Abidzar menatap pergerakan selimutnya, bibirnya terangkat saat tahu kepala Celine berada di dalam selimut.
Istrinya itu pasti ingin menyapa kesukaannya, memainkannya dengan niat menghiburnya. Abidzar tidak menolak.
Dia mengintip ke dalam selimut. “Ngapain, sayang?” bisiknya.
“Lagi bangunin Dede,” jawabnya asal.
Abidzar tertawa pelan. “Sini, aku mau cium.” bisiknya lagi.
Celine sontak merangkak naik, lalu duduk dan mengusap perutnya yang mulai berat.
Abidzar ikut duduk, segera meraih tengkuk Celine. Mengabaikan celananya yang sudah melorot tidak di tempatnya.
Siapa lagi pelakunya kalau bukan Celine.
“Kangen bercinta tanpa suara di sini,” bisik Celine.
“Ga lelah, hm?” bisiknya begitu lembut, tidak langsung gas mengambil kesempatan.
Abidzar tidak ingin sampai Celine kelelahan dan mempengaruhi kandungannya.
Abidzar kembali rebahan.
“Aku malah ga ngantuk, lelah sama sekali,” Celine meletakan kepala di perut Abidzar dan Abidzar mengusap kepalanya.
“Kata ibukan nunggu seminggu dulu di sini, pak Sunandar balik tanya jawaban itu minggu, ga papa di sini dulu ya?”
Celine mengangkat kepala dan menatap Abidzar. “Aku ga masalah mau nanti mendekati lahiran ke kota juga, aku udah ga mempermasalahin tempat kok. Yang penting ada kamu,” terangnya.
Abidzar mengulum senyum dengan begitu hangat. “Kamu gombal,” bisiknya sambil mencapit sekilas hidung Celine.
“Argh.. Ini itu palsu, operasian!” amuk Celine.
“Serius?” Abidzar mendudukan tubuhnya lagi, membingkai wajah Celine dengan perhatian. “Ga bengkok kok, sakit ga?” tanyanya khawatir.
“Kamu ga marah kalau hidung aku hasil operasian?”
Abidzar tersenyum. “Karena itu udah terjadi di masa lalu, ke depannya jangan ya,” pintanya.
“Dan kamu percaya hidung aku operasian?” kesal Celine.
“Aku ga tahu bedanya,” Abidzar mengusap wajah Celine yang ditekuk marah.
“Kalau palsu ga mungkin bisa di gerakin gini!” sebalnya.
“Maaf, aku ga tahu dan percaya aja sama kamu,”
Abidzar mendekatkan wajahnya, mencium pipi Celine ringan beberapa kali. “Kamu cantik alami berarti ya, beruntung banget aku.” lalu tersenyum hangat.
Celine mendengus lalu tersenyum dan balas mengecupi pipi Abidzar hingga basah, bahkan Celine jilati sampai Abidzar merem melek geli tanpa jijik dan menyingkirkannya.
“Udah, nanti pipi aku bolong kamu jilatin terus,” canda Abidzar berbisik geli.
Celine sontak tertawa hingga tawanya berhenti karena bibir Abidzar mendarat lembut di bibirnya.
Celine terpejam dan segera balas melahap hingga suara decap dari ciuman keduanya mengisi ruangan, bertabrakan dengan suara-suara hewan malam.
***
Semalam tidak ada yang terjadi selain ciuman, berpelukan dan kembali berbincang tentang banyak hal hingga berakhir terlelap.
Celine duluan yang tertidur akibat mendengarkan Abidzar yang menjelaskan kehidupannya dulu.
Bagai diberi dongeng sebelum tidur.
Dan paginya seperti biasa, Abidzar yang duluan bangun, mandi lalu menyiapkan sarapan untuk bumil.
“Ibu udah sarapan?” tanya Abidzar yang masih membuatkan roti selai coklat dan strawberry kesukaan Celine.
“Udah, sebelum cuci pakaian. Ibu tinggal berjemur di depan, semoga cuacanya bagus.” jawabnya yang kini tengah menyimpan bekas alat cuci pakaian.
“Ibu, keputusan ibu jadinya apa? Terima lamaran?” Abidzar sungguh penasaran dan ingin bertanya lagi.
“Ibu mungkin hidup sendiri ga papa, tapi kalau ada yang mau nemenin dan orangnya baik bisa menuntun ibu lebih baik lagi kenapa engga, kamu keberatan?” tanya lembut Mimah.
“Sama sekali engga, bu. Aku berdoa yang terbaik buat, ibu. Jangan pikirin aku, bu. Ikuti hati ibu,”
Mimah mengangguk, meraih segelas teh hangat itu. “Ibu sering ke rumah bu Dewi belakangan ini karena soal pak Sunandar, kita banyak berdiskusi, kita cari tahu dan di sini bu Dewi banyak membantu.
Maaf ibu ga libatin kamu, ibu kasihan karena saat itu kamu baru nikah, Celine juga belum sebaik sekarang, ga mau bikin anak ibu ini kesulitan..” lalu dia peluk sekilas.
“Ibu berjemur di depan ya, nak.” pamitnya.
Abidzar mengangguk. “Nanti aku nyusul ya, bu.” balasnya.
Mimah mengangguk, membiarkan Abidzar menyiapkan sarapan Celine dan untuk dirinya sendiri. Dia juga menyiapkan makanan untuk kucing Celine.
Abidzar celingukan, kucing Celine tidak ada. Mungkin karena sudah besar jadi sekarang sudah tidak banyak diam.
“Simpen di sini aja.” Abidzar pun masuk ke kamar, mendekati Celine yang tidak berubah.
“Celine, bangun.” bisik lembut Abidzar sambil mengusap perut Celine. “Pagi, Anak-anak.” bisiknya lalu mengecupnya sekilas.
“Emh.. Udah siangkah?” gumam Celine serak dan menggeliat pelan.
“Hm, sarapan dulu yu, cantik.” ajaknya lembut.
“Gendong,”
Abidzar tersenyum dan mengangkatnya perlahan lalu menggendongnya ala pengantin. Dengan muka bantal, Celine tersipu dibuatnya.
“Mau nikah lagi,”
“Ha?” kaget Abidzar tanpa meninggikan suaranya, bahkan Celine melihat Abidzar tidak ada tuh raut kaget.
“Maksudnya, mau diulang. Mau nikah yang ada resepsi atau resepsinya aja,” rengek Celine.
“Manjanya mantu, ibu.” Mimah kembali masuk untuk mengambil cemilan.
“Hehe, pagi ibu..” sapa Celine sambil ndusel malu pada Abidzar.
Celine pun Abidzar dudukan di kursi, rambutnya Abidzar sisir sambil membiarkan Celine menyentuh sarapannya.
“Belum sikat gigi,” walau begitu Celine memilih jorok saja, dia sudah sangat lapar.
“Ayo kalau—” Abidzar tak melanjutkan ucapannya, membiarkan Celine sarapan dengan lahap.
Nafsu makan Celine memang naik berkali-kali lipat, mungkin karena ada dua bayi di perutnya.
Abidzar duduk menikmati teh dan bagaimana Celine makan. Terlihat lahap begitu menggiurkan..
“Abi, mau lagi.”
“Siap, sayang.” Abidzar menyiapkannya lagi dan menonton Celine lagi. Kalau melihat lahap begitu rasanya Abidzar ingin dimakan Celine juga.
Abidzar menggeleng samar. Dia semakin kotor saja pemikirannya.
“Nak, strawberrynya berbuah,” Mimah muncul di ambang pintu.
“Apa? Serius, ibu?” senang Celine, menyimpan rotinya yang sisa setengah.
“Jangan lari.. Hati-hati jalannya,” Abidzar segera mengekor.
“WAAAHHH! satu, dua, tiga, empat, lima, enam terus tujuh, delapan oh ini belum mateng ya? Asyik banyak..”
“Ibu ini ambil satu, ga papa?”
“Ga papa, ibu. Ini masih banyak,” Ngocoks.com
Abidzar tersenyum senang melihat bahagianya Celine dengan hal yang sederhana.
***
“Aku cinta kamu, Celine.” bisik Abidzar yang memeluk Celine dari samping, bergerak pelan membuat Celine menahan desahnya.
Celine menoleh ke belakang,
Abidzar menabrakan bibirnya, membuat desah Celine terbungkam. Tubuhnya yang terguncang, Abidzar peluk. Perutnya dia usap-usap tanpa berhenti memberikan nikmat untuk sang istri.
Ciuman terlepas.
Celine meremas bantal keenakan. Bercinta bagai siput lagi, membuat Celine melayang. Sampai kelepasan mendesah.
“Sstt.. Kekencengan, sayang.” bisik Abidzar.
Celine kembali menoleh dengan mata terpejam keenakan, pipinya di kecupi Abidzar. “Lagi, Abi.”
“Lagi apa?” Abidzar terengah, terus bergerak tanpa menyakiti kedua bayinya.
“Cinta, kamu ah.. Bilang cinta..” Celine merem melek.
“Aku cinta kamu,” ulang Abidzar di depan bibir Celine lalu tersenyum.
Di sela desahannya Celine pun tersenyum. “Aku lebih ah.. Cinta,” lirihnya tertahan.
Bersambung…