Jack sudah diambang batas, dia tidak menyetujui saran dokter tersebut. Namun Ellani dan Cedric jelas menyetujuinya. Mereka berkeras jika kondisi ini juga akan memperburuk kondisi Elvira. Akhirnya dengan keterpaksaan, Jack bersedia merelakan janin itu.
Operasi dilakukan secara singkat meski Elvira masih dalam kondisi tidak sadar. Jack berdoa diluar ruang operasi, dirinya merasa tubuhnya tidak bertulang lagi. Kejadian ini begitu menguras emosi jiwa dan kekuatan raganya meski dia tahu benar itu yang terbaik.
Setelah operasi, Elvira kembali dirawat di dalam ruang VVIP. Jack terus setia bersamanya dan mengerjakan urusan kantornya dari ruangan tersebut. Memasuki hari kedua sesudah operasi, Elvira sadar dari komanya. Jack memanggil perawat sembari menggenggam erat tangan Elvira. Air mata syukurnya mengalir deras, disebutnya nama Elvira berulang kali.
Dokter memeriksa keadaan Elvira dan mengatakan jika tubuh Elvira masih sangat lemah. Untuk sementara Elvira tidak boleh di bawah tekanan sehingga lebih baik bagi Jack untuk tidak menemuinya dulu. Jack mengikuti saran dokter tersebut dan meminta bantuan Maya memulihkan mood Elvira. Sahabat selalu menjadi salah satu obat agar pasien bisa kembali memiliki harapan.
Satu minggu lamanya Elvira bisa duduk dengan tegak dan mengonsumsi makanannya habis. Maya setia di sampingnya memberikan penguatan. Elvira belum mengetahui jika janin itu sudah tidak ada lagi. Jack hanya bisa melihat Elvira dari luar, sebisa mungkin dia tidak terlihat agar kondisi Elvira dapat pulih. Itu yang terpenting.
“Kamu ingin buah?” tanya Maya mengangkat apel dari keranjang.
“Tidak, aku ingin istirahat.” Elvira kembali berbaring.
Maya mendekatinya dan duduk di sebelahnya. “Bagaimana perasaanmu?”
“Lebih baik.”
“Jack sangat mengkhawatirkanmu, dia setia menunggumu selama dirimu tidak sadar.” Maya berhati-hati menyebut nama Jack. Elvira diam tak ingin menjawab. “Kesalahpahaman kalian seharusnya diselesaikan dengan diskusi, tindakanmu salah.” Lirih Maya.
“Ini bukan kesalahpahaman.” Tekan Elvira dingin.
Maya diam dan bangkit berdiri, dia tahu Elvira benar-benar terluka. “Aku harus pergi bekerja.”
“Ya.”
“Hubungi aku jika kamu ingin makan sesuatu.”
“Oke.”
“Dan pikirkan tentang Jack, maaf jika aku mungkin terdengar lancang tetapi kamu harus mendengarkan dari sisinya dulu.”
“Kamu jadi membelanya. Apa Jack juga menyogokmu?” kritik Elvira tajam. Matanya menusuk hati nurani Maya.
“Jack tidak pernah melakukan itu, aku hanya memikirkan kebahagiaanmu Elvira. Aku ingin kamu bahagia.”
“Kamu tidak terlambat?” Elvira mengalihkan pembicaraan.
“Oh oke. See you.” Maya memeluk Elvira sebelum meninggalkan ruangan.
Beberapa hari kemudian Jack memberanikan diri memasuki ruangan saat Elvira sedang menonton, tetapi pikiran Elvira seperti tidak mengarah pada acara TV tersebut. “Hey.” Sapa Jack.
Elvira menoleh dengan ekspresi dingin. Dalam hati dia cukup terkejut melihat kondisi Jack. Pria perkasa, tampan dan berkharisma itu kini terlihat kurus dan kelelahan. Lingkaran hitam terdapat di bawah matanya. Elvira membuang muka dan mengencangkan volume TV.
Jack mendekatinya dan duduk dibangku dekatnya. Elvira masih juga tidak ingin memandangnya. “Bagaimana keadaanmu?” suara Jack seperti tenggelam oleh suara TV tersebut. Jack akhirnya bangkit dan mencabut kabel aliran listrik TV tersebut. Elvira mengangkat selimutnya dan menyelimuti seluruh tubuhnya lalu memejamkan matanya.
“Maafkan aku.” Jack memulai percakapannya. “Aku sudah mengerti kenapa kamu bersikap seperti ini, Papi menjelaskan semuanya.” Tutur Jack. Elvira tak bergeming, dia memutuskan untuk tidak ingin mempercayai Jack lagi. “Memang benar jika aku menikah, aku akan mendapat harta gono gini.
Itulah yang diperjuangkan Mami juga. Aku tidak pernah berniat untuk menikah sejak dari awal. Tetapi semuanya berbeda saat kita bertemu pertama kali, aku masih ingat jelas saat aku memintamu menikahiku. Awalnya itu terdengar seperti permainan sampai kamu pergi dari mansion.
Aku terpuruk berusaha menyangkal perasaanku. Saat melihatmu pertama kali di club, hati kecilku bersorak girang. Tanpa aku sadari, aku mulai mendekatimu tanpa kenal lelah. Aku memang belum mengerti apa yang diinginkan hatiku pada saat itu.”Jack berhenti sejenak mengenang yang terjadi.”
“Lalu kedua orangtuaku semakin menekanku, hanya padamu aku bisa melarikan diri. Kamu selalu menjadi penawar kepenatanku. Tetapi responmu tidak semanis yang kuharapkan, aku merasa frustasi karena kamu selalu menolakku. Itulah mengapa kejadian pahit itu terjadi.
Aku mencoba melarikan diri tetapi aku semakin merindukanmu. Saat kamu hamil, duniaku terasa runtuh seketika. Aku kembali ingin menyangkal dan lagi-lagi aku kembali mengejarmu. Elvira, aku jatuh cinta padamu. Aku tidak pernah berpikir memanfaatkanmu agar aku bisa mewarisi harta itu.
Aku mampu berdiri sendiri secara finasial tanpa harus bergantung dari bantuan orangtuaku. Harta itu hanya pemanis, kamulah inti dari semuanya.” Diakhir suara Jack bergetar, hatinya penuh dengan emosi yang sulit dijelaskan. Punggung dingin Elvira seperti membunuhnya dengan luka perih menganga.
“Elvira, please… percayalah padaku. Aku bukan mantan suamimu. Aku ingin memulai semuanya dari awal denganmu.” Elvira bisa mendengar jelas tangis Jack di ruangan luas ini. “Elvira… Sayang… please…”
Elvira tak bergeming, hatinya juga bergemuruh hebat. Rasanya hati dan akal sehatnya tidak memiliki pendapat yang sama. Baru saja 10 menit yang lalu dia berjanji untuk tidak mempercayai Jack lagi tetapi kini hatinya kembali goyah. Elvira membenci hatinya yang lemah. Hening menyelimuti keduanya.
Jack berusaha meredakan tangisnya. “Apa yang harus aku lakukan agar kamu percaya?” Elvira lagi-lagi tak ingin menjawab. Tangannya bergerak mengelus perutnya, janin ini membutuhkan ayahnya kelak. Tepat saat Elvira akan berbalik, Jack kembali berbicara. “Dokter telah menggugurkan janin yang kamu kandung.”
Elvira terhentak dan bangkit. Tubuhnya berbalik menatap tajam. “Ke… kenapa?”
“Janin itu tidak berkembang dan membahayakan kondisimu.”
“Dan kamu menyetujuinya?” kali ini suara Elvira terdengar marah bercampur kecewa.
“Ya.” jawab Jack tegas. “Aku harus menyelamatkanmu.” Jack bangkit dan meraih tangan Elvira tetapi dengan cepat Elvira menghindar. “Maafkan aku.”
Elvira tertawa kecil, hatinya terasa hampa sekaligus perih, dia ingin menangis tetapi air matanya enggan mengalir. Elvira menutup matanya erat. Awalnya dia tidak bahagia dengan janin ini, tetapi setelah Jack membawanya ke mansion, dia mulai mencintai janin ini dan sekarang janin itu tidak ada lagi. Apa harus dirasakannya? Sedih? Senang? Marah? Kecewa?
“Jadi, setelah janin ini tidak ada, bisakah kamu melepaskanku?” pinta Elvira pada akhirnya.
“No, please Elvira—” Jack segera meraih kedua tangan Elvira erat mengabaikan sang empu yang berontak. “Please… please.” Jack memohon, air matanya kembali mengalir. Entah mengapa pria ini sering menangis di hadapan Elvira. “Jangan tinggalkan aku.” Rengeknya.
Elvira menghela napas panjang, “kamu bisa mendapatkan—”
“NO!” potong Jack.
“Wanita-wanita lain bisa—”
“NO!”
“Kamu pantas—”
“NO!” Jack semakin menggenggam tangan Elvira erat. Tubuhnya kembali bergetar.
“Aku—”
“Papi meminta maaf atas sikapnya terhadapmu, Mamipun perlahan menerimamu. Apa yang salah?” kini Jack terdengar seperti protes.
“Kamu.” Pungkas Elvira.
Jack terkejut berusaha membela diri, “aku? Aku jelas mencintaimu.”
“Sulit bagiku untuk percaya.”
“Ijinkan aku membuktikan.”
“Apa yang ingin kamu buktikan?”
“Semuanya.” Janji Jack.
“Aku lelah, aku ingin kamu pergi.” Elvira menarik tangannya dan kembali berbaring memunggungi Jack.
“Aku bukan mantan suamimu. Aku akan menjagamu sama seperti aku menjaga diriku sendiri!” Jack tidak ingin menyerah tetapi Elvira tidak menjawab. “Elvira!”
“Äku. Ingin. Beristirahat.” balik Elvira tanpa simpati.
“Baiklah, istirahatlah. Aku akan datang kembali.” Dengan itu Jack bangkit mengecup pundak kepala Elvira dan pergi.
Keesokan harinya, Jack benar-benar membuktikan perkataannya. Dirinya membawa Cedric untuk mengunjungi Elvira. Meski Ellani melarang dikarenakan kondisi Cedric yang belum pulih, tetapi melihat kesungguhan hati Jack, akhirnya Ellani luluh. Cedric memasuki ruang rawat saat Elvira sedang menyantap makan siangnya. Elvira menoleh terkejut dan menghentikan aktivitas makannya. Maya yang berada di sebelahnya segara bangkit kikuk.
“Ah, aku datang disaat yang tidak tepat.” Kelakar Cedric. Elvira tidak menjawab candaan itu dan berbisik kepada Maya agar menyingkirkan makanannya untuk sementara. “Kamu bisa menghabiskan makananmu, aku akan menunggu.” Jawab Cedric santai dan duduk di sofa.
Maya melirik Elvira yang tetap kukuh menyingkirkan makanannya. Maya mengerti dan meninggalkan mereka berdua. Cedric bangkit kemudian dan mendekati Elvira. “Bagaimana keadaanmu?” tanya Cedric lembut berusaha mencairkan suasana yang dingin.
“Baik.” Jawab Elvira singkat, terang dia terlihat tidak menyukai kehadiran Cedric.
“Kamu terlihat membenci Papi.” Cedric kembali duduk dibangku di sebelah Elvira. Dalam hati Elvira mengutuk keadaan ini, dirinya belum pulih benar dan makian datang silih berganti. “Sepertinya perkataanku tempo hari sangat menyakiti hatimu.” Lanjut Cedric yang disambut diam oleh Elvira.
Jack dan ayahnya adalah sejenis, mereka sama-sama manipulative. Dirinya tak boleh luluh dengan mudah. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Elvira. Mendapat sikap dingin tersebut Cedric menghela napas panjang, “perjalanan puteraku meluluhkan hatimu pasti akan sulit, kamu keras kepala.” Keluh Cedric kemudian.
“Jack tidak perlu melakukan itu, anda bisa mencarikan wanita yang jauh lebih baik dan bermartabat.” Disaat itulah Elvira menjawab setenang mungkin dan menatap lurus mata Cedric.
Hening mengelilingi mereka berdua. “Aku kemari bukan karena Jack yang meminta, aku datang atas kemauanku sendiri. Aku rasa baik memperbaiki kesalahpahaman.”
“Anda tidak salah sedikitpun.” Sergah Elvira.
“Aku sudah mendengarkan seluruh penjelasan dokter. Selama ini istriku menyembunyikan fakta itu. Aku bisa mengerti mengapa dia melakukannya, kehidupan keluarga kami pun tidak semulus apa yang dipikirkan orang lain. Lagipula jika memang kamu mencintai Jack, kamu bersedia mempertahankannya meskipun kami orangtuanya menentang.” Terang Cedric.
Elvira tertawa kecil tanpa disadarinya dan kembali diam. Tenaganya benar-benar menguap untuk berdebat. “Jadi kamu tetap memutuskan pergi meski aku dan Ellani menyetujui hubungan kalian?” Elvira tetap bungkam. “Elvira… Papi sedang berbicara kepadamu.” Kini Cedric mulai kesal dengan sikap acuh Elvira.
“Ya.” hanya jawaban singkat itu cukup menyimpulkan semuanya. Wajah keras penuh luka batin yang diderita Elvira membuat Cedric bungkam.
“Apa tak ada rasa cinta dan belas kasihan dihatimu untuk Jack?”
“Aku anak yatim piatu miskin dan hina, aku hanya akan mencoreng nama keluarga anda yang agung. Tindakan istri ada sudah benar. Jack bisa mendapat wanita terhormat lainnya di luar sana.” Simpul Elvira.
“Elvira…”
“Aku hanya ingin kembali ke kehidupanku sebelum bertemu Jack. Anda berkuasa, permintaan kecil ini tidak ada apa-apanya. Tolong hormati keputusanku.”
Setelah mengatakan itu, Cedric tidak bisa menjawab lagi dan diskusi mereka terhenti saat itu juga. Elvira diijinkan keluar dari rumah sakit malam harinya. Maya membantunya berkemas. Mereka cukup terkejut dapat dilepaskan begitu saja. Kedua pengawal Jack mengantar Elvira ke rumahnya. Rumah itu sudah cukup lama ditinggal sehingga debu menumpuk di mana-mana. Maya memutuskan membawa Elvira beristirahat di rumah sewanya untuk sementara.
“Aku akan menyewa cleaning service agar rumahmu bersih dulu.”
“Baiklah. Terima kasih, May.”
“Anytime.” Maya tersenyum dan meletakkan barang-barang Elvira di sudut kamarnya.
Waktu berlalu lambat, tidak terasa dua bulan sudah Elvira ‘dibebaskan’. Sudah satu bulan ini dia bekerja di restoran steak dan pasta yang tak jauh dari rumah sewa Maya. Kebetulan yang membawa keberuntungan. Manager restoran itu adalah teman Maya saat masih dijenjang kuliah sehingga Elvira dengan mudah diterima. Elvira memulai kehidupannya lagi dengan harapan, dia akan baik-baik saja untuk kedepannya.
“Elvira, tamu meja 5 belum mendapat menu.” Teriak Ayu, teman sekerjanya yang sedang sibuk melayani pelanggan yang lain.
“Ah, ya. On my way.” Elvira meletakkan piring kotor di tempat pencucian dan segera mengambil notenya. Elvira terkejut ketika pelanggan itu adalah Axel.
“Sh*t!” maki Elvira pelan. Kenapa dia terus bertemu pria ini? Elvira menenangkan hatinya, dia harus bersikap professional. Setidaknya jemarinya tidak terangkat untuk mencakar pria penipu itu. “Selamat siang, anda sudah menentukan pilihan?”
“Ya, paket A setengah matang, carbonara dan jus mangga.” Ucap Axel cepat.
“Ada lagi?”
“Itu sa— Elvira!” Axel terkejut saat baru menyadari Elvira berdiri di sampingnya.
“Baik, mohon ditunggu.” Elvira segera berlalu pergi cepat sebelum Axel menahannya. Dan begitulah seterusnya, Axel terus mendatangi restoran tersebut demi bertemu Elvira. Beruntung karena sibuknya pekerjaan, Elvira selalu memiliki alasan untuk menghindar. Mungkin karena pengalamannya bersama Jack begitu rumit, perasaan gusarnya terhadap Axel sudah pudar. Padahal jika diingat, Axel-lah yang menghancurkan hidupnya dari awal.
“Tolong bersihkan meja dapur sebelum kamu pulang ya, Vir.” Ujar Ayu melepaskan seragamnya.
“Oke.” Jawab Elvira setengah berteriak karena dia masih berurusan dengan beberapa piring kotor. Elvira melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 11. Akan sangat sulit untuk kembali ke rumahnya apalagi dia tidak membawa mobil. Elvira meraih handphonenya dan menghubungi Maya.
“Aku bisa menginap malam ini di kos?”
“Ya, kamu memiliki kuncinya bukan?”
“Ya.”
“Aku akan pulang terlambat.”
“Tidak masalah. Terima kasih, May.”
“Yep. See ya.”
Selesai membersihkan, Elvira segera mengganti pakaiannya dan memastikan bagian dapur aman. Kompor dan bahan-bahan untuk esok hari sudah rapi tersusun. Elvira menghela napas lega. “Duluan, Pak.” Elvira menyapa satpam yang sedang berkeliling di dalam restoran.”
“Oke, Mbak.”
Elvira berjalan pelan sembari memutar musik dari handphonenya. Hari ini pelanggan begitu banyak, sehingga dia pulang terlambat. Biasanya jam 10 dia sudah meninggalkan restoran namun kali ini dia harus rela lembur. Jam menunjukkan pukul 12 lewat 10 menit. Elvira bernyanyi-nyanyi kecil melepaskan kelelahannya.
“Elviraaaaa!” seseorang memanggilnya dan menggenggam tangannya. Elvirapun lalu menoleh kaget, handphonenya nyaris jatuh.
“Axel!” kejutnya.
“Hehehe, aku mengejutkanmu?”
“Tentu saja!” Elvira mengelus dadanya dan mencopot earphone dari telingannya dan memasukkannya ke dalam tas.
“Kamu pulang terlambat?” Axel setengah tertawa. Elvira tidak langsung menjawab dan menatap menyelidik. Terang dia bisa menghirup bau alkohol dari mulut Axel. Elvira segera membalikkan badan ingin segera pergi. “Wait! Kenapa kamu pergi?” Axel meraih tangan Elvira.
Bersambung…