Sambil tetap menonton televisi, aku mulai sulit mengendalikan si otong. Dia mulai bangun dan memamerkan keperkasaannya. Aku santai saja dan malah duduk agak selonjor sehingga tititku kelihatan jelas mengacung.
Verni yang pertama memperhatikan perubahan pada senjataku yang sudah siap tempur. Dia sebetulnya senang karena rangsangan yang mereka sajikan berpengaruh terhadapku. “Buset sudah ngaceng aja si otong,” katanya.
Verni duduk disebelahku langsung tanpa izin dariku dia meraih senjataku dan menggenggamnya. “Gile keras banget kaya kayu, “ katanya. Dia lalu memanggil Marisa yang sedang di dalam kamar. Marisa keluar dan menyaksikan Verni sedang menggenggam penisku. “Lu apain Ver, kok bisa ngacung gitu,” tanya Marisa.
“Gua hipnotis supaya bangun, eh dia nurut,” kata Verni.
Marisa duduk di sampingku. Aku jadi diapit dua cewek mateng yang sudah bugil. “ Wah bakal kejadian ini malam,” batinku.
Marisa pun menggenggam batang kayu yang dimaksud Verni. Dia malah mengelus-elus topi baja yang sudah mengkilat karena memuai maksimal.
“Jack boleh nggak gue rasain,” tanya Marissa.
“Silakan asal jangan ditelen,” kataku mencandainya.
Tanpa sungkan Marisa langsung melahap. Tidak puas dengan posisi disampingku, dia pindah ke bawah diantara kedua kakiku. Sambil berlutut dia menyedot penisku kayak vacum cleaner. “Jangan dimakan sendiri dong, bagi gua napa,” protes Verni yang dari tadi menonton adegan Marisa menyedot tititku.
Verni turun ke bawah di samping Marisa dan mereka bergantian melomoti senjataku yang semakin menegang. Aku berusaha menahan kenikmatan yang menjalari batang kontolku.
Mereka akhirnya bosan karena mulutnya pegel menganga terlalu lama melomoti penisku, yang ukurannya biasa saja tidak terlalu besar, hanya panjang 15 cm dan lingkarannya proporsional.
“Jack gantian dong gue diservice,” ujar Marisa
Dia duduk di sofa dan langsung mengangkangkan kedua belah pahanya yang lumayan tebal. Tanpa tunggu lama aku langsung menyerbu memeknya dengan duduk di bawah sofa.
Aku tidak perlu berputar-putar tetapi lidahku langsung menghajar itilnya yang sudah terasa mengeras. Memeknya sudah cukup bergetah dengan cairan pelumas vaginanya yang meleleh.
Ujung lidahku yang mengusik ujung itilnya memberi dampak nikmat luar biasa bagi Marisa. Dia langsung merintih dan menggelinjang merasakan rangsangan di itilnya.
Tidak perlu terlalu lama, sekitar 2 menit dia sudah memuncak dengan suara seperti tangisan dan denyutan otot di sekitar vaginanya.
“Gila jilatan si Jack maut banget, sebentar aja gua udah jebol, kagak nahan,” katanya dengan dialek Betawi.
“Gua juga dong Jack,” pinta Verni yang sudah ngangkang di sebelah Marisa.
Memek Verni dihiasi jembut keriting tebal. Bibir memeknya juga agak panjang sehingga bisa dijewer, warnanya agak ungu pula. Aku jewer bibir memeknya sehingga telihat lubang vaginanya yang merah menyala. Itil Verni juga agak menonjol sehingga mudah ditemukan, Warnanya merah mengkilat seperti kepala penis, cuma ukurannya saja yang kecil.
Itilnya bisa aku cucup bahkan bisa digigit dengan bibir dan disedot sehingga makin besar. Lidahku memainkan kelentitnya dengan gerakan memutar dan menekan.
Verni juga kelojotan dan terengah-engah merasakan kenikmatan tombolnya aku garap. Permainan lidah yang sangat fokus di itilnya membuat Verni pun tidak mampu berlama-lama. Sekitar 2 menit dia sudah mengerang seperti perempuan ditinggal mati suaminya.
Dahaga keduanya sudah terpuaskan, tinggal aku yang masih ngaceng nganggur alias cenggur. Marissa kutarik agar duduk dipangkuanku berhadapan dan memasukkan penisku ke gerbang nikmatnya.
Marisa nurut saja dan langung menjebloskan batang penisku memasuki gua nikmatnya. Lumayan menjepit juga memeknya. Rasa nikmat dari penisku yang bergesekan dengan dinding vaginanya tidak bisa kutahan apalagi diabaikan, sehingga aku hanyut oleh kenikmatan.
Belum 5 menit bentengku sudah jebol, padahal si Marissa sudah hampir sampai. Dia agak kecewa, tetapi aku tidak berdaya menunda datangnya tembakan ejakulasi. Spermaku kulepas semua di dalam memeknya.
Aku tidak khawatir menimbulkan akibat dia hamil, karena wanita sematang Marisa sudah sangat mengerti bagaimana mencegah kehamilan, jadi aku tidak perlu repot.
Aku terkapar dengan penis yang lunglai.Verni yang belum kebagian, mengambil handuk lembab untuk membersihkan sisa-sisa lendir di batang penisku. Batangku dibersihkan disabun, sementara aku diam saja telentang di sofa.
Verni berusaha membujuk senjataku agar mau bangun lagi. Dia melakukan oral deep throath dengan melahap habis batangku yang masih lunglai. Dia mahir juga karena perlahan-lahan si adek mulai bangkit.
Aku akui kepiawaian Verni menstimulus senjata pria. Padahal otakku masih netral, tetapi barangku bisa bangun. Setelah cukup keras, meski baru 80 persen, Verni sudah menaiki tubuhku lalu menggenjot sesukanya.
Aku pasif saja, kecuali tanganku memeras kedua susunya dan sesekali menghisap putingnya yang berwarna coklat tua. Pertahananku untuk ronde kedua ini lumayan kuat, birahi bisa kukendalikan.
Verni berusaha maksimal mencapai orgasmenya, dia makin liar bergerak sambil mengerang-ngerang sendiri. Mungkin 10 menit dia menggenjotku sampai akhirnya rubuh ke badanku dengan nafas tersengal-sengal dan di bawah sana berkedut-kedut juga.
“Aduh top banget aku dapetnya,sampai lemes,” kata Verna.
Menurut dia batangku sangat keras sehingga lubang vaginanya terasa penuh dan nikmat menggerus-gerus seluruh gua vaginanya.
Marisa yang menonton pertandingan penasaran ingin mencapai O-nya yang tadi tidak kesampaian. Dia mengambil alih kendali setelah Verni turun dari pelana.
Tanpa membersihkan sisa lendir di batang penisku, Marisa menjebloskan diri di atas pangkuanku. Dia mengatur posisi yang disukainya dan bergerak sekehendaknya. Setelah menemukan posisi yang dirasakan paling nikmat dia mulai bersuara seperti menangis .
Aku merasa persetubuhan ini terlalu licin sehingga tidak maksimal merangsang, tetapi bagi wanita kelihatannya tidak ada pengaruhnya.
Marisa makin liar bergerak dan aku merasa dia sudah semakin dekat dengan puncak kejayaannya. Teteknya yang pontang panting bergerak aku tangkap dan aku remas. Kayaknya menambah rangsangan baginya karena dia lalu menyodorkan kedua putingnya untuk aku hisap.
Marisa merasa mendapat rangsangan maksimal di kedua titik birahinya. Gerakannya tidak lagi naik turun tetapi maju mundur, sehingga penisku seperti dibetot-betot. Cerita ini dipublish Ngocoks.com
Dia akhirnya mencapai garis finish, padahal aku merasa masih jauh. Kubiarkan dia menikmati dulu puncak kepuasannya. Setelah reda dari denyutan orgasme dia kubaringkan di karpet lalu kutindih.
Kini giliranku menghajarnya dengan posisi MOT. Tidak terlalu lama dia mendapat O lagi, wah gila dia cepet banget dapet orgasme lagi. Memeknya kata dia terasa ngilu setelah dua kali dapat orgasme, sehingga dia minta ampun dan aku menyudahi. Badannya terasa lelah sekali.
Aku bopong tubuh telanjangnya dan aku baringkan di peraduannya. Verni yang mengikuti masuk ke kamar menarikku ke ranjangnya. Aku paham bahwa dia minta aku embat. Dia berbaring dan menekuk kakinya dengan posisi ngangkang.
Dengan mudahnya penisku masuk menerobos memek bergelambirnya. Aku sengaja memasukkannya secara perlahan-lahan untuk memberi sensasi gesekan ke dinding vaginanya.
Rasanya lendir Verni agak kental dan lengket. Sehingga memberi sensasi rasa mencengkeram. Aku melakukan gerakan slow, maju mundur sambil mencium bibirnya dan tanganku meremas teteknya yang kadang-kadang memelintir kedua putingnya.
Tiga tempat rangsangan aku serang sehingga dia cepat sekali naik birahinya. Setelah terasa dia tidak menikmati ciumanku , kecuali merasa nikmat gesekan di memeknya aku mulai berkonsentrasi menggenjotnya. Rasa nikmat mulai menjalar di sekujur tubuhku.
Biasanya rasa nikmat itu juga dirasakan oleh pasangan. Aku mulai berkosentrasi agar tidak ketinggalan orgasme. Suara desahan Verni menambah rangsanganku sehingga pesetubuhannnya makin nikmat. Aku mencurahkan semua perasaanku untuk menikmati permainan ini.
Pemasrahan total ini membuat semua gerakanku mendukung membantu mempercepat pasanganku juga menikmati persetubuhan itu, sehingga Verni memberi signal bahwa dia akan segera mendapat puncaknya.
Teriakannya membuat aku makin terangsang sampai akhirnya aku mencapai puncak dan menyemprotkan cairan hangat ke dalam vaginanya. Rupanya penekanan penisku sedalam-dalamnya mengakibatkan Verni juga mencapai orgasmenya.
Kami berdua mencapai puncak secara bersama-sama. Nikmat sekali rasanya. Badanku terasa lelah sekali. Sayang bed yang ditempati Verni tidak cukup untuk tidur berdua, sehingga aku terpaksa bangkit dan berbaring di kamarku sendiri.
Setelah peristiwa penting itu kami sepanjang berada di rumah, tidak lagi mengenakan pakaian. Semua yang terjadi dirumah ini, kami rahasiakan serapat-rapatnya. Tidak ada tamu, saudara yang kami perkenankan masuk. Ada saja kami buat alasan agar tidak ada orang lain masuk ke markas kami.
Kami bertiga masing-masing punya pacar, tetapi tidak sekali pun pacar-pacar kami diperbolehkan bertamu. Tidak ada yang tahu bahwa aku bertiga tinggal satu apartemen. Kami mengaku bahwa aku dan Verni serta Marisa tinggal di unit yang berbeda.