dia bisa dilakukan setelah adiknya tertidur. Pikirku masuk akal juga siasatnya.
Dia minta izin membawa adiknya yang ternyata juga perempuan. Jadi mereka itu dua bersaudara perempuan. Adiknya baru berumur 11 tahun, kelas 5 SD. Dia bisa berangkat dari rumah ku di kebun diantar Maya. Aku baru memberi Maya sebuah sepeda motor matic.
Jadilah kehidupan kami bertiga di atas. Adik Maya juga cantik tapi tidak seperti kakaknya.
Wajah orientalnya menonjol, mungkin karena bibit Taiwan. Rambutnya lurus hitam. Tubuhnya agak jangkung untuk anak seumur 11tahun, badannya berisi.
Benar kata Maya, aktifitas hubungan kami tidak terganggu, karena pergumulan selalu dilakukan menjelang tengah malam. Setelah mencapai kepuasan, Maya kembali ke kamarnya. Aku tidak memberi kamar pembantu untuknya, tetapi kamar di sebelahku yang kuberi dua buah kasur.
Mudah-mudahan adiknya tidak terganggu tidurnya ketika ada erangan kakaknya di kamarku. Sampai sekitar 3 bulan semuanya berjalan aman-aman saja. Adik Maya yang bernama nama Deasy juga makin manja kepadaku. Dia ikut-ikutan memanggil ku Ayah.
Namanya menyimpan bangkai, akhirnya tersua juga. Tengah malam itu kami lagi asyik bermain, Posisi Maya diatas sedang aku dibawah. Maya membelakangi pintu, tetapi aku bisa melihat pintu.
Tanpa suara pintu yang lupa aku kunci terbuka perlahan-lahan. Aku terkejut karena Deasy melihat situasi di kamarku. Dia pasti melihat jelas di keremangan cahaya tubuh kami berdua bugil.
Aku tidak memberi tahu Maya yang sedang asyik. Jariku memberi kode agar Deasy masuk. Dia paham dan masuk perlahan-lahan lalu duduk disamping kami. Maya terkejut, tetapi dia tidak bisa berlindung dan menyembunyikan ketelanjangan dan adegan kami.
“Ngapain lu,” tanya Maya.
“Kakak ngapain,” dijawab Deasy dengan pertanyaan juga.
Maya yang berhenti sebentar bergerak lalu melanjutkan gerakannya, karena tadi aku merasa dia sudah hampir mencapai finish. Namun akibat gangguan tadi mungkin dia harus mengulang dari awal lagi untuk menaikkan tingkat kenikmatannya sampai mencapai puncak.
Deasy ternyata tanpa rasa malu atau rikuh duduk saja menonton permainan kakaknya dengan aku. Aku tidak tahu, anak seumur dia apakah terpengaruh nafsunya atau tidak. Kalau dia memahami soal persetubuhan, tentunya dia malu melihat adegan ini. “ kakak ngapain sih,” tanyanya.
Pertanyaan itu menjelaskan bahwa memang dia belum tahu soal ngentot. Kakaknya ditanya begitu tidak menghiraukan dia terus bergerak mengejar puncak kenikmatannya.
Celakanya rintihan Maya tidak dia simpan malah dilepas begitu saja seolah-olah tidak ada adik di sampingnya. Ketika mencapai orgasme malah Maya berteriak histeris yang membuat adiknya makin melotot.
Kehadiran Deasy menggangu aku mencapai kenikmatan, sehingga aku tidak mencapai orgasme. Setelah orgame tuntas, Maya bangkit dan masuk ke kamar mandi, Dengan mengenakan kemben dia tarik adiknya masuk ke kamarnya. Aku mendengar mereka berbicara, tetapi tidak terlalu jelas benar.
Keesokan harinya situasi berjalan normal, seperti tidak terjadi apa pun. Maya berbisik kepadaku bahwa Deasy berjanji simpan rahasia. Dia tidak ingin kakaknya tidak bekerja lagi.
Mungkin setelah Deasy bekerja, membawa kemakmuran bagi keluarga mereka, selain HP yang juga untuk Deasy, mungkin uang belanja untuk rumah neneknya, juga motor matic yang sekarang dijadikan kendaraan kebanggaan.
Sebelum Maya bekerja ditempatku, jangankan sepeda motor, televisi pun tidak ada di rumah, makan pun kata Deasy sering hanya sekali. Aku tidak bisa membayangkan malamnya bagaimana.
Ternyata malam itu tidak ada kejadian apa-apa. Maya dan Deasy masuk kamar setelah menonton TV. Sementara aku masih mengikuti siaran National Geography. Sejam sudah berlalu akhirnya aku pun masuk peraduan lalu tidur berselimut tebal.
Malam kedua, Maya masuk ke kamarku sekitar jam 1 malam dia langsung memelukku dan meremas senjata kebanggaanku. Aku belum terlalu sadar, karena sedang tidur nyenyak.
Kami saling memuaskan diri dan Maya tidak mau pindah tidur ke kamarnya. Pagi sekali Deasy duluan bangun dia langsung menyusul ikut tidur. Tapi dia memilih posisi di tengah diantara aku dan Maya.
Tidak lama kemudian mereka bangun karena Deasy harus ke sekolah. Mereka masuk kamar mandi di luar aku juga mandi di dalam kamar mandi kamarku.
Rasanya hanya malam itu saja yang kami bisa leluasa. Malam berikutnya Deasy menuntut ingin tidur bersama dengan aku. Bahkan kata Maya, si Deasy tetap ingin tidur bersama ayah, meski kakaknya tidak mau. Aku jadi geli tapi aku pendam dalam hati. Mana mungkin Maya mau tidur sendiri di kamar, orang penakut begitu.
Aku tidak tahu apa maksud Deasy sebenarnya ikut tidur di kamarku. Apakah dia ingin mencegah perbuatan kakaknya dengan aku atau maksud lain yang aku belum tahu. Yang jelas Deasy ingin tidur ditengah.
Permintaan itu aku pikir pasti Deasy ingin mencegah kakaknya akrab dengan ku. Tapi kalau itu niatnya mestinya semua gerak-gerik Maya yang dekat denganku akan dia halangi, tapi ini tidak. Dia hanya menghalangi aku tidur di sebelah Maya.
Ah dasar anak kecil. Tapi apakah zaman keterbukaan informasi seperti sekarang ini, anak seusia Deasy bisa dianggap anak kecil yang belum banyak tahu. Dalam obrolan selama berbaring, Deasy tidak menyinggung sedikitpun soal sex. Dia tampaknya rindu dengan sosok ayah. Dia memang memposisikan aku sebagai ayahnya. Bermanja-manja adalah kelakuannya dia setiap hari.
Dengan kehadiran Deasy tiap malam diantara aku dan Maya, akibatnya kami tidak bisa bertempur. Aku bisa menahan diri, tapi Maya tampaknya tidak.
Beberapa kali dia mengatur strategi mengajak aku keluar masuk kekamarnya dan kami bertempur disana. Rupanya anak seusia Maya sudah mempunyai ketergantungan sex. Apakah karena dia memiliki gen Bapaknya yang bule, atau pengaruh makanan yang sekarang gizinya lebih baik daripada zamanku dulu.
Suatu malam ketika kami tidur bertiga, sementara aku tidak bisa tidur, mungkin karena siangnya aku sempat tidur agak lama ketika jam istirahat siang. Aku ingin tahu Deasy yang umurnya 11 tahun ini bagaimana bodynya.
Aku yakin dia sudah nyenyak, ketika aku raba dadanya dari balik baju. Terasa ada tonjolan kecil payudaranya. Jika sehari-hari tonjolan teteknya yang baru tumbuh itu tidak terlihat. Tampaknya dadanya masih rata.
Aku tekan-tekan pelan, teteknya kenyal banget. Tidak puas meraba dari luar lalu tanganku masuk ke balik kausnya dan meraba teteknya. Tonjolan kecil teteknya masih belum ada pentilnya, atau mungkin tidak teraba.
Ngaceng akibatnya, dan mana ada puasnya. Setelah mengetahui dan meremas tetek kecil, ingin pula menjamah memeknya. Perlahan-lahan tanganku menyusup masuk kebalik celana pendeknya dan terus menyusup ke dalam celana dalamnya.
Memeknya teraba cembung dan terasa ada bulu halus di ujung atasnya. Meski bulu itu terasa halus tetapi cukup banyak juga di bawahnya masih terasa bulu yang baru tumbuh.. Belahan memeknya aku raba juga.
Belahan masih rapat membuat aku penasaran sehingga jariku aku usahakan masuk sedikit ke belahan memeknya. Agak basah dan licin di dalamnya.
Aku berpikir apakah memek memang selalu dalam keadaan lembab. Selama ini aku ketahui memek jika berlendir begini, pemiliknya dalam keadaan terangsang. Tapi aku tahu dia kan tidur nyenyak, jadi mana mungkin terangsang. Setelah puas menjamah aku tarik tanganku dan mencium sisa cairan di jariku. Tidak tercium aroma apa-apa.
Aku tenang, karena merasa aksiku tidak diketahui pemiliknya. Tapi aku galau karena birahiku melonjak. Karena situasi tidak terlalu kondusif, aku terpaksa redam. Tiba tiba Deasy memelukku.
Aku anggap ini hal normal, karena mungkin dia menganggap aku seperti gulingnya. Namun suara nafasnya kok agak memburu. Kalau dia tidur mestinya nafasnya tidak begini.
Wah apa aku ketahuan ya? Selain soal nafas aku merasa pahaku seperti sengaja ditempeli gundukan memeknya malah terasa seperti ditekan oleh pemiliknya. Aku lalu berpikir bahwa analisaku dipengaruhi oleh nafsu, sehingga hasil analisanya bisa ngawur. Aku mencoba tidur dan akhirnya memang tertidur juga.
Sampai bangun tidur tidak ada insiden apa-apa. Hanya yang aneh pagi ini Deasy minta mandi bersama-sama di kamar mandiku. Aku tidak perlu keberatan karena toh dia sudah pernah menonton kami lagi bersetubuh.
Mungkin pengaruh udara dingin, penisku agak membengkak, meski tidak sampai tegak. Ini mungkin birahi semalam yang tidak tersalurkan. Bertiga sudah bugil dan kami mandi dengan shower air hangat.
Aku perhatikan memang benar payudara Deasy baru tumbuh, Daging teteknya terlihat kencang, karena mungkin masih kecil. Di selangkangannya terlihat ada sekompok bulu halus di ujung atas lipatan kemaluannya.
Semula aku duga dia masih gundul, di memeknya, tetapi ternyata sudah ada bulu-bulu di sana. Mungkin ras oriental lebih cepat punya bulu, di bandingkan orang melayu. Di bawah sekumpulan bulu terlihat daging cembung yang dibelah oleh lipatan yang rapat
Saling bersabun dan bercanda sedikit menjadi suasana keakraban dan keterbukaan. Dengan demikan tidak ada yang kami tutupi lagi diantara kami. Sampai siang tidak ada kejadian apa-apa dan kebetulan hari itu Maya tidak minta jatah. Dia tampaknya sibuk dengan urusan akuntingnya.
Maya konsentrasi dengan pekerjaannya. Menurut pegawaiku yang menangani akunting, Maya cepat paham dengan bidang kerjanya. Kemauan dia memang keras untuk mengusai pekerjaan. Menurutku pengamatanku intelektualnya cukup tinggi.
Hari itu hujan sehingga aku tidak bisa keliling kebun. Aku istirahat saja di atas sambil menikmati singkong rebus dan kopi hangat . Deasy seperti biasanya duduk merapat denganku.
“Yah Tadi malam adik ngrasa enak deh dipegang-pegang ama ayah,” kata Deasy yang menyentak ku. Ternyata anak ini tidak tidur, atau dia terbangun lalu pura-pura tidur membiarkan aksiku menggerayanginya. Pantas saja nafasnya memburu dan celah memeknya basah.
Dia tanya ke aku kenapa tidak bermain lagi dengan kakaknya seperti ketika dia lihat pertama kali. Aku katakan, kami malu kalau dilihat anak kecil. “Ye ayah kenapa malu, biasa ajalah, kakak aja gak malu,” katanya.
“Nanti malam ya Yah, main sama kakak, adik ingin liat. Bosen kalau liat film di HP, “ katanya.
Memang benar, serbuan teknologi tidak bisa dibendung, sehingga anak 11 tahun sudah puas melihat film porno melalui layar HP.
Jadi meski pun umur 11 tahun dan teteknya baru tumbuh, dia sudah tidak bisa dianggap anak kecil yang masih belum tahu apa-apa. Dia ngerti soal hubungan sex, dan ketika aku tanya apa reaksinya setelah nonton film bokep. “Ah biasa aja, cuma penasaran aja,” katanya.
“Penasaran apa maksudnya” tanyaku.
“Ya, penasaran pengen tahu aja,” katanya singkat.
“Kalau sudah tahu terus mau apa,” tanyaku.
“Ya gak tau lah, emang kenapa sih Yah kok nanya terus,” ujarnya.
Di kepalaku terbayang aku melakukan adegan hubungan sex dengan penonton anak 11 tahun, yang duduk disamping tempat pertempuran.
“Kakak sih sebenarnya gak masalah main sama ayah diliat saya, tapi dia takut nanti ayah yang marah, “ kata Deasy.
Aku merasa bakalmemasuki babak baru, bahkan terbayang kemungkinan aku ngentotin si Deasy. Ah tapi kutepis, karena tidak mungkin anak 10 tahun di ewek. Mungkin lubang vaginanya belum bisa ditikam.
Dan yang lebih mengerikan kalau sampai ketahuan aku bisa masuk penjara untuk waktu yang lama sekali. Mending masuk penjara karena korupsi, tapi kalau ngentotin anak di bawah umur rasanya tak terbayangkan malunya.
Sebetulnya Maya pun masih tergolong di bawah umur, karena dia masih sekitar 17 tahun. Tapi aku dan dia sudah seperti suami istri bermain sesuka kami. Kutepis juga bahwa tidak mungkin Maya mengizinkan adiknya aku “sikat”.
Suatu kesempatan di sore hari ketika aku sedang jalan, Maya mendekatiku. Kami duduk-duduk berdua di kursi di kebun belakang. “Adik tadi ngomong apa yah,” tanya Maya.
“Katanya kamu tidak keberatan main ditonton adik,” ujarku.
“Terus,” selidiknya.
“Ya itu aja, apa emang bener,” tanyaku.
“Bener sih, tapi gimana ya, apa ayah bisa,” tanyanya.
“Yah gak tau, emang rada risih sih tapi, kita kan belum coba. Cuma aku khawatir nanti adikmu terpengaruh, gimana,” tanyaku.
“Terpengaruh gimana, maksud ayah, pengen juga ?” tanya Maya.
“ Iya mungkin saja begitu kan.” kataku.
“Gimana kalau dia pengen juga,” tanyaku.
“Gak tau ya,” ujarnya.
“Apa ayah mau juga ama adik,” ujar Maya.
“Ah masih terlalu kecil, mana bisa masuk, lubangnya aja masih kecil gitu,” kataku.
“Iya sih,” ujar Maya.
Malam itu Maya mencoba bermain di depan adiknya. Aku pun mencoba melayaninya dengan normal tanpa menghiraukan kehadiran adiknya. Kami memulai dengan saling bercumbu diakhiri dengan saling mengoral sampai mencapai orgasme.
Aku di oral tidak bisa mencapai orgasme, beda dengan Maya yang rasanya malah lebih cepat mencapai kepuasan. Aku mengarahkan penisku memasuki lubang kenikmatan Maya.
Seperti biasa mengawali permainan dengan posisi MOT lalu berganti WOT, dan Doggy. Entah mengapa aku susah mencapai orgasme, sebaliknya Maya malah lebih cepat.
Deasy melihat dari dekat gerakan penisku maju mundur di memek kakaknya. Kadang-kadang dia malah meraba-raba kantong zakarku ketika sedang bekerja menghunjam memek. Rasa ingin tahunya ternyata besar.
Kami bertempur sekitar 30 menit, Deasy sudah dapat 2x orgasme sedang aku hanya lelah saja tanpa mencapai orgasme. Badanku lelah. Sehingga keringat membasahi tubuhku demikian juga si Maya. Aku dan Maya berbaring berdua denganku berdampingan.
Penisku masih bengkak. Dengan lancangnya Deasy menjamah penisku. Ditekan-tekan, lalu digenggam-genggam. Dia melihat dari dekat diangkat- diputar, lalu kantong zakarku juga di pegang-pegang. Ngocoks.com
Aku biarkan dia memuaskan memperhatikan genitalku. Setelah dia puas, dia minta aku menjamahi tubuhnya. Tanpa aku minta dia membuka bajunya semua setelah bugil dia memelukku yang juga masih bugil. Kakaknya diam saja melihat kelakuan adiknya. Deasy mengambil posisi berbaring diantara aku dan Maya. Kami beselimut karena hawa dingin mulai terasa.
Menanggapi keinginan Deasy aku meremas tetek kecilnya pelan-pelan, dan memainkan pentilnya yang masih sangat kecil. Nafasnya mulai memburu. Badannya menegang. Mungkin inilah bedanya wanita dewasa dengan anak dibawah umur menanggapi kenikmatan sex. Aku mempermainkan tetek kecilnya, sampai nafas Deasy benar-benar memburu.
Puas mempermainkan benjolan kecil, tanganku beralih ke apem kecil di selangkangan. Pertama-tama aku belai gundukan dengan garis ditengahnya. Deasy kembali kaku tubuhnya seperti orang kejang.
Dia diam tidak bersuara, seperti mengerang, mendesis atau merintih. Kakinya merapat dan tegang sekali. Aku pikir dia tegang bukan karena takut, karena cumbuan ini juga atas permintaan dia sendiri.
Maya sudah tertidur dengan dengkuran halus. Aku memainkan belahan memek Deasy dan berusaha mencari clitorisnya. Tidak mudah menemukan tonjolan clitoris. Ada terasa tonjolan, tapi rasanya bukan clitoris, tetapi lipatan bibir dalam (labia minora).
Aku menggosok lipatan tonjolan itu. Deasy bergerak-gerak pinggulnya mengikuti irama kilikanku di lipatan tonjolan. Kadang-kadang dia berhenti, tapi badannya kaku, tegang banget. Cukup lama aku mengilik kemaluan Deasy, aku menanti kapan dia mencapai orgasme.
Aku tidak menangkap tanda-tanda dia orgasme, seperti wanita dewasa. Lama-lama jariku pegal dan lelah juga, karena seperti tidak ada ujungnya. Akhirnya ku hentikan kilikan itu, karena bosan juga.
Aku sudahi merangsang Deasy. Aku lalu mengatur posisi untuk lanjut tidur, meskipun penisku masih menegang. Deasy merangkulku sambil tidur miring. Celakanya tangannya menggapai penisku dan meremas-remasnya.
Tentunya penisku jadi makin keras. Dibukanya selimut dibagianku dan dia menaikiku. Memeknya di arahkan ke penisku dia pegangi penisku dan berusaha memasukkan ke lubang vaginanya.
Aku biarkan saja, karena aku tahu pasti dia tidak bisa memasukkan. Biar saja dia tahu sendiri bahwa lubangnya memang belum waktunya dimasuki penis dewasa. Toh dia akan berhenti berusaha nanti kalau merasa perih.
Ujung penisku dipaksanya memasuki lubang memeknya. Meski belahan memeknya banyak lendir yang licin, tetapi karena lubangnya masih kecil, jadi Deasy sulit memaksakan masuk.
Bersambung…