Abidzar meregangkan otot, pegal sekali bekas semalam menggila. Rencana sekali malah berkali-kali. Enaknya punya istri, memang candu.
Abidzar menoleh lalu tersenyum hangat menatap wajah damai Celine, mulutnya rapat lucu bagai bayi marah. Entah apa yang sedang dia mimpikan kini.
Abidzar menguap, dia tidak boleh terbujuk untuk tidur lagi. Sudah lama tidak lari keliling desa, dia akan melakukannya hari ini.
“Celine, mau ikut lari?” bisik Abidzar lembut, mengusap punggung dan lengannya lembut juga..
Celine menggeliat lalu menggeleng. “Lari capek, perutnya udah makin besar gini,” gumamnya serak dengan masih terpejam.
“Kalau aku lari boleh, hm?” tanyanya.
“Sebentar boleh, jangan lama. Aku ga mau kamu diculik,” gumamnya asal dengan setengah mengantuk.
Abidzar tertawa pelan. “Ga ada yang mau culik aku, mereka semua takut duluan sama kamu,” bisiknya jenaka yang begitu lembut penuh kasih.
Celine tersenyum dengan masih terpejam.
“Aku lari dulu, nanti bawa bubur, mau?”
“Mau, Abi. Yang banyak kerupuknya,” pintanya manja.
Abidzar tersenyum, Celine belum pernah makan kerupuk dan setelah mencobanya begitu kecanduan. Lucu. Celine bagai anak kecil yang tidak tahu apa-apa yang akhirnya bertumbuh dan mulai mengetahui banyak hal.
“Siap, bumil cantiknya Abi,”
“Ihh.. Suka dengernya, Hehe..”
Abidzar mengecup kedua pipi Celine gemas, mengecup keningnya baru dia segera turun sebelum kenyamanan menjeratnya untuk kembali memeluk Celine dan tidur lagi.
***
Abidzar menyapa beberapa orang yang akan hendak pergi ke sawah atau mengantar anaknya ke sekolah.
Ada sekumpulan ibu-ibu tengah membeli sayuran di gerobak sayur, mereka menyapa Abidzar ramah juga.
“Mas Abi,”
Abidzar sontak menghentikan langkahnya. Ini baru dua kali dia berkeliling, biasanya jika berolah raga dia akan melakukannya tiga keliling.
“Ya, Jasmin?” sahutnya lalu melap wajah dengan handuk kecil di lehernya.
“Olah raga, mas? Bareng yuk, udah lama ga lari. Sayangnya yang lain belum datang ke desa, seru mungkin ya kalau lari sama-sama lagi,”
Abidzar yang memang tidak bisa menolak hanya mengiyakan, toh mereka lari di tempat terbuka dan di saksikan banyak orang.
Tapi tetap saja, Abidzar merasa tak enak. Dia sudah beristri dan dulu Jasmin sering dijodohkan dengannya.
Abidzar memilih tidak akan melakukan tiga putaran. Dua saja sudah cukup.
Abidzar menjawab sekenanya, dia jelas harus menjelaskan batas karena dia bukan Abidzar yang lajang lagi.
Abidzar takut Celine melihat dan…
“Celine?” panggil Abidzar segera memelankan lajunya.
Celine tengah berjalan santai menikmati matahari pagi bersama Mimah, saling bergandengan.
Lihat wajah cemberutnya. Abidzar sangat tahu kalau Celine tidak suka dengan apa yang dilakukannya.
“Eh, ibu dan Celine.” sapa Jasmin lemah lembut.
Celine terus menatap Abidzar tajam. Abidzar menelan ludah, sungguh tidak terpikirkan Jasmin masih di desa.
“Mau jalan-jalan kemana, sayang?” Abidzar menatap jemarinya yang di tepis Celine.
Celine dan hormon hamilnya.
“Baru ketemu kok, aku mau berhenti.” bisik Abidzar sambil kembali meraih jemari Celine yang kembali menghindar.
Jasmin dan Mimah asyik mengobrol dengan sesekali fokus Jasmin pada kedua pasangan yang terlihat berbisik dan Celinenya menepis.
Jasmin tersenyum samar.
***
“Aku ga bohong,” dengan sabar dan lembut Abidzar menjelaskan. “Jasmin kebetulan mau lari, dia nyapa terus ketemu kamu, aku selama keliling sendirian,” jujurnya.
Mimah tersenyum tipis melihat pertengkaran manis keduanya. Celine cemburu, tanda hubungan mereka sudah benar-benar serius.
Keduanya sudah di dalam rasa yang sama. Mimah semakin tenang dan senang.
“Ke depannya, ajak Celine biar ga salah paham, kalau ga bisa Celinenya, kamu olah raga di jalan depan rumah aja, pasti bisakan diakalin, nak..”
Abidzar mengangguk. “Iya, bu. Ke depannya lebih baik gitu dari pada bikin Celine marah,” dia usap lengan Celine.
Celine kembali menepisnya. “Apa ga bisa belok atau menjauh,” amuknya yang berakhir cengeng.
Dia sangat cemburu, dia takut direbut. Dia takut Abidzar muak padanya yang selalu minta jatah dan kabur pada Jasmin yang lemah lembut tidak agresif.
“Maaf ya.. Aku salah, aku salah..” Abidzar memeluk Celine yang tidak berontak lagi tapi tidak bisa menghentikan tangis kesalnya.
Mimah tersenyum tipis lalu menggeleng samar. Lucu sekali mereka. Abidzar sepanik itu melihat istrinya menangis karena cemburu. Terlihat menyesal juga.
“Kamu punya aku!” isak Celine dengan manja namun terdengar kesal.
“Iya, aku punya kamu.”
“Ga akan aku biarin kamu direbut!”
“Ga ada yang mau rebut, sayang.” Abidzar terus memeluk dan mengusap punggungnya.
“Semua orang lebih suka kamu sama Jasmin, aku ga suka! Kamu punya aku, Abi,” raungnya berderai air mata.
Mimah menahan gemasnya. Padahal sudah jelas Celine memiliki Abidzar. Mereka sudah resmi menikah juga.
***
“Mau pipis, Celine.” Abidzar tersenyum geli. Dia tidak bisa bergerak, Celine sangat menempel sampai mengambil air putih pun Celine tetap memeluknya walau terhalang perut.
“Ikut!” sebalnya. Celine masih marah ceritanya.
Abidzar pun pasrah karena sudah tidak tahan lagi, semoga ibu tidak melihat mereka berdua masuk bersama.
“Mau lepas celananya susah,”
“Aku bukain,”
Abidzar tersenyum sambil menggeleng samar. Menatap jemari lentik itu melepas kancing celana dan menurunkan resleting.
“Aku aja,” Abidzar mengambil alih.
“Ga mau, sama aku!” Ngocoks.com
Abidzar sampai tidak bisa berkata-kata. Celine sungguh ada-ada saja permintaannya tapi dia tidak bisa menahan.
Buang air kecil dibantu istri, sungguh tidak terbayangkan.
“Uuu.. Deras,” komentar Celine membuat Abidzar terpejam menahan tawanya.
Nanti ke depannya akan ada kejutan apa lagi yang akan Celine berikan padanya. Abidzar menantikannya.
Abidzar meraih tengkuk Celine yang selesai membersihkan miliknya yang menjadi keras itu.
Abdizar lahap bibirnya, dia sesap lembut sampai Celine mulai agresif. Abidzar mulai mengimbanginya.
“Udah ga marah?” bisik Abidzar dengan terengah di depan bibir Celine.
Tok.. Tok.. Tok..
“Siapa di dalam? Masih lama? Ibu mau ambil sabun cuci pakaian,”
Abidzar panik, malu jika ketahuan berduaan di toilet lagi. Abidzar membungkam mulut Celine yang mulai menatap usil itu.
“Sebentar bu, aku ambilin dulu,”
Celine menatap geli tingkah Abidzar. “Emhh..” desahnya dalam bungkaman itu.
Abidzar melotot. “Sstt.. Kita main di sini kalau kamu ga bersuara,” janjinya.
Bersambung…