Celine tengah berendam santai sambil bermain ponsel. Lebih tepatnya sedang memilih pakaian, dia rindu belanja online walau mungkin akan datangnya ke rumah ayahnya bukan ke desa.
Paling Gustav akan mengantarkannya sambil mengirim permintaannya sebagai bujukan untuk berdamai.
Abidzar asyik mengusapkan sabun di punggung Celine. “Mandi dulu, itu lanjut nanti.” Abdizar jadi susah memandikannya.
Celine mematikan ponselnya, menyimpannya di tempat kering lalu berbalik dengan genit.
“Ga mau mandi,” Celine mendekat, Abidzar mundur hingga mentok lalu menahan setiap sisi pinggang Celine yang kini bergerak duduk di pahanya.
“Katanya hari ini mau tidur, pelukan aja,” Abidzar tersenyum lembut, menatapnya tak kalah lembut.
“Tapi kamu keras,”
“Ga papa, nanti juga lembek lagi.” bisiknya lalu tertawa pelan sambil menggesekan hidungnya ke hidung Celine.
Celine ikut cekikikan. “Yaudah, ayo mandi.” dikecup sekilas bibir Abdizar lalu beranjak dan berhenti berendam.
Abidzar ikut beranjak, memegang Celine yang hendak melangkah dengan hati-hati. “Pelan aja, licin.” terus saja dia pegangi hingga keduanya berdiri di bawah shower.
Berpelukan, saling menyabuni dan bercanda ria bagai pasangan yang di mabuk cinta.
“Ihhh! Sakit ketarik,” sebalnya agak merengek manja.
Abidzar sontak mengusap sayang kepala Celine. “Maaf-maaf.” sesalnya lalu kembali membasuh rambut Celine.
***
Celine asyik memeluk Abidzar yang tengah memilih pakaian dalam untuknya. Sengaja Celine ingin dipilihkan Abidzar.
Lucu saja, dipilihkan suami.
Cie suami. Batin Celine geli sendiri.
“Ini aja, biasanya kamu cuma tali, ini lebih ke tutup punya akunya..” Abidzar mencolek hidung Celine sekilas.
“Kan sekarang cuma kamu yang liat, mau yang tali atau itu apa bedanya. Atau aku ga usah pake aja biar kamu tinggal masuk,”
Abidzar sontak mencubit hidung Celine. “Ga boleh, harus ada aturannya. Kita manusia, bukan hewan.” tegurnya lembut.
Celine sontak mengulum senyum. “Kayak kucing ya, ga boleh asal tusuk. Kecuali di rumah sendiri, tertutup, dan aman.” dia sudah paham.
Celine tidak marah saat Abidzar melarangnya untuk tidak memakai pakaian terbuka. Sekarang Celine malah senang sekali. Dia begitu dijaga.
“Betul, pinter.” Abidzar mengusap dagu Celine yang bibirnya mengulum senyum. Cantik sekali.
“Abi, aku bukan anak kecil loh.. Kamu kok kayak lagi sama anak kecil,” sebal Celine walau sebenarnya suka.
“Anak kecil itu harus di jaga, akukan mau jaga kamu, buat aku. Kamu ga suka aku manja?”
“Sukalah!” rengeknya kesal. Mana ada yang tidak suka.
“Eum, jangan marah. Sini cium dulu, my baby.” bisiknya lembut lalu mengulum senyum geli.
“Ihhh.. Udah mulai bisa ya!”
Keduanya cekikikan sambil berpelukan. Sungguh romantis. Suasananya pun mendukung.
Abidzar sungguh bahagia.
***
“Celine, udah saatnya pulang. Kamu ga kangen ibu?” bujuk Abidzar begitu lembut, berusaha melihat wajah Celine yang terus berpaling marah.
Celine masih ingin seminggu lagi di sini. Dia masih ingin menikmati kemewahan yang dirindukan.
Tapi dia juga kangen ibu, kangen masakannya. Benar juga kata Abdizar, ibu sudah tua dan di sana sendirian.
Sepupu Abidzar yang biasa menemani tidak bisa karena beda negara, dia kerja menggantikan kekosongan Abidzar.
“Ibu ga mungkin nyaman nginep di tempat bu Dewi hampir 2 minggu. Kalau tambah seminggu di sini, ibu harus nambah seminggu lagi.” Abidzar usap-usap rambutnya, mencoba menyamankan Celine, menenangkannya juga.
Benar. Mereka awalnya honeymoon seminggu tapi malah tambah lagi. Sampai mengeluarkan ratusan juta untuk honeymoon.
Semua jelas Glen yang bayar. Celine yang memoroti ayahnya. Syarat ingin akur. Abidzar sampai geleng-geleng kepala.
Abidzar pun meminta mertuanya untuk membayar setengah saja. Biar Abidzar sebagai suami tidak enaknya saja.
Dia pernah bekerja, uang yang dia dapat jelas untuk keluarga, untuk istrinya.
“Kamu mau di kota ya? Udah ga mau ikut aku?” Abidzar menghentikan usapannya, suaranya terdengar sedih.
Celine sontak menoleh. “Ga gitu,” bibirnya bergetar. “Bukan ga mau ke desa lagi,” tiba-tiba bercucuran air mata.
“Sstt.. Kok nangis, hm?” lembut sekali, tatapannya juga.
Celine malah semakin terisak. “Kangen ibu, masakannya, perhatiannya. Ayo, pulang.” putusnya tidak keras kepala lagi.
“Nanti main lagi, hm? Kita jalan-jalan ke kota, belanja lagi, kita honeymoon lagi, ya? Udah jangan nangis.”
Celine malah kembali terisak. “Aku bukan anak kecil.” sebalnya sambil menyeka air mata.
“Iya, kamu bukan anak kecil, tapi bayi aku, cengeng gini.” Abidzar seka air matanya.
“Ihhh..” lalu terkekeh di sela isaknya. Sialan, dia malah berdebar di sebut bayi. Kenapa romantis bagi Celine.
Ini sih, Celine luluh seluluh luluhnya.
***
“Bapaknya nanti pulang berdua, ga sendirian. Jauh soalnya, kalau di perjalanan ada apa-apa sama kemaleman bisa ada yang bantu,” Celine berceloteh sambil Abidzar belitkan sabuk pengaman di tubuhnya.
“Baiknya istri aku,” bisik Abidzar sambil mengusap puncak kepala Celine.
Celine mengulum senyum. Ternyata, menelan gengsi dengan memperhatikan orang lain tidaklah buruk. Ada kebaikan yang kembali berbalik padanya.
“Iya, non. Terima kasih,” sang sopir yang cukup tahu ketusnya, nakalnya Celine kini tersenyum melihat perubahannya.
Nonanya itu sungguh bertemu dengan suami yang tepat.
Perjalanan pun berjalan mulus walau di desa jalannya tidak mulus. Celine sampai terjaga di pelukan Abidzar.
“Sebentar lagi sampai, bangun ya.”
Celine mengangguk lalu tersenyum di dada bidang Abidzar. Mengeratkan pelukannya. Sebentar lagi dia akan hidup di desa yang damai.
Semoga selalu damai. Ngocoks.com
Tapi nyatanya tidak. Saat datang, Celine tidak suka karena bunga bau itu ada di rumahnya.
Siapa lagi kalau bukan Jasmin.
Insting Celine mengatakan perempuan itu masih berharap pada Abi. Memang dasar wanita zaman sekarang. Berani sekali nyalinya.
Tapi lihat saja, Celine tidak pernah akan kalah mempertahankan miliknya.
Abi miliknya! Suaminya! Selamanya!
“Kenapa?” bisik Abidzar saat menatap Celine yang menekuk wajahnya.
Padahal saat sebelum turun dari mobil Celine senang menyambut Mimah.
Abidzar melirik arah pandang Celine. Ternyata pada Jasmin yang tengah berbincang dengan Mimah.
Abidzar mengulum senyum samar. Ada bau-bau cemburu. Lucu sekali. Tapi, benarkan Celine cemburu?
Abidzar tidak bisa menahan senyumnya.
“Ngapain senyum sambil liatin dia?” sewot Celine lalu melipat lengan di perut.
Abidzar sontak melunturkan senyumnya.
Bersambung…