“Mami!” Jack segera memasuki ruangan begitu dirinya sampai. Ellani terus berusaha melukai Elvira sementara wanita yang dicintainya itu memilih diam tak bergerak. Rambutnya berantakan sementara diwajahnya terdapat luka cakar. Jack menatap kesal kearah pengawalnya. Sudah jelas dia memerintahkan mereka untuk melindungi Elvira.
“Hah!” Ellani memperbaiki pakaiannya dan menunjuk kesal Jack yang kini berdiri memeluk Elvira. “SUDAH KUDUGA! WANITA ULAR!”
“Mami sudah keterlaluan!” sergah Jack marah.
“You!” Ellani bangkit menarik tubuh Jack memisahkannya dari Elvira. “Mami sudah capek-capek mengandungmu 9 bulan dan ini balasanmu!”
“ENOUGH!” Gelegar Jack. Ellani terkejut mematung. Jack meraih Elvira yang terduduk dilantai tanpa ingin melawan. “Panggil perawat!” perintahnya kepada pengawalnya.
“Kamu sudah buta! Lihat wanita hina itu.” Ellani menunjuk-nunjuk kearah Elvira geram.
“Aku bilang cukup, Mi!”
“Kamu terus membantah Mami karena penipu ini bukan?”
Begitu perawat masuk, Jack menarik ibunya keluar untuk berbicara diruang inap lain yang sedang dalam keadaan kosong. “Elvira tidak pernah salah dari awal, akulah yang berdosa.”
“Wanita ular itu mendekatimu sebagai pelayan dan sekarang dia mengandung anakmu.”
“Mami sudah tahu jika aku yang memperkosanya. Elvira selalu menghindariku, aku yang mengejar-ngejarnya! Sudah dua tahun lamanya dia pergi, jika memang dia berniat memperdayaiku, kenapa dia tidak bertahan bekerja di mansion?” desak Jack balik.
“HAH!” Ellani tertawa tidak percaya.
“Elvira bahkan mencoba bunuh diri, itu semua karena kesalahanku! Elvira innocent!”
“Lalu?” Ellani menatap tajam Jack, wajahnya memerah karena amarahnya yang sudah memenuhi kepalanya meledak-ledakkan emosinya.
“Mami melukainya tadi!”
“Seharusnya dia mati! Kenapa kamu justru membelanya sekarang!?”
“Aku mencintainya, Mi.”
Ellani terhuyun mundur memegang kepalanya. Puteranya benar-benar hilang akal. Ditatapnya Jack dengan seksama. Jack sama sekali tidak bergeming. “Jadi kamu lebih memilih dia dibanding Mami keluarga kamu sendiri?”
“Mami…”
“Lepaskan wanita itu!” Ellani tidak ingin berdebat lagi.
“Aku yang memperkosa Elvira dan dia mencoba bunuh diri. Itu sudah menjadi tanda jika dia tidak pernah ingin berniat jahat terhadapku. Hanya karena statusnya yang yatim piatu dan bukan dari keluarga kaya raya, Mami menolaknya mentah-mentah begitu?” sambung Jack frustasi. Ellani diam tak ingin menjawab. “Aku ingin menikahi Elvira sesegera mungkin.”
“HAH?” Ellani menoleh dengan mata membulat syok. “YOU!”
“Elvira mengandung buah hati kami, Mi. Jika Mami masih seperti ini, aku akan memberitahu Papi. Aku yakin Papi akan mengerti dan merestui kami.”
PLAAAAAK!
Tamparan pedas mendarat di pipi Jack tanpa ampun. “Kamu ingin kita jatuh dengan aib ini? Anak bodoh. Mami masih bisa merestui artis-artis yang kamu tiduri silih berganti itu, tetapi wanita dengan penyakit gangguan mental? Jangan harap Mami merestuinya.”
Jacck menatap Ibunya dengan napas naik turun, hatinya perih ibunya menghina Elvira tanpa ingin bersikap objektif. Jackpun tak bisa membenci ibunya, wanita ini sudah menjadi bagian lain dari jiwanya. Jackk berlutut kemudian. “Please, Mi…”
“BERDIRI!” Kali ini suara Ellani semakin menggelegar. “Tidak ada satupun keturunan keluarga kita yang harus berlutut di hadapan manusia lain! Kamu lupa itu, Jack? Berdiri!” Ellani bahkan menarik-narik lengan Jack yang bersimpuh kukuh. Jack menunduk tanpa ingin menjawab. “JACK!” Ellani terus memaksa putera satu-satunya itu untuk bangkit tetapi gagal.
Ellani akhirnya terduduk di lantai, dadanya nyeri. Selama ini dia berusaha keras untuk membanggakan keluarganya dengan menikahi pria mapan dan sukses meskipun menjadi istri kedua. Semua keberhasilannya dan kejayaannya didapatkan dengan air mata.
Ketika Jack tumbuh dewasa dan mampu membiayai dirinya sendiri, perlahan semua orang semakin hormat kepadanya. Terlebih Jack merupakan salah satu entrepreneur sukses di negeri ini. Tetapi semuanya jatuh sia-sia. Jack berubah tanpa dia sadari, puteranya ini mulai mementingkan kebahagiaannya sendiri. Ellani berpikir selamanya dia bisa mengontrol kehidupan Jack. Tetapi Elvira datang tanpa diduga dan menghancurkan semuanya.
Ellani akhirnya menangis meraung-raung. “Bunuh saja Mami sebagai gantinya.”
“Mi…” Jack memeluk ibunya erat.
“Mami malu. Semaunya akan menertawakan keluarga kita. Lebih baik Mami mati.” Jerit Ellani pilu.
“Aku tidak akan pernah meninggalkan, Mami. Aku hanya ingin Mami merestui Elvira.”
“Elvira yang akan membuat keluarga kita hancur!”
“Jika aku menikahi Elvira, Papi akan mempercayakan harta gono gini itu ke tanganku.”
“Alin tidak akan pernah membiarkan itu. Wanita angkuh itu selama ini hanya diam menunggu kejatuhan kita.” Ellani takut istri pertama suaminya akan melakukan pergerakan yang sulit ditebaknya.
“Aku akan bekerja keras untuk melindungi Mami dan Elvira serta buah hati kami. Aku janji, Mi. Jadi, aku mohon terima Elvira dengan tangan terbuka.” Ellani tidak ingin menjawab dan tetap memalingkan wajahnya. Egonya belum ingin menerima. Jack terus memeluk tubuhnya memenangkan.
Sepeninggal ibunya, Jack memasuki kamar Elvira. Wanita ringkih itu sedang berbaring beristirahat. Sejak pagi mual membuatnya lemas. Jack terduduk di kursi yang terletak tepat di sebelah tempat tidur Elvira. Wajah Elvira yang terluka sudah diberikan perawatan. Jack menghela napas dan meraih tangan Elvira lalu mengecupnya. Elvira terkejut dan membuka matanya. “Maaf membangunkanmu.” Bisik Jack.
“Tidak apa. Ibumu sudah pulang?”
“Ya, baru saja.”
“Kamu terluka?” cemas Elvira dan bangkit duduk.
Jack tersenyum kecil dan menggeleng. “Kamu sudah makan?”
“Perutku masih mual.”
“Kamu harus memaksanya.”
“Iya.” Balas Elvira lirih. Jack tahu benar jika saat ini Elvira merasa tidak nyaman karena ibunya terang tidak merestui hubungan mereka.
“Mami merestui hubungan kita.” Kata Jack menenangkan.
Elvira menatap terkejut. “Tidak mungkin…” gumamnya.
“Mami tidak sekejam itu.” bela Jack. Penyataannya jelas bertolak belakang dengan luka yang tercetak diwajah Elvira.
“Ibumu benar, kamu seharusnya mendengarkannya.”
“Aku tak ingin melepaskanmu.” Resah Jack. Dirinya bangkit dan berbaring di samping Elvira, dia tak peduli jika kemejanya kusut.
“Tapi mereka keluargamu.” Bujuk Elvira.
“Kamu dan anak kita juga bagian dari keluargaku sekarang.” Jack mengelus perut Elvira penuh cinta.
“Bagaimana kamu begitu yakin jika bayi yang kukandung adalah anakmu?” tantang Elvira.
Wajah Jack mengeras, tubuhnya sontak terbangun duduk berhadapan dengan Elvira lekat. “Kamu masih virgin saat aku menyetubuhimu.”
“Itu tidak benar.” Elvira memalingkan wajahnya.
“Aku memang mabuk pada malam itu tetapi ingatanku yang kembali sangat jelas.”
“Aku bekerja di club, kamu yakin aku masih suci?” kini Elvira berusaha menggoyahkan keyakinan Jack.
“Itu tidak ada hubungannya.” Sanggah Jack.
“Jelas ada hubungannya. Sering kali mereka berpikiran negative kepada wanita yang bekerja di club malam, ibumu salah satunya.”
“Tapi kamu tidak seperti itu. Berhenti memandang rendah dirimu, Elvira. Aku tidak suka.” Jack meraih wajah Elvira dan mengecup keningnya.
“Dasar keras kepala.” Gumam Elvira.
“Kamu pikir aku masih perjaka sehingga tidak bisa membedakan mana wanita yang benar-benar suci?”
“Kamu tidak sesempurna itu.” cibir Elvira.
Jack tertawa kecil, “benar, tetapi mengenai dirimu, aku yakin 100%.”
“Aku janda.” Elvira masih mencoba.
“Enough. Aku akan menyetubuhimu saat ini juga jika kamu tak ingin berhenti.” Tukas Jack yang membuat Elvira diam seketika, wajahnya merah merona.
1 minggu kemudian Elvira diijinkan untuk pulang. Jack membawanya menuju mansionnya meski awalnya Elvira menolak keras. Maya juga masih menganggap Jack sebagai musuh sehingga selalu mengecek keadaan Elvira bagai pacar yang posesif. Terkadang Jack dengan kesal mematikan total handphone Elvira agar mereka tidak terganggu.
Oman menyambut kedatangan Elvira dengan senyum ramah, dia tak pernah menyangka jika wanita muda yang pernah jadi pelayan di sini akan menjadi nyonya mansion ini. Jack membawa barang-barang Elvira memasuki kamar utama miliknya. Meski mereka belum berstatus suami istri, tetapi Jack menolak membiarkan Elvira sendiri. Dirinya sangat takut jika Elvira tiba-tiba berpikir untuk kabur.
“Kita akan menemui Papi besok. Apa kamu siap?” Jack baru saja selesai membersihkan diri. Air masih membasahi dada bidangnya yang terbuka, dia hanya mengenakan handuk yang menggantung rendah dipinggulnya. Elvira yang melihat itu memalingkan wajah malu, tubuhnya membeku.
Elvira tahu benar jika tubuh Jack sungguh menggiurkan tetapi melihatnya dari jarak sedekat ini dengan dihiasi bulir-bulir air membasahi merupakan godaan berat. “Sayang?” Jack mendekati Elvira yang sudah memakai piyama terduduk di pinggir king bed mereka.
“Ya?” lirik Elvira masih memalingkan wajah.
“Kamu dengar apa yang aku bilang tadi?”
“Uh? Oh? Ya.” Elvira menjawab lebih keras.
Kini Jack berdiri di hadapan Elvira menjulang, “apa ada yang salah?” Jack meraih wajah Elvira dan tersenyum kemudian. Wanita pemalu ini malu melihat tubuhnya yang setengah telanjang. Jack tertawa kemudian membuat Elvira semakin merona. Jack meraih kedua tangan Elvira dan menempelkannya di kedua pipinya. “Sayang…” panggilnya lembut.
Pada akhirnya Elvira melirik perlahan. “Hm?” jawah Elvira lirih. Jack mengecupi telapak tangan Elvira satu persatu dan tersenyum hangat. Entah sejak kapan tersenyum menjadi bagian dirinya. Jack yang dulu terkenal dingin dan cuek, hanya kepada Elvira dia berani menggoda dan bersikap bebas. “Pa… pakai piyamamu. Nanti kamu masuk angin.”
“Jika aku masuk angin, kamu mau menghangatkanku?” goda Jack.
“Ke… ke… kenapa? Mansion ini memiliki penghangat ruangan.”
“Oh well… aku biasa tidur dengan keadaan telanjang, tidak apa kan?”
“Ha?”
“Ha?” mata Elvira membulat syok, bibirnya sudah monyong sana sini ingin protes tetapi tak ada satu katapun yang terlontar. Jack tertawa terbahak-bahak. “Jangan menggodaku terus!”
“Alright…” cengir Jack dan mengecupi perut Elvira penuh cinta. “Mamimu gampang ngambek, Nak.” Adu Jack mengelus-elus perut Elvira kemudian. Elvira tersenyum mendengarnya dan melirik kearah meja lampu. Disitu terdapat handuk kecil yang tadinya diletakkan Elvira untuk mengusap wajahnya yang basah.
Elvira meraihnya dan membantu mengeringkan rambut setengah basah Jack. Sementara itu Jack masih berbicara seolah-olah sedang mengobrol dengan buah hati mereka.
“Ambilkan hair dryer, aku akan membantu mengeringkan rambutmu.” Pinta Elvira. Jack bangkit dan meraih hair dryer tersebut. Jack masih dalam posisi menghadap perut Elvira dan terus mengoceh tanpa terganggu.
Setelah itu mereka tertidur berpelukan. Jack memang jujur atas statementnya. Dirinya benar-benar telanjang saat tidur meskipun Elvira menolak dan mereka berdebat hebat. Tetapi bukan Jack namanya jika tidak keluar sebagai pemenang.
Elvira tidak bisa tidur nyenyak. Ini pertama kalinya dia tidur dengan lawan jenis. Bersama Axel dulu mereka tidak sempat melakukan apapun. Apalagi ditambah dengan senjata Jack yang mengacung keras terus menggoda bokongnya. Organ intim itu bahkan dapat masuk disela-sela paha Elvira mencari kehangatan, meski Elvira terus menghindar tetapi pelukan erat Jack mengurungnya.
Tangan kiri Jack memasuki piyamanya dan menggenggam payudaranya gemas. Elvira benar-benar berontak kali ini tetapi Jack menyakinkannya bahkan dia hanya akan menggenggamnya sepanjang malam hingga pagi.
Esoknya Elvira terbangun. Jam masih menunjukkan pukul 5. Biasanya Jack akan bangun sekitar 30 menit lagi untuk berolahraga, itu rutinitasnya dulu saat dirinya masih menjadi pelayan. Elvira menggeliat berusaha terlepas dari pelukan erat Jack.
Setelah 10 menit bergulat, akhirnya dia bisa terlepas. Elvira memasuki kamar mandi dan menggosok giginya. Setelah kembali, Jack masih tertidur lelap. Dirinya memutuskan untuk menuju dapur. Oman, 4 pelayan dan dua chef sudah terbangun. Mereka menyiapkan sarapan.
“Anda lapar?” tanya Oman.
Elvira tersenyum kecil, “Elvira, panggil aku Elvira.”
“Saya segan melakukannya, anda calon Nyonya mansion ini.”
“Itu belum pasti.” Balas Elvira dan menuangkan air mineral ke dalam gelas kosong.
Oman memilih tidak membahas lebih lanjut dan mendekati Elvira, “apa anda ingin memakan buah?”
“Roti gandum, itu saja.” Jawab Elvira. Sebenarnya semenjak kehamilan ini, dia selalu merasa lapar tetapi dia mudah juga memuntahkannya.
“Selai?”
“Polos saja.” Lanjut Elvira dan menatap kearah luar jendela. Langit masih gelap. Elvira mengobrol ringan dengan Oman ketika Jack memasuki dapur. Wajahnya terlihat panik tetapi begitu melihat Elvira sedang menyantap rotinya, hatinya tenang.
“Uh?” bingung Elvira saat Jack mendekatinya dan memeluknya.
“Aku pikir kamu kabur.” Lontar Jack.
“Kabur? Dengan pengawal setiap sisi rumah?” Elvira bertanya balik.
Jack duduk disebelah Elvira dan meminta pelayan menuangkannya air mineral. “Kamu bangun cepat sekali.”
“Aku lapar.”
“Kenapa kamu hanya memakan roti tawar ini?” Jack mulai ingin mengomel dan menatap Oman tajam.
“Aku takut muntah lagi.”
“Ah, ok -”
Elvira tersenyum kecil melihat Jack buru-buru meneguk air mineralnya. “Kamu tidak berolahraga?”
“Tidak pagi ini.” Jawabnya.
“Lalu? Kamu bisa tidur kembali, aku akan membangunkanmu jika sudah waktunya bersiap ke kantor.” Usul Elvira dan menggigit pinggiran roti terakhir.
“Kita harus kembali bersama.” Jack menatap intens Elvira yang makan dengan lahap. Setelah selesai, Jack menuntun Elvira kembali ke kamar. Mereka kembali berbaring dan bersiap untuk tidur.
“Aku boleh bertemu dengan Maya hari ini?”
“Tidak, kita harus bersiap untuk menemui Papi malam ini.”
“Kami hanya bertemu saat siang.”
“Aku tidak ingin kamu kelelahan.” Kukuh Jack memeluknya semakin erat. Elvira tidak ingin berargumen lagi dan memilih menutup matanya
Elvira mengenakan dress Dolce & Gabb*na berwarna hitam dan bersiap dibantu oleh dua pelayan. Dress tersebut terbelah hingga paha atasnya memperlihatkan kulitnya yang mulut. Bagian belakangnya pun sedikit rendah. Dress itu memeluk tubuhnya erat dan dipadukan dengan high heels 12 cm berwarna putih. Jack sedang bersiap di kamar ganti dan memasuki ruang utama tak beberapa dengan jas berwarna hitam rancangan Arman*.
“Apa harus semewah ini?” protes Elvira melihat pantulannya di cermin.
“Ya.” jawab Jack singkat masih bergulat dengan dasi kupu-kupunya. Begitu wajahnya terangkat, mulutnya terbuka melihat penampilan Elvira. Jack menelan ludah keras, wanita dihadapannya begitu cantik dan menawan. Tetapi tak lama wajahnya menjadi masam. Elvira menatap bingung.
“Why? Jelek?” Elvira sedikit merasa kecewa, dia sudah bersiap dan duduk diam ketika didandani selama 1 jam.
Jack menghampirinya dan wajahnya semakin mendung. “Ganti dress ini!” desisnya kepada salah pelayan itu.
“Eh? Tapi Tuan—”
“Ganti.” Potongnya tajam.
“Hey, kenapa?” Elvira mendekati Jack berusaha menenangkannya.
“Dress ini terlalu seksi, aku tidak ingin pria-pria itu memfantasikan tentang tubuhmu.” Lengan kanan Jack melingkati pinggang Elvira posesif.
“Kamu yang memilih dress ini.” Protes Elvira.
“Ganti.” Jack bersikeras menatap pelayannya yang kini kocar kacir mencari dress lain.
“Benarkah? Aku merasa biasa saja.” Elvira melihat kembali pantulannya.
Tanpa diduga Jack mengecup leher terbuka Elvira dan menyedot kulitnya gemas. Elvira terkejut dan berusaha mendorong tubuh Jack tetapi pria besar dan kekar itu tidak bergeming. Akibatnya terdapat bekas ciuman yang memerah dilehernya, bukan hanya satu tetapi dua. Elvira menatap cermin dengan horror. Air matanya serasa ingin mengalir. Tanda itu begitu mencolok di lehernya.
“Ini lebih baik.” Puas Jack dengan hasil karyanya pada permukaan kulit Elvira. Senyumnya mengembang lebar. Elvira berpaling dan menatap tajam Jack, “kamu sengaja kan!”
“Mereka harus tahu kamu milikku.” Imbuh Jack dan mengecup bibir Elvira cepat. “Dengan begini tidak masalah.”
“Aku tidak mau pergi.” Tolak Elvira.
“What?”
“Kamu membuat aku malu dengan ini? Apa kata ibu tirimu dan Papimu nanti? Mereka berpikir aku wanita—”
“Tidak akan.” Yakin Jack.
Elvira menunduk, air matanya benar-benar jatuh. Pelayannya kembali dengan dress berwarna merah ditangannya. Jack mengusirnya dan mengatakan tidak jadi mengganti. “A… aku butuh syal.” Kata Elvira kemudian. Mulut Jack sudah akan terbuka protes ketika Elvira memotong cepat. “Iya atau tidak sama sekali.”
“Ok—”
30 menit kemudian, Elvira tiba disebuah aula mewah dengan suara music mengalun pelan. Dirinya berdiri mematung didepan pintu masuk. Beberapa paparazzi dan wartawan mengambil foto mereka. Elvira masih bingung, dia berpikir hanya akan menghadiri makan malam di rumah dan bukannya acara besar seperti ini.
Bersambung…