Ini dia yang aku tunggu, ah persetan walau dia ini isteri Kyai Hasyim sahabat ayahku aku tak perduli. Anggap saja ini pelajaranku dari Tante Fifi. Dan juga.., oh aku ingin segera merasakan tubuh wanita cantik ini.
“Maksud tante.., apa?”, lanjutku bertanya, pandangan kami bertemu sejenak namun aku segera mengalihkan.
“Kamu kan belum pernah pacaran nih, gimana kalau kamu tante ajarin caranya menikmati wanita..”.
“Ta.., tapi tante”, aku masih ragu.
“Kamu takut sama pak Kyai suamiku? Tenang.., yang ada di rumah ini cuman kita, lho”.
“Wow hebat”, teriakku dalam hati.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Batinku terus berteriak tapi badanku seperti tak dapat kugerakkan. Beberapa saat kami berdua terdiam.
“Coba sini tangan kamu”, aku memberikan tanganku padanya, my goodness tangan lembut itu menyentuh telapak tanganku yang kasarnya minta ampun.
“Rupanya kamu memang belum pernah nyentuh perempuan, Di. Tante tahu kamu baru beranjak remaja dan tante ngerti tentang itu”, ia berkata begitu sambil mengelus punggung tanganku, aku merinding dibuatnya.
Sementara di bawah penisku yang sejak tadi sudah tegang itu mulai mengeluarkan cairan hingga menampakkan titik basah tepat di permukaan celana pendek itu.
“Tante ngerti kamu terangsang melihat tetek ini, dan tante perhatiin belakangan ini kamu sering diam-diam memandangi tubuh tante, benar kan?”, ia seperti menyergapku dalam sebuah perangkap, tangannya terus mengelus punggung telapak tanganku.
Aku benar-benar merasa seperti maling yang tertangkap basah, tak sepatah kata lagi yang bisa kuucapkan.
“Kamu kepingin pegang dada tante kan?”.
Daarr! Dadaku seperti pecah.., mukaku mulai memerah. Aku sampai lupa di bawah sana adik kecilku mulai melembek turun. Dengan segala sisa tenaga aku beranikan diri membalas pandangannya, memaksa diriku mengikuti senyum Nyai Fifi isteri pak Kyai itu, Dan.., astaga.., perempuan cantik ini menuntun telapak tanganku ke arah payudaranya yang menggelembung besar itu. Oooh lembutnya.
“Ta.., ta.., tante.., oohh”, suara itu keluar begitu saja dari bibirku, dan Tante Fifi hanya melihat tingkahku sambil tersenyum.
Adikku bangun lagi dan langsung seperti ingin meloncat keluar dari celana dalamku. Istri pak Kyai itu melotot ke arah selangkanganku.
“Waawww.., besar sekali punya kamu Di”, serunya lalu secepat kilat tangannya menggenggam kemaluanku kemudian mengelus-elusnya.
Secara reflek tanganku yang tadinya malu-malu dan terlebih dulu berada di permukaan buah dadanya bergerak meremas dengan sangat kuat sampai menimbulkan desah dari mulutnya.
“Aaagghhh… enaaaak, isep Di… Ooooooooh… aahh.., mm remas sayang oohh… teruuuuuuuus Di.”
Masih tak percaya akan semua itu, aku membalikkan badan ke arahnya dan mulai menggerakkan tangan kiriku. Aku semakin berani, kupandangi wajah istri pak Kyai itu dengan seksama.
“Teruskan, Di.., buka baju tante”, perempuan itu mengangguk pelan.
Matanya berbinar saat melihat kemaluanku tersembul dari celah celana pendek itu. Kancing dasternya kulepas satu persatu, bagian dadanya terbuka lebar. Masih dengan tangan gemetar aku meraih kedua buah dadanya yang putih itu. Perlahan-lahan aku mulai meremasnya dengan lembut, kedua telapak tanganku kususupkan melewati dasternya.
“Mmm.., tante..”, aku menggumam merasakan kelembutan buah dada besar Tante Fifi yang selama sebulan terakhir ini hanya jadi impianku saja.
Jari jemariku terasa begitu nyaman, membelai lembut daging kenyal itu, aku memilin puting susunya yang begitu lembutnya.
Aku pun semakin berani, dasternya kutarik ke atas dan woowww.., kedua buah dada itu membuat mataku benar-benar jelalatan.
“Mm.., kamu sudah mulai pintar, Di. Tante mau kamu..”, belum lagi kalimat Tante Fifi habis aku sudah mengarahkan mulutku ke puncak bukit kembarnya dan
“Crupp..”, sedotanku langsung terdengar begitu bibirku mendarat di permukaan puting susunya.
“Aahh.., Didi, oohh.., sedoot teruus aahh”, tangannya semakin mengeraskan genggamannya pada batang penisku, celana pendekku sejak tadi dipelorotnya ke bawah.
Sesekali kulirik ke atas sambil terus menikmati puting buah dadanya satu persatu, Tante Fifi tampak tenang sambil tersenyum melihat tingkahku yang seperti monyet kecil menetek pada induknya.
Jelas isteri pak Kyai itu sudah berpengalaman sekali. Batang penisku tak lagi hanya diremasnya, ia mulai mengocok-ngocoknya. Sebelah lagi tangannya menekan-nekan kepalaku ke arah dadanya.
“Buka pakaian dulu, Di” ia menarik baju kaos yang kukenakan, aku melepas gigitanku pada puting buah dadanya, lalu celanaku di lepaskannya.
Ia sejenak berdiri dan melepas gaun dasternya, kini aku dapat melihat tubuh Nyai Fifi yang bahenol itu dengan jelas. Buah dada besar itu bergelantungan sangat menantang.
Dan bukit di antara kedua pangkal pahanya masih tertutup celana dalam putih, bulu-bulu halus tampak merambat keluar dari arah selangkangan itu. Dengan agresif tanganku menjamah CD-nya, langsung kutarik sampai lepas.
“Eeeiit.., ponakan tante sudah mulai nakal yah”, katanya genit semakin membangkitkan nafsuku.
“Saya nggak tahan ngeliat tubuh tante”, dengusanku masih terdengar semakin keras.
“Kita lakukan di kamar yuk..”, ajaknya sambil menarik tanganku yang tadinya sudah mendarat di permukaan selangkangannya.
“Shitt!” makiku dalam hati, baru saja aku mau merasakan lembutnya bukit di selangkangannya yang mulai basah itu.
Isteri pak Kyai itu langsung merebahkan badan di tempat tidur. Tapi mataku sejenak tertuju pada foto pak Kyai yang pakai sorban dengan baju kokonya.
“Ta.., tapi tante”
“Tapi apa, ah kamu, Di” Tante Fifi melotot.
“Tante kan istri pak Kyai”.
“Yang bilang tante istri kamu siapa?”, aku sedikit kendor mendengarnya.
“Saya takut tante, malu sama pak Kyai”.
“Emangnya di sini ada kamera yang bisa dilihat dari Mesir sana? Didi, Didi.., Kamu nggak usah sebut nama pak Kyai itu lagi deh!” intonasi suaranya meninggi, mungkin Nyai yang cantik ini sudah sangat benci kepada suaminya yang mempunyai isteri lagi, perempuan cantik ini memang dimadu oleh pak Kyai sampai rasa benci terhadap suaminya ia lampiaskan dengan jalan menggiring gairah nafsuku untuk menyetubuhinya.
“Trus gimana dong tante?”, aku tambah tak mengerti.
“Sudahlah Di, kamu lakukan saja, kamu sudah lama kan menginginkan memegang payudara tante?” aku tak bisa menjawab, sementara mataku kembali memandang selangkangan Tante Fifi yang kini terbuka lebar.
Hmm, persetan dari mana dia tahu aku sudah menantikan ini, itu urusan belakang. Aku langsung menindihnya, dadaku menempel pada kedua buah payudara itu, kelembutan buah dada yang dulunya hanya ada dalam khayalanku saat beronani sekarang menempel ketat di dadaku.
Bibir kamipun kini bertemu, Nyai Fifi menyedot lidahku dengan lembut. Uhh, nikmatnya, tanganku menyusup di antara dada kami, meraba-raba dan meremas kedua belahan susunya yang besar itu.
“Aggggh, Di kamu anak yang pintar teruuuus Di.”
“Mmm.., oohh.., Nyai.., aahh”, kegelian bercampur nikmat saat Tante Fifi memadukan kecupannya di leherku sambil menggesekkan selangkangannya yang basah itu pada penisku.
“Kamu mau sedot susu tante lagi?”, tangannya meremas sendiri buah dada itu, aku tak menjawabnya, bibirku merayap ke arah dadanya, bertumpu pada tangan yang kutekuk sambil berusaha meraih susunya dengan bibirku.
Lidahku mulai bekerja dengan liar menjelajahi bukit kenyal itu senti demi senti.
“Hmm.., pintar kamu Di, oohh..” desahan isteri pak Kyai mulai terdengar, meski serak-serak tertahan nikmatnya jilatanku pada putingnya yang lancip.
“Sekarang kamu ke bawah lagi sayang..”.
Aku yang sudah terbawa nafsu berat itu menurut saja, lidahku merambat cepat ke arah pahanya, Tante Fifi membukanya lebar dan semerbak aroma selangkangannya semakin mengundang birahiku, aku jadi semakin gila. Kusibak bulu-bulu halus dan lebat yang menutupi daerah vaginanya.
Uhh, liang vagina itu tampak sudah becek dan sepertinya berdenyut, aku ingat apa yang harus kulakukan, tak percuma aku sering diam-diam nonton VCD porno sewaktu di Sumatera. Lidahku menjulur lalu menjilati vagina isteri pak Kyai itu.
“Aggggggh ampuuuuuun, Ooouuhh.., kamu cepat sekali belajar, Di. Hmm, enaknya jilatan lidah kamu.., oohh ini sayang”, ia menunjuk sebuah daging yang mirip biji kacang di bagian atas kemaluannya, aku menyedotnya keras, lidah dan bibirku mengaduk-aduk isi liang vaginanya.
“Ooohh, yaahh.., enaak, Di, pintar kamu Di.., oohh”, Tante Fifi mulai menjerit kecil merasakan sedotanku pada biji kacangnya yang belakangan kutahu bernama clitoris.
Ada sekitar tujuh menit lebih aku bermain di daerah itu sampai kurasakan tiba-tiba ia menjepit kepalaku dengan keras di antara pangkal pahanya, aku hampir-hampir tak dapat bernafas.
“Aahh.., tante nggak kuaat aahh, Didii”, teriaknya panjang seiring tubuhnya yang menegang, tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya yang sejak tadi bergoyang-goyang, dari liang vaginanya mengucur cairan kental yang langsung bercampur air liur dalam mulutku.
“Uff.., Di, kamu pintar bener. Sering ngentot yah?” ia memandangku dengan genit.
“Makasih Di, selama ini tante nggak pernah mengalaminya.., makasih sayang. Sekarang beri tante kesempatan istirahat sebentar saja”, ia lalu mengecupku dan beranjak ke arah kamar mandi.
Aku tak tahu harus melakukan apa, senjataku masih tegang dan keras, hanya sempat mendapat sentuhan tangan Tante Fifi. Batinku makin tak sabar ingin cepat menumpahkan air maniku ke dalam vaginanya.
Masih jelas bayangan tubuh telanjang isteri pak Kyai itu beberapa menit yang lalu.., ahh aku meloncat bangun dan menuju ke kamar mandi. Kulihat perempuan paruh baya yang cantik itu sedang mengguyur tubuhnya dengan air.
“Tante… mau saya entot sekarang?”
“Hmm, kamu sudah nggak sabar ya?” ia mengambil handuk dan mendekatiku.
Tangannya langsung meraih batang penisku yang masih tegang.
“Woowww.., tante baru sadar kalau kamu punya segede ini, Di.., oohhmm”, ia berjongkok di hadapanku.
Aku menyandarkan tubuh di dinding kamar mandi itu dan secepat kilat Nyai Fifi memasukkan penisku ke mulutnya.
“Ohh.., nikmat Tante Fifi oohh.., oohh.., ahh”, geli bercampur nikmat membuatku seperti melayang.
Baru kali ini punyaku masuk ke dalam mulut perempuan, ternyata.., ahh.., lezatnya setengah mati. Penisku tampak semakin tegang, mulut mungil Tante Fifi hampir tak dapat lagi menampungnya. Sementara tanganku ikut bergerak meremas-remas payudaranya.
“Uuuhh.. punya kamu ini lho, Di.., tante jadi nafsu lagi nih, yuk kita lanjutin lagi”, tangannya menarikku kembali ke tempat tidur, Tante Fifi seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan.
Perempuan setengah baya itu langsung merebahkan diri dan membuka kedua pahanya ke arah berlawanan, mataku lagi-lagi melotot ke arah belahan vaginanya. Mm.., kusempatkan menjilatinya semenit lalu dengan tergesa-gesa aku tindih tubuhnya.
“Heh.., sabar dong, Di. Kalau kamu gelagapan gini bisa cepat keluar nantinya”.
“Keluar apa, Tante?”.
“Nanti kamu tahu sendiri, deh” tangannya meraih penisku di antara pahanya, kakinya ditekuk hingga badanku terjepit diantaranya. Pelan sekali ibu jari dan telunjuknya menempelkan kepala penisku di bibir kemaluannya.
“Sekarang kamu tekan pelan-pelan sayang.., Ahhooww, yang pelan sayang oh punya kamu segede kuda tahu!”, liriknya genit saat merasakan penisku yang baru setengah masuk itu.
“Begini tante?”, dengan hati-hati kugerakkan lagi, pelan sekali, rasanya seperti memasuki lubang yang sangat sempit. Ngocoks.com
“Tarik dulu sedikit, Di.., yah tekan lagi. Pelan-pelan.., yaahh masuk sayang oohh besarnya punya kamu.., oohh… Oooh enaaak Di, Aaaagggh panjangnya punya kamu sampai mentok ke dasar Di.
“Tante suka?”.
“Nyai aku entot ya… Gimana Nyai rasanya?”.
“Suka sayang oohh, sekarang kamu goyangin.., mm.., yak gitu terus tarik, aahh.., pelan sayang vagina tante rasanya.., oouuhh mau robek, mmhh.., yaahh tekan lagi sayang.., oohh.., hhmm.., enaakk.., oohh”.
“Kalau sakit bilang saya yah tante?”, kusempatkan mengatur gerakan, tampaknya Tante Fifi sudah bisa menikmatinya, matanya terpejam seraya menggigit bibirnya disertai desahan manjanya.
“Oooh Di setubuhi tante, Agggggh enaaaak Di punyamu besaaaar. Hmm.., oohh..”, Tante Fifi kini mengikuti gerakanku.
Pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang vaginanya bertambah licin saja. Penisku kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi selangkangannya yang becek bertemu pangkal pahaku.
Plak.., plak.., plak.., plak.., aduh nikmatnya perempuan setengah baya ini.
Mataku merem melek memandangi wajah keibuan Tante Fifi yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Buah dadanya tampak bergoyang ke sana ke mari, mengundang bibirku beraksi.
“Ooohh sayang kamu buas sekali. hmm.., tante suka yang begini, oohh.., genjot terus mm”.
“Uuhh tante nikmat tante.., mm tante cantik sekali oohh… Oooh enaknya ngentotin isteri pak Kyai.” Aku mulai meracau nikmat.
“Kamu senang susu tante yah?” Ooohh sedoot teruus susu tantee aahh.., panjang sekali peler kamu oohh, Didii.., aahh”. Jeritannya semakin keras dan panjang, denyutan vaginanya semakin terasa menjepit batang penisku yang semakin terasa keras dan tegang.
“Di..?”, dengusannya turun naik.
“Yah uuhh ada apa tante..?”.
“Kamu bener-bener hebat sayang.., oowww.., uuhh.., tan.., tante.., mau keluar hampiirr.., aahh..”, gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak terasa sudah lima belas menit kami berkutat.
“Ooohh memang enaak Nyai, oohh.., Tante Fifi. Tante Fifi, oohh.., tante, oohh.., nikmat sekali tante memekmu, oohh..” aku bahkan tak mengerti apa maksud kata ‘keluar’ itu.
Bersambung…