Cerita Sex Janda yang Tidak Bersalah – Selamat malam sobat Ngocokers. Elvira Birawa tak pernah bermimpi untuk menikah muda. Mimpinya adalah menjadi wanita karier yang sukses. Elvira hidup bersama ibunya yang adalah seorang pegawai pemerintah dengan jabatan rendah. Warisan yang ditabung ayahnya selama hidupnya jatuh ketangan Elvira.
Sebelum ajal menjemput, ayahnya berpesan agar Elvira meneruskan bisnis keluarga. Namun apa daya, dirinya yang baru menjejak bangku kuliah jatuh cinta kepada seorang Axel Budiono. Pria tampan nan rupawan yang ditemuinya saat berlatih gym bersama.
Axel menunjukkan ketertarikan kepadanya dan mereka mulai sering keluar bersama menghabiskan waktu. Hanya dalam waktu singkat, Axel mengajaknya menikah. Ibu Elvira tidak pernah setuju akan pernikahan itu karena waktu berkenalan yang masih sangat singkat.
Memang dasar polos dan apa adanya, Elvira jatuh kedalam perangkap Axel. Elvira begitu percaya dan menyerahkan semua kekayaan keluarganya kecuali sertifikat rumah yang ditinggalinya dan ibunya.
Ngocoks Pernikahannya dilaksanakan sederhana. Ibunya tidak hadir. Elvira bagai wanita paling bahagia hari itu. Sebelum badai menerpa. Tepat dihari yang sama, Axel kabur dengan seluruh uang itu, membuangnya dan meninggalkannya bagai sampah.
Elvira menangis meraung-raung, hatinya hancur seketika. Ibunya jatuh sakit dan dirawat intensif. Elvira meminta pengampunan orangtuanya. Nasi sudah menjadi bubur. Hanya beberapa hari setelahnya, ibunda terkasihnya meninggalkannya juga untuk selama-lamanya.
Elvira hidup sendirian dalam kesulitan ekonomi. Elvira harus membanting tulang bekerja sana sini. Betapa bodohnya dia tidak melanjutkan kuliahnya untuk mendapat ijazah agar bisa bekerja dengan layak.
Biaya kuliah sungguh mahal. Beruntung dia tak memberikan sertifikat rumah kepada Axel. Rumah ini adalah kenangan satu-satunya mengenai keluarganya.
Elvira bekerja menjadi pelayan resto untuk menyambung hidupnya setiap hari. Tubuhnya remuk karena tidak biasa bekerja. Seiring waktu, Elvira sudah terbiasa dengan keadaan itu.
Maya, sahabat terdekatnya di resto selalu membantunya jika dalam keadaan sakit. Semenjak keluarganya tidak lagi kaya, Elvira mulai kehilangan banyak teman-teman sekolahnya dulu. Kini Elvira menyadari siapa saja teman sejatinya.
“Aku punya kabar baik untukmu.” Maya menghampiri Elvira semangat.
“Mengenai?”
“Pekerjaan baru.”
“Huh? Bos mau memecatku?” tanya Elvira syok. Dirinya sudah 8 bulan bekerja di resto tersebut.
Maya menatapku simpatik. “Aku baru mendengar kabar burung. Setidaknya kamu bersiap-siap.”
“Kamu menyebutnya kabar baik?” tanya Elvira cemberut.
“Itulah mengapa aku ingin membantumu.”
“Caranya? Kamu tahu aku hanya memiliki pekerjaan ini.”
“Aku tahu.” Maya menepuk-nepuk punggungku. “Malang sekali dirimu. Aku mendengar bos ingin menambah chef baru sehingga mengurangi biaya administrasi dengan memecat beberapa pramusaji.” Terang Maya. Elvira menghela napas panjang. “Tapi… aku mendapatkan pekerjaan baru untukmu! Yeaaaay!”
Elvira menatap Maya tak percaya. “Be..benarkah?”
“Yep! Kebetulan tetanggaku adalah pelayan di sana. Mereka membutuhkan tenaga pelayan tambahan. Namun…”
“Namun?”
“Tetanggaku mengatakan bosnya terkenal galak dan kurang ajar. Bosnya masih single jadi emosinya labil.”
“Apa?”
“Aku dengar sih usianya sudah 30-an. Hanya saja karakternya menjengkelkan. Tetanggaku sudah bersamanya nyaris 15 tahun, hanya dia yang bertahan karena gajinya lumayan besar.”
Mencium-cium bau uang, mata Elvira seketika terbuka lebar. “Aku mau!” jawabnya semangat.
“Kamu yakin?”
“Aku sangat butuh uang sekarang.”
“Baiklah. Aku akan mengabarimu secepatnya.”
“Thank you!” Elvira memeluk Maya erat kegirangan.
Menjelang sore, Elvira memasuki rumahnya dengan beberapa bahan makanan dari pasar. Elvira menghela napas panjang, rumahnya terasa sangat sepi saat seperti ini. Kenangan tentang kedua orangtuanya selalu menghantuinya belakang ini.
Diusianya yang sudah 21 tahun, dia belum ingin memulai sebuah hubungan meski Maya sering mengenalkannya dengan beberapa pria. Menjadi janda diusia muda seperti aib baginya. Orang-orang yang mengenalnya akan menghakiminya karena menjadi janda diusia ini.
Mereka menerka jika Elvira hamil di luar nikah. Jangankan hamil, Axel pun tak sempat menyentuh tubuhku. Pria laknat itu tiba-tiba saja menghilang setelah resepsi. Sudah satu tahun berlalu namun traumanya enggan untuk hilang.
Elvira meraih susu di dalam kulkas dan meneguknya habis. Hatinya panas mendengar berita Maya jika dia akan dipecat. Sisi positive-nya adalah dia mendapatkan pekerjaan baru. Elvira menuju kamarnya dan membersihkan dirinya.
Keesokan harinya, Maya menghampirinya. “Ini alamat rumah itu. Kamu hanya perlu datang ke sana jam 7 malam. Bosnya baru memiliki waktu senggang dijam segitu.”
“Lalu tetanggamu? Apa dia gak akan bersamaku?”
“Ah… karena dia memiliki keluarga, dia tidak tinggal di rumah itu. Tetapi syarat pekerjaan ini, kamu harus tinggal di rumah itu. Hari Minggu baru kamu bisa pulang. Kamu juga sendirian bukan, jadi tak masalah.” Elvira memandang kertas digenggamannya lekat. Dirinya harus mencoba. Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya.
Malam harinya, Elvira sudah berada di depan gerbang rumah besar itu. Elvira menunggu dengan gugup, rumah ini begitu besar. Mansion yang biasanya hanya dia saksikan melalui film-film Disney. Tak lama gerbang terbuka otomatis. Elvira terhentak kaget. Bahkan gerbangnya pun otomatis. Orang macam apa yang tinggal di mansion ini. Seorang petugas keamanan menghampiri Elvira.
“Anda Elvira Birawa?” tanya pria paruh baya itu.
“I… iya.”
“Mari ikut saya.” Pria itu berjalan duluan. Elvira tak henti-hentinya menatap takjub. Mansion ini begitu indah dan bergaya modern. Langkahnya terus memasuki rumah luas tersebut hingga berdiri di depan sebuah pintu besar. Pria itu mengetuk dan membukanya. Elvira lagi-lagi menatap takjub, ruang baca ini sungguh luas. Terlihat seperti kantor.
“Tuan, calon pelayan itu sudah hadir.”
“Oke.” Jawabnya masih membelakangi mereka. Punggungnya lebar dan terlihat kokoh. Elvira ditinggal berdua sendirian.
“Ehm… saya mendengar anda membutuhkan pelayan.” Elvira mencoba memulai percakapan. Bos tersebut masih enggan untuk berbalik. Kemeja putih yang dikenakannya membuat figurenya lebih terlihat maskulin.
“Berapa yang kamu inginkan?”
“Uhu? Apa?”
Bos situ berbalik menampakkan seluruh wajahnya. Elvira terkejut, dia sangat tampan. Terlebih lagi dengan tubuh erotis hasil latihan beratus-ratus jam di ruang gym. Elvira terpana. “Suka melihatku?” suara baritonnya mendominasi ruangan.
“Ah… maaf.” Elvira menurunkan matanya dan menunduk. Elvira mengutuk dirinya untuk bersikap memalukan.
“Janda?”
“Hu? Iya. Dari mana anda tahu?”
“Salah satu pelayanku merekomendasikanmu.”
“Iya benar.” Pria itu tertawa kecil, Elvira merasa tersinggung olehnya. Banyak orang meremehkannya karena berstatus janda. Bahkan ada beberapa pria terang-terangan ingin memperkosanya. “Kenapa? Anda tidak ingin pelayan anda seorang janda?” tantang Elvira gusar.
Merasa ditantang, pria itu maju beberapa langkah dan berdiri menjulang di depan Elvira bagai seorang predator. Elvira tanpa sadar mundur beberapa langkah, apa pria ini akan memukulnya karena lancang?
“Aku tidak berkata seperti itu.” jawabnya tenang, mata elangnya begitu mempesona dengan alis tebal dan hidung mancung. Belum lagi bibir tebal merah itu. Ah… Elvira merasa dia membasahi celana dalamnya.
“Tetapi tawa anda melecehkan saya!” Elvira mengumpulkan kekuatannya untuk protes. “Apa dosa menjadi seorang janda? Aku tidak pernah memintanya!”
Pria itu lagi-lagi tersenyum, “Apa dia menyentuhmu? Menikmati tubuhmu?” “A… apa?” “Mantan suamimu. Aku rasa tidak. Kamu terlihat kaku dan tidak terbiasa dikelilingi pria.” PLAAK!
Tanpa sadar, Elvira menampar wajah calon bosnya itu keras. Elvira menatap tangannya tak percaya. Apa yang sudah dilakukannya? Tamatlah sudah. Tubuhnya bergetar, Elvira berbalik akan pergi ketika tangan besar nan maskulin itu memeluk tubuhnya erat. “Lepaskan!’ Elvira memberontak.
“Berani sekali…” desisnya.
“Kamu memulainya duluan. Ini salahmu!” Elvira berusaha mengurai pelukannya.
“Kamu tak ingin pekerjaan ini?” Elvira terhenti dan menatap tak percaya. “Aku masih bisa memiliki pekerjaan ini?”
“Ya. Hanya…” “Hanya?”
“Menikahlah denganku.”
Elvira menatap pria itu dengan tatapan bingung. Dirinya yang salah dengar atau pria tampan ini yang sudah gila? “Me… menikah?”
“Ya, menikah.” Ulangnya lagi. Pria itu mendekatkan wajahnya sehingga wangi napasnya menyapu lembut pipi Elvira.
“Anda sudah keterlaluan!” dengan keseluruhan kekuatannya Elvira mendorong tubuh pria itu.
“Jack.”
“Uh?”
“Jack Pratama, itu namaku bukan ‘anda’.”
Elvira menelan ludah keras. “A… aku hanya ingin bekerja dengan damai di sini jika anda memperbolehkannya.”
“Tawaranku jauh lebih menggiurkan.”
“Anda memandangku rendah karena aku seorang janda begitu?” Elvira mengepalkan kedua tangannya kuat. Wajahnya memerah antara malu dan gusar.
Jack menatap Elvira dengan tanda tanya. Wanita di hadapannya ini cantik dan menawan, hanya saja karena dia tidak memiliki waktu merawat diri, rambut dan bagian lain tubuhnya terlihat berantakan dan kotor. “Kenapa kamu berpikir seperti itu?”
“Semua pria sama saja!” Elvira menatap tajam Jack. “Anda memiliki segalanya, lalu mempermainkan hidup seseorang seperti mereka tidak memiliki perasaan.”
Jack menghela napas panjang. “Tapi kamu membutuhkan uang.” Elvira tertegun, udara seakan tercekat di antara tenggorokannya. Benar. Dirinya sangat membutuhkan uang. Jack masih mengamati reaksi Elvira dan memilih menekan tombol interkom.
“Ya, Tuan?”
“Siapkan satu cangkir kopi dan cokelat panas.” Perintah Jack dan berjalan menuju sofa yang tak jauh dari meja mahoganinya. “Duduklah.” Pinta Jack.
Elvira menatap ragu dan pada akhirnya mengikut dengan patuh. Tak lama minuman itu terhidang di hadapan mereka masing-masing. Jack berusaha membuat Elvira terlihat nyaman. Entah mengapa dia memutuskan memikirkan ide gila ini.
Jack mengusap wajahnya lelah. Jika saja ibunya tidak terus-terusan mendesaknya untuk menikah, mungkin dia tidak akan sefrustasi ini. Elvira menatap Jack dengan rasa ingin tahu. Elvira tahu benar sosok seperti Jack akan dengan mudah memperoleh banyak wanita sesuai dengan keinginannya.
“Mengapa anda memilih aku?” tanya Elvira pada akhirnya, Elvira meninggalkan formalitasnya. Tangannya meraih cokelat panas itu, dia cukup terkejut dengan sisi Jack yang menyajikan minuman ini.
Jack mengangkat bahunya tanpa alasan. “Kamu yatim piatu.”
“Maksud anda?”
“Setidaknya kamu berdiri sendiri dengan mandiri.”
Elvira masih mencerna perkataan Jack, “ah… anda tidak ingin keluarga mempelai wanita anda ikut campur?”
“Ya.” jawab Jack singkat. Elvira menatap dirinya masih dengan tanda tanya besar.
“Aku rasa, aku bukanlah kandidat yang baik.”
“Oh?” Jack balik bertanya.
“Aku akan mempermalukanmu. Kamu kaya raya dan aku hanya rakyat jelata.”
“Kamuu hanya perlu polesan sedikit.”
“Kamu bisa memolesku dari luar, tetapi tidak dengan kepribadianku.” Tegas Elvira.
Jack terkejut dan mengamati ekspresi Elvira. Baru kali ini ada wanita yang berani beradu argumen dengannya. “Lalu?”
Elvira menunduk memainkan jarinya. “Aku hanya ingin bekerja dengan tenang.”
Akhirnya Jack menyetujui itu. “Kepala pelayanku akan memberitahumu detailnya. Sekarang kamu bisa pergi.” Jack bangkit dan kembali bekerja di depan laptopnya.
“Uhm… mengenai perlakuanku tadi… aku meminta maaf sudah menamparmu. Aku sungguh sangat menyesal.” Setelah mengatakan itu Elvira berlalu meninggalkan Jack yang menatap punggungnya intens.
Elvira berjalan keluar dan bertemu Oman, kepala pelayan manison Jack. Oman menunjukkan kamar tidurnya dan memintanya untuk datang besok pagi-pagi buta untuk memulai bekerja. Elvira juga diharapkan tepat waktu. Sepanjang malam itu Elvira tidak dapat tidur. Pikirannya melayang dengan tawaran menggiurkan Jack.
Tetapi traumanya terhadap pria belum juga reda. Jika membayangkan itu, dia sangat ingin mencabik-cabik foto Axel. Tetapi pikiran nakalnya yang lain tidak bisa berhenti berfantasi tentang tubuh dan perlakuan maskulin Jack. Harus diakuinya, Jack merupakan sosok pria yang memiliki pesona luar biasa.
Elvira menghela napas panjang dan meraih pil tidurnya. Jika dia terus seperti ini, dia akan terlambat untuk bekerja besok.
Esok harinya, Elvira mulai bekerja dengan arahan Oman. Mansion ini memiliki 10 pelayan, 3 chef, 4 penjaga keamanan dan 2 tukang kebun. Hanya dua pelayan yang tinggal di mansion itu terhitung hari ini yaitu Elvira dan Arta. Usia Arta terpaut 5 tahun darinya yaitu 26 tahun. Arta juga berstatus janda sama seperti Elvira.
Saat sarapan, Elvira akan membantu menyusun piring dan makanan yang terhidang. Elvira dan Arta berdiri tak jauh dari Jack kalau-kalau pria itu membutuhkan tambahan sesuatu. Semenjak malam itu, sikap Jack menjadi berubah.
Elvira menyadari statusnya dan memilih bersikap professional. Awalnya dia merasa sedikit kecewa dengan sikap dingin Jack namun dia perlahan mengerti bahwa itulah sifat asli Jack. Lagipula dia bukanlah siapa-siapa. Sudah beruntung Jack ingin mempekerjakannya.
Bersambung…