Celine mengusap setiap sisi wajah Abidzar yang ada di atasnya, menguasai permainan singkat ini.
“Makasih, hm.. Kamu lelah tapi masih mau bantu aku,” bisik Abidzar dengan lembut khasnya.
Mana bisa Celine marah atau mengeluh jika diperlakukan begitu oleh suami, begitu pengertian, perhatian dan selalu berusaha membahagiakannya.
“Di dalem aja, aku udah suntik KB yang 3 bulan,” bisik Celine seraya mengeratkan pelukan di leher Abidzar.
Abidzar bergumam lalu menggeram halus di sisi wajah Celine, dia balas memeluknya erat dan menggerakan miliknya cepat.
Hingga keduanya melenguh dan lemas dibalut nikmat dunia.
“Haa.. Lega, Abi?” tanya Celine sambil mengecupi sisi kepala Abidzar.
“Lega. Makasih, hm. Love you,” bisiknya sangat teramat lembut. Abidzar dekatkan bibirnya hingga menyatu dengan bibir Celine.
“BABA!” teriakan Lanon di luar kamar sontak membuat keduanya saling menjauh dan membenarkan penampilan masing-masing.
“Ya? Sebentar, kak.” sahut Abidzar lalu membantu merapihkan rambut Celine. “Aku keluar dulu, sayang.” tanpa menunggu dia segera turun dan keluar dari kamar.
Lanon menekuk wajahnya serius dengan lengan di lipat di perut. Persis dengan ekspresi Celine, lucu.
“Kenapa?” tanya Abidzar lembut sambil berjongkok agar sejajar.
“Lagi-lagi hantu! Lizia nangis, baba!” Lanon tidak bisa melihat adiknya selalu nangis dan ketakutan. Saking sayang. Membuat Lanon tidak takut hantu seseram apapun demi menjaga adiknya.
Abidzar segera beranjak, berlari kecil mencari keberadaan Lizia.
Lanon berjalan santai menuju tempat kembarannya berada. Sambil terus bergumam kesal.
“Hantu nakal! Udah aku usir tetep ga takut, dasar muka jelek!” dumelnya lucu dengan pipi bulat memerah saking putih.
Celine maupun Abidzar sebenarnya tidak tahu, jika kini Lanon pun kembali bisa melihat wujud mereka lagi, melihat berbagai peristiwa di masa depan juga.
Yang Celine dan Abidzar tahu, hanya Lizia anak yang memiliki kelebihan.
Padahal sesekali Lanon sering berucap soal hantu, tapi Celine dan Abidzar tidak ngeh, sungguh belum ngeh.
Bahwa mata batin Lanon pun sama kembali terbuka setelah sekian lama.
***
“Mama, kalau Ia sekolah, nanti lihat hantu gimana? Ia itu penakut,” celoteh Lanon yang tengah menikmati pelukan dari ibunya.
Lizia yang tidak terima jelas menggeliat dari pelukan Abidzar lalu menjambak rambut Lanon. Tanpa kata.
Celine segera melepaskannya. “Eh ga boleh, kakak sakit nanti. Anak mama itu semua pemberani!” balasnya.
Abidzar juga segera memeluk Lizia yang menekuk bibirnya menahan tangis.
“Aku mau di peluk, Baba.” keluh Lanon begitu tidak bisa diam.
Celine tersenyum, dari kecil mereka terbiasa memanggil Abidzar yang awalnya papa jadi baba sampai sekarang.
Abidzar tidak terlihat ingin mengubahnya dan Celine juga merasa gemas mendengarnya.
“Jadi ga mau sama mama?” Celine pura-pura sedih.
“Mau,” Lanon segera mengeratkan pelukannya.
“Sini, peluk semuanya.” Abidzar menyambut istri dan anak laki-lakinya yang segera merapat itu.
Hangat sekali, kedua anaknya mulai cekikikan walau lebih aktif Lanon. Si kembar kini ikut berpelukan.
Ini adalah obat terbaik bagi Abidzar. Obat dari lelahnya kehidupan orang dewasa dengan pekerjaan maupun hubungan dengan antar manusianya. Ngocoks.com
“Ahhh babaaa!” jerit Lizia manja nan pelan yang segera merapat pada Abidzar sampai begitu keras.
“Ada apa?” kaget Celine dan Abidzar. Lanon hanya menatap, menatap sesuatu dengan berani.
Lanon kecil itu terus berperang lewat tatapan dengan perempuan jelek dengan rambut panjang bergaun putih itu hingga hilang dengan tawanya yang seram.
Lanon memeluk kembarannya dengan protektif. Lizia pun mulai tenang karena sudah tidak ada sesuatu lagi.
“Tidur ya,” Abidzar mengusap dua anaknya. Celine pun sama, mengusap keduanya yang terlihat akur lagi.
Celine tersenyum, selalu masih merasa mimpi dengan melihat kedua anak yang dulu di perutnya kini sudah bisa saling menyayangi satu sama lain.
“Mama juga tidur,” Abidzar berpindah mengusap kepala Celine.
Celine tersenyum dan mengangguk. Dia peluk kedua bayi kembar kesayangannya. Keduanya akan selalu menjadi bayi di mata Celine, bahkan Abidzar sekali pun.
Begitu pun Abidzar. Dia menatap ketiganya, begitu manis, mungil, dia harus semakin bekerja keras untuk menjaga dan membahagiakan mereka.
Abidzar kecup ketiganya, dia selimuti lalu memandang lekat mereka dengan senyum lembut penuh kasih sayang.
“Tidur yang nyenyak, sayang.” Abidzar usap lengan Celine, berpindah ke kedua anaknya yang menggeliat mulai menyamankan posisi tidur.
***
Abidzar membuka matanya saat merasakan basah di wajahnya, suara kecupan pun mengelitik telinga. Siapa yang terus menghujami kecupan?
Abidsar tersenyum setengah mengantuk saat tahu Lizia yang mengecupinya, sedangkan Celine dan Lanon tengah berebut pipi kirinya.
Lucu sekali pemandangan paginya di hari libur ini.
“Mama seling tuh cium baba!” Lanon keras kepala persis Celine.
“Kita bisa gantian, kamu tuh!” dengan gemas Celine mencubit kedua pipi Lanon.
“Kening ga ada yang cium, mama aja, Lanon pipi.” Abidzar mengurai keduanya yang terlihat sama seperti anak kecil.
Lizia terlihat anteng saja setelah puas menciumi Abidzar. Duduk sambil celingukan lalu ndusel pada Abidzar. Tempat ternyaman dan aman.
Abidzar menatap ketiganya dengan penuh cinta, tidak peduli wajahnya basah oleh kecupan mereka.
“Sekarang kita cium, mama!” perintah Abidzar riang.
Kedua anaknya segera berpindah, Lizia terlihat asyik mengecup sedangkan Lanon sibuk mengecup dan bawel, entah sedang menyuarakan apa.
Abidzar mengecup lama kening Celine. Menatap dua anaknya yang lucu mengecupi Celine yang meringis geli, mana basah, pipinya jadi seperti di jilat dua bayinya.
Abidzar merekam semuanya, waktu yang pasti akan terasa singkat. Kelak mungkin mereka tidak akan seperti saat ini.
Lanon dan Lizia yang tumbuh besar mulai menjalani kehidupannya masing-masing.
Maka dari itu, Abidzar memilih bekerja sewajarnya. Toh Celine bukan istri sosialita yang bisanya membeli barang tidak berguna demi membeli pandangan orang lain.
Abidzar bersyukur hidupnya sederhana dan sangat cukup bersama keluarga kecilnya.
Celinenya semakin baik. Dia hanya akan nakal di atas ranjang saja. Abidzar berhasil membuatnya begitu. Hanya nakal bersamanya. Nakal yang lebih baik karena bersama suami.
Suara tawa mereka di pagi hari sungguh melodi terindah sepanjang dirinya hidup. Candaan, kasur yang berantakan, muka bantal serta rambut acak-acakan menjadi pemandangan yang manis.
Abidzar yang memiliki hati lembut jelas berkaca-kaca melihat semua interaksi pagi hari yang selalu sama jika besoknya libur.
Bercanda ria di atas kasur sebelum sarapan, kemudian Abidzar memandikan si kembar dengan banyak drama, membiarkan Celine menyiapkan sarapan andalannya.
Abidzar sungguh teramat puas dengan kehidupan rumah tangganya walau tak bisa di pungkiri, dia maupun Celine masih banyak kurangnya.
Mereka akan terus merasa puas, saling memaafkan dan memperbaiki. Kunci agar hubungan semakin baik lagi.
Bahagia itu diri kita sendiri yang membentuknya. Jika saja Abidzar terus memilih bergelung dalam ketidak puasan, sepertinya dia akan meninggalkan Celine dari lama.
Tapi Abidzar percaya, mencoba memahami, sabar, menghadapinya dengan kelembutan dan perhatian. Sekeras apapun akan luluh, jalan yang awalnya gelap pasti terbuka perlahan.
Semua akan berjalan dengan baik jika tidak mendahulukan emosi. Semua yang Abidzar lakukan tentu saja dia belajar dari orang tuanya.
Sepertinya faktor kebahagian mereka juga lahir bukan dari hanya soal Abidzar memperlakukan Celine dengan baik.
Tapi karena di sini Celine juga ingin berubah. Di sini mereka yang memang ingin bersama-sama menciptakan kebahagiaan itu sendiri.
Hubungan suami istri memang seharusnya begitukan?
Bukan soal benar dan salah, tapi keinginan. Jika pun salah satu harus mengalah walau sekali pun benar, demi mewujudkan kebahagiaan kenapa tidak.
Begitu pikir Abidzar.
Abidzar percaya, rumah tangga yang baik akan tercipta jika prianya baik terhadap istrinya. Maka dari itu, Abidzar akan selalu berusaha lebih keras lagi ke depannya.
Untuk istri dan anak-anaknya.