Celine terus nemplok, seolah enggan melepaskan Abidzar. Dan Abidzar tersenyum dibuatnya.
“Saatnya mandi,”
“Ga, ga usah mandi, libur aja!” Celine mengeratkan pelukannya.
Abidzar mengusap kepalanya, sudah saatnya membujuk. “Nanti kamu bau,” bisiknya.
“Biarin,”
“Nanti aku kasih hadiah, hadiah yang kamu suka.” bisik Abidzar membuat keduanya saling bertatapan.
Celine mengerjap lalu tersenyum. “Hadiah? Apa?” cicitnya senang plus penasaran. Bahkan Celine sudah mengarah ke sana, apa durasinya makin lama?
“Aku kasih tahu selesai mandi,”
Celine mendengus. “Yaudah, gendong! Mandiin,” pintanya.
Keduanya pun mandi plus-plus. Hingga selesai dan berpakaian.
“Hadiahnya apa?”
“Apa aja yang kamu mau, aku usahain wujudin walau harus berjuang keras,”
“Rondenya nambah ya?”
Abidzar tertawa pelan. Pasti selalu ke arah sana, dasar istri nakalnya yang lucu. Membuat Abidzar betah saja.
“Iya, aku usahain ga pingsan ya,” suara lembutnya terdengar jenaka. Membuat Celine cekikikan malu-malu. Dia memang merasa m*sum sekali.
Abidzar pun mulai bersiap untuk pergi.
“Aku pulang mau kasih kabar sama ibu, terus ke sini lagi,” Abidzar jelas tidak bisa mengirim pesan karena di desanya tidak ada sinyal.
“Apa ga bisa kirim surat?”
“Sebenernya bisa, tapi nyampenya lama. Takut ibu khawatir sampai sakit, ibu itu kalau cemas ga akan bisa tidur,”
Celine menatap Abidzar yang mengisi tas gendongnya dengan beberapa cemilan untuk di jalan.
“Abi,” Celine rasanya tidak rela.
“Hm? Sebentar kok, kita di sini bisa aja lama. Kita harus pastiin ayah siuman,” suara lembut dan usapannya di pipi membuat Celine menjadi sedih.
Soal ayahnya dan perginya Abidzar.
“Ke sini lagi ya,”
“Pasti, istri aku di sini masa aku di sana terus, ga bisa.” Abidzar mengecup lama kening Celine lalu mengecup singkat bibirnya.
“Abi.”
“Ga papa, sebentar ya. Aku pamit,”
Celine mengantar Abidzar hingga masuk ke dalam mobil bersama satu sopir Glen yang Celine suruh untuk mengantar suaminya sampai tujuan dan membawanya ke sini lagi.
Abidzar yang tadinya akan naik hus pun patuh saja saat Celine dengan tegas harus ada sopir yang mengantarnya, takut Abidzar kabur.
Lucu sekali. Abidzar merasa Celine semakin posesif padanya.
Padahal Abidzar yang takut. Takut Celine kabur saking ingin terus berada di kota.
“Jangan lama!” Celine melambai pada Abidzar yang di dalam mobil.
“Iya, kamu jangan main dulu. Jaga ayah ya,”
Celine mengangguk patuh, membuat Abidzar tersenyum senang dibuatnya.
“Pak, jangan ngebut! Jagain suami Celine,”
“Baik, non!”
Mobil pun melaju. Abidzar menoleh kebelakang, berat sekali rasanya berpisah dengan Celine.
Abidzar tidak tahu sejak kapan perasaannya jadi sekuat ini.
“Ga nyangka, den. Nona Celine udah punya suami,”
Abidzar tersenyum. Keduanya begitu cepat akrab hingga perjalanan pun terasa singkat dan menyenangkan.
***
Celine menatap Gustav yang tengah sibuk bekerja. Dia mendekat dan berdiri di depan meja kerja kakaknya.
“Kak, apa kelurga papa ke sini? Aku ga mau papasan sama mereka.”
Gustav menatap adiknya yang lebih lembut, tidak ada nada ketus, tidak sopan dan menyebalkan keluar dari mulutnya.
Gustav jadi terbawa aku kamu. “Udah ke sini, kamu tenang aja.” jawabnya.
“Kapan ya ayah siuman?” Celine menatap kakaknya yang kini beranjak entah akan kemana.
“Dokter bilang saat ini belum membaik, ke depannya pasti siuman.” Gustav menepuk kepala Celine sambil mengayunkan langkah keluar ruangan.
Celine mengekor. “Semoga secepetnya.” gumam Celine yang masih bisa Gustav dengar.
Gustav pun menoleh. “Udah ga marah sama ayah?” tanyanya.
“Masih marah, sama kakak juga.” Celine pun melewati Gustav yang samar tersenyum. Dia akan berusaha menjauhkan Celine dari keluarga ayahnya.
Celine sudah sangat baik, jangan sampai Celine kembali liar karena luka yang digoreskan oleh mereka.
Gustav juga berjanji, dia akan lebih baik lagi dan ayahnya pun jika siuman pasti akan melakukan hal yang sama agar princess di rumah ini kembali.
Dan besok paginya begitu bahagia. Glen siuman, kondisinya membaik setelah diperiksa dokter lagi.
“Ayah kira kamu ga akan ada saat ayah sakit,”
“Tapi aku masih marah sama ayah,” walau begitu Celine memeluk Glen lega karena siuman.
***
Celine membuka matanya, dia merasa diusap-usap. Apakah mimpi saking rindu pada Abidzar karena sudah sehari belum juga kembali.
“Abi..”
Abidzar tersenyum mendengar suara serak manjanya yang terdengar lembut.
“Tidur lagi.” Abidzar mengecup kening Celine. “Aku datangnya malam, macet.” jelasnya.
Celine membuka mata sepenuhnya. “Kenapa lama,” dia ndusel di resleting celana Abidzar.
“Aduh, jangan di situ.” bisik Abidzar dengan lembutnya memindahankan kepala Celine.
“Kenapa? Kangen tahu,” Celine kembali ke tempat itu, menggeseknya dengan nduselannya.
“Shh.. Ga akan tidur kalau kamu gitu,”
“Di sini kedap suara, mau kamu, Abi..”
Abidzar terpejam menerima lumatan di bibirnya.
“Abi, ayah udah siuman.” bisiknya setelah melepaskan ciuman.
“Hm, aku jenguk dan ngobrol sama ayah baru susul kamu,”
“Jadi ga ke aku dulu?!” sebal Celine.
“Kamukan tidur,”
“Tetep aja!” sebalnya sambil mendorong Abidzar menjauh dengan kesal.
“Maaf, aku salah. Sini, aku bujuk.” Abidzar menarik lepas gaun tidur Celine.
Celine tidak menolak, dia ingin melakukannya di sini. Pasti bebas dan semakin bisa lama tanpa takut gangguan atau terdengar orang lain. Ngocoks.com
“Yang lama,”
“Kamu ga akan kuat,”
“Cih! Iya lagi, tapi ga papa. Malam ini bikin aku pingsan ya,” Celine cekikikan lalu tak lama suara desah terus mengudara bebas, mereka melakukannya di berbagai sudut kamar dengan menggila.
“Nanti, mau honeymoon? Aku udah izin ke ibu lama di sini.” bisik Abidzar.
“Maulah! Enak-enakan setiap saat, mau banget!” seru Celine semangat.
Sepertinya honeymoon bagi Celine hanya begituan, tidak ada liburan. Abidzar mengulum senyum dibuatnya.
***
“Abi mana? Kok ga tunggu aku bangun,” keluhnya sambil berjalan masuk ke ruangan ayahnya di rawat.
“Di sini,” Abidzar menyahut lembut, dia pun duduk di kursi samping ranjang Glen.
Glen tersenyum melihat anaknya begitu manja mencari suaminya. Dia sungguh lega melihat Celine yang pada akhirnya menerima Abidzar.
Gustav pun sama, tersenyum samar melihat Celine yang manja. Tidak tahu malu bahkan duduk di sebelah paha Abidzar.
“Duduknya di kursi sebelah,” bisik Abidzar.
Celine malah membelitkan lengannya ke leher Abidzar. “Ga mau! Biarin mereka liat, toh pasti senengkan,” ketusnya.
“Celine, ga boleh ketus.” tegur Abidzar pelan.
“Maaf.” Celine melirik Glen dan Gustav yang tersenyum tipis.
Mungkin merasa aneh Abidzar bisa menegurnya. Bahkan membuatnya meminta maaf tanpa melawan.
“Ayo, mandiin!”
Abidzar melotot samar lalu menoleh ke arah Glen dan Gustav. Gustav menggeleng pelan mendengarnya.
“Sana, ayah ga papa.. Ga usah pikirin ayah, ada dokter, perawat sama Gustav..”
Dasar Celine! Abidzar sungguh harus membiasakan diri dengan asal ceplosnya. Telinga Abidzar sampai terasa terbakar.
Keduanya pamit, Abidzar sungguh akan memandikan Celine atas permintaannya. Pasti bukan sekedar mandi sih.
Bersambung…