“Bu, Celine mana?” Abidzar keluar dari kamar dengan panik.
“Loh, bukannya di kamar? Dari semenjak kamu pamit terus pulang lagi barusan ibu ga lihat, ibu sibuk di belakang sapu dedaunan kering..” jawabnya sama panik, kali ini apa yang dilakukan oleh menantunya.
“Kemana ya, Abidzar cari dulu, ibu di rumah aja.”
“Pelan-pelan, di luar licin bekas hujan pagi tadi,” Mimah menatap kepergian anaknya yang menjadi kesulitan semenjak menikah.
Nama baiknya mulai tercemar oleh tingkah istri nakalnya yang membuat desa tidak sedamai biasanya.
Sungguh cobaan pernikahan bagi anaknya yang baik. Untungnya dia sabar, menerima semuanya tanpa mengeluh.
Mimah harap Tuhan segera membalikan hati menantunya, membuka matanya. Ada suami yang baik seperti Abidzar menemaninya.
Mimah merasa, menantunya itu hanya kurang perhatian dan kasih sayang. Perlahan pasti akan luluh.
Terbukti juga sekarang Celine bisa makan nasi, mulai menerima lauk pauk yang dirinya buat.
***
Celine menatap kakinya yang tenggelam ke dalam lumpur, anak kecil laki-laki berusia 10-12 san itu hanya menertawakannya.
Mereka begitu nakal mendorong Celine hingga terperosok jatuh dan susah keluar, rasanya tersedot oleh lumpur yang kini menelan kakinya hingga lutut.
“Rasain! Makanya jangan rusak kebun bapakku! Yakan, Bud? Bapakmu juga rugi, daun bawangnya habis,”
“Iya! Ga baik tahu! Bapak sampai kelelahan tanamnya!”
Celine hanya diam karena sudah kelelahan, semakin bergerak malah semakin tenggelam. Sial sekali hari ini. Dia kalah oleh ke 5 anak kecil itu.
“Bapak aku sampai ke rumah sakit akibat tanam padi sendirian,”
Celotehan-celotehan penuh kekesalan itu Celine dengarkan dengan malas walau setitik ada rasa sentilan di hatinya.
Perjuangan yang ternyata tidak sepele untuk menghasilkan bawang daun, padi dan lainnya.
“Celine?” panggil Abidzar sambil berlari pelan di jalan kecil di pinggiran sawah itu.
“Ayo, kabur!” seru Budi yang langsung membuat mereka berlari kabur.
“Abiiiii!” seru Celine kesal sambil menatap kepergian anak-anak nakal itu.
Telinga Abidzar memerah, pipinya pun samar merona mendengar seruan Celine pertama kalinya menggunakan nama.
Abi?
Rasanya Abidzar ingin menyahut, ‘Ya, umi.’ dengan segera dia menepis pemikiran itu dan terus mendekati Celine lalu perlahan membantunya.
“Lo lama!” amuk Celine begitu nyaring sampai Abidzar terpejam sekilas.
“Maaf, aku udah cari keliling dan baru ketemu sekarang, kamu ga bilang mau ke sini.”
Celine tidak membahas lagi, dia hanya pasrah dibantu Abidzar hingga terlepas dari lumpur yang agak bau itu.
“Hiks.. Awas aja mereka!” amuk Celine begitu kekanakan. “Bau, iuuuuuhh!” teriaknya dengan tangis pecah saking kesal sekali.
***
“Mandiin! Ga mau tahu!” kesal Celine dengan kedua mata sembab.
Abidzar menoleh pada Mimah, dia malu sekali dibuatnya.
“Ibu ke rumah bu Dewi ya, mau antar piring bekas makan waktu gotong royong,” Mimah segera ke dapur, membiarkan Celine yang merengek menarik Abidzar ke dalam toilet.
Mimah tersenyum samar. Dasar pengantin baru, semoga ke depannya akur. Harapnya.
“Ibu pergi dulu,”
“I-iya, bu.” Abidzar tengah menyiapkan handuk dan samphoo Celine untuk dibawa masuk ke toilet.
“Cepet! Ini bau, lelet ihhh!” amuknya.
“Iya, bentar tutup dulu.” suara Abidzar selalu saja lembut.
Abidzar menyimpan semua yang dia bawa lalu melirik Celine yang begitu tidak malu. Dia penasaran, Celine tidak malu karena menganggap dia suaminya atau memang sebebas itu hidupnya?
Saking terbiasa pakai bikini, seolah mempertotonkan kulitnya bukanlah hal baru?
“Serius mandiin?” Abidzar menyalakan air, memenuhi bak air itu.
“Iya! Cepetan bersihin itu lumpurnya, bau banget!” rengeknya kesal saking bau. Hingga semua yang melekat ditubuhnya lepas terongok di lantai yang bahkan hanya di semen tidak pakai keramik.
Sangat sederhana sekali tapi bersih karena Abidzar selalu membersihkannya. Jadi tidak membuat Celine risih walau pada awal-awal merasa aneh.
Abidzar meraih gayung, mulai berjongkok membasahi kaki yang penuh lumpur dan terus mencoba fokus.
Hingga lumpur itu bersih terbawa air. Tinggal pakai sabun.
“Gue udah lama ga cukuran, ga ada alatnya. Ga bawa kayaknya. Lo sukanya yang gimana?” Celine tengah memancing Abidzar agar tidak menunduk terus.
Abidzar mendongak menatap tepat di kedua mata Celine lalu turun ke yang di maksud Celine.
Oh astaga!
Abidzar kembali membasuh kaki Celine sekali lagi. “Yang penting punya istri sendiri.” jawabnya tanpa sadar suaranya serak, jelas dia langsung berdehem pelan.
“Udah!”
Abidzar menghela nafas sabar, dia berdiri lalu terkesiap saat Celine mendorongnya ke tembok dan melepas kancing kemeja santai lengan pendeknya.
“Ga adil kalau cuma gue yang di buka, lo juga.”
Abidzar tahu, Celine sungguh kembali hanya memancingnya lalu membuat tersiksa.
“Kita—”
“Bodo amat! Ibu lo pasti paham, ga salah kok orang kita nikah!” potongnya ketus.
Celine sungguh tidak tahu dengan cara apalagi agar semua orang di sini muak dan membuangnya ke kota.
Ingin pura-pura baik pun susah, bawaannya kesal. Dia ingin kehidupan modernnya lagi. Hidup dengan media sosial dan ponselnya. Ngocoks.com
Abidzar pasrah saja, dia menatap tubuh bagus istrinya, membuat telinganya merah terbakar. Dia usap rambutnya yang langsung Celine tepis.
Abidzar tidak tersinggung, dia juga salah karena refleks menyentuhnya.
Abidzar terpejam saat Celine membelit lengan di lehernya, mendekatkan wajahnya dan menciumnya ahli.
Abidzar merengkuhnya, memastikannya tidak akan jatuh lagi. Membuat tubuh keduanya bersentuhan tanpa penghalang.
***
Abidzar terengah lega di bahu Celine. Ternyata tidak sama dengan yang ada di pikirannya. Celine tidak menyiksanya, kali ini tuntas yang berarti sudah dua kali dan di tempat yang sama.
Lain kali Abidzar ingin di kasur. Dia ingin memperlakukan istrinya dengan sangat baik. Tidak asal melakukannya.
“Lain kali, jangan pancing aku di sini.” suara lembut Abidzar kembali mengalun. “Aku mau perlakukan kamu dengan baik,” lanjutnya.
Celine terdiam, jantungnya tiba-tiba bertingkah. Dia dorong Abidzar hingga penyatuan terlepas.
Celine tidak suka desir aneh ketika Abidzar memperlakukannya lembut.
Celine menatap sesuatu yang sedikit mengalir di paha kirinya. “Gue ga mau tahu! Cari pencegah kehamilan! Ini dua kali lo—” dia memucat mengingat kecerobohannya.
Bersambung…