Aku langsung membawanya ke dalam dan menyantapnya di depan pesawat TV, sambil melanjutkan nonton film porno, untuk menambah pengalaman. Makanan kiriman Tante Fifi memang semua berprotein tinggi.
Aku tahu benar maksudnya. Belum lagi minuman energi yang juga dipesannya untukku. Rupanya istri pak Kyai itu benar-benar menikmati permainan seks kami semalam, eh aku juga lho.., kan baru pertama.
Sambil terus makan dan menyaksikan film itu aku membayangkan tubuh dan wajah Tante Fifi bermain bersamaku. Penisku terasa pegal-pegal dibuatnya. Huh.., aku mematikan TV dan menuju kamarku.
“Lebih baik tidur dan menyiapkan tenaga..”, aku bergumam sendiri dalam kamar.
Sambil membaca buku pelajaran favorit, aku mencoba melupakan pikiran-pikiran tadi. Lama-kelamaan akupun tertidur. Jam menunjukkan pukul 12.45.
Sore harinya aku terbangun oleh kecupan bibir Tante Fifi yang ternyata sudah ada di sampingku.
“Huuaah.., jam berapa sekarang tante?”.
“Hmm.., jam lima, tante dari tadi juga sudah tidur di sini, sayang kamu tidur terlalu lelap. Tante sempat tidur kurang lebih dua jam sejak tante pulang tadi, gimana, kamu sudah pulih..”.
“Sudah dong tante, empat jam lebih tidur masa sih nggak seger..”, kami saling berciuman mesra,
“Crup.., crup”, lidah kami bermain di mulutnya.
“Eh.., tante mau jajan dulu ah.., sambil minum teh, yuuk di taman. Tadi tante pesan di Dunkin.., ada donat kesukaan kamu”, ia bangun dan ngeloyor keluar kamar.
“Uh.., Tante Fifi..”, gumamku pelan melihat bahenolnya tubuh kini terbungkus terusan sutra transparan tanpa lengan.
Bayangan CD dan BH-nya tampak jelas. Aku masih senang bermalas-malasan di tempat tidur itu, pikiranku rasanya tak pernah bisa lepas dari bayangan tubuhnya.
Beberapa saat saja penisku sudah tampak tegang dan berdiri, dasar pemula! Sejak sering tegang melihat tubuh Tante Fifi sebulan belakangan ini, aku memang jarang memakai celana dalam ketika di rumah agar penisku bisa lebih leluasa kalau berdiri seperti ini.
“Hmm, tante Fifi.., aahh Nyai yang cantik” desahku sambil menggenggam sendiri penisku, aneh.., aku membayangkan orang yang sudah jelas bisa kutiduri saat itu juga, tak tahulah.., rasanya aku gila!
Tanganku mengocok-ngocok sendiri hingga kini penis besar dan panjang itu benar-benar tegak dan tampak perkasa sekali. Aku terus membayangkan bagaimana semalam kepala penis ini menembus dan melesak keluar masuk vagina Tante Fifi. Kutengok ke sana ke mari.
“Tante..”, panggilku.
“Di dapur, sayang”, sahutnya setengah berteriak, aku bergegas ke situ, kulihat ia sedang menghangatkan donat di microwave.
Dan.., uuhh, tubuh yang semalam kunikmati itu, dari arah belakang.., bayangan BH dan celana dalam putih di balik gaun sutranya yang tipis membuatku berkali-kali menelan ludah.
“Uuuhh tante.., sayang”, tak sanggup lagi rasanya aku menahan birahiku, kupeluk ia dari belakang, sendok yang ada di tangannya terjatuh, penisku yang sudah tegang kutempelkan erat di belahan pantatnya.
“Aduuhh.., Didi nakal kamu ah..” ia melirikku dengan pandangan menggoda.
Aku semakin berani, tangan kananku meraih buah dada Tante Fifi dari celah gaun di bawah ketiaknya. Lalu tangan kiriku merayap dari arah bawah, paha yang halus putih mulus itu terus ke arah gundukan kemaluannya yang masih berlapis celana dalam. Telunjuk dan jari tengahku langsung menekan, mengusap-usap dan mencubit kecil bibir kemaluannya.
“Ehhmm.., nngg.., aahh.., nakaal, Didi”.
“Tante.., tante, saya nggak tahan ngeliat tante.., saya bayangin tubuh tante terus dari tadi pagi”
Tangan kiriku menarik ujung celana dalam itu turun, ia mengangkat kakinya satu persatu dan terlepaslah celana dalamnya yang putih. Kutarik cup BH-nya ke atas hingga tangan kananku kini bebas mengelus dan meremas buah dadanya.
Dengan gerak cepat kulorotkan pula celana dalam yang kupakai lalu bergegas tangan kiriku menyingkap gaun sutranya ke atas. Kudorong tubuh isteri pak Kyai itu sampai ia menunduk dan terlihatlah dengan jelas celah vaginanya yang masih tampak tertutup rapat. Aku berjongkok tepat di belakangnya.
“Idiihh, Didi. Tante mau diapain nih..”, katanya genit.
Lidahku menjulur ke arah vaginanya. Aroma daerah kemaluan itu merebak ke hidungku, semakin membuatku tak sabar dan..,
“Huuhh.., srup.., srup.., srup”, sekali terkam bibir vagina sebelah bawah itu sudah tersedot habis dalam mulutku.
“Aaahh.., Didi.., enaakk..”, jerit perempuan setengah baya itu, tangannya berpegang di pinggiran meja dapur.
“Aaawww.., gelii”, kugigit pantatnya.
Uuh, bongkahan pantat inilah yang paling mengundang birahiku saat melihatnya untuk pertama kali. Mulus dan putih, besar menggelembung dan montok.
Lima menit kemudian aku berdiri lagi setelah puas membasahi bibir vaginanya dengan lidahku. Kedua tanganku menahan gerakan pinggulnya dari belakang, gaun itu masih tersingkap ke atas, tertahan jari-jari tanganku yang mencengkeram pinggulnya. Dan hmm, kuhunjamkan penis besar dan tegang itu tepat dari arah belakang,
“Sreep.., Bleess”, langsung menggenjot keluar masuk vagina Tante Fifi.
“Aaahh.., Didi.., enaak.., huuhh tante senang yang ini oohh..”
“Enak kan tante.., hmm.., oohh.., agak tegak tante biar susunya.., yaakk ooh enaakk”.
“Yaahh.., tusuk yang keras.., hmm.., tante nggak pernah gini sebelumnya.., oohh enaakk pintarnya kamu sayaang.., oohh enaak.., terus.., terus yah tarik dorong keeraass.., aahh.., kamu yang pertama giniin tante, Di.., oohh.., sshh..”, hanya sekitar tiga menit ia bertahan dan,
“Hoohh.., tante.., mauu.., keluar.., sekarang.., ooh hh.., sekarang Di, aahh..”
Vaginanya menjepit keras, badannya tegang dengan kepala yang bergoyang keras ke kiri dan ke kanan.
Aku tak mempedulikannya, memang sejenak kuberi ia waktu menarik nafas panjang. Aku membiarkan penisku yang masih tegang itu menancap di dalam. Ia masih menungging kelelahan.
“Balik Nyai..”, pintaku sambil melepaskan gigitan di kemaluannya.
“Apalagi, sayang.., ya ampun tante nggak kuat.., aahh”.
Aku meraih sebuah kursi. Ia mengira aku akan menyuruhnya duduk,
“Eiih bukan tante, sekarang tante nyender di dinding, kaki kiri tante naik di kursi ini..”.
“Ampuun, Didi.., tante mau diapain sayang..”, ia menurut saja.
Woow! Kudapatkan posisi itu, selangkangan itu siap dimasuki dari depan sambil berdiri, posisi ini yang membuatku bernafsu.
“Sekarang Nyai sayang.., yaahh..”, aku menusukkan penisku dari arah depannya, penisku masuk dengan lancar.
Tanganku meremas kedua susunya sedangkan mulut kami saling mengecup.
“Mmmhh.., hhmm..”, ia berusaha menahan kenikmatan itu namun mulutnya tertutup erat oleh bibirku.
Hmm, di samping kanan kami ada cermin seukuran tubuh. Tampak pantatku menghantam keras ke arah selangkangannya. Penisku terlihat jelas keluar masuk vaginanya. Payudaranya yang tergencet dada dan tanganku semakin membuatku bernafsu.
“Cek.., cek.., cek”, gemercik suara kemaluan kami yang bermain di bawah sana.
Kulepaskan kecupanku setelah tampak tanda-tanda ia menikmatinya.
“Uuuhh hebaat.., kamu sayang.., aduuh mati tante.., aahh enaak mati aku Di, oohh.., ayo keluarin sayang.., aahh entotin tante yang kuat Aggggh.., sudah mau sampai lagi niih aahh..” wajahnya tampak tegang lagi, pipinya seperti biasa, merah, sebagai tanda ia segera akan orgasme lagi.
“Ayooo nikmati Nyai kontol besarku. Goyangin dong Nyai pantatnya, duh enaknya ngentot sama Nyai.
Kupaksakan diriku meraih klimaks itu bersamaan dengannya. Aku agaknya berhasil, perlahan tapi pasti kami kemudian saling mendekap erat sambil saling berteriak keras.
“Aaahh.., tante keluaar..”.
“Saya juga Nyai huuhh.., nikmat.., nikmat.., oohh.., Nyai Fifi.., aahh”, dan penisku,
“Crat.., crat.., crat.., seer”, menyemprotkan cairannya sekitar lima enam kali di dalam liang vagina isteri pak Kyai yang juga tampak menikmati orgasmenya untuk kedua kali. Cerita ini di upload oleh situs ngocoks.com
“Huuhh.., capeekk.., sayang” ia melepaskan pelukannya dan penisku yang masih menancap itu.
Hmm, kulihat ada cairan yang mengalir di pahanya bagian dalam, ada yang menetes di lantai.
“Mau di lap Nyai?”, aku menawarkan tissue.
“Nggak sayang.., tante senang, kok. Tante bahagia.., yang mengalir itu sperma kamu dan cairan kelamin tante sendiri. Tante ingin menikmati terus rasa penismu..”, ia berkata begitu sambil memberiku sebuah ciuman.
“Hmm.., Tante Fifi..”, Kuperbaiki letak BH dan rambutnya yang acak-acakan, kemudian ia kembali menyiapkan jajanan yang sempat terhenti oleh ulah nakalku.
Aku kembali ke kamar dan keluar lagi setelah mengenakan baju kaos. Tante Fifi telah menunggu di taman belakang rumahnya yang sangat luas, kira-kira sekitar 25 acre.
Kami duduk santai berdua sambil bercanda menikmati suasana di pinggiran sebuah danau buatan. Sesekali kami berciuman mesra seperti pengantin baru yang lagi haus kemesraan. Jadilah dua minggu kepergian pak Kyai Hasyim itu surga dunia bagiku dan Nyai Fifi. Kami melakukannya setiap hari, rata-rata empat sampai lima kali sehari!
Menjelang sore, isteri pak Kyai yang cantik itu mengajakku mandi bersama. Bisa ditebak, kami melakukannya lagi di kamar mandi. Saling menyabuni dan.., hmm, bayangin sendiri deh. Itulah pengalaman pribadiku saat pertama mengenal seks bersama guru seks-ku yang sangat cantik.
Tante Fifi alias Nyai Fifi yang anggun bila berbusana baju panjang dan berjilbab itu, kini menjadi kepuasan yang sempurna bagiku adalah dapat menyetubuhinya selama aku tinggal dirumahnya tanpa diketahui oleh pak Kyai Hasyim suaminya.