Beberapa saat kemudian aku sudah melarikan motorku di saat jam di handphoneku sudah menunjukkan pukul satu pagi.
Jalanan yang sudah lengang membuatku bisa bergerak cepat. Sehingga tak lama kemudian aku sudah pulang sambil membawa pil yang Mamie suruh beli itu. Mamie tampak sedang duduk di ruang keluarga sambil menikmati segelas coffee late.
“Cepat sekali… ngebut barusan?” tanyanya sambil memperhatikan bagian belakang strip pil kontrasepsi itu. Mungkin sedang membaca aturan pakainya.
“Nggak Mam. Kebetulan aja jalannya sedang kosong,” sahutku sambil duduk di samping Mamie di atas sofa.
Lalu Mamie menatapku dengan senyum. “Chepi… kamu sudah pernah menggauli perempuan? Ngomong aja terus terang, jangan bohong ya.”
“Belum pernah Mam. Disumpah dengan kitab suci juga aku mau.”
“Kalau ngocok aja sih suka kan?”
“Nggak Mam. Tapi me… meletus sendiri di celana sih sering.”
“Tiap kali mimpiin mamie kamu suka basah?”
“Iya Mam.”
“Kasihan anak mamie…” ucap Mamie sambil memijat hidungku. Lalu mengecup bibirku. “Sering nonton video porno?”
“Jarang sekali Mam. Paling juga baru tiga kali. Soalnya kalau sudah nonton bokep, aku suka tersiksa sendiri.”
“Iya… memang jangan sering – sering nonton bokep. Karena kamu masih sangat muda. Bokep sih untuk perangsang manusia yang sudah tua.”
“Iya Mam.”
“Kamu pernah melihat mamie telanjang?”
“Pernah, cuma satu kali. Itu juga pada waktu aku masih kecil, kalau gak salah waktu baru kelas satu SMP. Waktu itu aku mau minta uang untuk bayaran sekolah. Aku masuk ke kamar Mamie, tapi Mamie sedang mandi. Dinding kamar mandi Mamie kan terbuat dari kaca blur. Jadi kelihatan Mamie lagi mandi. Tapi samar – samar, karena kacanya blur.
“Belum pernah melihatnya secara jelas?”
“Belum.”
“Kamu ingin melihat mamie telanjang secara jelas?”
“Ka… kalau Mamie gak keberatan… mau banget…”
“Terus… kalau mamie udah telanjang mau diapain?”
“Ng… nggak tau… mungkin mamie bisa ngajarin aku, karena aku belum pernah merasakan begituan sama perempuan. Ciuman pun baru merasakan dengan Mamie tadi.”
“”Sebenarnya di usiamu sekarang ini, normal – normal aja kamu merasakan hubungan sex dengan perempuan. Yang gak normal adalah… mamie ini istri papamu Chep. Jadi kalau kita sampai melakukan hubungan badan, berarti kita menghianati Papa.”
“Iya Mam. Aku terima salah. Mohon Mamie maafkan aku yang gak tau diri ini.”
“Kamu tidak salah juga Chep. Mungkin mimpi – mimpimu itu yang bersalah. Padahal kamu tidak pernag mengundang mimpi – mimpi itu kan?”
“Iya Mam…”
Ucapanku terputus karena Mamie menyelinapkan tangannya ke celana pendek yang biasa kupakai tidur atau olah raga ini. Mamie langsung memegang kontolku yang memang tidak bercelana dalam ini. “Kontolmu ini sudah ngaceng sekali. Coba buka celanamu Chep. Mamie ingin lihat secara jelas,” kata Mamie sambil mengeluarkan tangannya dari balik celana pendek putihku.
Kuturuti perintah ibu tiriku yang cantik itu. Kupelorotkan celana pendekku sampai terlepas di kedua kakiku. Sehingga aku tidak bisa menyembunyikan lagi kontolku yang sudah ngaceng sekali ini.
Mamie spontan menangkap kontolku sambil menatapnya dengan mata terbelalak, “Wooow… kontolmu ini luar biasa gede dan panjangnya Chep. Ereksinya pun sempurna, keras sekali. Tidak seperti punya papamu yang ereksinya setengah – setengah.”
Kubiarkan saja Mamie memegang kontol ngacengku, seperti anak kecil yang punya mainan baru. Bukan cuma dipegang. Mamie pun menciumi kepala kontolku. Bahkan juga menjilatinya, sehingga nafasku mulai tidak beraturan.
Sambil menciumi dan menjilati moncong kontolku, Mamie pun menarik tanganku ke balik kimononya. Lalu meletakkannya di antara kedua pangkal pahanya.
“Mam… iii… ini punya Mamie?” tanyaku gugup.
“Iya… tapi memek mamie harus dijilatin dulu sampai basah. Karena kontolmu terlelu gede. Pasti sakit dan susah masuknya kalau tidak dijilatin dulu.”
Aku yang pernah melihat bokep cowok menjilati vagina cerweknya, spontan menyahut. “Iya Mam… aku siap untuk menjilati memek Mamie sampai basah.”
Mamie melepaskan kontolku dari genggamannya. “Ayo di kamarmu aja, biar lebih leluasa.”
Aku pun mengambil celana pendekku yang tergeletak di sofa, tapi tidak mengenakannya lagi karena tiada perintah dari Mamie. Setibanya di dalam kamar, Mamie menyambutku dengan pegangan di kedua tanganku. “Kamu mau melihat mamie telanjang kan?”
“Iiii… iya Mam,” sahutku tergagap dalam semangat yang berkobar.
“Chepi, mamie sangat sayang padamu. Karena itu mamie akan mengabulkan apa pun yang diinginkan pada ulang tahunmu yang kedelapanbelas ini,” ucap Mamie sambil melepaskan kimonoputihnya. Dan… sekujur tubuh Mamie langsung terbuka, karena tiada apa – apa lagi di balik kimono itu selain tubuh Mamie yang aduhai…
Inilah untuk pertama kalinya aku menyaksikan Mamie telanjang secara jelas. Tanpa terhalang kaca blur. Dan aku terkagum – kagum menyaksikan tubuh indah dan putih mulus itu, seolah menyaksikan keelokan bidadari yang baru turun dari langit.
“Kok malah bengong?” tanya Mamie sambil menarik pergelangan tanganku, sehingga aku terhempas ke atas dadanya yang dihiasi bukit kembar yang benar – benar seimbang dengan bentuk badannya. tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil.
Mamie melepaskan kaus oblongku sambil berkata, “Kamu juga harus telanjang. Supaya kulit bertemu kulit…”
Setelah kaus oblong meninggalkan badanku, Mamie berkata lagi, “Sekarang lakukanlah apa pun yang kamu inginkan pada diri mamie…”
“Aku belum punya pengalaman, jadi… aku tidak tau harus mulai dari mana… karena takut salah…” sahutku sambil meraba – raba toket Mamie dengan tangan gemetaran.
“Kamu mau menyetubuhi mamie kan? “tanya Mamie sambil mencolek bibirku dengan telunjuknya.
Aku amati wajah cantik Mamie yang tengah tersenyum yang sangat menggoda itu. Lalu menyahut, “Mau sekali… tapi kalau ada yang salah mohon dibetulkan ya Mam.”
“Iya… nanti mamie ajarin. Sekarang jilatin dulu memek mamie sampai benar – benar basah oleh air liurmu ya.”
“Siap Mam…” sahutku sambil melorot turun, sehingga wajahku berada di atas memek Mamie yang begitu bersihnya, tiada jembutnya selembar pun. Hanya ada yang baru mau tumbuh di bagian atasnya.
Aku pernah memperhatikan foto – foto wanita telanjang. Pernah juga beberapa kali nonton bokep. Tapi baru sekali inilah aku menyaksikan kemaluan wanita dalam kenyataan, dalam jarak yang sangat dekat pula dengan mataku.
Kemudian Mamie merentangkan sepasang paha mulusnya sambil menunjuk ke arah memeknya yang sudah dingangakan. “Nih bagian – bagian ini yang harus dijilati. Ini kan bibir dalam, ini liang kecil untuk masuknya kontolmu nanti. Terus ini namanya clitoris, dalam bahasa kita biasa disebut kelentit atau itil.
“Iiii… iya Mam…” sahutku tersendat, karena nafasku semakin sulit diatur. Karena membayangkan kontolku akan dimasukkan ke lubang sekecil itu.
Lalu Mamie memberi petunjuk – petunjuk lain, agar aku mulai tahu bagaimana cara memperlakukan kemaluan perempuan.
Lalu aku pun mulai menjilati kemaluan Mamie. Mulai dari bagian dalam yang berwarna pink itu, sambil berusaha mengalirkan air liurku sebanyak mungkin, seperti petunjuk dari Mamie barusan. Begitu pula clitorisnya kujilati segencar mungkin.
Sementara itu Mamie mulai menggeliat – geliat sambil meremas – remas rambutku yang berada di bawah perutnya. “Iya Chep… iyaaaaa… itilnya jilatin lagi Chep… itilnya… iyaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaa… aaaaaaaah… aaaaah… enak sekali Chepiiii… iyaaaa… iyaaaaa… itilnya jilatin terus Cheeepiii…
Cukup lama aku melakukan semuanya ini, sementara nafsuku semakin menggebu – gebu.
Sampai akhirnya Mamie mengepit kepalaku dengan kedua tangannya, sambil berkata terengah, “Su… sudah cukup Sayang. Sekarang masukin kontolmu…”
Dengan perasaan masih bingung, aku menjauhkan mulutku dari memek Mamie. Kemudian mendekatkan kontolku ke memek Mamie.
Pada saat itulah Mamie memegang leher kontolku, kemudian mengarahkan kepalanya ke mulut memeknya. Mungkin sedang diarahkan ke mulut liang yang tadi Mamie tunjukkan dan tampak kecil itu.
Ketika amukan birahiku semakin menggila, terdengar suara Mamie, “Ayo dorong… !”
Aku pun mendorong kontolku yang lehernya masih dipegang oleh Mamie.
Perlahan – lahan zakarku melesak ke dalam liang memek Mamie yang rasanya aduhai… luar biasa enaknya…!
Mamie pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya sambil berdesah… “Sudah masuk sayang… Sekarang mamie bukan hanya punya Papa, tapi juga punya Chepi…”
Entah kenapa, ucapan Mamie itu membuatku tersentuh… sangat tersentuh. Tapi aku tidak bisa menjawabnya, karena mulai melaksanakan petunjuk Mamie.
Ya, atas petunjuk Mamie, aku pun mulai mengayun kontolku dengan hati – hati di dalam jepitan liang memeknya yang begini uniknya buatku yang masih pemula. Terasa benar dinding liang memek Mamie ini bergerinjal – gerinjal lunak, seperti dilapisi bentuk seperti telur ayam yang masih berderet di dalam perutnya.
“Ayo… sekarang cepatin entotannya. Tapi jangan sampai lepas dari dalam memek Mamie ya …“bisik Mamie.
Aku menyahut terengah – engah, “Iiii… iyaaaa… duuuh… Mam… me… memek Mamie ini luar biasa enaknya.”
“Kontolmu juga luar biasa enaknya Sayaaaang,” ucap Mamie yang dilanjutkan dengan kecupan hangat di bibirku.
Aku merasa bangga mendengar ucapan Mamie itu. Tapi mungkin aku terlalu menikmati semuanya ini. Maklum, inilah untuk pertama kalinya aku merasakan berhubungan sex.
Sehingga tak lama kemudian aku menggelepar di atas perut Mamie, sambil membenamkan kontolku sedalam mungkin, disusul dengan berlompatannya lendir kenikmatan dari moncong penisku.
Croooottttt… crooooottttt… crooooootttt… croooottttttt… crotttt… crooootttt…!
Lalu aku terkulai di dalam dekapan Mamie.
Mamie tersenyum dan mengecup bibirku. Lalu bertanya perlahan, “Udah ejakulasi?”
“Iya Mam… ternyata aku gak kuat lama – lama,” sahutku bernada kecewa.
“Nggak apa – apa. Biasanya memang begitu kalau baru pertama kali sih. Sebentar lagi juga pasti kontolmu ngaceng lagi,” sahut Mamie sambil mempererat dekapannya.
Ternyata benar ucapan Mamie. Tak lama kemudian kontolku yang masih berada di dalam liang memek Mamie, mulai menegang lagi sedikit demi sedikit.
“Nah tuh… udah ngaceng lagi kan?” ucap Mamie sambil menggoyang – goyangkan pinggulnya sedemikian rupa, sehingga kontolku terasa seperti diremas – remas dan dibesot – besot. Karuan saja makin lama kontolku makin ngaceng.
“Udah keras nih,” ucap Mamie, “ayo entotin lagi.”
“Iya Mam…” sahutku sambil mengayun kontolku perlahan – lahan. “Mam… aku yakin… aku mulai cinta sama Mamie…”
“Apa?” tanya Mamie sambil tersenyum.
“Aku cinta Mamie,” sahutku agak keras.
“Apa?!” tanya Mamie dengan tatapan dan senyum yang menggoda.
“Aku cinta Mamie !!!” teriakku cukup keras.
“Sttttt! Jangan teriak juga kali. Nanti kedengaran si Bibi.”
“Eh… iya yaa… maaf Mam…”
“Mamie hanya ingin mendengar pernyataan cintamu berulang – ulang… karena mamie bahagia mendengarnya.”
Kenapa Mamie merasa bahagia mendengar ucapan cintaku? Apakah karena Mamie juga mencintaiku? Entahlah.
Yang jelas aku melanjutkan aksiku sambil merapatkan pipiku ke pipi hangat Mamie, sambil bergumam terus setengah berbisik, “Aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aaaakuuuu cintaaa Maaamie…”
Tiba – tiba Mamie memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya. Disusul dengan bisikannya, “Kamu pikir mamie tidak mencintaimu? Kalau mamie tidak mencintaimu, tak mungkin mamie biarkan kamu menyetubuhi mamie Chep…”
“Ja… jadi Mamie juga mencintaiku?” tanyaku sambil menghentikan entotanku sejenak.
Mamie menatapku sambil tersenyum. Membelai rambutku dengan lembut. Lalu menyahut perlahan, “Iya… mami cinta dan sayang kamu Chepi…”
Entah kenapa, mendengar pengakuan Mamie itu aku jadi bahagia… bahagia sekali.
Malam ini memang malam jahanam. Tapi duniaku terasa indah sekali.
Lalu Mamie memberitahu titik – titik yang peka di wilayah dada dan kepalanya. Dan memberitahu trik supaya Mamie merasakan nikmatnya disetubuhi olehku.
Aku pun mulai mengerti trik dan titik – titik peka itu.
Maka mulailah aku mengayun kembali kontolku sambil menjilati leher jenjang Mamie.
Kelihatan sekali Mamie menikmatinya. Terlebih ketika aku mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya. Maka mulailah aku merasakan sesuatu yang baru. Bahwa pinggul Mami mulai bergeol – geol, meliuk – liuk dan menghempas – hempas. Liang memeknya pun terasa membesot – besot dan meremas – remas kontolku.
Cukup lama hal ini terjadi. Sementara rintihan – rintihan Mamie pun mulai terdengar.
“Aaaaaaah… aaaaa… aaaaah… Chepiiiii… mamie juga cinta kamu Sayaaaang… entot terus Cheeeep… entooootttttttt… iyaaaaa… iyaaaaa… entoooooooootttttttt… kontolmu luar biasa enaknya Cheeeep… aaaaaa… aaaaaaaah… Chepiiiiii… ini luar biasa enaknya Cheeeeeep …
Bahkan pada suatu saat Mamie berkelojotan sambil mendesah dan merintih, “Aaaaa… aaaaa Cheeepiiii… mamie mau lepas… mau lepasss… aaaaaaa… aaaaaaahhhh… aaaa…”
Mulutnya ternganga sementara tubuhnya mengejang, tegang sekali. Aku belum tahu harus berbuat apa, sehingga kubiarkan saja kontolku terbenam di dalam liang memeknya. Tanpa kugerakkan lagi.
Lalu sesuatu yang sangat erotis terjadi. Liang memek Mamie terasa berkedut – kedut kencang. Disusul dengan membasahnya liang memek yang tengah mencengkram kontolku ini.
Lalu tubuh Mamie terasa melemas. Disusul dengan kecupan hangatnya di bibirku. Dan Mamie pun berkata perlahan, “Terima kasih ya Sayang… belum pernah mamie merasakan disetubuhi yang senikmat ini.”
“Mamie sudah orgasme?” tanyaku sambil mengusap pipi Mamie yang mengkilap karena berkeringat.
“Iya Sayang,” sahut Mamie sambil melingkarkan lengannya di leherku, “Tapi kamu belum ejakulasi kan? Ayo entotin lagi… jangan direndem terus…”
Aku pun mengayun kembali kontolku di dalam liang memek Mamie yang terasa jadi lebih licin daripada tadi. Tapi bagiku malah lebih enak. Sehingga dengan sangat bergairah aku mengentot liang memek Mamie lebih cepat dari tadi.
“Mamie… memeknya jadi lebih enak… jadi licin sekali Mam…” ucapku di tengah gencarnya mengentot ibu tiriku yang cantik dan selalu baik padaku itu.
“Kon… kontolmu juga enak sekali Chep… bisa – bisa ketagihan mamie nanti…” sahut Mamie yang mata indahnya merem melek lagi.
“Kapan pun aku siap untuk melakukannya lagi nanti.”
“Iya Sayang… mamie memang sudah jatuh cinta padamu… aaaaaah… ini mulai enak lagi… entot terus Cheeepiii… sambil jilatin leher mamie kayak tadi… aaaaaa… aaaah… aaaa… aaaaah… aaaaa… aaaaaaahhhhhhh… hhhhhh… hhhhhh…”
Mulutku memang sudah beraksi lagi, menjilati bagian – bagian peka di tubuh Mamie yang terjangkau oleh lidahku. Ketika aku sedang menjilati leher dan telinga Mamie, tangan kiriku pun giat meremas toket kanannya. Sementara kontolku seolah sedang memompa liang memek Mamie yang luar biasa enaknya ini.
Tak cuma itu. Pada suatu saat aku pun mulai menjilati ketiak Mamie disertai dengan sedotan – sedotan kuat, sehingga Mamie semakin klepek – klepek dibuatnya. Meski mulai menggoyang pinggulnya, rintihan dan rengekan histeris Mamie pun mulai terdengar lagi.
“Chepiiii… oooohhhh… Chepiii… kamu sudah semakin pandai Sayang… ini semakin enaaak… ooooh… Cheeeep… kontolmu memang luar biasa enaknya… oooooooh… entot teruuuuss Cheeeeep… iyaaaaa… iyaaaa… iyaaaa… entooooooottttttt… ooooh… oooo… ooooooohhhhh… Cheeeepiiii…
Tubuhku mulai bersimbah keringat. Namun aku malah semakin bersemangat untuk mengentot liang memek Mamie yang luar biasa enaknya ini.
Goyangan pinggul Mamie pun semakin menggila. Memutar – mutar, meliuk – liuk dan menghempas – hempas ke kasur. Sehingga kontolku terasa dibesot – besot dan diremas – remas oleh liang memek yang sangat licin ini.
Sampai pada suatu saat, terdengar Mamie berkata terengah, “Chep… mamie mau lepas lagi. Ayo barengin Chep… biar nikmat…”
Sebenarnya aku pun sedang berada di detik – detik krusial.
Maka atas permintaan Mamie, naluriku bilang bahwa aku harus mempercepat entotanku. Ya… aku mempercepat ayunan kontolku, laksana pelari yang sedang sprint di depan garis finish.
Sampai pada suatu detik, aku dan Mamie seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram dan saling remas sekuatnya, seolah ingin saling meremukkan tulang kami.
Pada saat itulah Mamie terkejang – kejang dengan mata terpejam, sementara aku membenamkan kontolku sedalam mungkin, tepat pada saat kontolku sedang mengejut – ngejut sambil menembak – nembakkan lendir kenikmatanku.
Crooootttttt… crotttt… croooottttttt… croootttttt… crooootttt… crooootttt…!
Lalu kami sama – sama terkulai lunglai. Dalam kepuasan sedalam lautan.
Malam itu adalah malam yang takkan kulupakan seumur hidupku. Bahwa aku sudah menyetubuhi Mamie untuk pertama kalinya.
Jahanam memang perbuatanku ini. Karena Mamie itu istri Papa. Milik Papa yang paling berharga, sementara aku telah mencurinya. Padahal Papa itu sangat menyayangiku. Lalu beginikah aku membalas kebaikan Papa?
Namun di sisi lain, aku menganggap betapa indahnya malam jahanam itu. Karena aku sudah merasakan sesuatu yang tadinya kuanggap hanya obsesi belaka.
Semakin indah lagi setelah Mamie mengajakku mandi bareng di kamar mandiku.
“Masih ingat waktu kamu sering mamie mandikan dahulu?” tanya Mamie sambil menyabuni tubuhku.
“Iya… di pancuran di kampung Mamie. Aku masih di SD kan saat itu Mam,” sahutku.
“Iya. Kamu masih kecil saat itu. Kontolmu juga masih kecil. Tapi sekarang udah panjang gede gini. Sudah bisa nakalin memek mamie pula,” ucap Mamie pada waktu menyabuni kontolku yang sudah terkulai lemas ini.
Tapi tak cuma menyabuni kontolku, melainkan juga mengocoknya. Sehingga perlahan – lahan kontolku mulai menegang kembali.
“Hihihihihiii… kontolmu udah ngaceng lagi Chep. Emang masih kepengen ngentot lagi ya?”
“Nggak tau… kalau udah ngaceng gini berarti masih bisa ngentot lagi Mam?”
“Iya. Tapi sekarang sudah jam setengah tiga pagi. Mendingan tidur aja, biar kamu gak kesiangan kuliah nanti.”
“Sekarang kan tanggal merah Mam.”
“Oh iya ya. Berarti kamu libur hari ini. Ya udah… selesaikan aja mandinya dulu. Kalau masih kepengen ngentot lagi, nanti mamie kasih.
Setelah selesai mandi, kami bersetubuh lagi di atas bedku. Durasinya lebih lama lagi, karena bagiku persetubuhan ini adalah persetubuhan yang ketiga kalinya. Tak urung Mamie orgasme dua kali lagi sebelum aku ngecrot crot crottt crotttt di dalam liang memeknya yang sangat fantastis bagiku.
Kemudian kami tertidur nyenyak. Inilah untuk pertama kalinya aku tidur dalam pelukan Mamie, dalam keadaan sama – sama telanjang pula.
Esok paginya kami sama – sama bangun terlambat. Bahkan ketika aku sudah duduk di atas bed, kulihat Mamie masih nyenyak tidur. Dan aku tak mau mengganggunya. Aku turun dari bed dengan hati – hati, kemudian melangkah ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi, kukenakan baju dan celana piyama. Sementara Mamie masih tidur juga. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi.
Dengan sabar kutunggu Mamie bangun sendiri.
Dan ketika Mamie sudah bangun, aku menyongsongnya dengan kecupan mesra di sepasang pipinya, sambil berkata setengah berbisik, “Terima kasih Mam. Khayalanku sudah menjadi kenyataan. Bahkan lebih daripada yang pernah kukhayalkan.”
Mamie tersenyum manis. Lalu bangun dan berkata, “Dengan mama kandungmu aja belum pernah dipelukin dalam keadaan sama – sama telanjang kan?”
“Iya Mam.”
“Terus… sekarang hatimu bahagia?” tanya Mamie sambil mengenakan kimononya.
“Sangat bahagia Mam.”
“Syukurlah. Mamie juga bahagia karena telah mendapatkan kebujanganmu. Tapi kalau Papa sudah datang, kita harus cari – cari kesempatan. Mungkin kalau Papa sedang di kantor dan kamu kuliah sore, baru bisa kita lakukan.”
“Iya Mam. Ohya kapan Papa pulang?”
“Katanya sih besok malam. Dipercepat dua hari, karena ingat kamu sedang berulang tahun hari ini.”
Esok malamnya Papa benar – benar pulang.
Begitu masuk ke dalam rumah, Papa langsung memanggilku. Entah kenapa, karena aku merasa sudah melakukan kesalahan besar kepada Papa, jantungku berdegup kencang waktu menghampiri beliau.
Ternyata Papa memeluk dan mencium dahiku, lalu berkata, “Selamat ulang tahun yang kedelapanbelas, ya Chep. Semoga panjang umur dan sukses selalu. Maafkan papa karena tidak bisa pulang pada hari ulang tahunmu kemaren. Tapi papa sudah transfer dana ke rekening tabunganmu, sebagai hadiah ulang tahun. Terserah kamu mau diapakan duit itu nanti, karena kamu sekarang sudah mulai dewasa.
“Iya Pap… terima kasih. ”
“Kapan kamu libur panjang?” tanya Papa.
“Dua minggu lagi Pap. “
“Nah… sekarang kamu sudah besar. Sudah dewasa. Zaman dahulu malah patokan dewasa itu pada usia tujuhbelas. Jadi kamu sudah bisa menilai sendiri mana yang baik dan mana yang buruk bagimu. Karena itu sekarang papa izinkan kamu untuk berjumpa dengan mamamu. Biar bagaimana Mama itu adalah ibu kandungmu.
“Iya Pap. Terima kasih. “
“Kamu masih ingat rumah mamamu kan?”
“Masih Pap. Rumahnya kan yang menghadap ke jalan raya, tapi di sampingnya ada jalan kecil. “
“Iya,” jawab Papa, “Di halaman depannya banyak pohon delima dan pohon mangga. ““
“Iya Pap. Aku masih ingat semuanya. “
“Lalu kamu mau pakai apa ke sana? Pakai bus?”
“Pake motor aja Pap. Biar bebas setelah ada di rumah Mama nanti. “
Dua minggu kemudian, aku sudah melarikan motorku ke kampung Mama yang jaraknya 60 kilometer dari kotaku.
Jalan cukup padat dengan kendaraan roda empat mau pun roda dua. Untunglah aku memakai motor, sehingga bisa selap – selip ke kiri ke kanan.
Dalam tempo relatif cepat aku pun sudah tiba di kampung Mama yang hanya kota kecamatan. Tanpa kesulitan sedikit pun aku tiba di depan rumah Mama yang masih sangat kuingat. Bahkan pohon mangga yang berderet di depan rumah Mama masih tetap seperti dahulu. Seperti waktu aku suka bermain di bawah pepohonan di masa kecilku, waktu Mama belum bercerai dengan Papa.
Ketika aku celingukan di dekat pintu depan, terdengar suara wanita dari ambang pintu itu, “Mau nyari siapa Dek?”
Aku terkejut dan mengamati wanita itu yang masih sangat kuingat. Yaaa… dia Mama kandungku!
“Mama lupa sama aku? Ini Chepi Mam,” sahutku yang disusul dengan mencium tangan Mama.
“Chepiiiii?! Ya Tuhan… “Mama merangkul dan memelukku sambil menangis tersedu – sedu, “Chepiiii… hiks… anakkuuuu… ooooooohhh… mama memang yakin bahwa pada suatu saat kamu akan datang juga. Karena pertalian darah dan batin kita takkan pernah putus… huuuuu… hiksss… Chepiiiiii…
Lalu Mama berjalan terhuyung – huyung sambil kudekap pinggangnya erat – erat, karena takut beliau terjatuh.
Kemudian Mama kududukkan di sofa. Sementara aku berlutut di lantai sambil menciumi lututnya, sambil bercucuran air mata.
Dengan suara sendu aku berkata, “Baru hari ini aku diijinkan oleh Papa untuk menjumpai Mama. Bahkan Papa nyuruh untuk menghabiskan liburanku selama dua minggu di sini. “
Mama menciumi rambutku dan masih terisak – isak. “Kekuatan apa pun takkan bisa memisahkan anak dengan ibu kandungnya. Mama memang mengerti kenapa kamu tidak diijinkan ke sini pada waktu masih kecil… hiks… hiks… mama berjuang untuk menenangkan hati mama selama ini. Untung masih banyak saudara yang sering menghibur hati mama dan berusaha menabahkan mama.
“Sudah Mam. Jangan menangis terus. Sekarang aku kan sudah diijinkan untuk menjumpai Mama di hari – hari luburku nanti. “
Mama pun berusaha menahan isak tangisnya. “Sekarang usiamu sudah berapa tahun?”
“Delapanbelas. Berarti usia Mama sekarang tigapuluhdelapan ya?”
“Iya. Kok kamu bisa tau?”
“Dahulu Mama kan pernah bilang, usia Mama duapuluh tahun waktu melahirkan aku. “
“Iya, iyaaa… sekarang kamu sudah jadi mahasiswa kan?”
“Iya Mam. Baru semester dua. “
“Syukurlah. Semoga kamu sukses di dalam menempuh pendidikan sampai jadi sarjana ya Chep. “
“Amiiin… “
Mama masih tetap seperti dahulu, seperti waktu mau berpisah denganku. Usia Mama lebih tua sepuluh tahun daripada Mamie. Jadi usiaku dengan usia Mamie dan usia Mama seperti tangga. Usia Mamie sepuluh tahun lebih tua dariku, usia Mama sepuluh tahun lebih tua dari Mamie.
Aku tak mau membanding – bandingkan fisik Mama dengan Mamie. Karena Mama dan Mamie punya kelebihan masing – masing. Dari perawakannya saja sudah jauh berbeda. Mamie berperawakan tinggi langsing, sementara Mama bertubuh tinggi montok. Mata Mamie agak menyipit, dengan hidung mancung meruncing. Sedangkan Mama bermata bundar dengan hidung mancung benar, mirip orang Pakistan.
Mama kelihatan sangat senang dengan kehadiranku di rumahnya. Lalu Mama sibuk di dapur bersama seorang pembantu yang datang pagi pulang sore, kata Mama. Ngocoks.com
Ketika hari sudah mulai sore, Mama mengajakku makan bersama. Sengaja aku duduk di samping Mama, karena aku mendadak jadi manja, ingin disuapi segala oleh ibu kandungku.
Mama ikuti saja keinginanku. Ia menyuapiku sambil berkata, “Waktu masih kecil kamu seneng sekali makan abon sapi dan sambel oncom yang kering dan dihaluskan. Sekarang masih suka?”
“Masih Mam,” sahutku, “Tapi Mamie cuma sekali – sekali aja menyediakan makanan favoritku itu. “
“Ibu tirimu galak nggak?” tanya Mama.
“Nggak. Sejak tinggal bersama dia sampai sedewasa ini, aku gak pernah dimarahi olehnya. Apalagi kekerasan, tak pernah terjadi. Dijewer telinga aja gak pernah. “
“Syukurlah kalau begitu. Kapan – kapan ajak dia ke sini. Mama akan terima dengan baik kok. Mama sudah tidak punya perasaan dendam lagi padanya. Yang penting dia mau merawat anak mama sebaik mungkin. “
“Iya, Mama tenang aja. Mamie gak pernah memperlakukanku secara buruk. “
Lalu kami lanjutkan ngobrolnya di ruang keluarga, sambil nonton televisi yang sedikit pun tak masuk di pikiranku. Entah kenapa, aku malah teringat – ingat Mamie terus. Teringat Mamie dan segala yang pernah terjadi dengannya.
Setelah hari mulai malam, Mama menempatkanku di kamar depan, yang sudah diberesi serapi mungkin. Tapi aku merasa kamar itu bekas kamar kakek dan nenek yang sudah tiada. Jujur, aku takut tidur di kamar itu sendirian. Maka kataku, “Nggak mau tidur di kamar depan ah. “
“Abis mau di kamar mana lagi? Kamar yang layak ditempati hanya ada dua. Apa mau di kamar mama?” tanya Mama.
Dengan gaya manja aku memeluk Mama dari belakang sambil berkata, “Iya… mau tidur sama Mama aja. Sebelum kita berpisah, aku kan masih suka tidur sama Mama. Nyaman sekali tidur dalam pelukan Mama. “
“Ya udah. Bawa tas pakaianmu ke kamar mama gih,” kata Mama sambil tersenyum.
“Iya Mam… emwuaaah…” sahutku yang disusul dengan kecupan di pipi Mama.
Malam itu aku merasa nyaman sekali tidur di dalam dekapan Mama. Setelah sembilan tahun berpisah, aku bisa merasakan lagi nyamannya dekapan dan kehangatan ibu kandung.
Malam kedua pun begitu. Bahkan di malam kedua itu, sebelum tidur kami masih sempat ngobrol di atas tempat tidur Mama.
“Mama kan belum tua. Empatpuluh tahun juga belum. Kenapa Mama tidak menmikah lagi?” tanyaku sambil mendekap pinggang Mama.
“Ah… yang naksir mama sih banyak. Tapi mama takkan kawin lagi Chep. “
“Kenapa?”
“Kawin lagi juga percuma, karena mama takkan bisa hamil dan melahirkan lagi. “
“Kok gitu? Kenapa gak bisa hamil lagi? “
“Ada masalah di rahim mama. Makanya waktu melahirkan kamu, dokter melarang mama hamil lagi. Kemudian mama disterilkan, agar tidak bisa hamil lagi. Kata dokter, kalau mama hamil lagi sangat berbahaya. “
“Ogitu Mam?! Kok baru sekarang aku dengar ceritanya. “
“Sebelum kita berpisah, kamu kan masih kecil. Baru umur sembilan tahun. Makanya mama merasa belum saatnya membicarakan masalah ini padamu.”
“Iya Mam. Lagian waktu itu aku belum punya handphone. Setelah punya pun bingung sendiri, karena aku belum tahu Mama pakai handphone nggak. Kalau punya pun, aku belum tau nomornya. “
“Iya. Mulai sekarang sih kita bisa ngobrol lewat hape ya?”
“Iya Mam. Kalau aku kangen Mama dan gak bisa ke sini, aku bakal nelepon aja nanti. “
“Iya… “
Lalu kami tertidur.
Di malam ketiga, aku malah duluan masuk ke kamar Mama, sementara Mama masih asyik nonton sinetron di televisi.
Pada malam ketiga inilah terjadi sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, apalagi merencanakannya. Saat itu aku sudah rebahan di bed Mama, dengan mata terpejam. Tapi sebenarnya aku belum tertidur. Hanya merem – merem ayam.
Lalu kulihat Mama masuk ke dalam kamarnya ini. Menengok ke arahku yang sedang merem – merem ayam ini. Lalu sambil membelakangiku, Mama melepaskan jilbabnya, disusul dengan baju jubah panjang hitamnya. Sehingga tinggal beha dan celana dalamnya yang masih melekat di tubuhnya. Kedua benda itu pun lalu dilepaskan.
Lalu entah setan mana yang merasuki jiwaku saat itu. Yang jelas, diam – diam kontolku mulai menegang di balik celana piyamaku…!
Dalamn keadaan telanjang bulat, Mama membuka lemari pakaiannya. Dan mengeluarkan sehelai kimono hitam yang lalu dikenakannya. Sehingga aku tahu benar bahwa di balik kimono itu Mama tidak mengenakan apa – apa lagi. Mungkin sudah menjadi kebiasaannya begitu kalau mau tidur.
Ketika Mama naik ke atas tempat tidur, aku langsung bereaksi. Mendekap Mama, tapi bukan pada pinggangnya, melainkan di toket gedenya yang masih tersembunyi di balik kimono hitamnya.
Mama agak kaget. Lalu terdengar suaranya, “Belum tidur?”
“Belum,” sahutku sambil memegang toket Mama yang sebelah kanan, “Pengen nenen dulu seperti masa kecil dahulu, boleh kan?”
“Hihihihiiii… kamu inget masa kecil?”
“Iya. Sampai kelas dua SD aku masih suka ngemut puting payudara Mama sebelum tidur,” kataku sambil bergerak menelungkup di samping Mama. Lalu kuemut pentil toket kanannya.
Sebenarnya ini salah satu trik yang kudapat dari Mamie. Bahwa kalau pentil toket diemut sambil dijilati, pasti perempuan itu akan terangsang dan jadi horny. Maka itulah yang kulakukan. Kuemut pentil toket Mama sambil menjilatinya.
Mama tidak menolak. Bahkan dengan lembut dibelainya rambutku. Dan berkata perlahan, “Kamu anak mama satu – satunya Chep. Apa pun yang kamu inginkan, akan mama kabulkan. “
Mendengar ucapan itu spontan tanganku terjulur ke bawah. Ke balik kimononya, tepat pada selangkangannya. Sambil berkata, “Kalau semua keinginanku akan Mama kabulkan, ajari aku tentang cara bersetubuh ya Mam. “
“Haaaa?! “Mama tampak kaget, “Yang begituan sih gak perlu diajarin. Nanti juga bisa sendiri. “
Pada saat itu pula aku telah berhasil menyelinapkan jari tanganku ke dalam celah memek Mama. “Aku ingin merasakan bersetubuh Mam. Kata orang – orang sih enak sekali. Makanya aku ingin nyoba. Dimasukkannya ke sini ya Mam?” tanyaku pura – pura belum punya pengalaman dalam soal seks.
“Iya Sayaaang… tapi mama ini kan ibumu Naaak… “
“Terus kalau ingin nyoba harus dengan pelacur?”
“Hush…! Jangan Sayang. Kalau dengan pelacur, nanti kamu bisa ketularan penyakit kotor. Hiii… serem…! Apalagi kalau ketularan HIV… takkan bisa disembuhkan. Ngeriiii… “
“Ya udah, kalau gitu sama Mama aja. Kan Mama sudah jadi janda. Gak ada yang punya. “
“Tapi mama ini ibumu… yang mengandung dan melahirkanmu… “suara Mama mulai mengambang. Karena jari tanganku mulai kugesek – gesekkan ke celah memeknya yang mulai basah. Anehnya, Mama tidak berusaha mengeluarkan jari tanganku dari liang memeknya. Bahkan lalu berkata lirih, “Sayang… jangan bikin mama bingung dong.
Lalu… diam – diam tangannya pun menyelundup ke balik celana piyamaku lewat lingkaran elastisnya di bagian perutku. Dan… ketika aku sedang asyik – asyiknya menggesek – gesekkan jari tengahku ke liang memek Mama yang makin basah ini, tiba – tiba tangan Mama memegang batang kontolku yang sudah ngaceng berat ini…
“Chepi… ini kontolmu diapain bisa gede dan panjang banget gini?” tanya Mama.
“Gak diapa – apain Mam. “
“Lebih gede dan lebih panjang daripada punya papamu Chep,” ucap Mama mengingatkan ucapan serupa yang terlontar dari mulut Mamie.
“Mungkin karena almarhumah nenek orang Pakistan ya Mam. “
“Mungkin aja. Iiiih… kebayang istrimu kelak, pasti ketagihan sama kontol sepanjang dan segede gini sih. “
“Jadi Mama mau kan ngajarin aku bersetubuh? Jangan pake alesan ini itu lagi Mam. Kalau ya jawab ya, kalau tidak jawab tidak aja. “
“Kalau mama jawab tidak mau, pasti kamu merajuk ya. “
“Iyalah. Aku lagi kebelet gini, pengen ngerasain bersetubuh. Kalau Mama gak mau, aku pulang aja malam ini juga. Di kota kan gampang nyari pelacur jam berapa juga. “
“Ya udah… udah… tadi mama udah janji akan mengabulkan apa pun yang kamu inginkan. Demi sayangnya mama sama kamu. Lepasin dulu baju dan celanamu Chep. “
Buru – buru kulepaskan baju dan celana piyamaku, karena takut pikiran Mama berubah. Setelah telanjang bulat, Mama menyuruhku celentang di atas bed bertilamkan kain seprai bercorak kulit harimau.
Lalu Mama melepaskan kimononya, sehingga tubuh chubby-nya tak tertutup apa – apa lagi.
Dari dekat barulah aku sadat bahwa Mama mengenakan stoking berwarna yang mirip dengan kulitnya. Namun pandanganku terfokus ke sepasang toiketnya yang gede dan bergelantungan. Yang lebih fokus lagi adalah ke arah memeknya yang tembem dan bersih dari jembut.
Dalam keadaan telanjang Mama duduk di antara kedua kakiku. Lalu mendekatkan wajahnya ke kontolku yang sudah ngaceng berat ini. Dan… hap… sepasang bibir tebal tapi sensual itu menangkap leher kontolku, lalu jemari tangan Mama memasukkannya ke dalam mulutnya.
Bersambung…