Setiap hari Minggu Elvira akan menyempatkan waktu untuk pulang dan membersihkan rumahnya. Elvira mengerti dengan jadwal pekerjaan Jack. Pria itu jarang berada di mansion karena kesibukannya. Adapun jika dia memiliki waktu, dia baru akan pulang mendekati malam. Elvira merasa pekerjaannya tidaklah sulit. Pada hari liburpun tak jarang dirinya mengajak Maya untuk bertemu.
“Hey, Vir.” Arta menepuk pundaknya tiba-tiba.
“Eh, hai.” Elvira menutup handphonenya dan berhadapan dengan Arta.
“Kamu sedang apa?” Arta mengambil duduk di hadapan Elvira.
“Hanya membaca berita.” Elvira menyelipkan kembali handphonenya kedalam kantung.
“Oh gitu. Bagaimana perasaanmu sejauh ini bekerja di sini?”
“Tidak terasa, sudah lebih dua bulan.” Jawab Elvira dengan senyuman.
“Kamu melakukannya dengan baik.”
“Tuan memang selalu seperti itu? Jarang di mansion?”
“Ya, beliau sangat sibuk. Apa kamu ingin menemuinya?”
“Ah, tidak. Aku hanya jarang melihatnya.”
Arta tersenyum lebar. “Tuan kita sangat tampan bukan? Elvira tertawa renyah. “Well… no debat.”
“Kamu tahu tidak kalau dulu Nyonya besar selalu datang mengamuk setiap weekend?”
“Uh? Kenapa?”
“Beliau tidak ingin menikah.”
“Secara tidak langsung aku juga bisa mengerti posisi orangtua Tuan kita. Mereka ingin menimang cucu apalagi Tuan adalah orang mapan dan sukses.” terang Elvira mencoba memberi alasan logis.
“Padahal Tuan memiliki banyak wanita simpanan, kenapa dia tidak menikahi salah satu dari mereka saja? Perkaranya menjadi lebih mudah.”
“A… apa? Wanita simpanan?”
“Ups!” Arta menutup mulutnya cepat. “Aku terlalu ember sepertinya. Oman selalu memarahiku membicarakan kehidupan cinta Tuan.”
Elvira terhentak, lalu penawaran itu apa artinya? Elvira berpikir Jack sulit bergaul dengan wanita sehingga harus membutuhkan bantuannya. Sepertinya dirinya terlalu naif dan percaya diri. Elvira menghela napas panjang. Hatinya kembali kecewa. Satu bulan kemarin dia berhasil melupakan itu tetapi kini kekecewaannya tumbuh lagi. Wait? Bukannya dia memang tidak ingin berhubungan dengan Jack.
“Kamu terlihat sedih. Terjadi sesuatu?”
“Arta…”
“Ya?”
“Jika seorang pria dengan status luar biasa memintamu menikahinya, apa reaksimu?”
“Aku akan menerimanya!”
“Begitu?”
“Tentu saja! Kita ini wanita-wanita dengan strata terendah. Menurutmu pria macam apa yang menginginkan kita? Aku hanya mencoba realistis. Ujung-ujung paling kita mendapat pria dengan kedudukan yang sama. Pria yang hebat dengan status tinggi juga membutuhkan wanita dengan status yang sama. Mereka saling tarik menarik bagai magnet.” Terang Arta.
“Jadi jika pria itu memintamu menikahinya? Apa maksudnya?”
Arta berpikir sejenak dan menatap Elvira dari ujung kaki hingga ujung rambut. “Seks?”
Elvira tertawa sedih. Perih dihatinya berusaha diabaikan. Seks? Hanya itukah sesuatu yang dilihat pria-pria di dunia ini darinya?
Sejak percakapan itu Elvira menutup diri. Memang benar dia sudah berulang kali tersakiti, tetapi kali ini harapannya terlalu tinggi dan tidak nyata. Jack memang pernah menawarinya, tetapi itu hanya seperti bermimpi disiang bolong. Pria seperti Jack tidak akan memperlakukannya berharga.
Elvira terduduk di depan jendela kamarnya. Mansion ini dibangun sangat indah termasuk kamar pelayan yang diterimanya. Elvira menatap langit senja yang mulai menguning. Awalnya dia menolak mentah-mentah tawaran Jack karena berpikir menjadi orang biasa-biasa saja sudah cukup.
Namun berjalannya waktu, dia mulai merasa melayang dengan respon baik Jack meski mereka jarang bertemu. Jika dipikir-pikir kembali Jack memperlakukannya sama dengan pelayan yang lain. Pada dasarnya pria itu dijuluki manusia es karena sikap cuek dan angkuhnya.
Apa dirinya terlalu kegeeran? Toh sejak malam itu Jack bahkan tidak pernah menatap kearahnya lagi. Elvira tertawa nyaring, melampiaskan malu dan rasa tidak nyamannya. Sungguh memalukan. Elvira mengusap wajahnya keras. Dirinya bahkan membenturkan kepalanya pelan kearah pinggir jendela.
“Bodoh… memalukan… menyedihkan…” lirih Elvira. Malam yang dingin itu berlalu dengan perenungan panjang penuh dengan pergulatan batin.
Semenjak hari itu Elvira seperti kembali pada akal sehatnya. Dirinya tidak lagi memandang Jack diam-diam sambil menyimpan harapan, dia lebih bisa bersikap professional. Bentuk dari aksinya dengan memilih berlalu pergi dan bergantian dengan pelayan yang lain saat menghidangkan makanan untuk Jack.
Baginya mencuci piring, membuang sampah atau bahkan sekedar membersihkan got atau gorong-gorong lebih baik daripada dia harus berhadapan dengan Jack. Elvira takut kecewanya justru membuat dirinya yang bukan siapa-siapa hancur berkeping-keping.
Jack sedang mengerjakan beberapa berkasnya ketika Oman menghampirinya. “Tuan memanggil saya?”
“Ya.”
“Ada yang ingin anda diskusikan?”
“Aku tidak melihat Elvira akhir-akhir ini.”
“Elvira?”
“Ya, biasanya dia yang selalu menghidangkan makanan sejak pertama dia bekerja.”
“Sudah dua minggu ini dia bekerja di belakang bersama pelayan yang lain.”
“Kamu yang menukarnya?”
“Tidak, beliau yang memintanya.”
Jack mengerutkan kening bingung. “Apa yang dikerjakannya di belakang?”
“Mencuci piring, membuang sampah, membersihkan gorong-gorong atau got dan bahkan pembuangan sampah.”
Wajah Jack memerah saat mendengar itu. “Gorong-gorong katamu?”
“Y… ya Tuan.” Oman terkejut dengan respon Jack.
“Aku sudah mempekerjakan orang lain untuk itu kenapa Elvira yang mengerjakannya?!” suara Jack sedikit meninggi.
“Terkadang pelayan kita juga melakukannya, Tuan.”
“Tukar kembali posisinya. Aku tidak ingin Elvira mengerjakan pekerjaan kotor itu.”
“Beliau bersikeras tidak ingin mengganti posisinya.”
Jack mengepalkan tangannya seketika. “Panggil Elvira!”
“Baik.” Oman berlalu pergi meninggalkan Jack yang gusar. Jack meneguk air mineralnya. Kenapa dia harus semarah ini?
Tak menunggu lama Elvira berdiri di hadapannya. Jack memperhatikan ujung kaki hingga ujung rambut wanita di depannya itu. Elvira yang sekarang jauh lebih kurus dan terlihat menjaga jarak. “Apa kabar?” tanya Jack berusaha membangun komunikasi.
“Baik, Tuan.” Elvira menjawab dengan singkat, ekspresinya terlihat datar.
“Kamu menyukai pekerjaanmu?”
“Ya, Tuan.” Lagi-lagi Elvira hanya menjawab singkat.
“Kamu suka di sini?”
“Saya membutuhkan uang.” Elvira tidak menjawab pertanyaan Jack tetapi dia memilih mengeluarkan pernyataan yang lain. Dari sudut pandang Jack, Elvira semakin sopan. Dulunya dia terlihat tegas tidak seperti ini. Jack bisa merasakan jarak yang semakin jauh.
“Bukan itu yang kutanyakan.” Komentar Jack. Elvira tidak menjawab.
“Apa salah satu pengawaiku membuatmu tidak nyaman?”
“Tidak ada.”
“Lalu?”
Elvira mengangkat wajahnya dan menatap bingung Jack. “Saya tidak mengerti.”
Jack menghela napas panjang. “Aku sudah mendengarnya dari Oman, kamu bisa kembali ketugasmu yang seperti biasa. Kamu tidak perlu berkubang dengan kotoran itu setiap hari.”
“Saya menolaknya.”
“Apa?” Jack bangkit, dia jelas merasakan ada yang salah. Elvira terhentak dalam sikap siaga. Matanya melirik kearah pintu keluar dan Jack mengetahuinya. “Kamu suka berkubang dengan kotoran?”
“Itu bagian dari pekerjaan saya. Apa pekerjaan saya kurang memuaskan?”
Jack tak bisa menjawab. Menurut laporan Oman, keadaan sekitar mansionnya jauh lebih bersih berkat kerja keras Elvira. Tetapi kenapa dia justru kecewa? Jack melihat kearah jemari Elvira yang kasar dan memiliki banyak luka baret kecil. Luka itu pasti diperolehnya dari pekerjaan kasar yang dilakukannya.
“Kenapa?”
“Uh?” Elvira menatap Jack bingung.
“Kenapa kamu menyiksa dirimu seperti ini?”
“Saya tidak mengerti alur pembicaraan anda, Tuan.” keduanya diam tanpa ingin memulai percakapan yang lain. Elvira menunggu tetapi Jack tak kunjung berbicara. “Jika tidak ada yang ingin anda bicarakan lagi, saya mohon diri.” Elvira membungkuk hormat dan berlalu pergi. Tangan Jack sudah ingin meraih lengan kanan Elvira namun terlambat. Jack mematung menatap tangannya dengan perasaan yang semakin tidak nyaman.
Elvira memasuki kamarnya dengan langkah pelan. Ditekannya dadanya kuat. Beruntung hatinya mau bekerja sama. Elvira bisa melihat jelas bekas lipstick yang berada dikemeja Jack saat pria itu mendekatinya. Tuan yang dilayaninya ini memiliki banyak simpanan, dia bersikap seperti itu hanya untuk mendapatkan kepuasan sama seperti pria-pria lainnya.
Elvira berbaring menatap langit-langit ruang kamarnya. Benar. Dirinya sangat membutuhkan uang. Pekerjaan ini memberinya penghasilan yang jauh lebih besar dari pekerjaan pertamanya. Elvira mulai menabung dan berpikir untuk meninggalkan mansion ini jika uangnya cukup untuk dirinya memulai usaha kecil-kecilan.
Esok harinya, Elvira bangun pagi dan berkutat dengan sampah. Matanya enggan tertutup dan memilih menyibukkan diri dengan pekerjaannya. Pelayan lain masih terlelap dan dia sudah bekerja keras. Elvira tidak menyadari jika Jack memperhatikannya dari kejauhan.
Elvira bahkan tidak segan-segan menggunakan kedua tangannya yang telanjang untuk memegang sampah-sampah bau itu. Wajahnya terlihat lelah tetapi ada kelegaan. Sisi lain hati Jack terluka. Kenapa wanita ini menolaknya dan memilih bergelut dengan kotoran? Apa sampah lebih berharga dari dirinya?
Jack terus memperhatikan Elvira yang bekerja tekun tanpa henti. Tidak ada satu pelayanpun yang bangun ataupun sudah datang. Bahkan petugas keamanannya masih terlelap. Tanpa disadarinya, Jack mulai mengikuti Elvira kemanapun wanita itu pergi.
Hari semakin siang ketika Elvira memilih untuk menggulung lengan bajunya dan celana yang dikenakannya. Dirinya terlihat siap untuk memasuki gorong-gorong. Dengan sigap Jack berlari sekuat tenaga dan menghentikan Elvira.
Elvira yang sama sekali tidak menduga itu berbalik kaget. Wajahnya terlihat syok melihat Jack berdiri di depannya. “Tu… tuan?” Elvira berusaha melepaskan genggaman Jack.
“Enough.” Jack menyeretnya pergi.
“Tunggu! Tuan, saya harus menyelesaikannya ini.” Elvira berusaha berontak tetapi Jack tidak ingin mendengarkan. “Tuan!” Elvira akhirnya mengerahkan seluruh kekuatannya dan menghempaskan tangan Jack. “Anda sudah keterlaluan!” jerit Elvira menggenggam lengannya yang merah. Jack menatap wajah Elvira tajam.
“Aku tidak memintamu untuk berlaku serendah ini.”
“Hah?”
“Jika kamu tidak ingin mendengarkan perkataanku, lebih baik kamu mundur.” Ancam Jack.
Elvira terpaku, wajahnya membeku. “Mu… mundur? Anda memecat saya?”
Jack memalingkan wajahnya tak ingin menjawab. Bagai palu besar yang menghantam kepalanya, Elvira akhirnya sadar. Mungkin sejak awal dia tidak cocok berada di sini. Jack bahkan tidak ingin menatapnya. Elvira mengamati keseluruhan tubuhnya, pakaian yang dikenakannya dan kedua tangannya.
Elvira tertawa di dalam hati, dia tidak menyadari betapa kotornya dirinya sekarang, terang saja majikannya tidak ingin menatapnya. Sejak subuh dia sudah bergulat dengan segala macam bau dari berbagai jenis sampah. Elvira menghela napas panjang menerima keadaan.
“Baik jika itu keinginan Tuan.” Elvira berjalan mundur dan berbalik pergi tanpa ingin menoleh lagi.
Elvira segera mengunci pintu kamarnya dan menangis meraung-raung. Hatinya tercabik-cabik sampai dititik terendah. Hidup sendirian tanpa orangtua membuatnya hanya bisa bersandar pada air mata. Entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuknya melepaskan semua kesedihan itu.
Elvira bangkit dan segera membersihkan tubuhnya. Setelah selesai, dia langsung meraih koper miliknya dan mengumpulkan baju-baju yang berada di dalam lemari. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi. Lebih baik dia segera pergi sebelum menarik banyak perhatian. Tuannya sendiri yang langsung memecatnya, akan sangat memalukan jika dia masih menunjukkan wajahnya.
Elvira melihat sekeliling mengecek kembali jika ada satu atau dua barangnya yang lupa dibereskan. Elvira membuka pintunya dan menoleh kiri kanan. Lorong mansion terlihat sepi, namun dia bisa mendengar suara sibuk dari lantai bawah di mana terdapat dapur.
Elvira segera berlalu dengan cepat setengah berlari. Dua orang petugas keamanan menghentikannya. Mereka melihat Elvira dengan pandangan bingung dan melirik kopernya. Elvira segera menangkap maksud itu dan membuka kopernya. Dua petugas itu segera memeriksanya dan membiarkannya lewat.
Elvira melangkah dengan cepat tanpa ingin lagi menoleh kebelakang. Baginya dua bulan ini cukup memberikan banyak pelajaran berharga. Matanya enggan melirik kesana kemari. Tatapannya lurus kedepan, dia berjanji tidak akan pernah lagi dipermalukan seperti ini.
Jack menuju ruang kerjanya dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Apa yang baru saja dilakukannya? Bodoh, terlampau bodoh. Elvira bekerja sangat baik lalu kenapa dia memperlakukan wanita itu dengan tidak hormat. Apa karena dirinya merasa terluka? Jack menatap interkomnya berulang kali, dirinya berharap Oman bisa membersihkan segala kesalahpahaman ini. Tetapi di mana sebenarnya titik kesalahan itu? Jack berusaha menutup matanya dan akhirnya dapat menenangkan diri. Di tekannya tombol interkom tersebut.
“Ya, Tuan?”
“Ke kantor.”
“Baik.” Tak lama Oman sudah berdiri di hadapan Jack. Oman sedikit terkejut melihat wajah galau majikannya ini. Selama ini Jack selalu terlihat tenang, jika pikirannya kalut seperti ini, sesuatu serius pasti terjadi. “Anda memerlukan sesuatu?”
“Elvira…”
“Elvira?”
“Sepertinya terjadi kesalahpahaman, aku ingin kamu meluruskannya.”
“Mengenai?”
“Aku tidak sengaja memecatnya.”
Mata Oman membelalak terkejut. “Kenapa Tuan memecatnya?”
Jack mengusap wajahnya lelah. “Aku juga tidak tahu.”
“Anda tidak tahu?” Oman berusaha mengerti situasinya. “Sejauh pengamatan saya, Elvira bekerja sangat baik. Tidak ada satu haripun dia terlambat untuk bekerja. Terkadang Elvira bahkan mulai bekerja saat kami semua masih terlelap. Wanita muda itu tidak pernah menuntut dan mengikuti arahan dengan baik. Jika anda…”
“Stop! Aku tahu. Itulah mengapa aku ingin membereskan kesalahan ini.”
“Anda ingin saya memanggilnya?”
“Tidak sekarang.”
“Baiklah. Lalu anda ingin segera bersiap?”
“Ya, aku akan berangkat menuju kantor lebih awal.”
Oman berlalu meninggalkan kantorku dan aku beranjak menuju kamar utama untuk bersiap. Baru saja keluar dari kamar mandi, aku mendapat interkom dari Oman jika Elvira sudah pergi. Kamarnya bersih dan seluruh pakaiannya sudah tidak ada. Mendengar itu tubuhku mematung, hatiku tertusuk ribuan jarum. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa sesedih ini. Aku terduduk di king bedku merenung.
“Tuan? Tuan?” suara Oman masih menyapaku. “Anda ingin saya menemuinya? Saya memiliki alamat rumahnya.”
Pikiranku cerah seketika tetapi semangatku menjadi luntur. Kesalahpahaman ini terlampau dalam untuk diperbaiki. Aku tidak tahu harus memulai dari mana. Akal sehatku bahkan berbisik kenapa aku harus repot-repot meminta maaf kepada wanita seperti dia? Banyak wanita lain bisa dengan mudah kudapatkan dari segala jenis latar belakang. Aku menghela napas panjang, mungkin lebih baik aku mengikuti akal sehatku.
2 tahun kemudian.
Elvira sedang bersiap untuk bekerja. Selepas dari pekerjaan di mansion Jack, Elvira mendapatkan pekerjaan sebagai bartender di sebuah club malam. Maya membantunya memasuki club itu. Meski bayaran awalnya kecil, tetapi Elvira bertahan karena dia diberikan kursus dan bekal ilmu.
Terkadang banyak pelanggan juga memberinya tips. Elvira menjalaninya dengan semangat, apalagi kehidupan malam dengan dentuman musik keras mampu mengalihkan pikirannya dari masa lalu. Elvira sudah bisa membeli kendaraan mobil meskipun harus mencicil.
Pulang setiap subuh sangat berbahaya untuknya yang seorang wanita dan tinggal sendiri. Setidaknya dengan mobil dia merasa aman dan tidak basah jika hujan turun.
Bersambung…