Namun aku kagum dia berusaha menahan rasa sakit dan perih, karena tetap berusaha menekan memeknya turun agar kepala penisku memasuki, Kepala penisku terasa agak masuk juga, paling tidak seluruh kepala penis ternyata bisa menguak masuk.
Setelah itu terasa terhalang karena meski dia paksa juga tapi tidak bisa masuk lebih dalam. Deasy diam sejenak. Aku diam saja tidak tahu apa yang akan dia lakukan.
Secara tiba-tiba dia paksa menekan dengan melepaskan seluruh berat tubuhnya. Penisku otomatis melesak masuk semua. Sakit rasanya karena seperti kejepit sesuatu yang sangat ketat. Aku waktu itu khawatir tidak bisa dilepas.
Aku segera membalik posisi dengan menindih dia lalu aku menarik pelahan-lahan. Rasanya penisku bisa kutarik, lalu aku coba menekan lagi, ternyata bisa dan tidak tercekat. Memang rasa nya agak sakit.
Kutarik sampai lepas, khawatir gesekanku menimbulkan luka di dinding vaginanya. Anehnya Deasy masih menarik badanku untuk menindihnya. Aku minta dia sabar sebentar. Aku melumasi penisku dengan jelly.
Setelah itu aku coba mencoblos vaginanya. Perlahan-lahan sekali . Walau sambil meringis yang pastinya dia merasa sakit, tetapi tangannya menarik badanku bukan menahannya.
Aku kagum juga memek anak sekecil ini bisa dimasuki penis dewasa. Penisku masuk sepenuhnya. Relatif lebih mudah dari yang tadi. Aku coba tarik sedikit, dan tekan lagi. Penisku tidak terlalu tercekat, meskipun rasa sempit masih menjepit. Maju-mundurnya penisku relatif lancar.
Aku terus mencoba melakukan gerakan naik turun. Rasa nikmatnya tidak bisa kuingkari, sehingga aku tidak mampu menahan perasan memeknya untuk menarik spermaku sampai akhirnya kulepas saja di dalam emeknya.
Darah yang membasahi batang penisku ketika tadi kucabut cukup memerah. Aku sempat membersihkan dengan sapu tangan handuk. Maniku yang meleleh juga berwarna merah muda.
“Kenapa dipaksa sampai kamu kesakitan gitu,” tanyaku.
“Aku penasaran yah. Kak Maya sudah kasi tahu kalau diperawani itu perih dan sakit. Jadi aku udah tahu dan udah membayangkan. Aku pikir sekarng atau nanti, tetap aja sakit. Jadi karena ada ayah dan aku sayang ama ayah jadi aku paksa aja anunya ayah masuk ke memekku,” kata Deasy polos.
Kebutulan itu malam sabtu, sehingga dia besok tidak sekolah dan bisa bangun siang. Aku rasa kalau dia berjalan, pasti selangkangannya terasa perih dan jalannya jadi agak aneh. Bisa-bisa karena itu orang jadi tahu.
Oleh karena itu Deasy aku minta dia tetap diatas seharian dan aku beri pengertian, kalau dia turun, orang bisa tahu kalau dia habis diperawani. Ini bahaya dan bisa merusak semua. Untung Deasy mengerti.
Maya akhirnya tahu karena Deasy sendiri yang menceritakan proses penjebolan segelnya. Dia tidak memprotes ke aku dan juga tidak tampak kecewa karena adiknya sudah tidak perawan lagi gara-gara aku.
Setelah peristiwa itu aku lebih bebas melakukan hubungan dengan Maya. Sampai seminggu Deasy hanya menonton saja. Mungkin sakit di belahan selangkangannya masih membuatnya gentar untuk mencoba lagi. Aku sama sekali tidak membujuk atau mengajaknya bersetubuh. Kalau dia ingin biar saja dia sendiri yang mengambil inisiatif.
Deasy pada usia itu tubuh dan kewanitaannya mulai berkembang. Pinggulnya mulai berisi, pinggangnya mulai terbentuk, pantatnya makin membulat dan pahanya agak membesar. Sementara itu susunya juga tumbuh terus. Hanya jembutnya belum tumbuh sehelai pun.
Setelah mungkin 10 hari, Deasy mengajakku “bermain”. Aku berusaha menolaknya dan kembali aku beri pengertian bahwa dia belum pantas untuk kusetubuhi. Namun dia terus merengek dan matanya berair. Dia menuduh aku lebih sayang kepada kakaknya daripada dia.
Akhirnya kuturuti kemauannya disaksikan kakaknya Deasy kubiarkan bermain dengan penisku. Sebelumnya aku sengaja melumur penisku dengan jelly untuk melicinkan. Deasy mengambil posisi di atas ku dan mengarahkan penisku memasukkan ke lubang vaginanya.
Perlahan-lahan tanpa halangan penisku tenggelam. Dia mencoba bergerak. Tapi karena belum ada pengalaman, maka gerakannya tidak beraturan bahkan sering kali penisku lepas.
Aku terpaksa mengambil kendali dan mengubah posisi menjadi MOT dan mulai memompa pelan-pelan. Deasy diam saja seperti patung. Sulit aku menerka posisi yang memberi kenikmatan baginya. Aku jadi asyik sendiri memompa sampai akhirnya aku muncrat.
Kelihatannya Deasy agak sulit mendapatkan orgasme melalui hubungan. Yah memang karena usianya belum waktunya melakukan hubungan sex.
Deasy sulit mendapatkan orgasmenya meski aku pernah bermain cukup lama Namun yang mengherankan dia selalu menagih minta disetubuhi. Selalu saja dia yang meminta. Sekalipun, aku tidak pernah memulai.
Aku agak penasaran soal orgasme, sehingga setiap kali dia minta di setubuhi aku selalu mengawali dengan mengoralnya. Pada awalnya cukup lama dia mencapai orgasme, sampai aku bosan dan leherku pegal. Jika dia mencapai orgasme badannya menegang kaku dan memeknya berkedut.
Sampai saat aku bisa lancar memainkan memeknya, dia belum mendapat mensturasi. Aku kadang-kadang menyalahkan diriku sebagai orang yang paling kurang ajar di dunia. Mungkin anda kalau berada di posisi saya bisa lebih bijak.
Aku sering termenung membayangkan diriku yang menggauli wanita jauh lebih muda dariku. Kadang-kadang sulit membayangkan situasi itu bisa terjadi, tetapi nyatanya itu sudah menjadi bagian hidupku.
Mungkin ada sekitar 2 tahun hidup seperti itu, sampai payudara Deasy berkembang cukup besar dan tubuhnya juga mekar sebagai gadis yang sangat cantik. Sulit dipercaya melihat keadaan kedua anak itu jika disebutkan bahwa mereka adalah asli kelahiran desa terpencil yang jauh dari Jakarta.
Maya sudah makin piawai di pekerjaannya, Setelah menguasai akunting, dia kutugaskan ke bagian marketing. Pada awalnya dia mendampingiku melakukan tugas pemasaran, tetapi sudah 6 bulan terakhir dia sudah bekerja sendiri. Hasilnya lumayan.
Anak ini sangat berbakat di bidang marketing, wawasannya luas sehingga selalu menemukan pasar-pasar baru. Meski kerjanya sudah bagus, aku ingin membekali dirinya dengan ilmu formal, sehingga aku membujuknya untuk kuliah.
Pada awalnya dia keberatan, karena selain sudah menikmati pekerjaan dia juga mendapat penghasilan yang lumayan besar. Namun aku menjelaskan kepadanya bahwa pengetahuannya jika dibekali dengan pengetahuan dari pendidikan formal, maka dia tidak hanya bisa bekerja di perusahaanku, tetapi di manapun dia ingin bekerja akan dihargai.
Aku sudah merencanakan dia menuntut ilmu di Singapura, Semua biaya akan aku tanggung, termasuk apa yang selama ini dia peroleh tetap akan dia dapatkan. Si Deasy juga ikut sekolah di Singapura, agar kakaknya tidak takut sendiri.
Setelah keberangkatan kedua anak asuhku yang puas aku kentotin, aku kini sendiri lagi, dan rumahku tidak ada yang mengurus kembali. Pak Sudin memahami keadaanku, dia menawarkan agar istrinya yang membantu aku membereskan rumahnya.
Mulanya aku pesimis, soal tawaran Pak Sudin, Namun setelah dia memperkenalkan istrinya aku agak terkesima. Istrinya ternyata jauh lebih muda dari Pak Sudin. Bukan hanya lebih muda tetapi juga penampilannya menggairahkan. Kembali aku menangkap pandangan nakal dari sorot matanya. Aku tidak enak menanggapinya, karena dia adalah istri pegawaiku.
Pak Sudin yang tadinya bekerja di lapangan mengawasi tanaman, kini dia mohon kepadaku untuk bekerja di kantor. Dia mengaku tubuhnya sudah kurang kuat.
Aku tidak keberatan, tetapi aku bingung akan kutempatkan dimana, sementara latar belakangnya memang petani. Dia malah menawarkan diturunkan saja gajinya, yang penting tidak bekerja berat di lapangan.
Umur Pak Sudin baru sekitar 43, tetapi karena kerasnya kehidupan di desa membuat tampilannya jauh lebih tua. Badannya juga kelihatan makin lama makin kurus. Aku menduga dia mengidap suatu penyakit, tetapi dia belum mau berterus terang.
Mengingat istrinya bekerja mengurus rumahku, dan dia belum punya anak meski sudah 5 tahun membina rumah tangga, maka kutawarkan menempati kamar pembantu. Kamar itu aku modifikasi menjadi agak lebih besar.
Aku memberi tugas Pak Sudin sebagai Kepala Urusan Rumah Tangga. Selain memberesi tempat tinggalku dia juga mengurus segala macam keperluan kantor.
Aku memberi arahan kerja apa yang harus dilakukan, maklum jabatan itu tidak pernah dia pahami apa yang harus dikerjakan dan apa tanggung jawabnya, orang petani disuruh ngurus rumah tangga ya maklum saja kalau dia blank.
Istri Sudin selain cantik juga pintar masak. Sudah 3 bulan dia mengurusi rumahku bersama suaminya, mungkin timbangan badanku naik, karena selalu berselera dengan masakan istri si Sudin, terutama buatannya yang istimewa adalah sambal dan sayur asem.
Ada yang hilang setelah tidak ada dua anak ABG dan Imah. Tidak ada yang aku keloni lagi malam-malam. Jadi aku tidak terlalu betah berlama-lama di kebun, kadang-kadang hanya malam minggu saja.
Sebetulnya usahaku makin besar dan makin luas tanamannya. Berkat sistem yang aku terapkan berjalan, maka meski tidak aku awasi setiap hari bahkan dibiarkan saja sebulan tanpa kehadiranku perusahaan tetap jalan.
Istilah sekarang yang lagi populer usahaku sudah bisa auto pilot. Jadi kalau aku ke kebun, sebenarnya hanya refreshing saja.
Sementara itu hampir setiap bulan aku pasti ke Singapura mengunjungi anak asuhku sekaligus memuaskan nafsu sex ku. Mereka tinggal di apartement yang sudah kubeli.
Istri dan anak-anakku tidak mengetahui apartemen baru ini. Aku mempunyai apartemen lain yang biasa dijadikan tempat singgah istri atau anak-anakku kalau ke Singapura.
Suatu malam ketika aku sedang ada di kebun, Pak Sudin katanya minta waktu ingin bicara denganku. Dia sudah mengatakan tadi siang. Kayaknya dia serius sekali ingin bicara khusus denganku.
Aku sulit menduga apa yang ingin disampaikan, aku jadi agak berdebar juga, jangan-jangan dia tahu aku telah menyetubuhi si Maya dan Deasy, dan mungkin juga orang di desa tahu.
Aku jadi tidak tenang setelah Pak Sudin mengatakan ingin ngomong khusus denganku secara pribadi. Pak Sudin kali ini jadi sangat mendebarkan bagiku.
Malam itu selepas makan malam, Pak Sudin duduk berdua denganku di teras depan. Dua cangkir kopi menemani obrolan kami. “Pak maaf ya pak jika yang akan saya kemukakan ini nanti tidak berkenan, bapak lupakan saja, dan anggap saja tidak pernah ada pembicaraan ini,” katanya.
Pernyataan awal pembukaan pertemuan 4 mata ini menambah kebingunganku, karena aku jadi sulit menebak kemana arah yang akan dia bicarakan.
“Begini Pak, saya mau berterus terang kepada Bapak, Saya sekarang ini sedang mengalami penyakit yang kayanya tidak bisa sembuh. Makanya saya minta ke Bapak, untuk pindah kerja dari lapangan ke Kantor, “ katanya.
“Sakit apa, “ tanyaku sambil menyeruput kopi yang takut keburu dingin.
“Saya terkena diabetes, dan gula darah saya tinggi sekali Pak, “ ujar Pak Sudin sambil menunduk sedih. Kayaknya mata dia basah oleh air mata.
“ Ya diabetes memang jarang ada yang bisa disembuhkan, malah kalau tidak di jaga dia akan merusak organ lain, “ ujarku setelah agak tenang soalnya topik yang dibahas ini ternyata tidak seperti dugaanku.
“Saya paham Pak, tapi ada yang membuat saya terbebani lebih berat. Bukan soal biaya pak, saya berterima kasih bapak sedikit banyak membantu saya sehingga saya tidak kewalahan untuk membiayai pengobatan.” katanya.
“Soal apa Pak,” tanyaku.
“Keluarga besar saya, juga istri saya selalu bertanya kapan saya dapat anak, Kami sudah berusaha dalam 8 tahun perkawinan ini, tapi memang tidak diberi rezeki itu kayaknya Pak.” katanya.
Saya menyarankan dia adopsi anak saja, sebab beberapa kasus, setelah satu keluarga yang sulit mendapat keturunan, setelah mengadopsi anak, dia lantas mendapat keturunan.
“Saya paham pak soal itu, tapi bagaimana mau bisa punya keturunan sendiri pak, orang untuk menggauli istri saya saja saya sudah tidak mampu. Praktis sudah 3 tahun terakhir ini pak saya tidak mampu melakukan tugas sebagai suami,” katanya blak-blakan dan bernada sedih.
“Saya memang salah pak, karena kawin telat, jadi belum lama nikah saya sudah loyo,” katanya dengan nada agak menggelikan.
“Saya menawarkan istri saya untuk bercerai agar dia bisa kawin lagi dan dapat keturunan, tapi dia tidak mau pak. Tapi Pak dia sering uring-uringan kalau mencoba merangsang saya tapi tidak pernah berhasil,” katanya.
Saya jadi kurang enak hati, karena Sudin sudah bicara masuk ke wilayah pribadi, tetapi saya diam saja menunggu dia melanjutkan ke arah mana.
“Maaf pak saya benar-benar mohon maaf kalau permintaan saya ini kelewatan,” katanya . Dia terlihat sulit sekali mengutarakan maksudnya.
“Ya sudahlah saya maklumi apa pun yang akan kamu sampaikan, kalau saya bisa tolong, pasti saya tolong, tapi kalau gak bisa Bapak pun, jangan sakit hati pula,” jawabku tenang, sambil penasaran.
“Begini Pak, saya mohon hmmmm, iya pak saya mohon bapak mau membenihi istri saya,” katanya agak tercekat.
Saya seperti mendengar bom mendengar pernyataannya itu. Tapi saya kemudian berpikiran bahwa dia akan melakukan metode bayi tabung dengan mengambil benih saya lalu disemaikan ke indung telurnya. “ Kenapa tidak benih bapak saja yang disemaikan melalui sestem bayi tabung,” tanya saya penuh keheranan.
“Pak saya sudah cek kualitas sperma saya, ternyata sperma saya lemah,” katanya sedih.
“Jadi kamu mau pakai sperma saya untuk dijadikan bibit dengan bayi tabung,” tanya saya dengan antusias.
“Hmmm kalau bapak bersedia, kami inginnya tidak pakai bayi tabung pak,” katanya polos.
Bom kedua meledak lagi mengejutkan saya. Untuk mengatasi grogi saya sruput lagi kopi yang sudah tinggal sedikit.
“Maksud kamu gimana, Sudin,” kataku.
“Saya sudah diskusi dengan istri berhari-hari soal ini pak dan sudah memikirkan berbagai alternatif, tetapi akhirnya kesimpulannya seperti yang saya sampaikan ini. Saya akui ini awalnya memang ide saya.
Istri saya mulanya diam saja. Saya bingung pak dia tidak menjawab tidak atau menjawab setuju. Jadi pak saya sudah ikhlas lahir batin pak, dan akhirnya istri saya juga menerima,” kata Sudin.
Wah aku harus jawab apa ya, terus terang bingung.
“Begini, Din, seandainya saya terima, tetapi kalau istrimu tidak berhasil hamil, bagaimana,?” tanyaku.
“Ya itu juga sudah saya perhitungkan pak, sebetulnya masalahnya bukan hanya ingin punya anak saja Pak, tetapi saya kasian istri saya tidak mendapatkan kebutuhan biologisnya, jadi makanya saya tidak memilih soal bayi tabung,” kata Sudin.
Aku diam-diam memuji pemikiran pegawaiku ini, ternyata dia sudah berpikir jauh.
“Begini din saya tidak bisa menjawab permitaan kamu, saya ingin kamu bicara ini bersama istrimu juga,” jawabku.
Dia kemudian bersamaku masuk kedalam, karena di luar udara juga makin dingin. Sudin memanggil istrinya yang berada di kamar. Mungkin istrinya stress menunggu hasil pembicaraan suaminya denganku.
Istrinya tidak langsung keruang tengah. Dia menyiapkan 2 cangkir teh jahe, untuk aku dan Sudin. Setelah kami duduk bertiga, aku langsung tanyakan ke istrinya Sudin. “Teh (sebutan kakak, bahasa sunda) Pak Sudin sudah bercerita, Teteh ada yang mau disampaikan,” tanya saya.
Istri Sudin masih terlalu muda, karena katanya belum tamat SMA, sudah dilamar langsung nikah. Umurnya ketika itu mungkin sekitar 16 tahun. Jadi sekarang baru sekitar 23 -24 tahun. Ngocoks.com
“Ya pak saya mah ikut kata Pak Sudin aja,” katanya singkat sambil tertunduk malu.
“Begini ya, saya usianya jauh lebih tua dari Pak Sudin, meskipun sejauh ini kondisi saya sehat-sehat saja, tapi siapa tahu nantinya saya tidak bisa memenuhi harapan yang dibebankan kepada saya. Satu hal lagi yang ingin saya tahu, kenapa saya yang dipilih, kenapa bukan orang yang lebih muda, dan lebih ganteng,” tanya saya.
“Pak ini pilihan yang paling sulit, saya menilai Bapak orangnya baik, sopan penuh tanggung jawab. Usia mungkin menjadi tidak penting pak yang penting Bapak sehat.
Sudah seumur segitu saja masih kuat keliling kebun, kerja dari pagi sampai malam, dan kelihatannya tidak pernah ada capeknya. Pak saya tidak menemukan orang lain, apalagi yang lebih muda, tanggung jawabnya saya ragu pak, nanti malah dia macam-macam, saya yang repot,” kata Sudin.
“Teh apa teteh merasa dipaksa ama mang Sudin, apa benar teteh ikhlas dan benar bisa dengan saya,” tanya saya.
“Saya mah demen ama Bapak,” katanya.
Dasar orang desa bahasanya tidak ada basa-basinya. Saya jadi malu hati.
“Apa Teteh gak kasian, Kang sudin tidur sendirian, sementara Teteh tidur ama saya,”
“Saya mah sudah ikhlas lahir batin, kalau istri saya sama bapak, malah saya bersyukur Pak, kalau bapak mau menerimanya, saya bener-bener tidak ngiri pak, Bapak adalah dewa penolong keluarga saya,” jawab Sudin.
“Karena tujuan saya menolong, dan ingin keluarga kamu tetap utuh dan bahagia, permintaan itu bisa saya penuhi, tapi jangan berharap banyak. Tapi saya minta apa pun kejadiannya jangan sampai ada yang tahu soal ini.
Cukup kita bertiga saja. Andai pun nanti ada anak, saya juga rela anak itu manjadi anak mang sudin dan istri. Untuk selanjutnya akan saya bantu biayanya selama saya bisa bantu,” kataku menanggapi pertanyaan mereka.
Sudin langsung menyalamiku dan mencium tanganku, Istrinya ikut-ikutan menyalamiku sambil duduk bersimpuh di depanku seperti posisi sungkem.
“Pak maaf mulai malam ini istri saya akan mengurus bapak, Bapak jangan segan-segan nyuruh dia, anggap saja itu istri Bapak selama bapak di kebun,” kata Sudin.
Bersambung…