Aku hanya peduli pada diriku, kenikmatan yang baru pertama kali kurasakan seumur hidup. Tak kuhiraukan tubuh isteri pak Kyai yang menegang keras berkejat-kejat, kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku yang sedang asyik turun naik itu,
“Aaahh.., Di.., dii.., tante ke..luaarr laagii.., aahh”, vagina Tante Fifi terasa berdenyut keras sekali, seperti memijit batangan penisku dan uuhh ia menggigit pundakku sampai kemerahan.
Kepala penisku seperti tersiram cairan hangat di dalam liang rahimnya.
“Agggh Oooh ampuuuun enak Di penis besarmu”.
Sesaat kemudian ia lemas lagi. Tak kusangka isteri seorang Kyai, wanita yang kuanggap alim dan terpelajar saat kusetubuhi bisa menjadi liar bagai penari erotis, tubuhnya meliuk liuk saat mencapai orgasme.
“Tante capek’
“Maaf tante kalau saya keterlaluan..”.
“Mmm.., nggak begitu Di, yang ini namanya tante orgasme, bukan kamu yang salah kok, justru kamu hebat sekali.., ah, ntar kamu tahu sendiri deh.., kamu tunggu semenit aja yah, uuhh hebat”.
Aku tak tahu harus bilang apa, penisku masih menancap di liang kemaluannya.
“Kamu peluk tante dong, mm”.
“Ahh tante, saya boleh lanjutin nggak sih?”.
“Boleh, asal kamu jangan goyang dulu, tunggu sampai tante bangkit lagi, sebentaar aja. Mainin susu tante saja ya”.
“Baik tante..”.
“Kau tak sabar ingin cepat-cepat merasakan nikmatnya ‘keluar’ seperti Tante ya.”
Ia masih diam saja sambil memandangiku yang sibuk sendiri dengan puting susu itu. Beberapa saat kemudian kurasakan liang vaginanya kembali bereaksi, pinggulnya ia gerakkan.
“Di..?”.
“Ya tante?”.
“Sekarang tante mau puasin kamu, kasih tante yang di atas ya, sayang.., mmhh, pintar”.
Posisi kami berbalik. Kini isteri pak Kyai menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya kembali menuntun batang penisku yang masih tegang itu memasuki liang kenikmatannya, dan uuhh terasa lebih masuk.
Tante Fifi mulai bergoyang perlahan, payudaranya tampak lebih besar dan semakin menantang dalam posisi ini. Tante Fifi berjongkok di atas pinggangku menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana penisku keluar masuk liang vaginanya yang terlihat penuh sesak, sampai bibir kemaluan itu terlihat sangat kencang.
“Ooohh enaak tante.., ooh Tante Fifi.., ooh Nyai.., oo.., hmm, enaak sekali.., oohh..memek enak” Kedua buah payudara itu seperti berayun keras mengikuti irama turun naiknya tubuh isteri pak Kyai itu.
“Remees susu tante sayang, oohh.., yaahh.., pintar kamu.., oohh.., tante nggak percaya kamu bisa seperti ini, oohh.., pintar kamu Didi oohh.., ganjal kepalamu dengan bantal ini sayang”, Tante Fifi meraih bantal yang ada di samping kirinya dan memberikannya padaku.
“Maksud tante supaya aku bisa.., crup.., crup..”, mulutku menerkam puting payudaranya.
“Yaahh sedot susu tante lagi sayang.., mm.., yak begitu teruus yang kiri sayang oohh”.
Tante Fifi menundukkan badan agar kedua buah dadanya terjangkau mulutku. Decak becek pertemuan pangkal paha kami semakin terdengar seperti tetesan air, liang vaginanya semakin licin saja. Entah sudah berapa puluh cc cairan kelamin isteri pak Kyai yang meluber membasahi dinding vaginanya. Tiba-tiba aku teringat adegan filn porno yang dulu pernah kulihat,
“Yap.., doggie style!” batinku berteriak kegirangan, mendadak aku menahan goyangan Tante Fifi yang tengah asyik.
“Huuhh.., oohh ada apa sayang?”, nafasnya tersenggal.
“Saya mau pakai gaya yang ada di film, tante”.
“Gaya yang mana, yah..,?”.
“Yang dari belakang tante harus nungging”.
“Hmm.., tante ngerti.., boleh”, katanya singkat lalu melepaskan gigitan vaginanya pada penisku.
“Yang ini maksud kamu?”, isteri pak Kyai itu menungging tepat di depanku yang masih terduduk.
“Iya Nyai ini namanya anjing kawin..”
Hmm lezatnya, pantat Tante Fifi yang besar itu kuremas-remas dan belahan bibir vaginanya yang memerah membuat nafsuku memuncak, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi menyusupkan penisku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku meraih buah dada besarnya.
“Ooohh.., ngg.., Agggh yang ini hebaat Di.., oohh, genjot yang keras sayang, oohh.., tambah keras lagi..,”
“Uuuhh… Enak ya Nyai?. Aku suka ngentot sama Nyai ayo tante jalang goyangin dong pantatnya.”
“Oooooh Di setubuhi aku sesuka hatimu, tante suka Di.”
Kata-kata kotor Didi membuat isteri pak Kyai itu kian terangsang hebat ia goyangkan pantatnya mengikuti irama tusukan penis yang menerobos liang vaginanya.
Kepalanya menggeleng keras ke sana ke mari, aku rasa Tante Fifi sedang berusaha menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannyapun makin ngawur.
“Ooohh.., jangan lama-lama lagi sayang tante mau keluar lagi ooh..” aku menghentikan gerakan dan mencabut penisku.
“Baik tante sekarang.., mm, coba tante berbaring menghadap ke samping, kita selesaikan dengan gaya ini”.
“Kamu sudah mulai pintar sayang mmhh”, Tante Fifi mengecup bibirku.
Perintahku pun diturutinya, ia seperti tahu apa yang aku inginkan. Ia menghempaskan badannya kembali dan berbaring menghadap ke samping, sebelah kakinya terangkat dan mengangkang, aku segera menempatkan pinggangku di antaranya. Buah penisku bersiap lagi.
“Aaahh tante.., uuhh.., nikmat sekali, oohh.., Nyai sekarang, oohh.., saya nggak tahan Nyai.., enaak.., oohh”.
“Tante juga Didi.., Didi.., Didi sayaangg, oohh.., keluaar samaan sayaang ooh” kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar, ada sebentuk energi yang maha dahsyat berjalan cepat melalui tubuhku mengarah ke bawah perut dan,
“Craat.., cratt.., craatt.., cratt”, entah berapa kali penisku menyemburkan cairan kental ke dalam rahim isteri pak Kyai yang tampak juga mengalami hal yang sama, selangkangan kami saling menggenjot keras.
Tangan Tante Fifi meremas sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti merasakan sesuatu yang sangat hebat, tubuhnya berkejat kejat isteri pak Kyai itu mengerang seperti anak kucing.
Beberapa menit setelah itu kami berdua terkapar lemas, Tante Fifi memelukku erat, sesekali ia mencium mesra. Tanganku tampaknya masih senang membelai lembut buah dada Tante Fifi.
Kupintir-pintir putingnya yang kini mulai lembek. Mataku memandangi wajah manis perempuan paruh baya itu, meski umurnya sudah berkepala empat namun aku masih sangat bernafsu melihatnya.
Wajahnya masih menampakkan kecantikan dan keanggunannya. Meski mulai tampak kerutan kecil di leher wanita itu tapi.., aah, persetan dengan itu semua, Tante Fifi adalah wanita pertama yang memperkenalkan aku pada kenikmatan seksual. Bahkan dibanding Devi, Rani, Shinta dan teman sekelasku yang lain, perempuan paruh baya ini jauh lebih menarik.
“Tante nggak nyangka kamu bisa sekuat ini, Di..”.
“Hmm..”.
“Betul ini baru yang pertama kali kamu lakukan?”.
“Iya tante..”.
“Nggak pernah sama pacar kamu?”.
“Nggak punya tante..”.
“Yang bener aja ah”.
“Iya bener, nggak bohong kok, tante.., tante nggak kapok kan ngajarin saya yang beginian?”.
“Ya ampuun..” Ia mencubit genit, “Masa sih tante mau ngelepasin kamu yang hebat gini, tahu nggak Di, suami tante nggak ada apa-apanya dibanding kamu..”.
“Maksud tante?”.
“Pak Hasyim itu kalau main paling lama tiga menit.., lha kamu? Tante sudah keluar beberapa kali kamu belum juga, apa nggak hebat namanya”.
“Ngaak tahu deh tante, mungkin karena baru pertama ini sih..”.
“Tapi menurut tante kamu emang punya bakat alam, lho? Buktinya baru pertama begini saja kamu sudah sekuat itu, apalagi kalau sudah pengalaman nanti.., pasti tante kamu bikin KO.., lebih dari yang tadi”.
“Terima kasih tante..”.
“Untuk?”.
“Untuk yang tadi… Karena saya bisa ngentotin Nyai, saya sudah lama mengkhayali Nyai sambil beronani dan malam ini saya puas sekali bisa menyetubuhi isteri pak Kyai yang cantik ini he heee.”
“Tante yang terima kasih sama kamu.., kamu yang pertama membuat tante merasa seperti ini”.
“Saya nggak ngerti..”.
“Di.., dua puluh tahun lebih sudah usia perkawinan tante dengan Pak Hasyim. tak pernah sedetikpun tante menikmati hubungan badan yang sehebat ini. Suami tante adalah tipe lelaki egois yang menyenangkan dirinya saja. Tante benar-benar telah dilecehkannya.
Belakangan tante berusaha memberontak, rupanya dia sudah mulai bosan dengan tubuh tante dan seperti rekannya yang lain sesama Kyai, ia menyimpan beberapa wanita sebagai isteri kedua untuk melampiaskan nafsu seksnya.
Tante tahu semua itu dan tante nggak perlu cerita lebih panjang lebar karena pasti kamu sudah sering mendengar pertengkaran tante”, Suaranya mendadak serius, tanganku memeluk tubuhnya yang masih telanjang.
Ada sebersit rasa simpati mendengar ceritanya yang polos itu, betapa bodohnya lelaki bernama Kyai Hasyim itu punya perempuan secantik dan senikmat ini di biarkan merana.
Tante Fifi terpejam begitu tanganku menyentuh permukaan buah dadanya, merayap perlahan menyusuri kelembutan bukit indah itu menuju puncak dan,
Mmm a.. aku memintir putingnya yang coklat kemerahan itu.
“Agggh?” telapak tanganku mulai lagi, meremasnya satu persatu,
“Hmm”, dengan sebelah tangannya ia meraih penisku yang mulai tegang, jari telunjuk Tante Fifi mengurut tepat di leher bawah kepala penisku, semakin tegang saja, shitt.., aku nggak bisa bersuara.
Aku tak tahan dan beranjak turun dari tempat tidur itu dan langsung berjongkok tepat di depan pahanya di pinggiran tempat tidur, menguak sepasang paha montok dan putih itu ke arah berlawanan.
“Mmmhh.., aahh.., oh nggak,.., uuhh” lidahku langsung mendarat di permukaan segitiga terlarang itu.
“Ssshh yaa.., enakk..?,
Lidahku kian mengganas, kelentit sebesar biji kacang itu sengaja kusentuh.
“Mmm fuuhh.., Tante akan layani kamu sampai kita berdua nggak kuat lagi. Kamu boleh lakukan apa saja. Puaskan diri kamu sayang aahh”, aku tak mempedulikan kata-katanya, lidahku sibuk di daerah selangkangannya.
Malam itu benar-benar surga bagi kami, permainan demi permainan dengan segala macam gaya kami lakukan. Di karpet, sampai sekitar pukul tiga dini hari. Kami sama-sama bernafsu, aku tak ingat lagi berapa kali kami melakukannya. Seingatku disetiap akhir permainan, kami selalu berteriak panjang. Benar-benar malam yang penuh kenikmatan.
Aku terbangun sekitar jam 11 siang, badanku masih terasa sedikit pegal. Tante Fifi sudah tidak ada di sampingku. “Tante..?” panggilku setengah berteriak, tak ada jawaban dari istri pak Kyai yang semalam suntuk kutiduri itu.
Aku beranjak dari tempat tidur dan memasang celana pendek, sprei dan bantal-bantal di atas tempat tidur itu berantakan, di banyak tempat ada bercak-bercak bekas cairan kelamin kami berdua.
Aku keluar kamar dan menemukan secarik kertas berisi tulisan tangan Tante Fifi, ternyata ia harus ke tempat ke sekolah tempat ia mengajar karena ada yang harus dikerjakan. Ngocoks.com
“Hmm.., padahal kalau main baru bangun tidur pastilah nikmat sekali”, pikiranku ngeres lagi.
Aku kembali ke kamar Tante Fifi yang berantakan oleh kami semalam, lalu dengan cekatan aku melepas semua sprei dan selimut penuh bercak itu. Kumasukkan ke mesin cuci. Tiga puluh menit kemudian kamar dan ruang kerja pak Kyai kubuat rapi kembali. Siap untuk kami pakai main lagi.
“Shit….! Aku lupa sekolah.., ampuun gimana nih”,
Sejenak aku berpikir dan segera kutelepon Tante Fifi.
“Selamat pagi?”, suara operator.
“Ya Pagi.., Bu Fifi ada?”.
“Dari siap, pak?”.
“Bilang dari Sonny, anaknya..”.
“Oh Mas sonny”.
“Huh dasar sok akrab”, umpatku dalam hati.
“Saya, Tante. Didi bukan ..”.
“Eh kamu sayang.., gimana? mau lagi? Sabar ya, tungguin tante..”.
“Bukan begitu tante.., tapi saya jadi telat bangun.., nggak bisa masuk sekolah”.
“Oooh gampang.., ntar tante yang telepon Pak Yogi, kepala sekolah kamu itu.., tante bilang kamu sakit yah?”.
“Nggak ah tante, ntar jadi sakit beneran..”.
“Tapi emang benar kan kamu sakit.., sakit.., sakit anu! Nah lo!”.
“Aaah, tante.., tapi bener nih tante tolong sekolah saya di telepon yah?”.
“Iya.., iya.., eh Di.., kamu kepingin lagi nggak..”.
“Tante genit”.
“Nggak mau? Awas lho Tante cari orang lain..”.
“Ah Tante, ya mau dong.., semalam nikmat yah, tante..”
“Kamu hebat!”.
“Tante juga.., nanti pulang jam berapa?”.
“Tunggu aja.., sudah makan kamu?”.
“Belum, tante sudah?”.
“Sudah.., mm, kalau gitu kamu tunggu aja di rumah, tante pesan catering untuk kamu.., biar nanti kamu kuat lagi”.
“Tante bisa aja.., makasih tante..”.
“Sama-sama, sayang.., sampai nanti ya, daahh”.
“Daah, tante”.
Tak sampai sepuluh menit seorang delivery service datang membawa makanan.
“Ini dari, Bu Fifi, Mas talong ditandatangan. Payment-nya sudah sama Bu Fifi”.
“Makasih, mang..”.
“Sama-sama, permisi..”.
Bersambung…