Bimo tersenyum menggoda Abidzar yang balas menatapnya bingung. Ada apa dengan senyum misterius itu.
“Apa, Bim?”
“Ga, bang. Cuma, aduh..” Bimo mengusap lengan dan lalu lehernya. “Banyak nyamuk kayaknya,” tatapannya berbinar usil.
Celine melirik tingkah Bimo itu dengan heran. Sekutunya itu tidak beres. Celine terus membantu Abidzar yang kini menggelar tikar.
“Nyamuk apaan sih!” Anwar menoyor Bimo kesal karena bukannya bantu malah tidak bisa diam dengan obrolan tidak jelasnya.
“Itu loh, gatel.. Merah-merah ga?” Bimo memepet Anwar. “Lehernya bang Abi,” bisiknya lalu heboh sendiri lagi.
Anwar yang kesal melirik Abdizar yang kini geleng-geleng tidak paham dengan kelakuan Bimo itu dan menatap leher Abidzar.
“Bwaahahah!” Anwar kini yang tantrum sambil memukul-mukul lengan Bimo yang sudah kebal dengan reaksi tawa Anwar.
Celine semakin menautkan alisnya. Mereka kenapa? Gatal? Mengusap leher— oh! Celine pun sadar, dia melirik leher Abidzar.
“Abi,” sesal Celine sambil mengusap leher dan menatap Abidzar memelas.
“Apa?” sahutnya lembut sambil melepas jemari Celine di lehernya. Ini tempat umum.
“Mereka pasti ini,” tunjuknya pada leher Abidzar. Niatnya Celine memberikan satu tanda ah tidak dua tanda di leher Abidzar untuk supaya dilihat Jasmin.
Malah diusili sekutu dan temannya.
“Ini?” Abidzar mengusap lehernya tidak paham. “Ini apa?” bingungnya.
“Jejak merah, jejak aku.” lirihnya pelan dan menyesal.
“Oh..” Abidzar tersenyum tipis. “Ga papa, orang ada istri kok. Kalau masih pacaran, pasti jadi gunjingan..” lalu mengusap rambutnya sekali.
“Tapi mereka—”
“Ga papa, biarin aja. Kamu kasih ini ada alasannyakan?” senyum Abidzar begitu penuh arti. “Kamu lagi tandain milik kamu.” bisiknya.
Celine mengulum senyum dan mengangguk.
Abidzar sebenarnya sudah tahu.
Abidzar merem melek, terus bergerak di atas tubuh Celine. Dia membiarkan Celine menghisap dan menjilati lehernya. Pasti berbekas.
“Ah.. Satu lagi,” gumam Celine pelan sambil menyesap lagi leher kirinya. Mulai meninggalkan jejak di sana.
Abidzar tersenyum di sela desahnya. Biasanya Celine sadar, memberikan jejak di tempat tertutup. Tapi sekarang seperti sengaja.
Tak apa, Abidzar senang menerima karya istrinya.
Abidzar membalasnya, dia meninggalkan banyak jejak di kedua bobanya.
“Enh..” Celine sudah gelisah.
Abidzar terus banyak meninggalkan jejak sambil kecup puncak kecil yang mengeras itu. Lalu pindah ke Perut, bahu dan mengubah posisi barulah menyerang punggung Celine.
Diusahakannya sebentar, tapi pada kenyataannya mereka menikmatinya dan cukup lama.
Abidzar terus berusaha hingga bergetar saling berpelukan. Keduanya terengah berkeringat dengan lega.
Abidzar menatap jejak yang dia tinggalkan. Mengusap lehernya sendiri yang pasti ada jejak Celine juga.
“Yuk bersih-bersih.”
“Gendong.”
“Siap, my queen.”
“Sukanya itu di panggil sayang, mau lagi.”
“Siap, sayang.”
Celine tersenyum sambil terus saling pandang dengan Abidzar.
***
Abidzar menoleh pada Celine yang mengerjap menatap keramaian di sepanjang jalan. Semua orang yang ikut mulai memadati tempat.
Celine terlihat lucu jika sedang polos begitu. Duduk anteng, menatap semuanya. Suasana yang hangat dan indah di temani oleh senja.
Karpet dan daun pisang sudah tergelar panjang tak berjeda, semua orang sudah duduk saling bersebrangan.
Celine merasa asing dan baru dengan semua ini. Dia tidak bisa melihat 17san saat itu karena masalahnya, tapi kini dia bisa ikut acara ini.
Mimah mengusap lengan Celine. “Nyaman?” tanyanya.
Celine tersenyum lalu mengangguk. “Nyaman, bu. Seneng juga, ramai ya.” jawabnya.
“Bagus kalau gitu, ibu ke sana lagi ya mau nuangin lauk pauk,”
“Mau sama Abi, bu?”
“Engga, kamu duduk temenin Celine.”
Celine pun menatap di depannya. Semua makanan ada di atas daun pisang yang sudah di bersihkan.
Makanan yang sederhana dan asing bagi Celine. Ada beberapa makanan yang pernah Mimah masak juga.
“Ini ap— shh.. Asin.” Celine mengernyit sambil menjilati rasa asin di bibirnya refleks.
“Cara makannya tuh gini.” Abidzar dan Celine duduk di paling ujung, dekat rumah. Keduanya terlihat romantis.
Celine mangangguk, melihat yang dijelaskan Abidzar, mengabaikan sekutunya dan teman-temanya mencie-ciekan.
Celine mendengus menatap mereka lalu tersenyum. Membuat Bimo urung mengunyah. Senyum Celine yang terbias senja begitu membuatnya bercahaya.
“Wahh.. Bang, si Bimo tuh bang! Ga bener dia, mulai ngincer mba Celine,” seru Anwar.
“Ga, Bimo baik. Yakan, Bimo?” Celine mengkode Bimo, soal merekakan sekutu.
“O-oh A-Anu, iya.. Wah, mba cakep ke bias senja sampe bikin aku linglung, mau nikung kasihan bang Abi, dia ga bisa marah,” celetuk Bimo yang membuat tawa pun menular.
Celine tertawa, setuju jika Abidzar tidak bisa marah.
Jasmin, menatap canda tawa mereka. Rasa tak rela tiba-tiba menyeruak. Harusnya Abidzar menjadi suaminya.
“Nak, ayo di makan.” tegur ibu Jasmin.
“Oh iya, bu.” balas Jasmin lembut.
Abidzar menatap Celine yang terlihat masih bingung. Mereka semua makan tanpa ragu, begitu kekeluargaan.
Celine bingung karena merasa aneh.
“Mau di suapin?”
Celine mengangguk. Lebih baik begitu, dia tidak bisa cara makan tanpa sendok. Lima jemari tangan kanannya begitu kaku saking tidak biasa.
Abidzar tersenyum menahan gemas, Celine sungguh menggemaskan.
***
“Semua orang masih belum bubar, malah ngobrol sambil minum teh anget, gorengan.” Celine terlihat menekuk wajahnya.
“Iya, kenapa wajah cantiknya malah di tekuk, nanti Bimo ngatain jelek loh,”
“Mba Celine ga pernah jelek, bang. Di penuhi lumpur—” ups Bimo keceplosan. “Maksudnya sekali pun di penuhi lumpur.” ralatnya cepat. Ugh selamat.
Bisa di gantung bapaknya kalau ketauan ikut rusak sawah pak Cepi.
“Semua gorengan di piring ini siapa yang abisin?” Celine menahan kagetnya. Apakah dia jadi serakus itu.
“Pindah ke perut kamu,” bisik Abidzar gemas.
“Ga papa, mba. Kalau mba gemuk, bang Abi ga mau, ada Bimo..”
Sontak Bimo di serang teman-temannya yang lain.
Abidzar sih tidak ambil hati. Dia tahu mereka hanya bercanda untuk meramaikan suasana saja.
“Hiks Abi, di sini ada lebih dari 5 kan?” Celine merasa perutnya sungguh karet. Setelah makan bersama, kini makan gorengan.
“Besok bisa olah raga,” Abidzar mengusap jemari tangan Celine yang agak dingin.
Celine menyudahi makan gorengannya walau masih ingin.
“Mau sambil beli cemilan?” Ngocoks.com
“Abis olah raga terus ngemil, percuma dong!” dumel Celine lucu, masih sebal karena terlalu banyak makan dan perutnya menampung itu semua.
“Kok mulai mikirin yang di makan lagi, hm? Selagi olah raga, ga papa. Kamu masih maukan, makan aja.. Mau gemuk sekali pun kamu tetep Celine punya Abidzar.” bisiknya.
Celine sontak tersipu. “Yaudah, satu lagi. Ga, dua aja.” lalu memakannya riang.
“Nih, buat mba.” Bimo mendekatkan piring berisi gorengan pisang. “Sukakan?” tanyanya.
“Lebih suka yang, Abi.” sontak Celine mematung.
Semua yang mendengar juga mematung sedetik sebelum tawa pecah dan membuat Celine bersembunyi di ketiak Abidzar saking malu.
Ternyata Celine punya malu sekarang.
Bersambung…