Setibanya di club, Elvira segera mengganti pakaiannya dan memoles sedikit make up. Elvira mengikat rambutnya yang panjang dan mengganti sandal jepitnya dengan heels berwarna merah. Elvira mendekati bar dan mulai membersihkan. “Hey.”
“Hey.” Elvira menoleh. Teman sekerjanya Rayne menyapa.
“Kamu cepat sekali.” Rayne melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 4 sore. Elvira tertawa kecil dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Rayne mengganti pakaiannya dan bergabung bersama Elvira. Club ini adalah salah satu club elit. Hanya kalangan tertentu yang sudi menginjakkan kaki di sini. Rayne adalah bartender senior yang juga mengajarinya dalam meracik segala macam minuman mengandung alkohol.
“Aku dengar kamu ingin mengambil cuti minggu depan.” Lanjut Elvira.
“Ya, orangtuaku benar-benar gusar kali ini.”
Sudah menjadi rahasia umum jika Rayne adalah putera bungsu dari salah satu hakim ternama. Rayne kabur dari genggaman keluarganya dan memutuskan mengikuti karier sebagai bartender sesuai dengan mimpinya.
Dua kakak perempuannya berprofesi sebagai pengacara dan hakim. Karena konflik itu, Rayne diusir dari rumah tetapi ibunya sering sakit-sakitan dan memintanya pulang. “Bukannya sudah saatnya kamu menyerah?”
“Menurutmu?”
“Kamu pandai, aku rasa mengikuti ujian kesetaraan tidak menjadi masalah.”
“Aku sama sekali tidak memiliki passion di bagian hukum.”
“Bartender selalu mendapat pandangan negative.”
“Aku tidak peduli itu.”
“Tapi kamu berbeda, orangtuamu adalah sosok terpandang.”
Rayne mendekati Elvira dan berdiri dekat di belakangnya. Elvira tidak menyadarinya dan sibuk membersihkan debu gelas. “Elviiraaa…” bisiknya. Elvira terkejut dan berbalik cepat.
“Ha?” Elvira lalu menjaga jarak. “Damn! Rayneeee!” Elvira nyaris menjatuhkan gelas yang dibersihkannya.
“Gitu doang marah. Sensitif amat.” Rayne manyun.
“Huh!” dengus Elvira dan kembali melanjutkan kegiatannya.
“Sampai kapan sih kamu pura-pura bego?”
“Hu? Maksudnya?”
“Tentang perasaan aku.” Imbuh Rayne nyaris berbisik. Elvira terdiam dan memilih berdiri membelakangi Rayne, dia masih belum siap menerima pria lain lagi. “Vir…”
“Please, Rayne. Kamu janji untuk tidak memojokkanku.”
“Kamu takut apa sih sebenarnya? Jika kamu ingin kita menikah, ayo!” Kali ini Elvira benar-benar menghadap kearah Rayne dengan tatapan gusar.
Elvira membanting lap yang digunakannya ke atas meja. “Kamu keterlaluan, Rayne!” keluhnya.
“Apa yang salah? Kita sama-sama dewasa bahkan aku lebih tua darimu. Kita sudah diusia menikah.”
“Pernikahan bukan sesuatu yang bisa kamu permainkan seperti ini.”
“Permainkan? Aku serius, kamu yang selalu menghindar.” sanggah Rayne. Elvira berjalan masuk menuju ruang belakang meninggalkan Rayne sendirian.
Menjelang malam, club mulai kedatangan dengan beberapa tamu. Rayne dan Elvira sibuk menyajikan berbagai jenis minuman. Jam menunjukkan pukul 10 ketika seorang pria menghentikan langkah Elvira yang akan mengantarkan minuman. Mereka kekurangan tenaga pramusaji karena banyaknya tamu yang memesan.
“Elvira?” Elvira berbalik kaget saat ditemukannya Axel Budiono, mantan suaminya dulu yang kabur dengan semua harta bendanya. Wajah Elvira menjadi merah menahan marah. Namun dia tak bisa meledak di sini, ini tempat kerjanya. “Hey! Kamu Elvira bukan?”
Elvira segera meletakkan baki yang dibawanya dan menghempaskan tangan Axel. “Aku tidak mengenal anda.” Elvira berlalu pergi dengan cepat. Namun rupanya setelah kejadian malam itu Axel selalu mengunjungi clubnya dan berlalu lalang disekitarnya. Seminggu kemudian Elvira sudah tidak mampu menahannya lagi dan berbicara empat mata dengannya.
“Apa maumu?”
“Hey, jangan gitu dong. Kita dulu suami istri.”
BUUUUUK!
Akhirnya Elvira tidak bisa lagi memendam emosinya dan meninju keras wajah Axel. “Bajingan.” Lontar Elvira.
Axel mengusap pipinya dan tertawa sinis. “Ah, kamu masih marah soal uang itu? Oke, fine! Aku kembalikan semuanya.” Tantangnya.
Elvira balik tertawa sinis. “Sekalian dengan nyawa kedua orangtuaku ya.”
Axe terdiam menelan ludah keras. “Kamu tahu itu mustahil.”
“Aku ingin hubungan kita berakhir malam itu. Aku tidak mau mengingatnya. Jangan ganggu-ganggu aku lagi.”
“Aku menyesal, Vir. Maafin dong, lagi pula kejadiannya sudah lama.” Tutur Axel. Amarah Elvira kembali membara, dengan entengnya Axel mengatakan itu. Hidupnya hancur berkeping-keping dan dia masih bisa bersikap secuek ini.
“Vir?” Rayne tiba-tiba muncul dari balik pintu. Axel dan Elvira menoleh serentak. Elvira merasa lega tidak jadi meninju wajah Axel kedua kalinya. Rayne menghampiri keduanya dan berdiri di samping Elvira. “Kamu tidak apa-apa?” ditatapnya Axel dengan tatapan menyelidik.
“Ya.” Elvira berlalu.
“Vir!” Axel berusaha meraih tangannya tetapi Rayne lebih cepat menghalau. “Lepaskan!” tukas Axel.
“Aku masih meminta baik-baik untuk tidak menganggu Elvira.” Ancam Rayne.
“Kamu siapanya? Pacar?!” sindir Axel. Rayne tidak bisa menjawab membuat Axel tertawa terbahak-bahak. “Asal kamu tahu, wanita itu sudah pernah menikah!” celoteh Axel berkelanjutan. Rayne terhentak tidak yakin dengan apa yang didengarnya. “Kamu tahu siapa suaminya? Itu aku! Minggir!” Axel mendorong tubuh Rayne dan mengejar Elvira.
Rayne berdiri mematung, jadi itukah alasan kenapa Elvira tidak pernah ingin menerima cintanya? Karena dia sudah dimiliki oleh pria lain. Elvira kembali bekerja dan tenggelam larut dalam euphoria club malam itu. Axel memilih membiarkan Elvira hari ini toh dia bisa datang setiap hari.
Awalnya Axel terkejut bertemu mantan istrinya di tempat seperti ini. Wanita lugu nan polos itu kini berubah menjadi wanita dewasa yang menggiurkan. Memang diakuinya dulu jika Elvira sudah memiliki figure yang cantik tetapi dia tidak menyangka perubahan Elvira akan sedrastis ini.
Uang yang dirampasnya dulu digunakannya untuk membiayai wanita-wanita simpanannya. Salah satu selingkuhannya mengandung anaknya, Axel harus menutup mulut wanita itu dengan menggugurkan kandungannya dan memberikan kompensasi.
Saat dia ingin kembali, Axel sadar bahwa Elvira bukanlah wanita yang bisa menjamunya dengan kenyaman. Axel belum rela lepas dari dunia foya-foyanya dan mengurus rumah tangganya. Namun saat bertemu dengan Elvira beberapa waktu lalu, pandangannya berubah.
Elvira bisa mandiri. Diantara semuanya, Elvira bertransformasi menjadi wanita seksi yang selalu diimpikannya. Entah mungkin karena dia bekerja di club ini sehingga dia harus menyesuaikan diri atau memang dia adalah Elvira yang sudah dewasa.
Axel kembali menyecap bir nya dan memilih meninggalkan club. Tujuannya kemari hanya untuk menggoyahkan kebencian Elvira, tidak lebih. Elvira menghela napas panjang, jam masih menunjukkan pukul 11 dan tenaganya sudah terkuras habis. Rayne di sebelahnya tidak berhenti mencampurkan berbagai macam alkohol. “Istirahatlah sejenak.” Rayne berseru kemudian.
“Tapi kita sedang sibuk.” Kilahnya.
“Aku bisa menghandlenya. Here.” Rayne menempelkan satu buah botol bir kecil kepipi Elvira, perasaannya merasa segar seketika.
“Thanks.” Elvira meraih botol itu dan membukanya. Langkahnya menuju balkon dan memilih menikmati angin untuk sementara. Pemandangan malam yang tenang membuat hatinya ikut merasa nyaman. Elvira menyecap bir tersebut perlahan.
Ketika nyaris habis, Elvira mendengar pertengkaran tak jauh dari tempatnya berdiri. Elvira tertawa kecil, kejadian ini sudah sering terjadi apalagi jika salah satu dari mereka mabuk. Elvira harus menghindar, dia tak ingin terkena imbas.
Adu mulut itu terjadi antara pria dan wanita, topiknya kurang lebih karena pria tersebut tidak pernah menganggap wanita itu sebagai pacar sehingga wanita malang itu mulai membeberkan semua pengorbanannya. Elvira berjalan mengendap-endap agar tidak menganggu.
BUUUUUK! BRAAAK! SPLASSSH!
Elvira terdorong dan terjatuh kelantai. Tak lama Elvira bisa merasakan red wine yang mengalir jatuh membasahi wajahnya. “Tikus tidak tahu diri! Mau menguping hah!” wanita yang sedang mengamuk itu menarik tubuh Elvira dan menghempaskannya kelantai lalu menyiramnya dengan minuman mahal itu. Elvira terdiam mencerna apa yang sebenarnya terjadi, dia sudah mengendap-endap dengan baik tadi.
“Dianti!” pria itu menahan tangan wanita tidak waras yang sudah akan mencakar Elvira. Mendengar suara pria itu dari dekat, Elvira kembali mematung. Dirinya mengenal pemilik suara itu.
Seketika Elvira mengangkat wajahnya dan bertatapan langsung dengan Jack, mantan bosnya, pria yang membuatnya kecewa begitu dalam. Elvira segera memalingkan muka berharap Jack belum melihat wajahnya jelas.
“Lepaskan! Aku ingin memberi pelajaran pelayan brengsek ini.” Amuk wanita itu disertai dengan kata-kata kotor. Elvira segera bangkit dengan cepat.
“Dianti!” Jack masih berusaha memegangi tubuh wanitanya. Tanpa menunggu waktu, Elvira berjalan cepat meninggalkan mereka berdua. Elvira berlalu menuju kamar mandi staff dan membasuh wajahnya. Pantulan dirinya yang kotor dan berantakan kembali tercermin jelas. Noda red wine memenuhi seluruh seragam bagian depannya yang berwarna putih.
Elvira tertawa miris. Kenapa dirinya selalu dalam keadaan menyedihkan saat berhadapan dengan Jack? Elvira menggelengkan kepalanya kuat, dia tidak boleh kembali ke level rendah itu. Dirinya sudah jauh bangkit dari segala kekecewaannya. Elvira membasuh pakaiannya tetapi noda itu tidak kunjung hilang.
Bagaimana dia akan membantu Rayne? Elvira menatap dirinya yang terpantul dicermin. Lebih baik dia pulang lebih awal. Elvira mengambil handphonenya dan menghubungi Rayne, namun Rayne tidak menjawabnya dan memilih menemui manajernya yang berada di ruang kantornya. Elvira meminta ijin secara langsung dan mendapat persetujuan. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Elvira berjalan menuju area parkir.
“Elvira?” Tepat saat dirinya sudah akan menaiki mobilnya, seseorang memanggil namanya. Elvira tahu siapa orang itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah Jack. Meski dia tidak perlu melihat wajahnya tetapi Elvira mengenal baik suara itu jika dengan jarak dekat ini.
Elvira tak ingin menoleh dan tetap membuka pintu mobilnya. “Elvira, wait!” Jack menahan pintu mobilnya. Jack berdiri tepat di depannya. Elvira mengangkat wajahnya dengan ekspresi dingin, dia tak ingin berucap satu katapun. “Hai.” Sapanya lirih.
“Minggir!” desis Elvira tanpa basa basi dan menampar tangan Jack yang berada dipintu mobilnya.
“Elvira.” Kali ini Jack mulai meraih tangannya.
“Lepaskan!” Elvira menghempaskan genggaman itu. Jack tertegun, wajahnya menjadi mendung seketika. Elvira hanya melirik sebentar Jack dari atas kebawah dengan tatapan sedingin es dan memasuki mobilnya. Pintu mobilnya dibanting keras tepat di depan hidung Jack. Elvira segera melajukan mobilnya kencang. Ada apa dengan hari ini? Kenapa dia sial sekali bertemu dengan Axel dan Jack dimalam yang sama?
Mendiamkan Jack dan Axel adalah malapetaka. Mereka terus menerus mendatangi club sejak malam itu secara teratur. Elvira bahkan tidak bisa bekerja dengan tenang ditambah Rayne yang mulai bersikap berlebihan. Rayne semakin berlaku manja dan mencari perhatian.
Jack tidak pernah datang sendirian, dia selalu membawa salah satu wanitanya. Hal itu membuat Elvira menjadi tidak nyaman meskipun Jack hanyalah berstatus sebagai pelanggan VVIP tetap di clubnya. Jack mampu membuat manajernya meminta layanan antar minuman spesial hanya untuknya. Tidak akan menerima jika itu pramusaji yang lain, haruslah dirinya yang melayani Jack secara pribadi. Jackpun sudah menekankan dengan jelas bahwa hanya Elvira yang boleh mengantarkan pesanannya.
Seperti malam ini… Sudah dua minggu berturut-turut Elvira harus melayani Jack hingga tengah malam. Jack memberi tip besar kepada manajer itu agar Elvira menemaninya minum bersama dengan wanitanya. Terang situasi ini begitu menganggu. Wanitanya akan memandang jengkel kearah Elvira yang tidak memiliki pilihan lain. Elvira terang seperti obat nyamuk.
Pekerjaan ini terlalu bagus untuk dilepaskan. Jika sudah seperti itu, Elvira memilih duduk di pojok ruangan merenung sedih. Meratapi nasipnya kenapa dia harus dipertemukan dengan pria-pria yang menjengkelkan. Tatapan Jack tidak pernah lepas dari dirinya. Apa Jack tidak memiliki pekerjaan? Setiap hari dia datang terus menerus. Padahal dulu saat bekerja di mansion, Jack harus menghadiri banyak meeting di luar kota.
Apa Jack bangkrut? Tidak mungkin. Ruangan VVIP ini menghabiskan biaya setara dengan dua kali lipat gajinya dan itu hanya untuk sewa ruangan. Barulah Elvira akan diijinkan pergi jika dia bersabar selama dua jam di sana, meskipun statusnya tidak jauh beda dengan guci disudut ruangan.
Elvira merasa tidak enak hati kepada Rayne yang harus sibuk bekerja sendirian. Elvira tidak pernah ingin mengambil tip yang diberikan Jack, itu mencoreng hati dan kebanggaannya. Dulu saat meninggalkan mansion, dia bahkan diperiksa seperti pencuri.
Hingga suatu malam Jack dalam keadaan mood yang buruk. Dua orang wanitanya datang namun Jack mengusir mereka dengan kasar. Jack meminta kehadiran Elvira seperti biasa. Saat Elvira melangkahkan kaki kedalam ruangan itu, Jack sudah dalam tahap setengah mabuk.
Elvira mencari-cari wanita-wanita yang sering bersama Jack, biasanya mereka di sini menempel bagai lem. Tak jarang dari wanita-wanita itu adalah selebgram atau sekedar artis pemula. Siapa yang akan menolak pesona seorang Jack Pratama?
Namun yang sering kali menjadi tanda tanya Elvira, Jack tidak pernah terlihat bermesraan dengan mereka. Satu kecupan atau pelukan pun belum pernah terjadi di depan mata Elvira. Padahal terlihat sekali wanita-wanita itu haus belaian.
Elvira duduk di sudut ruangan seperti biasa. Wajahnya jarang terangkat menatap Jack. Elvira takut tangannya akan terangkat mencakar wajah tampan itu. “Elvira…” lirih Jack, wajahnya tertunduk, duduknya sudah dalam posisi tidak tegak. Terang sekali Jack bukan hanya setengah mabuk tetapi benar-benar mabuk.
Bersambung…