“Abi!” seru Celine terlihat senang. Dia kembali berada di sawah mendiang ayah Abi yang kini mulai di tanami beberapa bibit sayuran atau buah-buahan.
Abidzar yang tengah menyimpan air hangat dalam termos di tempat istirahat itu menoleh, menatap Celine yang sudah turun sendirian di sawah tanpa menunggunya.
“Abi sini!” Celine melambaikan tangannya sambil berjingkrak kecil. “Wah, udah tumbuh walau kecil,” senangnya.
Ini pengalaman pertama dia menanam sesuatu. Ternyata seru juga, ada rasa bangga dan senang melihat benih yang ditanamnya tumbuh.
“Iya, sebentar ya.” sahut Abidzar lembut seperti biasa.
Abidzar menyimpan semua yang dia bawa di sana, merapihkannya lalu mendekati Celine yang terlihat senang.
“Ini liat,” tunjuk Celine dengan terharu.
Abidzar mengulum senyum, padahal baru muncul kecil sekali.
“Wah, kamu pinter nanam ya,” Abidzar mengusap kepala Celine sekilas. “Ga gagal loh, hebat.” pujinya.
Celine semakin tersenyum cerah, dia jadi ingin terus menanam yang lain.
“Saatnya kita siram pake obat biar makin subur tanahnya,” Abidzar mulai bersiap.
Celine begitu serius mengikuti perintah Abidzar, mungkin karena sore juga jadi Celine menikmatinya tidak kepanasan.
“Nah segitu cukup, pinter.” diusap lagi kepala Celine.
Celine kembali tersenyum dan terus melakukannya dengan baik walau sebenarnya ada kesalahan, tapi Abidzar tidak menegur dulu karena melihat mood Celine sedang baik.
Ke depannya, saat Celine benar-benar bisa menerimanya baru Abidzar akan lebih sering memberinya nasehat jika salah.
***
“Iya, satu senti, ibu. Senengnya,” curhat Celine dengan begitu bawel. “Terus ada yang dua senti juga, yakan Abi?”
“Iya.” lalu Abidzar tersenyum lembut.
Celine bukannya makan malah terus menceritakan kegiatannya dan apa yang dia temukan di sawah.
Mimah dan Abidzar mendengarkannya dengan fokus. Celine merasa didengar kali ini, membuatnya ingin terus bercerita.
“Koin ternyata, aku pikir itu emas,” Celine cemberut mengingat apa yang dia temukan saat menggali. “Aku kaget ada uang koin warna emas,” lanjutnya.
Mimah menggeleng samar. Memang serba mewah sampai Celine tidak tahu ada koin kuning 500 rupiah.
“Kamu lucu, heboh banget sampai mbah Yuyu sama Nek Lastri deketin Celine karena teriak emas-emas,” tambah Abidzar dengan tawa pelan.
Celine mendengus sebal. “Iya, mereka ngetawain. Malu banget!” kesalnya.
“Tapikan jadi tahu, ada loh uang pecahan 500 rupiah,” Mimah mengusap lengan Celine sekilas. “Makan dulu, nanti dingin ga enak.” lanjutnya. Ngocoks.com
Celine pun mengangguk dan memakan makanan Mimah dengan lahap.
Abidzar terus menatap Celine, mengunyah pun tetap menatap Celine. Istrinya yang membuat Abidzar berdebar. Cantik sekali.
Abidzar semakin tertarik belakangan ini. Banyak sisi ceria dan manja yang Celine tunjukan selama sering bermain di sawah.
Mimah menatap Abidzar lalu tersenyum samar. Anaknya itu terlihat sedang jatuh cinta. Dia lega karena cinta Abidzar tidak salah, tepat karena pada istrinya sendiri.
***
Abidzar menyamping, menatap Celine yang mulai semakin menunjukan dirinya yang asli. Bawel tidak berhenti menyuarakan kata-kata.
“Liat, perutnya.” Celine mencapit lemak di perutnya. Dua minggu makan nasi rasanya perut jadi buncit, mana malam sering ngemil jajanan yang dibeli dari bu Hanum.
Abidzar malah salah fokus ke kedua bukit Celine. Istrinya itu sedang tidak memakai apa-apa karena mereka baru selesai bercinta.
“Abi,”
“Ya?”
“Ga jadi.” Celine sebenarnya ingin bertanya, apa kakak dan ayah membuangnya begitu saja? Kenapa tidak ada kabar mereka mencari.
Jika pun berkunjung, Celine memaksa pulangkan bisa pakai cara pemaksaan, di kurung atau di tahan sama Abi.
“Dingin, selimutnya pake.” Abidzar menarik selimut dan menutupi tubuh Celin hingga seleher.
Abidzar mengerjap tanpa mencegah saat Celine merosot masuk ke dalam selimut lalu menggenggam sesuatu yang membuat Abidzar mengetatkan rahang dan terpejam sejenak.
Suara kecupan terdengar samar. Selimut yang dipakainya dan Celine mulai bergerak mengikuti gerakan Celine.
Abidzar mengerang halus, pelan sekali. Nafasnya memberat dan beberapa kali menelan ludah.
Abidzar usap kepala di dalam selimut itu, membiarkannya sampai rasanya dia akan lepas namun Celine menyudahinya, dia kembali naik.
“Haaa.. Eum,” Celine bertingkah seolah baru selesai makanan yang enak.
Abidzar tertawa pelan, nafasnya yang memberat mulai normal. Dia mendekat, mengusap tengkuk Celine lalu mendaratkan ciuman mesra.
Keduanya kembali memulai sesi kedua dengan Abidzar yang memulai. Bergantian karena saat pertama Celinelah yang berkuasa.
Abidzar sudah mulai melahap para bukit, bermain lama bahkan sampai Celine berhasil pelepasan.
“Wah, jago juga Haa..” Celine melemas suka.
***
Celine terus mengontrol sawahnya. Berinteraksi dengan beberapa tetangga yang mulai akrab, kadang Bimo juga membantu.
Celine mulai merasa tidak sendirian lagi di dunia. Beberapa orang mulai ingin berinteraksi dengannya.
Celine teramat senang walau kebanyakan ibu-ibu, bapak-bapak, nenek dan kakek-kakek. Di sini para perempuan seusianya sedang berada di kota bekerja katanya, semua orang akan berkumpul saat hari raya saja.
Hingga hari itu datang, dimana Celine merasa teramat sedih dan marah. Semua tanamannya habis dicabuti, sawahnya berantakan.
“Hiks ini karma.” Celine tidak bisa menahan tangis kecewanya. “Anak-anak gue.” dia raih tanaman strawberry yang hancur itu.
Padahal tidak lama lagi akan segera berbuah.
Abidzar segera memeluk Celine. Menenangkannya..
“Siapa ya yang begini,” mbah Yuyu merasa kasihan, dia tahu perjalanan Celine menanam karena sawahnya berdekatan. “Sudah, nanti mbah bantu tanam lagi,”
Mendengar itu tangis Celine kian pecah. Dia marah juga sedih.
“Karma, Abi. Ini karma.” isak Celine di pelukan Abidzar.
“Sstt.. Nanti kita tanam di depan rumah mau? Atau di belakang rumah sambil urus kucing kita,”
Celine mengangguk. Dia sangat ingin strawberry yang langsung di petik di tanamannya.
“Sudah, nanti bantu mbah panen tomat ya, tomatnya masih hijau sekarang,”
Celine menatap mbah-mbah ramah itu. Tua kurus namun terlihat masih kuat. Celine mengangguk.
***
Celine masih sedih, membuat percintaan kali ini agak kurang fokus. Padahal Celine yang mau duluan seperti biasanya.
Celine hanya telungkup merem melek, merasakan dalam dan kuatnya hentakan di sana.
“Ah..” Celine kembali bergetar halus.
Abidzar berhenti, memeluk Celine sambil menatap wajahnya dari samping itu. Keduanya sama terengah.
“Masih Haa.. Masih sedih?” Abidzar mengusap rambutnya sayang.
“Sedih banget, ternyata mereka gini mungkin ya. Berjuang susah payah tanam terus aku cabutin,” kedua mata Celine merebak basah.
Abidzar segera menggerakannya lagi, mencoba mengalihkan Celine dari tangis sedihnya.
Seharian ini Celine terlalu banyak menangis. Sangat wajar karena Abidzar tahu perjuangan dan semangatnya Celine.
“Eng.. Eng..” Celine terpejam saat bibirnya dicecap Abidzar. Desah pun teredam. Abidzar tetap tidak berhenti.
Fokus Celine menjadi teralihkan lagi. Enak sekali. Abidzar melakukan banyak gaya yang dia mau, Celine hanya menerima enak.
Celine suka Abidzar yang begitu. Tahu apa saja kesukaannya tanpa banyak bertanya lagi.
Bersambung…