“Lepaskan!” rontanya. Elvira melirik kiri dan kanan, jalanan yang dipilihnya kebetulan lagi dalam keadaan kosong. Elvira memaki dalam hati.
“Aku mencarimu kemana-mana, ini balasanmu?” Axel menggenggam tangan Elvira erat.
“Lepaskan!” Elvira berusaha kabur.
“Aku hanya ingin berbicara, kenapa kamu menolak?”
“Kamu mabuk. Kita bisa berbicara besok.” Bujuk Elvira. Tubuhnya bergetar jika Axel berniat jahat.
Axel tertawa, “aku maunya sekarang.”
“Oke, lepaskan aku dulu.”
“Tidak mau~” Axel menggoda dan meraih Elvira dalam pelukannya. Elvira dengan panik berusaha mendorong tubuh Axel dengan keras.
“Tolong! To—” saat teriakan kedua, Axel membungkam mulutnya.
“Sssttttt… orang-orang lagi bobo.” Cengirnya.
“Hmpph!” Elvira terus berontak.
“Yuk, kita kerumahku.” Axel menyeret tubuh Elvira menuju mobilnya sembari tetap mendekap mulut Elvira.
Air mata Elvira perlahan mengalir, tangan kanannya pasti memar karena Axel menggenggamnya erat. Tenaga yang tersisa dari tubuhnya terus keluar meronta tetapi kekuatan Axel jauh lebih besar. “Hmmmmphhh!” Elvira terpaksa memasuki mobil Axel tetapi kakinya masih tertahan. Elvira berusaha untuk meronta jauh lebih liar.
PLAAAAAK!
Axel menampar wajahnya membuat Elvira terdiam kaget. “Aku sudah memperingatkanmu untuk diam, aku hanya ingin mengobrol.” Tak lama Axel kembali tersenyum setelah kemarahannya. Elvira tidak pantang menyerah, sekarang atau tidak sama sekali. Axel menindihnya dan kini tangannya mulai meremas payudaranya gemas.
“Hmnmmmph… TOL— TOLO—”
PLAAAK!
Axel kembali memukulnya. Elvira terus meronta dan disitulah Axel berhasil merobek kaos yang dikenakannya. Branya yang berwarna hitam terpampang jelas di hadapan Axel membuat Axel menjadi semakin gelap mata. “TO—LONG!” Teriak Elvira lagi.
BUUUUK!
Axel tertarik keluar dan Elvira melihat seseorang memukulnya. Elvira menangis seketika, tangannya menutup bagian tubuhnya yang terbuka. Hatinya hancur seketika, kenapa dia mengalami kejadian tidak mengenakkan ini? Axel adalah sampah yang ingin dibuangnya jauh-jauh. Manusia ini sudah jahat dari dulu dan semakin jahat saat mereka kembali bertemu. Elvira hanya ingin hidup dengan tenang.
“Elviraa?” seseorang membuka pintu mobil lebih lebar. Elvira mengenal suara itu dan menoleh. “Elviraaa?” Jack di hadapannya menatapnya dengan wajah cemas. Matanya melihat kaos Elvira yang robek dan dengan segera melepaskan jasnya. “Kamu bisa bangkit?” Jack meraih tubuhnya dan menyelimutinya dengan jasnya. Elvira tidak bisa menjawab dan hanya menangis sesegukan.
Elvira bisa merasakan tubuhnya yang mulai kehilangan tenaga. Dia masih mengingat jelas ketika Jack menggendongnya bridal style keluar dari mobil dan memerintahkan anak buahnya yang sedang memukuli Axel untuk berhenti sebelum kegelapan menyelimutinya.
Elvira membuka matanya karena sinar matahari yang menerpa wajahnya. Elvira mengerjap beberapa kali dan melihat sekeliling. Ini kamar utama Jack, kamar yang pernah menjadi miliknya juga dulu. Elvira memegang kepalanya yang sedikit pening.
Matanya menebar keseluruh ruangan, tidak ada yang berubah dari kamar ini kecuali potret wajahnya yang bertebaran di mana-mana dibingkai dengan berbagai ukuran. Elvira cukup merasa malu melihatnya. Kapan Jack memiliki foto-foto ini? Tak lama Jack melangkah keluar dari ruang ganti dengan setelan rapi bersiap untuk bekerja.
“Elvira?” melihat Elvira yang sudah sadar, Jack tergopoh-gopoh mendekatinya. “Bagaimana perasaanmu? Bagian mana yang sakit?” Wajah Jack terlihat begitu kuatir. Elvira sedikit takjub melihat sikap Jack atau mungkin karena mereka lama tidak bertemu? Jack segera menekan interkom untuk memerintahkan Oman memanggil dokter.
“A… aku… baik-baik saja.” Suara Elvira sedikit serak sehingga Jack membantunya untuk minum.
“Dokter sudah memeriksanya tadi malam. Tapi tangan dan wajahmu memar.” Panik Jack.
“Aku baik-baik saja jika sudah beristirahat.” Elvira perlahan menuruni tempat tidur.
“Kamu mau kemana?”
“Pulang.” Mereka berdua terdiam, Jack hanya menatap Elvira mengenakan sepatunya dan meraih tasnya. “Aku akan mengembalikan baju ini setelah aku mencucinya. Terima kasih sudah menolongku.” Lanjut Elvira melirik baju robeknya yang sudah terganti dengan baju yang lain. Jack menatapnya dengan wajah keras. Tangannya terkepal kuat.
“Kenapa?” lirih Jack pelan tetapi Elvira bisa mendengarnya jelas. “Kenapa kamu begitu ingin lari dariku? Aku sudah mengatakannya berulang kali jika aku benar-benar mencintaimu, aku bukan mantan suamimu.” pertanyaan itu menghentikan langkah Elvira. “Kamu bekerja keras banting tulang dan nyaris terluka. Bagaimana jika aku tidak datang pada saat itu juga? Pada kenyataannya aku bisa memenuhi apa yang kamu butuhkan. Kenapa Elvira? Kenapa?” suara Jack bergetar.
Elvira menghela napas panjang, matanya justru menatap foto-fotonya yang tergantung di dinding. Hatinya sedikit tersentuh. Jack bangkit dan berjalan mendekatinya. Jack berdiri tepat di belakangnya dan memeluknya erat. “I love you, Elvira Birawa. Aku sangat mencintaimu. Jangan pergi, aku mohon.” Lirih Jack. Elvira bisa merasakan kedua tangan Jack yang dingin dan gemetaran.
Elvira menghela napas panjang, “tolong lepaskan.”
“A… aku mohon Elvira.” Jack enggan melepaskan pelukannya bahkan pelukan itu semakin erat. Jack menyembunyikan wajahnya di leher Elvira dan perlahan menangis di sana. Sejujurnya hati Elvira mulai merasa tenang setelah dua bulan ini berjauhan dengan Jack. Pikirannya kembali jernih sehingga dia memikirkan semuanya. Sepanjang waktu itupula Maya membantunya untuk melihat sedua sisi dengan adil.
“Tolong lepaskan, Jack.”
“Lalu kamu pergi menjauh lagi begitu?” rajuk Jack. Suaranya baritonnya terdengar lucu merengek seperti ini.
“Kita tidak bisa berbicara dengan tenang jika seperti ini.”
Wajah Jack terangkat terkejut, “berbicara?”
Elvira menguraikan pelukan Jack dan berjalan menuju sofa, Jack mengikuti menurut bagai kerbau yang di cucuk hidungnya. Jack meraih tisu dan menghapus air matanya. Harga dirinya sudah tidak ada lagi di hadapan wanita ini. Meskipun dia harus memohon sambil merengek, dia akan melakukannya tanpa ragu. Elvira menatap Jack tepat dimanik mata, Elvira bisa merasakan penyesalan dan rasa sakit. “Aku akan mempertimbangkan semuanya.”
“Be… benarkah?” wajah Jack kembali menjadi cerah.
“Tapi aku membutuhkan waktu.”
“Lebih baik untuk kita berdua kembali tinggal bersama.” Usul Jack. Kening Elvira mengerut seketika.
“Aku bilang aku membutuhkan waktu.”
“Bagaimana jika pria-pria itu melukaimu lagi?”
“Wait, sebelum itu. Kenapa kamu bisa berada di TKP?” tanya Elvira menyelidik. Jack memalingkan wajahnya cepat, dia terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. “Jack!”
“Aku menempatkan pengawal rahasia untukmu.” Aku Jack pelan.
“Untuk?” tanya Elvira kesal. “Itu sama saja kamu selalu membuntutiku.”
“Itu memang tujuanku.” Timpal Jack tanpa rasa penyesalan. Elvira menghela napas panjang dan menutup mata sejenak. “Aku hanya ingin kamu baik-baik saja. Saya sudah mengatakannya berulang kali. Aku akan menjagamu sama seperti aku menjaga diriku sendiri.” Tambah Jack menatap tepat di wajah Elvira. Matanya masih tertutup enggan melihat kedua mata Jack yang bisa menghipnotisnya seketika. “Elvira…”
“Oke! Fine!” Elvira mengalah. “Ah, mengenai Axel… Apa yang terjadi padanya?”
“Di penjara.”
Mata Elvira membulat terkejut, “kenapa dia bisa berada di sana?”
“Kamu pikir pria yang berani menyentuh tubuhmu akan baik-baik saja? Tidak sebelum aku mati!” Jack berapi-api.
Elvira tertegun dan kembali menatap Jack, sejujurnya dia merasa lega karena selama ini Axel terus menganggunya. “Terima kasih.” Lirih Elvira.
“Itu sudah menjadi tugasku, Sayang.” Jack kembali meraih tangan Elvira. “Aku akan tenang jika kamu tinggal di mansion ini.”
“Aku tidak bisa.”
“Kamu ingin tetap bekerja begitu?”
“Ya.”
“Aku akan memberimu pekerjaan lain.”
“Misalnya?” dipikiran Elvira terlintas untuk menjadi pelayan lagi. Sungguh lucu.
“Sekretarisku di kantor.”
“Uh? Sekretaris?”
“Ya.”
“Aku tidak memiliki pendidikan setinggi itu.”
“Kamu memilih jurusan sekretaris sebelumnya dan berhasil lanjut hingga semester 6.”
“Ah ya…” jawab Elvira lesu, karena cinta monyetnya dia memilih berhenti kuliah dan menikahi Axel.
“Aku yakin kamu sudah memiliki basicnya, tangan kananku akan mengajarimu banyak hal tentang administrasi.” Tutur Jack semangat. “Kamu juga bisa kuliah lagi jika itu yang kamu inginkan.”
Wajah Elvira terangkat berbinar, tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menyelesaikan jenjang itu. Hatinya menghangat seketika. “Oke?” lanjut Jack tak sabar.
“O… oke.” Elvira menjawab lirih. Hanya sebatas itu dan dia kembali berbaikan dengan Jack. Sungguh di luar dugaan. Apa meditasinya bersama Maya membuatnya menjadi sepercaya ini pada Jack? Elvira tidak bisa memungkiri jika Jack tidak datang, Axel sudah memperkosanya secara brutal. Elvira melirik kedua pergelangan tangannya yang memar. Lagi-lagi Jack menjadi penyelamatnya. Takdir memutarkan kembali dunianya di sekitar pria ini.
“YES!” Jack memeluknya seketika. Elvira terkejut dengan rengkuhan tiba-tiba itu. “Aku akan memindahkan semua pakaianmu dari rumah lama—”
“What? Pindah?” Elvira menahan dada Jack.
“Ya, kamu akan tinggal di mansion ini kembali.”
“Aku bilang—”
Sebelum protes itu berlanjut, Jack sudah mengulum bibir Elvira dalam. Elvira mencoba berontak tetapi pelukan Jack jauh lebih kuat. Dirinya hanya bisa pasrah ketika pria bertubuh kekar ini melesakkan lidahnya ke dalam mulutnya dan mencecap dengan lapar. Elvira terbuai dengan kecupan manis itu. Ini kali pertamanya dia merasakan ciuman sepanas ini. Jack memperlakukannya dengan lembut. Seluruh tubuhnya rileks seketika. Ha… Benar bukan? Dia akan sulit lepas setelah ini.
Selang beberapa menit kemudian, bibir mereka terlepas secara naluriah mencari oksigen. Jack menatapnya penuh cinta dan kembali mengulum bibirnya untuk aksi kedua. Kali ini tangan Jack mengelus rambutnya mesra. Elvira benar-benar tenggelam dalam gelora yang baru pertama di rasakannya.
Tangannya yang dari awal berusaha mendorong dada Jack kini menggenggam erat kerah kemeja Jack mencari tumpuan. Tubuhnya seperti lemas tidak bertenaga. Jack terus menautkan lidah mereka berdua secara erotis.
Awalnya Elvira tidak mengetahui harus melakukan apa tetapi nalurinya seakan mengikuti panduan Jack. Kini lidahnya dengan berani beradu mendominasi membuat Jack tersenyum lebar. Lagi-lagi bibir mereka terlepas mencari udara. Jack mengecup kening Elvira kemudian.
“Istirahatlah hari ini, hm?” kedua lengannya masih memeluk tubuh Elvira erat.
Elvira masih terbuai sehingga dia tidak bisa menjawab langsung, “a… aku harus bekerja.”
“Simon bisa mengurus itu.”
“Ta… pi…” Elvira mengumpulkan napasnya.
“No buts.” Jack kembali mengulum bibirnya tanpa ampun. Kali ini ciuman itu berlangsung lebih lama dan intens. Elvira sepenuhnya menyerah pada akhirnya.
Beberapa waktu kemudian, Jack berangkat bekerja dan dirinya ditinggal sendirian beristirahat di dalam kamar. Jack memerintahkan Oman agar menjaga Elvira dengan baik. Untuk membunuh waktu Elvira memilih berendam di dalam bathtub dan menikmati aroma relaksasi yang menenangkan.
Dikedua tangannya terdapat bekas genggaman tangan Axel yang kuat. Bekas itu tidak sakit tetapi mulai terlihat membiru. Elvira menikmati makan siangnya dan menghubungi Maya setelahnya.
Dokter memeriksa lagi tubuhnya mendekati sore dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Sebelum makan malam, Jack kembali dari kantor dan membersihkan diri. Mereka menyantap makan malam dan kembali menuju kamar setelahnya.
“Apa kata dokter?” tanya Jack menghampiri Elvira yang sedang membaca buku di sofa.
“Hanya memar kecil.”
“Bagaimana dengan MRI atau rontgen?”
Elvira tersenyum kecil tanpa menoleh dari bukunya. “Aku baik-baik saja.”
“Pria itu pasti membantingmu, Sayang.”
“Axel menyeretku dan memasukkanku paksa ke dalam mobilnya tetapi tidak ada benturan.”
“Kamu yakin?”
“Ya.” Elvira mengangkat wajahnya dan menatap Jack lembut.
“Syukurlah.” Jack mendekatkan wajahnya dan bibir mereka kembali bertemu saling merindu.
“Aku menghubungi Maya hari ini.”
“Dan?”
“Aku menceritakan semua yang terjadi.”
“Jangan kuatir, pria itu tidak akan pernah menyentuhmu lagi.”
“Axel… pria itu bernama Axel.”
“Aku tak peduli.” Jack terdengar cemburu membuat Elvira kembali ingin menggodanya.
“Dia mantan suamiku.”
“Aku tahu.” Cetus Jack dingin. Elvira tertawa kecil sembari menggeleng-geleng dan melanjutkan aktivitas membacanya.
“Aku bertemu Papi hari ini. Beliau senang kamu kembali.” Jack meraih tangan kanan Elvira dan mengecupnya. “Beliau mengatakan kapan kita bisa makan malam bersama.”
“Tidak sekarang.” Jawab Elvira pendek.
“Baiklah.” Jack menemani Elvira membaca hingga mereka memutuskan untuk tidur.
Satu minggu kemudian Elvira bersiap untuk menghadiri undangan makan malam dari Cedric. Jaack akan menjemputnya dan mereka pergi bersama. Jackpun menunggu di halaman parkir ketika selang beberapa menit Elvira muncul dan mereka meluncur kemudian. Jackk baru saja dari tempat kerjanya dan tak memiliki waktu lagi untuk mengganti pakaian. Di dalam mobil Jacckk tak henti-hentinya memuji Elvira yang mengenakan gaun putih ketat hingga batas mata kakinya. Elvira memang memiliki tinggi di atas rata-rata, itu yang membuat kakinya terlihat jenjang dan indah.
“Kamu cantik sekali malam ini.” Jack mengecup pipi Elvira mesra.
“Benarkah? Aku rasa ini terlalu berlebihan.” Elvira tidak yakin dan selalu mengecek gaunnya berulang kali. Dirinya masih tidak terbiasa dengan kemewahan ini.
“Percaya padaku.” Jack meraih tubuh Elvira dan membawanya dalam pelukannya. Jack mengecup kening Elvira lembut. Setibanya di mansion Cedric, Elvira melangkah menuju ruang makan. Di sana Cedric, Alin, Ellina dan saudari-saudari Jack sudah menunggu. Dari perkenalan barusan, Elvira tahu jika Jack merupakan anak ketiga dan saudara lainnya berasal dari ibu tirinya, Alin. Mereka makan dengan nikmat dan memilih waktu bersantai setelahnya di taman belakang.
“Jadi, kapan pernikahan kalian berlangsung?” tanya Alin tiba-tiba. Elvira diam membiarkan Jack mengambil alih.
“Secepatnya.” Jack menyecap champagne-nya dan mengelus punggung terbuka Elvira lembut. Jack suka merasakan halus lembut kulit itu pada tangannya.
“Wow, kita akan mengadakan pesta besar kalau begitu.” Alin tertawa berusaha menghidupkan suasana. Ellani memilih diam dan sesekali tersenyum. “Puteri-puteriku harus tampil memukau.”
“Tentu saja, terbaik dari yang terbaik.” Imbuh Cedric.
“Lebih cepat, lebih baik.” Ellani akhirnya bersuara.
Mereka menikmati suasana malam yang hangat sebelum Jack mengajak Elvira kembali. Setibanya di kamar utama mereka, Elvira menarik Jack untuk berbicara serius setelah membersihkan make up-nya. “Menikah? Kamu gila?”
“Kenapa tidak? Toh aku memang hanya memilihmu.”
“Ini terlalu cepat. Aku belum siap dengan komitmen itu.” Kilah Elvira.
“Tidak ada yang berubah, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau.”
Elvira menatap Jack sendu. “Benarkah?”
“Ya.” Jack meraih wajah Elvira dan mengecup bibirnya.
“Ki… kita belum selesai berbicara.”
“Oh, oke—” Jack terpaksa menahan birahinya untuk tidak menyentuh Elvira. Dari sejak awal di mobil, celananya terasa ketat dan tidak nyaman. Sudah lama dia tidak pernah menyalurkan syahwatnya semenjak pertemuannya dengan Elvira di club pertama kali setelah dua tahun berpisah.
“Keluargamu luar biasa… aku tidak bisa.”
“Simon dan Oman akan membimbingmu.” Yakin Jack.
“Tapi—”
Belum reda protes Elvira, Jack sudah meraih wajah Elvira dan mengulum bibirnya keras. Mau tak mau Elvira pasrah dan mengikuti alurnya. Lengannya melingkar memeluk leher Jack sebagai tumpuan. “Kamu cantik sekali malam ini.
Bersambung…