Elvira tak ingin menoleh dan tetap duduk mematung. “Elvira… please…” kali ini suara Jack memohon perih. Tubuhnya bergoyang kesana kemari, tangan kanannya terangkat memanggil. Elvira masih bersikap cuek, dia tak ingin disentuh oleh tangan itu. “Elviraaa…” kali ini suara Jack semakin kecil, tak lama isak terdengar.
Elvira menoleh kaget. Apa dirinya salah dengar barusan? Jack menangis. “Elviiiraaaa…” panggil Jack lagi. Elvirapun melawan hati nuraninya untuk membantu Jack, dia tak ingin berurusan lagi dengan pria ini. Elvira punya perasaan buruk tentang takdir pertemuan mereka. Jack mencoba bangkit dan jatuh tersungkur, dengan panik Elvira berlari keluar memanggil petugas keamanan.
Tak lama dua pengawal Jack datang seketika. Mereka membopong tubuh Jack tetapi genggaman Jack pada baju Elvira enggan terlepas. Semakin mereka mencoba mengurai, Jack semakin mengamuk. Jack bahkan memukul salah satu pengawalnya. Dengan berat hati Elvira ikut memasuki mobil dan duduk diam di sebelah Jack yang sudah tertidur.
Setibanya di mansion, Jack kembali bangun dan memaksa Elvira ikut kedalam kamarnya. Oman terkejut akan pertemuan yang tidak disangka itu dan membantu menyiapkan kamar utama Jack. “Nona Elvira, tolong temani Tuan sebentar saja.” Pintanya.
Elvira tidak menjawab apa-apa, hatinya terlanjur pahit terhadap tempat ini. Elvira mengikuti Jack memasuki kamarnya. Begitu tiba di sana, Jack mengusir seluruh pengawal dan pelayannya. Elvira tertinggal sendirian bersama Jack yang mabuk berat.
Waktu berlalu lambat, Elvira berusaha menguraikan genggaman Jack pada ujung bajunya. Apa lebih baik dia robek saja baju ini? Itulah pikiran gila yang terlintas. Elvira melihat sekeliling, mencari benda tajam. Tidak masalah gajinya dipotong karena merusak seragam kerjanya asal dia bisa meninggalkan tempat ini.
Tepat saat Elvira mendapat gunting di laci paling bawa lemari di sebelah king bed, Jack bangkit dan menarik Elvira terbaring. Tubuh Elvira terhempas dan terlentang pasrah. Jack segera membuka pakaiannya dan menelanjangi dirinya sendiri. Elvira berontang dengan keras tetapi sia-sia. Jack menduduki kedua pahanya.
“KAMU GILA JACK! LEPASKAN AKU!” Gelegar Elvira yang diabaikan 100% oleh Jack. Bahkan kini Jack mulai melucuti pakaian yang dikenakan Elvira. “AKU AKAN MEMBENCIMU SEUMUR HIDUPKU JIKA KAMU TERUS SEPERTI INI JACK!” Elvira berteriak hingga suaranya habis.
Sayang sekali kamar ini memiliki kedap suara terbaik. Air mata Elvira mengalir deras saat Jack menarik paksa penutup terakhir tubuhnya yaitu celana dalam. Elvira menangis meraung-raung meminta pengampunan tetapi Jack sudah hilang akal. Alkohol benar-benar menutup hati nurani dan kesadarannya.
Bahkan ketika organ intim berurat panas dan besar itu memasukinya, Elvira hampir pingsan karena rasa sakit yang luar biasa. Pria yang merenggut keperawanannya justru pria yang paling dibencinya. Suaranya habis karena berteriak sia-sia.
Jack terus menyetubuhinya dengan liar tanpa ampun. Terlihat sekali Jack menikmati penyatuan tubuh itu, apalagi bisa dipastikan dialah pria pertama yang menjajah wilayah itu dengan leluasa. Jack mengosongkan benihnya dua kali di dalam tubuh Elvira sebelum dia jatuh tertidur karena kelelahan.
Elvira terus menangis terisak meratapi hidupnya yang miris. Kenapa dia harus merasakan perih ini? Kenapa dia terus menerus mendapat masalah jika bersangkutan dengan lawan jenis? Kamar megah dan besar itu sunyi, hanya sesekali isak Elvira masih terdengar.
Seluruh tubuhnya sakit, dia tak bisa menggambarkan bagaimana kombinasi luka fisik dan batinnya secara bersamaan. Yang jelas, saat itu dia ingin mengakhiri hidupnya. Pikiran gila itu benar-benar terlintas. Elvira bangkit dan meraih gunting yang tadi sempat ditemukannya. Elvira mencari benda tajam lainnya dan menemukan pisau cutter.
Tanpa berpikir panjang, Elvira menyabet lengan kirinya. Darah segar mengucur dengan cepat, pandangan Elvira menjadi kabur seketika. Tubuhnya yang telanjang bulat tergeletak di atas lantai marmer yang dingin. Elvira menangisi hidupnya yang begitu tidak beruntung. Dinginnya lantai itu seakan menyambut hangat perasaannya yang hancur lebur. Elvira tersenyum tenang, lebih baik begini. Berakhirlah semua penderitaannya.
Jack terbangun dengan kepala begitu perih. Ditatapnya bed cover dan sprey yang berantakan. Terdapat bercak darah juga pada kain itu. Jack mengecek tubuhnya di tengah sakit itu tetapi dia tak merasa terluka. Jack melihat sekeliling dan terkejut saat tak sengaja menginjak sesuatu.
Begitu dia menoleh kebawah, jantungnya hampir berhenti. Elvira sudah terbaring bersimbah darah dalam keadaan telanjang. Jack segera meraih tubuh Elvira yang dingin. Wajahnya pucat dan bibirnya nyaris berwarna biru. “ELVIRA! ELVIRA!” Jack benar-benar ketakutan.
Ditekannya interkom berulang kali dan meraih sprey untuk menutupi tubuh telanjang Elvira, apa yang sebenarnya terjadi? Ditambah sakit kepalanya justru memperparah situasi. Oman memasuki kamarnya dengan wajah kaget. Darah dilantai itu bukanlah jumlah yang sedikit ditambah sprey yang juga menambah kesan horrornya. “PANGGIL AMBULANCE!” Teriak Jack tidak menatap Oman, dia begitu ketakutan sehingga memeluk tubuh dingin Elvira erat. “Please… Elvira… Please…” lirihnya.
Ambulance datang dengan cepat, Elvira dilarikan kerumah sakit setelah Jack memakaikannya baju miliknya. Elvira segera dibawa kedalam ruang operasi. Jack terduduk dengan tubuh bergetar. Baru kali ini Jack merasakan takut yang luar biasa. Oman berdiri di sampingnya diam tanpa ingin menyela. Banyak perawat bolak balik membawa berkantung-kantung darah. Jack bahkan menangis terisak dalam diam. Oman tidak bisa berbuat apapun.
Waktu berjalan lambat, Jack tidak ingin beranjak dari duduknya. Meski kepalanya sakit luar biasa, tetapi rasa bersalahnya lebih besar. Oman kembali dengan penghilang rasa sakit dan minuman panas. Jack meminumnya dan merasa lebih baik. Dirinya mencoba mengingat dengan jelas apa yang terjadi tadi malam.
Kenapa Elvira dalam keadaan telanjang dan bersimbah darah? Jack masih mencoba mengingatnya. Meskipun dia harus mengorek isi kepalanya, dia harus ingat. “Apa yang terjadi setelah aku kembali dari club?” tanya Jack bergetir.
“Anda pulang bersama Nona Elvira.”
“Lalu?”
“Anda menolak untuk melepaskannya sehingga Nona Elvira ikut memasuki kamar Tuan. Anda mengusir kami semua dan sepanjang waktu itu kami tidak bisa menebak apa yang terjadi.”
Jack semakin merasa bersalah, sepertinya dia mengerti secara perlahan apa yang terjadi. Kenapa bisa dia kehilangan akal seperti ini? Bodoh! Sangat bodoh! Urusan bisnisnya memang sedang sibuk-sibuknya ditambah tuntutan keluarganya membuatnya mumet.
Disaat dia bertemu dengan Elvira setelah dua tahun lamanya berlalu, rasa penasaran itu semakin tumbuh besar. Terlebih lagi Elvira yang dulu bekerja sebagai pelayannya berbeda dengan Elvira yang kini berdiri di hadapannya. Wanita itu tumbuh dengan sangat baik. Dari dulu dia sudah mempesona tetapi versi dewasanya jauh lebih memikat.
Terang pikirannya berusaha untuk waras tetapi rasa ingin tahunya bertambah. Tanpa dia sadari, setiap hari dia akan menghabiskan waktu di club itu tanpa arah tujuan yang jelas hanya untuk seorang wanita. Sangat disayangkan wanita itu semakin menjauh.
Dari pengamatannya pun Elvira banyak digilai pengunjung yang datang. Namun Elvira lambat dalam mengerti. Bahkan rekan sekerjanya itupun terang-terangan menunjukkan sikap posesifnya padahal mereka tidak memiliki status.
Jack kehilangan pendirian dan akal sehatnya. Dulu dia berpikir wanita tidak akan pernah membuatnya jungkir balik, tetapi Elvira mampu. Tanpa disadarinya Elvira sudah menguasai pikiran dan hatinya. Elvira yang menawan. Elvira yang membuat penasaran.
“Tuan sebaiknya pulang. Saya akan mengabari anda jika Nona Elvira sadar.”
“Aku tidak bisa. Hatiku tidak tenang.”
“Apa anda ingin berbaring? Saya bisa menyiapkan kamar VVIP untuk anda beristirahat.”
“Tidak, aku tidak ingin pergi dari sini.” resah Jack.
“Baik.” Oman menunggu menemani Jack dengan setia. Tak menunggu lama, dokter dan empat perawat keluar dari ruang operasi dengan wajah kelelahan. Perawat-perawat itu meninggalkan Jack dan Oman untuk berdiskusi dengan dokter kepala bedah.
“Bagaimana, Dok?”
“Kami nyaris kehilangan pasien.”
Tubuh Jack bergetar, tubuhnya luruh. Beruntung Oman memegangnya sigap. “La… la… lalu sekarang?”
“Pasien masih dalam masa kritis. Kita hanya bisa menunggu.”
“Apa yang terjadi?”
Dokter itu menatap Oman dan Jack bergantian. “Saat dibawa kemari, pasien mengalami pendarahan di bagian organ intimnya. Pasien baru saja kehilangan keperawanannya secara paksa karena kami juga menemukan beberapa luka ditubuhnya.” Mendengar penjelasan itu, Jack ingin sekali menggedorkan kepalanya ke dinding. Ini semua kesalahannya, dia pantas untuk mengalami luka yang sama. “Kami sudah melakukan perawatan semaksimal mungkin. Kita hanya bisa berdoa dan menunggu.” Lanjut dokter tersebut dan pamit pergi.
Jack meremas kepalanya kesal, kepalan tangan kanannya dengan cepat meninju dinding menyebabkan luka memar dan berdarah. “TUAN!” Oman berusaha menghentikan aksi gila Jack. Dua pengawalnya juga membantu memeganginya. Oman berlari meminta bantuan perawat agar menenangkan majikannya. Tak beberapa lama Jack sudah terbaring tidak sadarkan diri di ruang VVIP oleh obat bius.
“Apa yang terjadi?” Ellani memasuki ruangan dengan gerakan gemulai. Wajahnya terang tidak suka putera satu-satunya ini terbaring menyedihkan dengan penampilan tidak karuan.
Oman melirik kedua pengawal Jack dan menghela napas. “Tuan mabuk dan terluka.”
“Anak ini!” Ellani duduk di sofa dengan memijat kening.
“Kamu sudah memberitahu dokter agar memberikan pelayan terbaik?”
“Tentu saja, Nyonya.”
Ellani duduk merenung menatap puteranya itu. Semenjak dua tahun ini Jack semakin frontal menolak jika disangkutkan dengan pernikahan. Ellani bahkan mengikuti gerak gerik Jack sejak saat itu tetapi dia tidak mendapatkan informasi apapun.
Sejak beberapa bulan lalu Ellani menyerah dan memilih mengikuti kemauan Jack. Tetapi bulan lalu, mertuanya mendesak Ellani yang merupakan istri kedua untuk menikahkan Jack secepat mungkin agar seluruh harta suaminya dapat jatuh ke tangan Jack.
Mereka memang bertengkar hebat dalam seminggu ini. Ellani menyodorkan banyak kandidat dari berbagai macam latar keluarga dan tak satupun yang menarik hati putera tunggalnya itu. Dan kini Jack justru terbaring tanpa arah tujuan di atas tempat tidur rumah sakit.
Apa tindakannya selama ini salah? Ellani hanya ingin Jack bahagia. Baginya asal anaknya memiliki harta dan kekuasaan, hidupnya akan baik-baik saja. Ellani menghela napas panjang dan menyerahkan seluruh tanggung jawab ke tangan Oman. Pria setengah baya itu sudah mengikuti Jack sejak masih kecil, dia bisa menghandle semuanya.
Esok harinya Jack membuka mata dan mulai merasa tenang. Dirinya ingin segera menemui Elvira tetapi dokter melarang siapapun berkunjung. Kondisinya Elvira masih kritis dan belum stabil. Jack akhirnya menghabiskan waktu dengan bekerja dari rumah sakit.
Dua hari kemudian kondisi Elvira berlangsung membaik, Jack setia menunggu dari balik pintu ruang rawat. Barulah dihari yang kelima, Jack bisa memasuki ruangan itu. Elvira terbaring lemah dengan napas pelan. Wajahnya masih juga pucat. Tangannya yang terbaret terbungkus perban rapi.
Tubuh Elvira yang terbaring tak berdaya memukul keras kepalanya. Jack terduduk mematung bersama air matanya yang mengalir. Kenapa dia tega melukai wanita tak bersalah ini? Dia sudah menghancurkan satu hidup yang berharga.
Jack ingin menyentuh wajah Elvira tetapi tangannya terhenti diudara, dia merasa sangat kotor. Apa ini bentuk dari karma yang diperolehnya karena mempermainkan banyak hati wanita? Oman memasuki ruangan dan berdiri disebelahnya. “Pengacara anda sudah bersiap, Tuan.”
“Pengacara? Untuk?” Jack menoleh terkejut.
“Jika Nona Elvira menuntut, anda bisa membela diri. Pengacara anda juga sudah menyiapkan sejumlah kompensasi agar nama anda tidak tercoreng.”
Wajah Jack murka seketika, dirinya bangkit menjulang dengan gusar. “Apa katamu?! Kamu lihat wanita ini! Apa dia masih sempat untuk menuntut?! Elvira bahkan ingin mengakhiri hidupnya! Aku kecewa kamu sama sekali tidak memiliki empaty!”
Oman terkejut dengan respon Jack. Empaty? Sejak kapan Tuannya memiliki empaty? Oman menghela napas panjang, Jack sedang kalut. “Baik, saya akan menunggu arahan selanjutnya.”
“Aku tidak membutuhkan pengacara, Elviralah yang harusnya mendapat perlindungan itu.”
“Tapi…” Oman berusaha membantah.
“Tidak ada tapi-tapian. Kamu bisa pergi.” Pungkas Jack.
Beberapa hari kemudian Elvira sadar dari komanya dan berontak ketakutan. Seperti yang diduga, dia mengalami gangguan psikis. Perawat bahkan harus meredakan amukannya dengan obat penenang karena Elvira berusaha melukai dirinya lagi.
Jack berdiri bergetar di depan pintu. Kenapa dia harus peduli? Seharusnya dia kabur saja dan mengikuti saran Oman. Kehidupan gemerlapnya tidak akan terganggu karena dia memiliki harta dan kekuasaan. Toh Elvira hanya satu dari ratusan wanita yang datang silih berganti memenuhi rasa penasarannya.
Jack akhirnya mengambil langkah itu, dia tidak ingin mengunjungi Elvira lagi. Dirinya yang berkuasa memilih jalan seperti pengecut menyedihkan. Jack menenggelamkan diri dalam pekerjaan berusaha melupakan rasa bersalahnya.
Meeting-meeting itu diagendakan di luar kota dalam satu bulan kedepan tanpa terkecuali. Lalu disaat dirinya sudah mulai terbiasa, rumah sakit memberitahukannya berita yang kembali membuat dunianya runtuh berkeping-keping. “Ya?” jawab Jack setelah dering pertama telepon.
“Nona Elvira…” Oman memberi laporan. Mendengar nama Elvira disebut, tubuhnya bergetar kembali.
“Ada apa dengannya?”
“Nona Elvira masih dirawat di rumah sakit sampai sekarang.”
“Aku tahu itu, semua biayanya akan dibebankan kepadaku. Lalu?”
“Kondisinya belum juga berkembang dengan signifikan. Dan…”
Jack menunggu dengan cemas, mendengar suara pilu Oman, Jack merasakan sesuatu yang salah. “Katakan secepatnya, jangan bertele-tele.”
Bersambung…