Abidzar bangun lebih dulu karena lapar. Dia makan duluan lalu membereskan kekacauan di kamar.
Abidzar menghela nafas, dia segera menepis bayangan kotor itu. Dia merapihkan semua alat yang pernah di pakai Celine, membersihkannya dengan tissue khusus yang tersedia.
“Aku ketularan Celine kayaknya,” Abidzar menggeleng samar mengingat kegilaannya demi mewujudkan maunya Celine.
“Jadi mesum gini,” Abidzar menyimpan rapih alat-alat itu beserta banyak kondom bermacam bentuk dan rasa itu.
Abidzar menyentuh pelindung rasa strawberry yang pernah di coba Celine. Katanya enak, miliknya jadi seperti lolipop.
Abidzar segera menggeleng dan menepuk pipinya sendiri untuk segera sadar. Setiap melihat dan menyentuh yang ada di kamar merah ini rasanya semua bayangan yang terjadi melintas dengan jelas.
Abidzar jadi merasa gerah gelisah. Kotor sekali pikirannya.
Abidzar melirik Celine yang tidak memakai apapun di bawah selimut itu. Dia mendekat dan mengusap kepalanya.
“Aku jadi gini karena kamu, Celine.” lalu mengulum senyum geli. “Ini sisi aku yang baru muncul atau ketularan kamu,” lalu terkekeh pelan dan mengecup keningnya.
“Tidur yang nyenyak, mimpi indah.” bisiknya.
Abidzar akan main ke luar dulu, dia ingin cari angin sebentar.
***
“Udah bangun?” Abidzar menyimpan barang beliannya.
Celine terlihat menekuk wajahnya marah. “Harusnya kalau honeymoon itu bangun tidur aku bisa liat kamu ada, terus usap-usap sayang!” kesalnya. “Ini ga ada, lama lagi!” omelnya.
Abidzar memeluk Celine walau agak menggeliat kesal.
“Maaf, aku beli makanan buat kamu. Beli ponsel buat kita selama di kota,”
“PONSEL?!” seru Celine senang.
Dia sontak urung marah, dia boleh menyentuh ponsel lagi? Sudah lama dan dia bisa juga ya ternyata tanpa ponsel.
“Hm, kamu bisa foto-foto di desa nanti, tapi sinyal ga ada,” Abidzar menyerahkan paper bag berisi dua ponsel.
“Ga papa, kangen banget.” Celine membukanya cepat.
Abidzar membantunya, memberikan ponsel yang mirip dengannya itu untuk Celine dulu yang antusias.
“Kamu ga mau pakai pakaian dulu?” Abidzar membenarkan handuk Celine yang terlepas.
“Ga mau, buat apa. Kitakan mau lagi, masih banyak yang belum di pake alatnya,” jawabnya dengan fokus pada ponsel yang menyala. “Ganti baru ya, padahal minta ke ayah ponsel lama aja,” gumamnya Celine baru ingat sekarang.
Abidzar tersenyum mendengar jawaban Celine. Dia sungguh harus bertenaga extra agar bisa menemani Celine dengan semua alat di sini.
“Sini, sambil makan.” Abidzar menggendong Celine yang anteng dengan ponsel, dia dudukan di sofa empuk.
“Eum, wangi.”
“Makanya makan dulu, katanya mau lanjut coba alat yang lain,”
“Iya, ini mau.” Celine membiarkan ponselnya di meja lalu melihat apa yang dibeli Abidzar. Itu semua makanan kesukaannya.
***
Musik mengalun lembut, membuat suasana semakin terasa intens saja. Abidzar dan Celine mulai kembali sibuk, saling menyatu tanpa jarak.
Semua alat berserakan, semua sudah dicoba keduanya. Ini sepertinya permainan terakhir untuk hari ini.
“Abi,”
“Hm?”
“Lemes,”
“Iya, ini terakhir buat hari ini. Besok Haa.. Kalau masih lemes, kita tidur aja ya, ga papa.”
Celine mengeratkan pelukannya, Abidzar begitu perhatian. Celine suka.
“Love you,” dua kali Celine mengutarakannya, apakah kali ini Abidzar akan menjawabnya dengan tindakan lagi?
Abidzar tersenyum, terus berusaha untuk sampai dan Celine pun sepertinya akan sampai lagi.
“Kamu semakin baik, aku sayang kamu, aku mau kamu, aku pasti cinta kamu juga, Celine.” bisiknya.
Celine tersenyum, entah itu hanya sebuah kata atau benar adanya. Yang jelas dia senang mendengarnya.
“Kencengin, Abi.” lirihnya gelisah. Meremas punggung Abidzar, mencakarnya untung dia tidak memanjangkan kuku seperti biasanya.
“Segini?”
Celine sibuk mendesah, tanda dia sudah suka dengan temponya. Abidzar kecupi wajahnya yang basah oleh keringat, mereka sungguh berjuang keras dalam honeymoon ini.
***
Abidzar anteng memeluk Celine dari belakang, melihat jemari lincah Celine membuka beberapa media sosial.
“Kamu ada Instagram?” Celine menoleh lalu mengernyit. “Geli, Abi.” dia menyingkirkan jemari Abi yang memainkan bulatan di bobanya.
“Ga punya.” Abidzar berpindah mengusap perut rata Celine, menatap lagi yang dilakukan Celine dengan Instagram yang banyak pesan, pengikut, like dan komen.
“Mau lihat isi pesannya ga?” celine membukanya.
Abidzar melihat semuanya lalu melotot. “Kelamin—” dia berhenti. “Mereka temen?” tanyanya.
“Ada, sebagian. Jijikan, ga pernah lagi aku buka pesan, ini karena ada kamu, Abi.” Celine mengecup dada bidang Abidzar sekilas lalu bermain ponsel lagi.
Kangen sekali.
“Hapus yang seksinya boleh, kan kamu punya aku,” Abidzar menunjuk foto berbikini Celine yang sangat cantik memang.
“Cie posesif,” Celine mengecup lagi dada bidangnya lalu menghapusnya. “Mana lagi?” tanyanya tak masalah, malah senang. Ngocoks.com
Abidzar mengecup lama kening dan bibir Celine. “Istri baik,” pujinya.
Celine kembali tersipu, padahal sudah bukan masanya untuk begitu.
“Ini, hapus.”
Celine menghapusnya. Hanya sisa 10 foto yang tertutup. Dia menoleh menatap Abidzar. “Abi, boleh kamu aku pajang?” tanyanya.
“Kamu mau?”
Celine mengangguk, dia ingin pamer sosok yang hebat di sampingnya sekarang. Meratukannya, menghargainya, memperhatikannya.
Celine tidak butuh apapun lagi.
“Boleh. Kapan?”
“Sekarang.”
“Aku pakai—”
“Di bawah selimut aja, ga akan keliatan.”
“Coba dulu,” Abidzar menutup Celine hingga ke leher.
“Semua aja tutup!” protes Celine sebal.
Abidzar tertawa pelan. “Aku tuh pelit kalau soal kamu,” bisiknya lembut.
Celine menggigit bibir bawahnya, dia tersipu malu. “Ih gombal!” sebalnya sambil menarik selimut hingga sehidung.
“Nah, segitu baru boleh.”
Bersambung…