Celine mengusap perutnya, dia tengah menatap pantulan dirinya di cermin. Pagi-pagi saking gabut menunggu Abidzar yang pulas kelelahan akibat Celine perkaos semalaman.
HAHAHA..
Abidzar sampai lemas, Celine pun sama. Tapi entah kenapa Celine malah segar, dia terlalu puas semalam di puaskan Abidzar mungkin, jadi moodnya begitu bagus.
“Isi dua emang beda, sehat-sehat ya babi eh baby, sorry-sorry,” dengan cepat dia mengusap perutnya sendiri.
Abidzar dengan mata terpejam tertawa pelan nan geli mendengar typo Celine.
Semalam panas sampai dia lemas, Celine agresif sekali dan paginya mendengar celotehan Celine yang menggemaskan. Berasa dua orang yang berbeda.
Celine sontak menoleh kaget mendengar cekikikan itu. “Ihh ga bilang udah bangun! Mana ketawa, serem!” gerutunya sambil mendekat mengabaikan gaun tidurnya yang terongok di lantai.
Abidzar membuka matanya dengan mengulum senyum. Dia tatap Celine yang tidak memakai apapun itu.
“Udah bulet,” Abidzar mengulurkan tangannya, mengusap perut Celine.
Celine berdiri di samping ranjang, membiarkan Abidzar mengusap perut dan mengecupnya ringan.
“Kenapa di lepas gaun tidurnya?”
“Kan liat perut di cermin, kamu mau lagi?” Celine meraih lengan yang jemarinya mengusap perut itu lalu menyelipkan jemarinya di belahan kaki.
Abidzar membelainya sekilas. “Aku lemes loh di perkaos kamu,” lalu tertawa pelan. “Kamu juga jangan terlalu sering ya, secukupnya aja.” Abidzar mengecup perutnya.
“Iya.. Ayo mandi, kamukan bayi aku, belum bisa mandi sendiri, bercinta juga belum bisa,” celotehnya asal ceplos.
“Perbannya harus di ganti,”
“Siap, aku bisa.”
***
Abidzar menatap hasil karya Celine. Perban yang membelitnya itu hanya seperti perban menggulung lengan dan kakinya.
Abidzar tersenyum, tetap menghargai perhatian yang diberikan Celine. Dia senang Celine ingin menjadi istri yang baik.
“Selesai.” Celine terlihat senang.
“Makasih ya..” Abidzar mengecup sekilas kening Celine.
“Udah kering loh, yess.. Bisa remes dada aku dua-duanya,”
Abidzar sontak tertawa mendengarnya. Dengan gemas Abidzar merangkul Celine dengan tangannya yang sembuh, dia peluk gemas sambil mengecupi rambutnya.
“Kan bisa satu diremas satunya di kulum,”
“Itu juga enak sih,” komentar Celine so serius.
Abidzar tersenyum dan kembali mengecupnya gemas. Celine jika membahas begituan kenapa lucu ya?
“Lebih enak lagi diremesnya barengan, terus di kulum juga gantian,” jelas Celine.
Abidzar ndusel gemas di leher Celine. “Iya, nanti aku gituin ya,” bisiknya dengan senyum geli.
“Eum, ga sabar.” Celine mengedip genit lalu menyambar bibir Abidzar sekilas.
“Yuk sarapa—” Celine menatap perbannya yang merosot hingga luka Abidzar terlihat. “Yah, kok lepas.” lirihnya.
“Aku benerin, bentar.”
“Ga! Lebih baik suruh perawatnya ayah, kamu tunggu di sini!” tegasnya serius penuh perhatian.
“Makasih, sayang.” Abdizar mengusap sekilas lengan Celine setelah kembali duduk.
Celine memanyunkan bibirnya sebagai balasan dan Abidzar yang paham pun mengecupnya barulah Celine pergi.
Abidzar menatap cara berjalan Celine dengan membawa kedua calon anaknya. Dari belakang lucu, dengan gaun hamil yang dibeli Celine online itu.
***
“Aku istri ga berguna,” Celine menunduk dengan bapernya.
Suster baru saja pergi setelah mengganti perban Abidzar dengan rapih dan kuat.
“Kata siapa? Ga boleh gitu, aku ga suka dengernya..” suara lembut itu mengalun, Abidzar peluk Celine.
“Aku ga bisa cuma pasang perban aja, harusnya aku bisa karena sama aja aku bisa ngurus kamu,” cerocosnya sebal namun sedih.
“Kamu itu sekarang baik banget, Celine. Kamu ga mau aku sakit, makanya perbannya longgar, istri aku yang cantik ini sayang sama suaminya sampai ga mau dia kesakitan,” Abidzar mengurai pelukan dan mengusap wajah Celine.
Celine menatap Abidzar dengan berkaca-kaca.
“Kamu sekarang Celine yang lembut hatinya, bukan ga berguna, bukan ga bisa, kamu cuma takut.. Kamu udah hebat, jangan gitu ya, ga suka aku..” tegurnya tetap lembut.
Celine mengangguk. “Makasih udah maklum, Abi. Ke depannya aku akan terus berusaha buat urus kamu dengan baik, perhatiin kamu lebih hebat lagi, bikin kamu nyaman dan ga mau ninggalin aku,” janjinya.
“Iya, sayang. Aku tunggu ya,” Abidzar usap-usap pipi dan rambutnya bergantian. “Kamu hebat, mau memperbaiki diri. Istriku hebat,” pujinya dengan kembali memeluk Celine dengan sebelah lengannya.
Abidzar tahu, Celine semakin sensitif karena hormon. Dia jelas akan maklum, mengalah pun tak masalah.
Demi ibu dari anak-anaknya.
“Apa lukanya masih sakit?”
“Udah engga, sayang.”
“Bagus kalau gitu, jangan sakit lagi ya, Abi.” mohon Celine sambil mengeratkan pelukannya penuh kasih sayang.
Celine sudah benar-benar jatuh cinta. Siapa pun mungkin akan jatuh Cinta jika prianya seperti Abidzar.
“Sini, mau cium?” tawar Abidzar agar tidak sedih.
Dengan semangat Celine mendekatkan wajahnya dan terpejam.
Abidzar tersenyum melihat wajah mulus Celine itu. Dia usap sesaat lalu mengecupnya sekali, dua kali dan memagutnya mesra.
Celine membelitkan lengannya di leher Abidzar, dia balas mulai liar sampai Abidzar melepaskannya dulu.
“Sebentar.” Abidzar menjeda dengan terengah. Menyeka bibir basah Celine. “Ga berdarahkan?” Abidzar mengusap bibir lembutnya.
“Engga ke gigit kok,” Ngocoks.com
Abidzar tersenyum. “Pelan-pelan, sayang. Biar kamu ga terluka,” bisiknya lalu kembali menabrakan bibir setelah Celine mengangguk patuh dengan lucunya.
Abidzar tersenyum disela ciumannya, lidahnya tengah dinikmati Celine. Emang mudah dan enak membujuk Celine.
Sentuhan akan selalu melemahkannya. Istrinya itu memang nakal di bidang itu.
Menggemaskan, dengan tangan dengan jemari lentik itu mulai nakal. Abidzar membiarkannya, dia pasrah saja.
Toh dia juga keenakan.
“Kan,” Celine terengah. “Kalau sebelah yang sembuh ga enak, kamu cuma bisa sentuh dada, bawahnya engga,” sebalnya.
Abidzar tertawa pelan di bahu Celine. “Dasar.” gumamnya. Dia jadi gemas pada Celine istrinya yang buncit itu.
“Ah.. Udah bisa ya gigit-gigit!” Celine terdengar kesal namun bibir tersenyum. Dia merem melek saat lehernya di kecup dan di hisap.
Celine suka sentuhan. Sungguh suka.
“Bikin aku kejang terus pingsan, Abi.” lirihnya panas.
Abidzar tertawa pelan menanggapinya. “Ga mau.” lalu kembali menyatukan bibir yang langsung Celine sambut dengan riang gembira.
Bersambung…