Sudah lebih dari seminggu mereka berada di kota. Sempat piknik bersama Gustav dan Glen. Hubungan mereka semua tiba-tiba membaik walau luka tidak sepenuhnya sembuh, tetap membekas.
Setidaknya Celine tidak akan merasakan penyesalan kelak. Di sini Glen satu-satunya orang tua yang dia punya sekarang.
Celine sungguh berterima kasih pada Abidzar yang membuatnya yakin untuk berdamai dengan diri sendiri.
“Abi, kita foto studio yuk? Baby bump,” Celine mengusap perutnya.
“Sekarang?” Abidzar menyimpan cemilan sehat Celine di rak yang tertata rapih.
“Iya, dari pada duduk nonton, bosen, mau ya?” rengeknya.
Abidzar tersenyum dan mengangguk. “Boleh, ayo.” balasnya.
“Asyik, makasih Abi,” Celine kecup pipinya lalu bergegas turun.
“Ga jadi kalau kamunya buru-buru gitu,” tegurnya lembut.
“Oke,” Celine berhenti senang, dia harus hati-hati. Perutnya dia usap.
Abidzar menatap Celine yang malah cosplay menjadi siput itu.
“Kamu sengaja, hm?” dengan gemas Abidzar mendekati Celine dan menyerang pipinya dengan kecupan.
“Serba salah tahu gak!” kesalnya namun diakhiri tawa geli karena Abidzar terus mengecupnya.
“Pelan tapi ga sesiput itu, kamu jadi lagi kayak pantomim.” Abidzar hirup gemas wangi pipi Celine dan ndusel di lehernya.
Keduanya cekikikan saling berpelukan dan berciuman mesra beberapa saat, barulah Abidzar lepas Celine untuk melanjutkan tujuannya yaitu bersiap.
***
“Temanya seksi!” Celine ingin terlihat wanita dewasa percaya diri dengan Abidzar pria dewasa yang panas.
Membayangkannya saja sampai berdenyut basah. Walau otot Abidzar tidak seperti pria gym, tetap saja terlihat dan sering dia sentuh.
“Yang lucu aja,”
“Eumm.. Abi, sekali aja.” mohonnya dengan menatap Abidzar memelas.
“Yaudah, jangan terlalu terbuka aja ya, cantik.” ujarnya pelan sambil mengusap sekilas kepala Celine.
“Iya, tertutup cuma ketat aja kok,” Celine terlihat bersemangat.
Dia mempercayakan semuanya pana penata rias. Dan Abidzar yang pertama selesai. Celine sampai menganga terpesona.
Abidzar jidatan, rambut dan riasannya membuat Abidzar bagai bad boy yang menggiurkan. Bagai mafia tampan.
Panas.. Celine panas.. Abidzar jika di poles, rambutnya di tata sungguh tidak manusiawi. Dia pria dewasa yang hot sesuai bayangannya.
“Kenapa?” Abidzar terkekeh malu agak gugup. “Jangan gitu dong, sayang.” bisiknya.
Celine segera mengerjap dan menetralkan muka pengennya. “Kamu Abinya aku? Ihh.. Ganteng banget, so hottt!” serunya yang mengundang tawa lucu.
Abidzar mengkode Celine untuk berhenti, dia malu dan salah tingkah dibuatnya. Celine mengulum senyum geli melihat Abidzar salah tingkah.
Keduanya pun segera berpose di set serba merah maroon itu. Abidzar hanya diam datar sesuai perintah, dan hasilnya sampai membuat Celine ingin cepat pulang dan menyerang Abidzar.
Abidzarnya seksi dan nakal! Bahkan hanya diam.
Celine semakin tidak sabar dengan hasil finalnya.
Abidzar memeluk perut Celine dari belakang dengan bibir hinggap di leher bagai vampire, Celine juga berpose mengernyit seksi bagai tergigit.
“Kok jadi dewasa gini, kalau anak kita liat gimana?”
“Ini koleksi aja, di album. Yang di pajang yang— eum..” Celine memilih. “Nah ini, bahagianya kita,” lalu tersenyum senang.
Abidzar melihat hasil yang ditunjuk Celine. Keduanya tertawa bahagia dengan Abidzar memeluk perut Celine yang bulat.
“Mau foto yang keliatan baby bumpnya boleh? Keliatan perut gitu,”
“Mau banget?”
“Iya, Abi.”
“Yaudah, jangan lama ya.” Abidzar terpaksa mengabulkannya. Celine hanya ingin mengabadikan perutnya yang berisi dua bayi.
“Terus nanti kita balik ke sini lagi, kalau baby kita udah lahir,” Celine terlihat bersemangat.
“Iya, ayo.”
“Si paling ga bisa nolak,” sindir Celine.
“Jadi aku boleh tolak gitu?” goda Abidzar dengan tetap lembut.
“Jangan, Abi.” Celine segera merengek.
***
Foto besar kini datang ke rumah Glen. Glen dan Gustav memujinya bagus. Foto pun di bawa ke kamar tanpa di gantung dulu.
Di permanen saat nanti sudah resmi memiliki rumah.
“Bagus hasilnya, aku suka kamu jidatan, Abi. Keren banget,” Celine mengusap wajah Abidzar di foto itu.
Celine berharap jika anaknya laki-laki maka akan mirip dengan Abidzar, semuanya. Jangan sampai ada yang nakal seperti dirinya.
“Kamu ga berubah, selalu cantik.”
“Ihhh!” Celine terlihat jijik pada dirinya sendiri setelahnya, kenapa jadi sering merengek manja pada Abidzar.
“Loh, aku bicara fakta, sayang.” Abidzar mengusap perut Celine. “Hari ini gimana, mereka aktif?”
Keduanya banyak melakukan sesuatu, entah belanja keperluan melahirkan, mulai memilih beberapa rumah yang akan sebagian di hadiahkan Glen.
Waktu berlalu begitu cepat. Celine sampai tidak bisa leluasa bergerak lagi, tidur pun hanya bisa menyamping ke kiri atau ke kanan, jika terlentang rasanya sesak katanya.
Tidurnya sudah tidak bisa pulas, mulai kesulitan dengan perut yang besar berisi dua bayi itu.
Abidzar juga semakin menjaganya ketat. Gustav pun sesekali sering membantu, bahkan sering membawa oleh-oleh apapun untuk si kembar yang belum lahir.
Mereka sungguh menunggu kehadiran dua bayi kembar yang baru di ketahui satu jenis kelaminnya.
Laki-laki.
“Yang satunya suka ngumpet, pemalu.” komentar Abidzar pada saat memeriksa kandungan.
Sungguh tidak terasa, hanya tinggal beberapa minggu lagi kedua buah hatinya akan lahir. Sungguh dinantikan.
***
“Ibu, ternyata sesakit ini ya lahiran,” Celine terlihat sayu berkeringat, padahal AC menyala. Pasti sangat sakit.
Mimah terus mengusap jemari Celine yang tidak di infus.
“Kamu pasti bisa, nak. Sakitnya ga seberapa kalau lihat buah hati udah lahir nanti,” Mimah tersenyum hangat.
Abidzar begitu lembut menyeka peluh, keringat di leher dan mengusap kepalanya sambil terus berdoa dalam hati.
Celine menikmati rasa sakitnya, ditemani dengan ucapan-ucapan penyemangat dari Abidzar yang begitu lembut menenangkan.
Celine juga patuh saat Abidzar menyuruhnya minum, mengajaknya berjalan-jalan sebentar atas perintah dokternya.
Celine tidak terlalu banyak mengeluh, dia hanya akan mengeluh jika sakitnya sudah parah.
Gustav menyewa satu kameramen perempuan yang sebelumnya Celine inginkan. Katanya ingin mengabadikan semuanya.
Dokter segera bersiap, semua orang menunggu di ruang tunggu kecuali Abidzar yang selalu menemani di samping Celine, mendoakan dan menyemangatinya.
Hingga bayi pertama lahir, laki-laki dengan begitu putih bersih. Abidzar tersenyum haru, melihat jeritan nyaring dari bayi pertamanya.
“Haa.. Anak kita, Abi.” lemas Celine lega.
Hingga tak lama Celine berjuang lagi dan lahirlah bayi kedua yang membuat Abidzar agak panik karena bayi keduanya dibelit tali pusar dan tidak bersuara.
Namun pada akhirnya anak kedua mereka menangis nyaring setelah di pastikan bersih dari segala hal yang membalurinya.
Abidzar menyeka air mata Celine dan keringatnya. Dia tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Sungguh sangat berterima kasih pada Celine. Ngocoks.com
Dia akan semakin berjuang lagi untuk membahagiakan ketiganya.
Celine pun ditangani dengan baik, kedua bayinya pun sedang di bersihkan dan dipakaikan pakaian agar hangat.
“Satu perempuan, satu laki-laki. Kembar tidak identik,”
Celine menatap Abidzar yang tengah asyik menatap dua bayi di keranjang bayi,
“Abi, sini.” Mumpung suster sudah keluar, Glen dan Gustav pun tengah keluar.
Abidzar mendekat. “Hm? Apa, sayang?” sahutnya lembut.
Celine menarik tengkuk Abidzar, dia melumat bibir Abidzar.
“Aku jadi ibu, Abi.” isaknya pelan. Terharu bahagia, melihat kedua bayinya kini terlelap setelah berjuang mencari sumber ASI.
“Hm, kita belajar sama-sama ya, kamu pasti jadi ibu yang hebat kelak, buat Lizia dan Lanon,”
“Bantu aku ya, Abi.” suara Celine bergetar serak penuh haru.
“Pasti, aku juga bantu ya, kita saling tegur kalau ada yang salah,”
Celine mengangguk.
“Istriku hebat,” Abidzar kembali mencium bibir Celine dengan penuh kasih lalu menyudahinya, takutnya keluarga memergokinya.
Celine sangat bahagia dengan apa yang dimilikinya.
Bersambung…