Syal berbulu yang dikenakannya semakin terangkat naik berusaha menutupi kecupan Jack yang kini bertambah menjadi 3. Mereka masih berdebat akan syal itu sehingga sebagai kesepakatan Jack akan memberikan tanda kecupan yang lain. Parahnya Elvira berpikir kenapa dia setuju begitu saja.
Ayah dari bayinya begitu mudah memanipulasinya dengan manis. Jack berdiri disebelahnya memeluk pinggangnya erat. Beberapa pasang mata melihat mereka dengan pandangan menyelidik sekaligus iri. Tangan Elvira berkeringat, dia belum pernah berada di acara mahal seperti ini.
“Aku tidak berpikir kita harus kepesta seperti ini.” Bisik Elvira saat mereka memasuki aula.
“Papi menyelenggarakan acara amal, aku akan memperkenalkanmu pada beliau.”
“Jika aku mempermalukanmu bagaimana?”
“Hu?” Jack menatap Elvira bingung.
“Mereka terlihat seperti deretan orang-orang terkaya di negeri ini sedangkan aku hanya gadis yatim piatu miskin.” Bisik Elvira, ada kepanikan dari getaran suaranya.
Jack tersenyum tipis dan mengecup keningnya. Elvira terkejut, bisa-bisanya Jack mengecupnya didepan mata semua orang. Jack sedang menjadi pusat perhatian sekarang. Entah karena mereka mengetahui jika penyelenggara acara ini adalah ayahnya atau mereka menghakimi betapa rendahnya selera perempuannya. “Kamu sangat cantik malam ini.” Bisik Jack kemudian. Elvira tidak bahagia dengan pujian itu, dipikirannya masih berlari-lari mengenai makian yang akan diterimanya nanti.
Jack membimbingnya menduduki bangku yang tersedia, seorang pria setengah baya duduk di seberang mereka. Pria itu seperti kembaran versi tua dari Jack, apalagi saat Elvira duduk dengan kaku, Jack bangkit meninggalkannya dan menghadap pria itu. Elvira mencuri-curi pandang dan terkejut ketika pria itu mengangguk kecil kearah Elvira. Sebagai balasan, Elvira hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. Jack pergi kemudian entah kemana meninggalkan Elvira kemudian.
Elvira mengutuk dalam hati, dia tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih selang beberapa menit, Ellani duduk disebelah pria setengah baya itu. Elvira memilih menunduk dan sesekali meminum air mineral yang terhidang. Awalnya dia ingin menyantap red wine yang terhidang tetapi Jack sudah mewanti-wanti semua pramusaji bahwa dirinya hamil.
Acara itu dimulai dengan kata sambutan dari Jack di podium. Dirinya terlihat sangat tampan dengan lampu menyorotnya elegan. Elvira tak bisa lepas menatap kagum, dia mengakui jika pria yang menjadi ayah dari janinnya ini sungguh mempesona. Setelah kata-kata sambutan itu seluruh hadirin memberikan tepuk tangan. Jack mendekati Elvira kembali dan bertahan disisinya hingga acara makan malam.
Elvira memilih bangkit dan menuju balkon, dia tak ingin berlama-lama diruangan yang pengap oleh banyak orang. Belum lagi mualnya yang bisa saja tiba-tiba muncul. Jack menghilang lagi entah kemana berdiskusi dengan rekan bisnisnya.
“Hey, Nak.” Sebuah suara mengangetkannya. Elvira menoleh dan terkejut melihat pria setengah baya itu dan Ellani berjalan mendekatinya.
“Ah… Hallo.” Jawab Elvira kikuk sambil menunduk.
“Tidak perlu malu.” Pria itu tersenyum. “Siapa namamu?”
“Elvira… Elvira Birawa.”
“Nama yang indah. Kamu mengenal saya?” Elvira menggeleng pelan dan disambut tawa pelan. “Aku adalah ayah Jack, Cedric.”
“Ah… maaf, aku tidak mengenal anda.” Elvira semakin merasa kikuk, wajahnya merona malu.
“Tidak masalah.” Cedric tersenyum ramah. “Ellani Sayang, aku ingin berbicara empat mata dengan Elvira.”
“Ok.” Ellani segera beranjak jauh setelah memberikan satu kecupan di pipi Cedric.
Elvira berdiri canggung, hanya mereka berdua di balkon tersebut. Itu karena pengawal Cedric berjaga agar tidak ada satu orangpun yang menganggu mereka. “Jadi bagaimana kabar calon cucuku?”
“Ehm… dia baik-baik saja.”
“Usianya?”
“Memasuki 6 minggu lebih.”
Cedric mengangguk kemudian, “Jack datang kepadaku dan berbicara panjang lebar tentangmu. Apa kamu tahu nasip Jack berada ditanganmu?”
“Uh? Maksud anda?”
“Jika dia tidak menikahin seseorang dalam tahun ini, aku tidak akan mewariskan hartaku kepadanya.”
Wajah Elvira menjadi pucat. “A… apa?” jadi Jack hanya memanfaatkannya. Lalu kata-kata manisnya selama ini tidak tulus? “Kamu adalah wanita pilihannya, jaga puteraku dengan baik.” Lanjut Cedric tanpa mempedulikan wajah pucat Elvira. Mereka terdiam membiarkan angin sepoi-sepoi menerpa wajah mereka. “Apa kamu sanggup berada di sisi Jack?”
Elvira menatap pandangan berkharisma Cedric, dia terlanjur kecewa. “Aku tidak sanggup.”
“Lalu mengapa kamu mengiyakan ajakan Jack? Apa kamu hanya mengincar hartanya?”
Elvira terdiam tidak ingin menjawab, kenapa harus dia yang menjelaskan semuanya? Dari awal dia tidak pernah ingin mengejar Jack, kenapa pandangan menghakimi itu selalu ditujukan kepadanya? Apa karena dia miskin sehingga orang selalu berpikir dia mengejar kekayaan yang di miliki Jack?
Padahal tanpa Jack-pun dia bisa mandiri dan hidup baik sebelumnya. Elvira tertawa sedih tanpa sadar, Cedric disebelahnya menatap penuh tanya. Angin yang berhembus menambah perih hatinya, dengan keberanian yang dimilikinya, Elvira menatap Cedric tepat di manik matanya.
“Menurut anda?” Elvira bertanya dengan senyum tipis. Satu menit berlalu dan Cedric seperti sedang menyelidiki sikapnya saat ini, terlihat dia tak berniat menjawab. “Jika tidak ada lagi yang anda ingin bicarakan, aku pamit undur diri.” Elvira menunduk hormat dan berlalu pergi. Hati dan jiwanya lelah di saat bersamaan, belum lagi tubuhnya yang lemas. Elvira melangkah menuju pintu keluar ketika pengawal Jack menghalaunya.
“Anda ingin kemana, Nyonya?”
“Rumah.” Jawabnya pelan memijat kening. Pengawal Jack segera membantunya memasuki mobil. Sepanjang perjalanan Elvira merenung, ingin rasanya dia tertawa sekeras-kerasnya. Dia ingin menertawakan dirinya yang bodoh dan mudah ditipu. Ini sudah kali keduanya seperti ini, kenapa dia tidak sadar juga jika Jack dan dirinya berada pada dunia yang berbeda. Tidak ada pria mapan dan tampan yang akan jatuh cinta pada itik buruk rupa yang miskin.
Elvira kembali memijat keningnya, kepalanya begitu sakit. Ingin rasanya dia segera berbaring. Setibanya di mansion, Elvira memasuki kamar utama. Dirinya segera melepas gaun mewah yang dikenakan dan menggantinya dengan kaos oblong. Elvira membuka pintu pelan dan melirik kanan kiri.
Biasanya pengawalnya ada di sini, tetapi sepertinya mereka mengira jika Elvira sudah tertidur dan meninggalkan penjagaan. Elvira meraih handphonenya, dibelakang pelindung alat komunikasi itu Elvira menyelipkan beberapa lembar uang. Elvira mulai berjalan disekitar lorong dan memasuki salah satu kamar tamu. Dirinya segera mengunci pintu dan berbaring ditempat tidur.
Hatinya berat namun dia harus beristirahat. Tangannya mengelus perutnya pelan, perih yang dirasakannya kembali memukulnya berkali-kali lipat. Haruskah dia menggugurkan kandungan itu agar Jack melepaskannya? Memikirkannya saja membuat tangan Elvira bergetar. Sungguh menyedihkan dia harus mengorbankan buah hatinya agar lepas dari cengkeraman orang lain. Kini dia tak ada bedanya dengan pembunuh berdarah dingin.
“ELVIRA! ELVIRA!” Jack menggedor-gedor pintu keras. Dirinya yang terlelap terpaksa terbangun. Elvira menutupi telinganya dengan bantal, toh pria itu akan lelah sendiri. Tak lama Elvira mendengar Jack memerintahkan pelayannya mengambil kunci cadangan. Elvira mendengar pintu yang dengan paksa dibuka menggunakan kunci serep.
“ELVIRA!” Jack mendekatinya. “ELVIRAAA!” Jack meraih tubuhnya. Napasnya terengah-engah dan berat, wajahnya pucat. Elvira menatapnya dengan wajah datar. Terang Jack kuatir jika dirinya kabur, harta itu bisa saja lolos dari tangannya, setidaknya itulah yang dipikirkan Elvira. “Kamu tidak apa-apa?” Jack bertanya disela napasnya yang putus-putus.
Elvira tidak menjawab dan menghempaskan tangan Jack pada lengannya. Elvira kembali berbaring membelakanginya. Jack terdiam dan memerintahkan seluruh pengawal dan pelayannya keluar meninggalkan mereka berdua. “Apa yang terjadi?” Jack berusaha membujuk.
Namun bukan Elvira namanya jika dia tidak keras kepala. Elvira tahu jika dia bertanya tentang harta itu, Jack akan menjelaskan dengan manis dan pada akhirnya dia akan luluh kembali. Lebih baik dia memilih diam dan saat ada celah, dia akan kabur.
Cukup melelahkan dikelilingi orang yang berpura-pura. Axel pernah memperdayainya, akan sangat lucu jika Jack juga melakukan hal yang sama. “Elvira… please… Apa yang terjadi?” bujuk Jack sembari memelas, tangannya memegang lengan Elvira dan mengelusnya. Elvira menutup matanya erat berusaha mempertahankan akal sehatnya. Jack terus memohon tiada henti malam itu tetapi tak ada satupun kata yang terlontar dari mulut Elvira.
Esok paginya Jack memilih untuk mengambil waktu libur, dia menemani Elvira yang hanya berbaring tidur tidak ingin menyentuh sarapannya. Sepanjang malam dia sudah mengemis dan memohon tetapi Elvira tetap diam. Tubuh Elvira terus terbaring bahkan hingga siang.
Jack memaksanya bangun dan Elvira kembali berbaring tanpa ingin menatap wajahnya. Malam pun datang dengan kejadian yang sama, Elvira tak menyentuh makan malamnya. Jack mulai frustasi karena Elvira sedang mengandung buah hati mereka, bahkan setetes airpun tidak mengaliri tenggorakan Elvira.
Jack terus memohon dan respon diam yang diterimanya tetap sama. Pada akhirnya Jack mengambil cara pintas dan menyuapi makanan kedalam mulut Elvira dengan paksaannya. Dua pelayannya memegangi tubuh Elvira tetapi Elvira kembali memuntahkan makanan itu.
Matanya bahkan tidak terbuka, Elvira hanya berontak dan terus berontak. Pada akhirnya Jack menyerah dan membiarkan Elvira kembali berbaring. Malam yang panjang berlalu lambat, Jack berbaring disisi Elvira terus membujuk sembari memeluknya erat. Namun sepertinya hati Elvira terlanjut dingin dan membeku.
Jack menghubungi seluruh anggota keluarganya dan bahkan menginterogasi setiap pengawalnya untuk mencari alasan kenapa ibu dari anaknya itu diam seribu bahasa. Tak ada jawaban jelas hingga salah satu supirnya mengatakan jika Elvira tiba-tiba pulang setelah berbicara empat mata dengan ayahnya.
Jack yang mengetahui itu mendatangi ayahnya dengan wajah gusar. Ellani berusaha menghentikannya karena kondisi kesehatan suaminya sedang tidak baik. Jack yang diliputi amarah tidak ingin mendengarkan. Jack memaksa masuk kedalam kamar ayahnya.
Cedric yang terbaring sedang diperiksa oleh dokter keluarga menyambut dengan tenang. Semua orang dalam ruangan itu meninggalkan Cedric dan Jack yang berbicara empat mata. “Papi mengancam Elvira bukan?!” bentak Jack. Cedric cukup terkejut melihat respon anak ketiganya itu. Baru kali ini Jack bersikap frontal dihadapannya.
“Duduklah dulu.”
“Aku tidak bisa, Pi! Apa yang Papi lakukan kepada Elvira?”
“Ah… Elvira mengadu kepadamu?” ledek Cedric.
Wajah Jack semakin memerah, tangannya terkepal keras. “Elvira sedang dirawat dirumah sakit karena menolak berbicara dan makan denganku sejak acara amal itu.”
“Oh? Benarkah?” Cedric kembali dikejutkan.
“PAPI!” suara Jack menggelegar.
“Papi tidak mengatakan apapun.”
“Lalu kenapa Elvira seperti itu?”
“Entahlah… kamu harus mendapatkan jawabannya sendiri.”
“Elvira menolak berbicara, dia sedang menyiksa dirinya sendiri.”
“Hm… wanita yang aneh.” Guman Cedric yang disambut dengan amukan Jack. Kedua pengawal Cedric terpaksa harus menerobos masuk dan memegangi Jack erat. “Papi tidak mengatakan apapun.”
“Lepaskan!” Jack meronta. Cedric mengangguk kepada kedua pengawalnya untuk keluar. “Apa Papi tahu Elvira pernah mencoba bunuh diri setelah aku memperkosanya? Elvira berusaha melarikan diri dariku berulang kali tetapi aku yang selalu mengejarnya. Bahkan tinggal di mansion saat ini juga atas paksaanku.
Aku menahannya dengan alasan aku adalah ayah dari janin yang dikandungnya. Aku masih berusaha mendapatkan kepercayaannya tetapi Papi menghancurkannya. Sekarang dia kembali pada kondisi ingin bunuh diri, hanya infus yang menjadi sumber makanan bagi tubuhnya dan bayi itu!” Air mata Jack akhirnya mengalir.
Cedric tertegun melihat puteranya yang perkasa itu menangis. Alin istri pertama hanya dapat melahirkan dua puteri untuknya hingga Cedric memutuskan menikah dengan Ellani sebagai istri kedua dan mendapatkan Jack. Cedric tahu benar jika kedua istrinya itu memperebutkan yang terbaik untuk anak-anak mereka.
Sejak lahir Jack sudah mandiri sesuai dengan harapannya. Namun sikap tegasnya diterima salah oleh Jack yang menikmati petualangan tanpa status. Itulah sebabnya dia mengajukan syarat agar Jack bisa mewarisi sebagian besar hartanya dengan menikah.
Kembali ke masa sekarang. Jack terduduk dilantai dengan kepala tertunduk, bahunya bergetar menahan isaknya yang tanpa suara. “Kamu mencintai wanita itu rupanya.”
Wajah Jack terangkat, “aku sangat mencintainya, Pi. Aku sudah pernah kabur darinya dan berusaha menyangkal perasaanku berulang kali, dan pada akhirnya aku semakin jatuh terpuruk. Mami tidak ingin menerima Elvira karena dia bukan dari keluarga terpandang dan kaya raya.
Mami pernah melukai Elvira tetapi wanita itu hanya diam pasrah, menungguku melepaskannya. Tetapi aku tidak pernah ingin melakukannya. Itulah mengapa aku membawanya dihadapan Papi berharap Papi bisa melihatnya secara objektif.” Terang Jack panjang lebar.
Cedric terdiam berpikir, “jika hanya seperti ini dia ingin bunuh diri, kamu yakin dia tidak akan melakukannya dikemudian hari? Bagaimana jika suatu saat dia akan menyakiti keluarga kalian?”
“Elvira bukan wanita seperti itu. Dia adalah tipikal wanita yang lebih baik mengalah dan mundur dari pada bersikeras untuk hal yang menurutnya tidak pantas dia terima. Papi akan jatuh hati saat mengenal kepribadiaannya.”
Cedric tertawa kecil, “ini kali pertamanya kamu memuji seseorang begitu tinggi.” Jack diam tak menjawab, wajahnya hanya menunduk lemas. Pikirannya tidak tenang memikirkan kondisi Elvira yang semakin parah. “Papi mengatakan sesuatu kepadanya malam itu.”
“Mengenai?” wajah Jack mengeras.
“Kamu akan menerima harta gono gini jika kamu menikah.”
“F*ck!” maki Jack dan segera bangkit dari duduknya. Kakinya segera melangkah meninggalkan kamar ayahnya terburu-buru. Akhirnya dia tahu apa yang terjadi. Elvira merasa cintanya tidak tulus. Wanita rapuh itu pernah ditipu dalam pernikahannya dan kini mempercayai seseorang mustahil baginya. Tetapi Elvira bersedia membuka hati untuk dirinya tetapi kata-kata ayahnya malam itu menghancurkan kepercayaan Elvira yang mulai terbangun.
Jack terburu-buru memasuki mobilnya dan memerintahkan supirnya untuk membawanya menuju rumah sakit. Setibanya di sana kondisi Elvira tidak juga membaik. Wajahnya pucat dan detak jantungnya lambat. Dokter bahkan mengatakan untuk menerima kenyataan jika mereka harus menggugurkan janin tersebut. Janin tersebut tidak berkembang sebagaimana mestinya dengan kurangnya asupan gizi yang baik. Jika Elvira terus seperti ini, mereka benar-benar harus kehilangan bayi itu.
Jack terduduk di samping Elvira menangis, dunianya jatuh dan berputar keras. Kenapa cinta pertamanya begitu menyedihkan? Apa ini hukuman bagi dirinya yang dulu suka menyakiti hati banyak wanita?
Elvira tidak sadarkan diri selama tiga hari penuh. Pada hari keempat Cedric mendatangi rumah sakit dan melihat secara langsung kondisi Elvira. Penampilan putera satu-satunya itu tidak jauh berbeda. Jack terlihat berantakan, lingkaran hitam terdapat dibawah matanya dan wajahnya pucat. Meski kondisinya kurang sehat, Cedric memaksa untuk mengecek dengan mata kepalanya sendiri.
Sebelum menemui Jack, Cedric menemui dokter dan mendengar langsung keadaan Elvira. Ada sedikit penyesalan dihati Cedric mendengar semuanya, terlebih lagi dokter ini pula yang merawat Elvira dulu pasca insiden bersama Jack.
Kini matanya terbuka melihat secara jelas bagaimana posisi Elvira sebenarnya. Dia bisa dengan mudah menyambung alasan mengapa Elvira tidak ingin menjawab pertanyaannya mengenai harta. Calon menantunya itu lelah memberikan penjelasan kesemua orang, termasuk dirinya. Pada dasarnya dia merasa terpaksa di tempat pertama.
Cedric mengetuk pintu dan pengawalnya membantu membukakan pintu itu. Jack sedang duduk membaca dokumen dari kantornya. Dirinya cukup terkejut melihat ayahnya datang. Jack berdiri menyambut dan membantu Cedric duduk. “Ada apa—”
“Papi sudah mendengar semuanya.” Potong Cedric.
Jack melirik kearah Elvira yang masih terbaring tak sadarkan diri, “oh oke—” respon Jack lemah. Rasanya dia benar-benar tidak memiliki tenaga untuk berdebat dengan ayahnya saat ini.
“Papi minta maaf.” Sambung Cedric. Wajah Jack terangkat menatap ayahnya terkejut. “Papi merestuimu.” Simpulnya dengan senyum kecil. Jack tidak yakin dengan apa yang didengarnya, apa dia sedang bermimpi?
“Ke… kenapa?”
“Setiap orang layak untuk mendapat kesempatan, Nak.”
“Tapi Mami masih membenci Elvira.”
“Itu urusan Papi. Fokus kamu sekarang untuk membangun kembali kepercayaan Elvira.”
Bagai beban berat yang terangkat dari pundaknya, Jack tersenyum tipis. Lelahnya beberapa hari ini seakan berkurang drastis. “Terima kasih, Pi.” Jawab Jack tulus.
“Jika Elvira sudah sehat, datanglah ke rumah untuk makan malam.”
“Ya, Pi.”
Keesokan harinya dokter menemui Jack dan memutuskan untuk menggugurkan janin yang dikandung Elvira. Jack berdebat hebat, dia takut jika janin itu tidak ada lagi, Elvira akan benar-benar meninggalkannya. Jack tidak punya alasan kuat untuk membuat Elvira bertahan di sisinya.
Selama ini Elvira diam bukan karena cintanya yang besar kepada Jack, lebih kepada masa depan buah hati yang dikandungnya. Elvira tak ingin anak itu lahir tanpa mengetahui siapa ayahnya.
Bersambung…