Abidzar membuka matanya, suara burung menyapa pagi yang hangat. Matahari sudah memberikan kehangatan, tanda dia harus segera bangun..
“Celine,” Abidzar mengusap kepala Celine. “Kita harus siap-siap, aku mandi duluan ya,” bisiknya.
“Hm.. Tapi nanti mandiin,”
“Ada ibu, mandi sendiri dulu ya istri baik,” bisiknya lalu menanamkan kecupan di puncak kepalanya.
“Iya.” Celine masih belum ingin membuka matanya, masih nyaman malas-malasan di kasur.
Di saat dia akan ke kota, kenapa berat sekali. Apa dia sudah nyaman dengan segala kesederhanaan di sini? Atau nyaman karena ada Abidzar.
Celine tersenyum tipis di tidurnya.
“Kamu lagi bayangin apa?” bisik Abidzar sambil mengusap sisi wajah Celine.
“Lagi bayangin emut—”
“Celine.” bisik Abidzar menegur lembut plus tertawa pelan.
“Apa? Mau beneran di emut tytydnya?”
“Sst..” Abidzar mengecup pipinya. “Aku mandi dulu, tidur lagi aja nanti dibangunin.” bisiknya.
***
“Kalian serius mau ke kota?” Mimah menatap Abidzar yang segar baru selesai mandi.
“Iya, bu. Jangan masak banyak, aku mungkin nginep sehari di sana,” jawabnya sambil melihat sarapan yang sedang di siapkan Mimah.
“Celine ga akan kenapa-napakan?” Mimah agak cemas Celine tidak ingin kemari lagi dan meninggalkan Abidzar.
“Celine milik aku, bu. Dia juga udah ga mau pisah sama aku,” bisiknya meyakinkan Mimah.
“Bagus kalau gitu, semoga kalian selamat sampai tujuan, di sini ibu akan tunggu kalian, sarapan dulu, Celinenya mana?”
“Aku suruh tidur sambil nunggu aku mandi, aku bangunin dulu, bu.”
Mimah mengangguk, dia menyiapkan semuanya.
Tak lama Celine keluar. “Pagi, ibu.” sapanya.
“Pagi mantu, mau mandi pakai air hangat?” tawarnya.
“Ga usah, bu. Udah bisa pake air dingin,” lalu tersenyum.
“Yaudah, jangan lama-lama nanti masuk angin,”
“Iya, bu.” Celine masuk dengan senang. Di perhatikan Mimah dan Abidzar ternyata menyenangkan. Dia merasa tidak sendiri di dunia.
Dia bagai menemukan lagi kehidupannya. Bagai hidup seperti saat Celine ada sosok ibu.
***
“Ibu tunggu kamu pulang,” Mimah memeluk Celine. “Ibu udah kayak punya anak perempuan, jadi jangan lama di sana ya, apalagi ga mau ke sini lagi..” lanjutnya.
“Ibu tenang aja, aku pasti pulang.”
Keduanya kembali berpelukan. Abidzar tersenyum hangat. Sungguh hubungan yang semakin baik entah sejak kapan.
“Kita berangkat ya bu.” pamit Abidzar lalu meraih jemari Celine dan satunya koper milik Celine yang diisi pakaian milik Abidzar juga.
Mimah menatap keduanya.
“Naik sepeda, kopernya gimana?” tanya Celine.
“Naik itu, maaf ya..”
Celine menatap mobil berisi sayuran.
“Kita duduk bareng sayuran,”
Celine menekuk wajahnya.
“Jangan marah, hm? Kita pindah ke bus di kota nanti, ga mungkin kita naik sepeda,” bujuknya lembut.
“Yaudah, nanti beli mobil dong. Kamu ga mau bantu warga lain?”
“Kamu mau?” Abidzar tersenyum senang dengan niat baik Celine.
“Iyalah! Biar aku gampang juga,” lalu tersenyum manis.
Abidzar usap gemas puncak kepalanya. “Makin baik, aku cinta kamu boleh ya?” balasnya.
“Ih apa sih!” Celine memalingkan wajahnya, kok dia malu. Kenapa harus bereaksi seperti remaja saja. Menyebalkan sekali dirinya sendiri.
“Ga boleh?”
“Ck! Boleh!” sebalnya gengsi lucu.
“Kamu juga ya?”
“Iya! Udah jangan dibahas! Usia kita itu bukan masanya cinta-cintan, tapi bercinta!”
“Ssstt..” tegurnya lalu mengusap jemari yang Abidzar tuntun.
“Makanya jangan bahas itu!”
“Iya, engga lagi.”
***
“Ga nyaman? Sini duduk di samping aku, tubuh kamu ringan, kayak mau ke hempas,” Abidzar terkekeh pelan sambil membantu Celine pindah ke sampingnya..
“Haa.. Gini amat perjalanannya, jalan rusak, mobilnya terbuka, panas, Abi…” rengeknya.
Abidzar segera melepas kemejanya, menyisakan kaos polos sebagai dalaman saja, dia balut kepala Celine dengan perhatian.
“Teduh ga?”
Celine mengangguk dengan perasaan menghangat. Abidzar memang sebaik itu, bagaimana bisa dia selamanya menolak kebaikan suaminya.
“Kamu juga panas, berdua.”
“Ga papa..”
“Berdua!” tegas Celine dengan keras kepala.
“Yaudah..” Abidzar memposisikan diri walau lebih mengutamakan Celine. Dia hanya ingin membuat Celine tidak protes lagi.
Panas pun tidak masalah, asal Celine jangan. Dia pasti belum pernah kerja keras di bawah terik matahari.
Abidzar sudah mengalami semua perjalanan naik turun di hidupnya. Menjadi kuli hingga bekerja di luar negeri untuk memperbaiki perekonomian.
Dia berhasil melunasi hutang keluarga, bahkan bisa menabung untuk masa depan. Niat untuk keluarga memang luar biasa, semua lebih dimudahkan. Bahkan diberi lebih dari yang dipinta.
“Tidur boleh?”
“Ngantuk? Boleh, sini bersandar.” Abidzar memposisikannya dengan nyaman.
Rasanya adem. Celine sungguh menikmati perjalanan sederhana yang tidak mulus itu. Ada Abidzar rasanya aman.
***
“Kamu serius?!” kaget Celine melihat bus yang lumayan tua, berisi manusia dan ada beberapa ayam, kambing.
Oh astaga!
“Kita naik ini dulu sampai setengah perjalanan, di sana baru bisa pilih mau bus mewah juga ada, sabar dulu ya..” bujuknya lembut yang lagi-lagi meluluhkan Celine.
Celine menekuk bibirnya tak suka, ada ayam, bahkan temannya bebek! Kenapa banyak sekali spesies mereka di desa Abidzar dan kini di bus pun.
“Duduk di sini, aku jagain.” Abidzar mengusap peluh di pelipis Celine..
“Gorengan, kacang, kerupuknya, mba, mas.. Air, rokoknya ada..” ujar si pedagang asongan yang ramah.
Celine menatap beberapa makanan itu, dia semenjak hidup bersama keluarga Abidzar sungguh tidak memikirkan kalori.
Dia hanya penasaran dan ingin banyak mencoba makanan baru baginya.
“Abi, mau..” tunjuknya.
“Boleh sebentar ya—, bang..”
Celine tersenyum senang, bagai bocah dan mulai memilih makanan ringan yang bergelantungan itu.
“Ini apa?”
“Ini apa?”
“Kalo ini?”
Celine begitu bawel, untung si pedagang asongannya baik dan sabar. Abidzar menggeleng samar melihat banyaknya yang dibeli Celine saking penasaran.
“Udah?” tanya lembut Abi saat Celine duduk anteng di tempatnya lagi.
“Udah.”
“Berapa bang?”
“120, mas.” jawab si penjual dengan senang karena di borong. Tidak sia-sia dia menjelaskan semuanya sampai pegal rahang..
***
“Bangun, kita pindah bus.. Mau yang mana, kamu boleh pilih..”
“Mau yang ada kasurnya, ada ga? Sakit banget tidur sambil duduk.” keluhnya serak khas bangun tidur.
“Ada, ayo kita pindah dan lanjut tidur, my queen..”
Celine mengangguk dengan senyum senang. Akhirnya akan berada di tempat nyaman.
Celine benar-benar lanjut tidur, tidak terganggu selama perjalanan. Mungkin karena pertama lagi merasakan tidur dengan AC lagi.
Abidzar tersenyum melihat kedamaian Celine. Kelak dia akan membuat rumah nyaman untuk Celine.
Untuk sekarang dia akan fokus membuat Celine semakin baik dan dirinya pun sama, ingin lebih baik memperlakukan istrinya. Ngocoks.com
Hingga mereka pun sampai, naik taksi dan otw ke rumah Celine.
“Wah..” Celine begitu rindu pemandangan kota yang macet dengan gedung tinggi pencakar langit.
“Kangen?”
“Banget, Abi. Club di san—” Celine menatap Abidzar. “Ga boleh ya?” tanyanya.
“Iya.” Abidzar menatap Celine lembut, dia menunggu reaksi Celine.
“Yaudah, kalau ke sana mall, boleh?” Celine kembali menatap Abidzar.
“Kalau itu boleh, tapi kita fokus ke ayah dulu. Kita simpen koper di rumah kamu, terus bareng sama kakak jagain ayah ya..”
Celine mengangguk dengan senyum senangnya karena bisa kembali ke sini.
Bersambung…