“Abidzar kecelakaan, yah.” Gustav fokus pada ponselnya.
“Apa? Kecelakaan? Di mana? Dia sekarang keadaannya gimana?” tanya Glen panik.
“Abi kemana?” Celine terlihat kaget dengan apa yang di dengarnya. “Kecelakaan? Emangnya Abi mau kemana?” lirihnya lemas.
Gustav segera meraih Celine yang hampir jatuh ke lantai itu.
“Abi mana?” Celine memucat.
“Dia—”
“Aku di sini,” Abidzar di papah orang asing yang mengantarnya. Kaki dan sebelah lengannya yang terkena luka gores dan di jahit 5 jahitan terlihat di gulung perban.
“ABI!” Celine melepas Gustav dan segera berlari.
“Jangan lari! Jangan lari!”
“Jangan lari, Celine.” tegur Gustav dan Glen bersamaan.
Celine tetap mendekat, memeluk Abidzar dengan lega walau sedih melihatnya di perban, pincang juga.
“Dari mana sih?! Sampe kecelakaan!” amuk Celine dengan mengeratkan pelukan dan terisak.
“Saya pamit, mas.”
“Makasih ya, pak..” Abidzar menoleh lalu menatap Celine. “Lepas dulu, mau terima kasih ke bapaknya dulu.” bisiknya.
Celine mengalah, membiarkan Abidzar dan Gustav mengantar sekaligus memberi upah atas kebaikannya.
“Gimana bisa, Abi? Sopir mana?”
“Aku pulang duluan karena Celine takut bangun terus nyariin dan panik.. Pak Iyas masih di rumah sakit ayah, katanya harus beberapa hari di rawat dulu. Ada kucing lewat, pak Iyas kaget dan banting stir untungnya kecepatannya ga kenceng,”
Celine masih mengusap lengan Abidzar yang di perban itu. “Emang mau kemana sih?! Ninggalin aku!” rengeknya kesal nan manja, masih berderai mata juga.
“Itu—”
“Terus pulang dari rumah sakit pasti kaburkan? Harusnya di rawat dulu, kalau ada luka lain gimana?” omel Celine dengan menangis lagi. “Ayo ke sana lagi!” tegasnya.
“Aku ga—”
“Ga mau tahu ayo! Aku ga mau kamu kenapa-napa, aku ga mau ditinggal lagi.” isaknya.
Glen dan Gustav menatap Celine dengan senyum tipis. Dia terlihat sangat bergantung dan cinta pada Abidzar. Celinenya sungguh berubah dan perubahannya menjadi ke arah yang lebih baik.
“Ke rumah sakit, Abi. Turutin maunya Celine,”
Untuk soal kejutan ulang tahun biar saja, Celine bukan anak kecil yang akan menangis jika tidak dirayakan.
“Kado buat kamunya,” Abidzar menunjuk paper bag di meja.
“Kado?” Celine mengerjap. Besok ulang tahunnya ternyata, jadi Abidzar sampai kecelakaan hanya untuk membelikannya kado?
“Kenapa?” panik Abidzar saat mendengar tangisan kencang.
“Kamu luka cuma buat beli kado itu, padahal kamu aja cukup sebagai kado, ga mau apapun lagi.”
Abidzar tersenyum, perasaannya menghangat. Gustav dan Glen pun tersenyum. Ikut bahagia jika Celine menemukan kebahagiaannya.
***
“Aku udah bilang, ga papa.. Cuma luka tangan sama kaki,” Abidzar tersenyum hangat pada Celine.
Keduanya sudah kembali ke mobil setelah memeriksa keadaan Abidzar sekaligus menjenguk sopir dan membayar biaya perawatannya. Celine sudah lega jika dokter yang bilang langsung padanya.
“Abi.. Jangan bikin jantung aku copot lagi, kalau mau pergi izin, aku ga butuh kejutan, hadiah atau apapun.” lirihnya.
Abidzar usap jemari Celine yang dia genggam. “Iya, lain kali aku bilang. Mungkin ini juga teguran walau niat aku baik, mau beli kado buat istri.” diusap pipinya sekilas.
Celine menatap Abidzar dengan mata sembabnya. “Makasih, makasih banyak. Udah mau beli kado, inget aja aku udah seneng.” lalu mendekat dan bersandar.
“Sama-sama, sayang. Maaf kejutannya gagal.” bisiknya.
“Ga papa, asal kamu ga papa.”
“Jangan nangis lagi, nanti pusing. Maaf malah bikin kejutan yang bener-bener bikin kamu kaget liat aku di perban.”
“Ngomong-ngomong kamu beli apa?” Celine mendongak.
“Ada, nanti liat aja.”
Sesampainya di rumah, Celine begitu berusaha ingin memapah. Padahal tubuhnya kecil, mana perutnya buncit. Lucu.
“Kakak aja, minggir.”
“Ga mau, aku bisa.”
“Abidzar kesakitan, dia jalan ga mau bebanin kamu,” dasar Abidzar penurut batin Gustav. Demi membahagiakan istrinya yang ingin berbakti, dia berkorban kesakitan karena sesekali berjalan dengan kakinya yang sakit agar tidak membebani Celine.
“Yaudah.” Celine mengalah, membiarkan Gustav memapahnya sampai ke kamar.
“Rebahan aja,” Celine begitu telaten.
“Jangan lari-lari, sayang.” tegur Abidzar lembut. “Pelan aja, aku ga papa.” yakinnya.
***
“Selamat ulang tahun.” bisik Abidzar sambil menatap Celine yang tidur menyamping ke arahnya.
“Tepat jam 00:00.” Celine tersenyum. Dia bahagia Abidzar menjadi yang pertama mengucapkan ulang tahun untuknya.
“Semoga kamu selalu sehat, panjang umurnya—” Abidzar usap-usap puncak kepala Celine sambil terus mendoakannya. “Selalu bahagia, semakin baik lagi, lebih positif dalam segala hal, kita belajar sama-sama ya buat jadi orang tua yang baik untuk anak-anak..” lanjutnya begitu lembut penuh kasih.
Celina mengangguk dengan mata merebak basah. Tahun ini ulang tahunnya sungguh
Indah. Tahun pertama bersama dua bayi dan Abidzar.
“Lahirannya nanti lancar, anak-anak kita baik, cantik kayak ibunya,”
“Engga, mau kayak kamu. Mereka harus kayak kamu,” Celine usap sisi wajah Abidzar dengan teramat sangat jatuh hati.
Tidak ada lagi yang akan dia keluhkan pada pemilik semesta. Mendatangkan Abidzar sungguh sebuah kebahagiaan. Lebih dari kata cukup.
Celine menjadi perempuan paling beruntung karena memiliki Abidzar yang sebagai pria begitu bertanggung jawab, tidak pernah marah, tidak pernah merendahkan, selalu menghargai perempuan karena dia sadar lahir dari seorang perempuan, dia bukti bahwa di dunia ini masih ada pria baik, orang baik.
“Apapun, gimana pun ke depannya. Kita hanya perlu melakukan yang terbaik, sayang. Aku kecil juga nakal kok,” Abidzar tersenyum hangat, kedua matanya begitu memancarkan ketulusan.
***
Dua hari berlalu semenjak hari di mana Celine ulang tahun dan kejutannya gagal walau kado pemberian Abidzar dia sangat suka bahkan terus di pakai.
Cincin, gelang, kalung dan Anting. Satu set perhiasan.
“Mandi aja, biarin.” ujar Abidzar yang saat ini tengah di bantu Celine untuk mandi, lebih tepatnya hanya keramas lalu tubuhnya di lap karena luka masih basah.
Celine membiarkan handuk membelit rambut Abidzar yang basah. Ngocoks.com
“Keras gitu,” Celine menggenggamnya lalu duduk di ujung paha Abidzar. “Aku bantu bentar ga papa.” putusnya.
Keduanya pun berciuman. Abidzar pasrah saja saat bibirnya di lahap Celine, dua jemarinya mulai mengocok.
Abidzar melenguh, mendesah dan terengah.
“Ah..” Abdizar menatap pergerakan Celine, dia berjongkok lalu mengulumnya. Menekannya masuk lalu keluar lagi.
“Ahh..” desah Celine lalu kembali mengisi mulutnya.
Abidzar kian sayu, dia mendesah halus dengan gelisah merasakan hangat dan licinnya mulut Celine yang ahli.
Celine kecupi, hisap dan lumat. Terus naik turun dengan cepat. Mulutnya penuh, kadang pipinya kembung tertusuk.
Celine terus membuatnya keras. Terus membuat Abidzar keenakan.
“Celine, aku sam—pai.. Ahh..”
Abidzar terengah lega sambil tidak melepaskan usapan di kepala istrinya. Keduanya kembali berciuman, tak lupa Abidzar berterima kasih.
Bersambung…