“Abi, maaf.” Celine menatap Abidzar yang menyimpan tikar yang memang milik Mimah. Mertuanya itu seperti biasa, lebih banyak bergaul dengan bu Dewi dan belum ikut pulang.
Di luar juga masih banyak yang berbincang, sekarang sudah jam 8 malam. Mereka semua sepertinya masih betah berbincang.
Tapi Celine tidak kuat dinginnya, mungkin karena belum terbiasa.
“Ga papa, kamu ga sengaja.” Abidzar mundur sampai duduk di lengan sofa saat Celine terus memepetnya.
Abidzar belai sisi wajahnya.
“Malu banget, tumben aku punya malu.” keluhnya sambil mengusap wajahnya sendiri, terlihat lucu.
“Ga papa, kitakan suami ist—” Abidzar melirik pintu. “Pintu kayaknya belum ke tutup, aku tutup dulu.” namun Celine segera mendudukan Abdizar.
“Udah ke tutup kok,” Celine mendekatkan wajahnya, mengecup ringan bibir Abidzar lalu tersenyum. “Hari ini aku seneng banget, Abi. Mereka kayak keluarga ya, aku pertama kali liat semuanya.” jelasnya pelan, sambil memainkan kancing kaos yang di pakai Abidzar.
Abidzar memandang Celine, mendengarkan celotehannya dengan senyum hangat yang penuh kasih.
“Kita makan di satu tempat, sederhana bahkan aku kayak merasa aneh, tapi mereka keren, kesederhanaannya, kebersamaannya,”
“Hal-hal kecil kadang bisa bikin kita bahagia, Celine.” Abidzar begitu lembut, sampai Celine tidak berkedip.
Menatap pria yang kini dia cintai. Suaminya. Dia ingin hidup bersamanya, entah dalam kemewahan atau kesederhanaan.
“Makanya, kita harus menghargai hal-hal kecil, kita semua sama di mata Tuhan kita. Aku seneng kamu nyaman di sini sekarang, kamu mau ikut makan, duduk bareng semuanya, kamu hebat, istri aku semakin lebih baik, udah tahu cara menghargai orang tua, senyum sama mereka, percaya sama aku, jadi baik ga akan rugi, kamu makin cantik,”
Celine tersenyum dengan wajah merah padam, sialan! Dia baper, salting dan sebagainya. Celine jadi ingin memperkaos suaminya, tapi masih ingin terus mendengar pujiannya.
“Udah bisa jadi bendahara, mau pegang uang, hm?” Abidzar terpejam sekilas saat Celine mengecup bibirnya ringan. “Aku udah percaya sama kamu,” lanjutnya lalu menerima kecupan lagi.
Hingga keduanya memilih berciuman mesra, hanya sebatas itu. Cukup lama.
Tok.. Tok.. Tok..
Keduanya tersentak kaget saking sama-sama menikmati ciuman romantis keduanya.
“Sebentar.” Abidzar menarikan resleting celananya. Merapihkan bra dan kancing Celine yang Abidzar lepas agar bisa bermain bobanya.
Sungguh, Abidzar selalu tidak sadar melakukannya. Instingnya semakin nakal.
“Ganggu,” sebal Celine dengan bibir menekuk seperti bebek.
Abidzar mengecup pipinya agar tidak terlalu bete. Sentuhankan obat mood Celine.
“Ada apa, Jasmin?”
Sontak Celine memasang radarnya dan segera mendekati Abidzar, melebarkan pintunya.
“Oh ini, Abi.. ibu titip makanan ini, katanya ibu hari ini nginep di rumah bu Dewi, ibu ga pulang dan pamit karena bu Dewi darah tingginya kambuh barusan. Ibu lagi temenin, sama ibuku juga,” jelas Jasmin lemah lembut khasnya.
Ibuku? Maksudnya ibu Jasminkan? Batin Celine sewot. Jadi Abidzar juga memanggil ibu Jasmin ibu?
Abidzar hendak meraihnya namun segera Celine ambil alih. Tidak akan dia biarkan kulit mereka bersentuhan walau pun tidak sengaja.
“Makasih ya,” Celine tersenyum palsu.
***
Abidzar tersenyum lalu menggigit manja bahu Celine. Di luar sana masih ada orang yang berkumpul, terkhusus para prianya.
Pasti akan lanjut begadang sambil hitung-hitung ronda.
“Gini ya, nahan desah sama ga bikin suara derit kasur.” bisik Celine gelisah. Sungguh rasa enak yang menyiksa.
Keduanya tidak saling melucuti, hanya membuka beberapa bagian penting saja demi bisa menyatu.
Mepet, Celine sedang naik soalnya.
Abidzar melepasnya.
“Ah.. Kenapa di lepas?” suara Celine berbisik pelan sekali. Terengah lemas.
“Kita ga bisa lama,” bisik Abidzar lalu membenamkan wajahnya di sana.
Oh Celine jelas menyukainya. Sangat menyukainya. Dia pasti akan terus keluar.
“U-udah, masukin lagi, Abi.” lirihnya pelan sekali dengan nafas berat.
Abidzar sungguh sudah bisa menggunakan mulutnya dengan baik. Celine tidak bisa untuk tidak puas.
“Stt..” bisik Abidzar saat menekan dan kembali tenggelam. Memperingati Celine untuk tidak kelepasan melenguh.
Keduanya berpelukan erat, saling memandang panas lalu berciuman.
Tok.. Tok.. Tok..
Abidzar sontak melepaskan penyatuan, membenarkan celana dan kaosnya yang tergulung hingga ketiak saking Celine ingin menyentuh garis ototnya.
Celine tidak bergerak, dia terengah lemas. Padahal sedang enak dan akan sampai sebentar lagi.
Abidzar menutup Celine dengan selimut. “Jangan marah, nanti kita lanjut ya, sayang.” bisiknya lembut.
Celine yang kecewa menjadi tersenyum dibuatnya lalu mengangguk.
“Lama, janji?”
“Ga boleh janji, ga ada yang tahu nanti bisa apa engga, tapi aku usahain lama.” bisik Abidzar dengan menatap Celine sayang.
Dasar Celine.
Untung enak, jadi Abidzar juga suka sekarang.
***
“Aku lupa bawa oleh-oleh, bener-bener aku lupa,” Jasmin menyerahkan paper bag itu.
Dengan ragu Abidzar membukanya, ternyata sebuah syal. Jika musim hujan yang hampir setiap hari melanda, mereka memang akan butuh sesuatu yang hangat.
Syal dan sarung tangan bagai di luar negeri sering mereka semua gunakan.
Dan musim itu tidak akan lama lagi datang. Tandanya dengan sesekali turun hujan.
“Makasih, Jasmin. Tapi, aku ga bisa terima barang mahal begini, istri aku cemburuan juga, aku ga mau kita bertengkar, maaf ya, Jasmin.” tolak Abidzar halus.
Itu benar. Dia tidak ingin ada masalah dengan Celine. Mereka sedang menikmati menjadi pengantin baru.
“Kasih aja buat Celine, Abi. Atau buat ibu, maaf aku bikin kamu ga nyaman,” Jasmin tersenyum lembut.
“Aku yang maaf, ke depannya kalau makanan aku terima pasti,” Abdizar tersenyum menenangkannya.
Jasmin sahabatnya, namun karena ada Celine yang cemburuan. Abidzar jelas harus menegaskan batas. Demi pernikahan yang ingin dia jaga.
Celine yang tengah menguping sontak tersenyum. Dia tidak marah di sebut cemburuan oleh Abidzar karena memang dia cemburuan.
Abidzar miliknya. Tidak akan Celine berikan ruang orang lain untuk merebutnya.
Celine memilih melepaskan pakaiannya dan naik ke kasur. Bersiap menyambut Abidzar untuk melanjutkan apa yang tertunda. Ngocoks.com
Celine menatap bobanya. “Kayak macan tutul. Abi udah mulai ganas sekarang, argh suka!” pekiknya tertahan. “Astaga.. Liat, boba kiri parah gini.. Ga heran sih, setiap saat walau sibuk gerak, mulut Abi ga pernah lepas kayak bayi haus!” Celine terus memeriksa kulit tubuhnya.
“Bener-bener macan tutul. Boba macan tutul,” celetuk Celine sampai tidak sadar dengan Abidzar yang sudah berdiri diambang pintu.
Dia memperhatikan Celine yang polosan tengah mengamati bobanya, paha dalamnya. Abidzar menelan ludah melihat keindahan itu.
“Lagi apa sayangnya, Abi?” goda Abidzar dengan lembut namun terselip gemas.
“Lagi puasin diri sendiri.” Celine meremas bobanya.
Abidzar terus mendekat, membingkai sebelah wajah Celine lalu mengecup pipi dan bibirnya.
“Oh Abi!” Celine memekik tertahan, untung suaranya pelan.
Abidzar yang asyik mengecup pipi dan bibir tiba-tiba ndusel di sana. Membuat Celine enak tak karuan saja.
Bersambung…