Close Menu
Cerita SexCerita Sex
  • Warning!
  • Contact Us
  • Privacy Policy
  • Kirim Cerita Sex
  • Join Telegram
  • Video Bokep
  • Foto Bugil
  • Jav Sub Indo
X (Twitter) WhatsApp Telegram
Cerita SexCerita Sex
  • Contact
  • Warning!
  • Privacy
  • Kirim Cerita
  • ThePornDude
  • Bokep
Cerita SexCerita Sex
Home»Novel»Kamu yang Kusebut Rumah

Kamu yang Kusebut Rumah

Share Twitter Telegram WhatsApp Copy Link

Kalau aku mengatakan karena aku masih mencintaimu, apa kamu percaya?

Dalam setiap langkah kaki Puspa, kalimat itu terngiang seakan tak mau lepas dari otaknya. Arya yang mengucapkan dengan wajah frustasi penuh tekanan. Arya yang mengucapkan dengan mata yang menunjukan keteguhan. Semua itu terekam jelas di kepala Puspa.

Selama ini Puspa selalu menanamkan di hatinya bahwa Arya sudah menghianati cintanya, meninggalkannya demi wanita lain yang lebih sempurna. Tapi sekarang, Puspa mulai meragu alasan dibalik kepergian Arya.

Benarkah selama ini hanya dirinya yang tersakiti?

Ada sesak yang berkumpul di dada, tak sedikitpun terjeda meskipun sekuat tenaga Puspa mencoba untuk tidak mempercayai kalimat Arya. Nyatanya kalimat itu adalah kalimat yang masih sangat ia harapkan untuk kembali terdengar.

“Semua itu hanyalah kebohongan,” batin Puspa lirih. Ia mencoba mengusir kebodohannya saat mulai terpengaruh dengan kalimat yang baru saja Arya ucapkan.

Puspa menatap pantulan dirinya sendiri di depan kaca wastafel toilet. Seorang wanita biasa dengan rambut kucir kuda polos. Seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tak utuh. Sampai kapanpun Puspa tak akan pernah sebanding dengan Arya.

Setelah ia meninggalkan ruang kerja Arya, Puspa memilih melarikan diri ke toilet, seperti biasa. Puspa membasuh wajahnya dan mengambil waktu sebanyak-banyaknya untuk mengembalikan logikanya yang menguap saat mendengar ucapan cinta dari Arya.

Derap langkah mendekat memaksa Puspa memejamkan matanya kuat-kuat. Dan saat mata itu terbuka, ia menemukan sosok Arya yang sudah berdiri di balik tubuhnya.

“Aku mencintaimu, sejak dulu sampai sekarang,” ucap Arya dengan mata mereka yang tertaut melalui kaca wastafel. “Kamu adalah wanita yang tak pernah tergeser sedikitpun di sini,” tunjuk Arya ke dadanya.

Puspa tidak percaya! Jika cinta tak bisa membuat Arya bertahan di sisinya, maka semua yang keluar dari bibir laki-laki itu hanyalah kebohongan belaka. “Kenapa kamu masih berniat menyakitiku? Kenapa kamu tak pernah puas memberikan harapan kepadaku?!” Puspa mulai kehilangan akal. Ia marah dan benci kepada Arya dan dirinya sendiri yang masih saja lemah.

“Aku tahu kamu tidak akan pernah percaya dengan ucapanku, Bii,” jawab Arya kecewa. Arya menghela nafasnya berat sambil tersenyum palsu yang terasa menyakitkan bagi siapapun yang melihatnya.

Puspa memutar tubuhnya untuk menatap ke arah Arya langsung. Ada buncah rasa yang luar biasa menyiksa saat melihat laki-laki itu kembali berdiri di hadapannya dengan kalimat cinta. Lima tahun Puspa memupus harapan untuk mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaannya untuk Arya. Lima tahun Puspa mencoba membunuh rasa sakit yang selalu menghantuinya. “Kamu tidak menjawab pertanyaanku,” ucap Puspa lirih.

“Aku sudah mengatakan aku mencintaimu! Aku hampir mati, gila karenamu! Bagaimana aku bisa menyakitimu jika air matamu itu menyiksaku!” Arya berteriak lalu menendang dengan keras tempat sampah yang ada di sudut ruangan hingga jatuh berserakan.

Arya melepaskan emosi yang bersirobok di dalam hati. Ia lalu mendekat, mengikis jarak ke arah wanita yang masih terkejut dengan semua yang terjadi begitu banyak dan cepat. Arya merangkum wajah Puspa dan memaksa wanita itu untuk melihat ke arahnya. “Aku mencintaimu, Puspa. Aku mencintaimu!” ucap Arya dengan sorot mata tajam dan otot-otot yang tercetak jelas di kulitnya. Ada rasa kecewa dan marah saat Puspa tak mempercayainya.

“Kenapa?” tanya Puspa tercekat. “Kenapa kamu meninggalkanku jika … kamu mencintaiku?” Setelah lima tahun ia menyimpan pertanyaan itu seorang diri, akhirnya siang ini ia mampu bertanya langsung ke sumber kesakitannya.

“Karena aku pengecut,” jawab Arya lirih. “Aku pengecut karena tak berani menunjukan kesalahanku. Aku tak ingin kamu membenciku karena pengkhianatan, aku mau kamu merindukanku yang meninggalkanmu tanpa penjelasan. Aku takut kehilangan cintamu jika kamu tahu … aku —aku sudah menghamili wanita lain saat masih menjalin hubungan denganmu.”

Rasa sakit yang sebelumnya mulai terbiasa kini kembali bermunculan dengan rasa sakit yang asing. Hati Puspa tercubit banyak, ngilu dan sesak. Meskipun mereka sudah tidak berada di dalam sebuah hubungan, fakta Arya menghamili wanita lain saat bersamanya semakin menghancurkan Puspa.

“Aku mabuk, Ivy telanjang di depanku dan aku kalah.”

Sebuah tamparan Arya dapatkan di pipi kanannya.

“Kamu egois!” ucap Puspa. Satu tamparan kembali ia dapatkan di sisi lainnya. “Selama lima tahun aku menunggu penjelasan darimu. Selama bertahun-tahun aku menunggumu kembali melihatku, tapi yang aku dapatkan justru kamu yang sudah melangkah jauh meninggalkanku.” Puspa mengungkapkan apa yang selama ini tersimpan di hatinya.

“Aku minta maaf.”

“Aku membencimu.”

Puspa melepaskan diri dari kungkungan Arya tapi laki-laki itu kembali menahan tubuhnya untuk tetap berada pada tempatnya. Arya kembali memojokan tubuh Puspa ke dinding, lalu mengunci tubuh wanita itu disana. “Bukan hanya kamu yang tersakiti, Bii. Aku —aku tidak pernah merasa hidup sejak kehilanganmu.”

“Bohong! Aku tidak akan percaya lagi dengan setiap kata-katamu.”

“Itu fakta, aku membenci takdirku! Aku membencimu yang bisa tertawa lepas bersama laki-laki lain sedangkan aku harus terpuruk di dalam sebuah keluarga yang tak ada cinta di dalamnya. Hidupku hambar tanpa kamu, aku —.”

“Arya, lepaskan aku.” Jarak mereka terlalu dekat, bahkan Puspa mampu merasakan deru nafas Arya yang hebat.

“Katakan apa yang harus aku lakukan? Katakan apa yang harus aku lakukan dengan perasaanku?!” tanya Arya menuntut dengan menekankan setiap kalimat demi kalimat. “Aku meninggalkan diriku seutuhnya pada dirimu, Bii.”

Tangan Arya menahan kedua tangan Puspa di dada. Laki-laki itu berharap Puspa merasakan kejujurannya, merasakan cintanya yang masih sama. Ada tetes air mata Arya yang jatuh membasahi pipi. Hal yang memaksa Puspa untuk melakukan yang sama. Ia lelah untuk berpura-pura kuat. Mereka berdua lelah untuk berpura-pura bisa. “Bagaimana aku bisa hidup jika bahagiaku kamu?” tanya Arya dengan mengusap pipi Puspa lembut.

Laki-laki itu terlihat begitu berhati-hati mengusap wajah Puspa, seakan wajah itu mudah retak dengan sentuhannya. Ia menyatukan keningnya dengan kening Puspa. Ia berharap bisa membagi kesedihan yang selama ini ia rasakan seorang diri. “Aku tahu aku salah, aku pengecut. Aku menjaga semua-nya tapi lupa caranya menjaga diriku sendiri,” tambah Arya dengan isakan yang semakin menjadi. “Bii, katakan aku harus bagaimana? I need you, Bii.”

Tangis Arya pecah, ia mendudukan tubuhnya di hadapan Puspa yang membeku. Laki-laki itu memeluk tubuh Puspa dengan kuat, seakan takut wanita itu kembali meninggalkannya sendirian.

“Arya …”

“Aku mohon biarkan seperti ini —sebentar saja.”

Lama mereka terdiam dalam keheningan. Satu-satunya suara yang mendominasi ruangan ini hanyalah isakan Arya yang terasa menyesakkan bersamaan dengan isakan Puspa yang rapuh.

“Saat kamu memutuskan hubungan kita melalui panggilan telepon, aku bingung, tak percaya. Bagaimana bisa seseorang yang dulunya dekat bisa semudah itu melepas?” ucap Puspa memecah sepi.

“Satu bulan pertama aku masih terus menghubungimu, tiga bulan berikutnya aku mulai takut kehilanganmu. Dan saat aku menemukan potret dirimu bersama wanita lain, mulai detik itu juga aku sadar bahwa aku sudah benar-benar kehilangan Arya-ku. Tumpuanku selama ini saat orangtuaku sibuk dengan kehidupannya masing-masing.” Puspa bermonolog, tak berminat membuka sebuah percakapan.

“Aku selalu bertanya, salahku dimana? Apa aku pernah membuatmu marah? Apa aku tidak baik? Apa aku kurang cantik? Apa … aku kurang sepadan? Semua prasangkaku selalu berujung pada diriku yang masih belum cukup pantas untuk bersanding denganmu.”

“Kamu—.”

“Aku belum selesai,” ucap Puspa menghentikan kalimat Arya yang seharusnya panjang. “Sampai saat pertama kali pertemuan kita, aku sadar diri bahwa memang kita tak akan pernah sebanding. Kamu terlalu tinggi di atas dengan kehangatan keluarga yang dulu pernah aku idam-idamkan.”

“Dulu hanya ada kamu di masa depanku, Bii,” putus Arya menjeda. “Hanya ada kamu.”

Puspa membawa tubuh Arya berdiri. Mereka sempat berbicara melalui mata yang saling menatap —lama. Puspa menelisik garis wajah Arya yang begitu dekat, raut wajah yang menunjukan kerapuhan dengan air mata yang membasahi. Puspa menarik kepala Arya mendekat dan tangis keduanya pecah saat semua perasaan berkecamuk di dalam dada.

“Aku adalah laki-laki pengecut yang bersembunyi di balik kebahagiaan palsu. Aku hancur, Bii.”

Ruangan berukuran dua puluh meter ini menjadi tempat pelarian Puspa dan Arya. Tempat mereka bersembunyi dari dunia yang menyakitkan. Puspa sempat meminta untuk pergi tapi Arya menginginkan untuk tetap tinggal. Ada Anton yang berjaga di luar, Arya memastikan tempat ini aman.

Arya dan Puspa duduk di lantai dengan saling menyimpan suara. Tak ada kalimat terucap, hanya Puspa yang duduk dengan tatapan kosong ke arah atap, sedangkan Arya yang duduk membisu sambil menundukan wajah. Mereka mencoba menyembunyikan perasaan masing-masing, dari dunia yang seringnya menghakimi.

“Aryaa,” panggil Puspa.

“Hem.”

“Rasa ini salah.”

“Aku tahu,” jawab Arya.

“Boleh aku meminta sesuatu kepadamu?”

“Apapun itu akan kuberikan.”

“Jangan pernah meninggalkan keluargamu demi aku,” ucap Puspa akhirnya. Lama ia berfikir dalam diam. Mencoba mencari bayangan kehidupannya kedepan setelah tahu fakta yang selama ini Arya tutupi.

“Tumbuh di dalam keluarga yang hancur itu tidak mudah,” tambah Puspa. “Kita memang sudah berantakan tapi ada dua manusia suci yang menggantungkan hidupnya pada dirimu. Dan kamu, masih bisa membuat hidup mereka utuh.”

Arya tersenyum tipis, ada rasa kecewa yang terlihat jelas di bola matanya. “Aku tahu kamu akan mengatakan ini.” Ngocoks.com

Pandangan Puspa teralihkan dari atap yang kosong ke arah Arya yang masih dengan arah pandang yang sama dengan sebelumnya.

“Aku tahu kamu akan memintaku untuk tetap bertanggung jawab kepada Ivy dan anak kami.”

“Hidup di keluarga yang bercerai itu sulit. Kamu akan selalu merasa sendiri, tak ada rumah yang menunggumu. Aku yakin kamu tidak ingin anakmu merasakan apa yang aku rasakan selama ini.”

“Bii…”

“Kamu harus bahagia dengan keluargamu,” ucap Puspa memotong kalimat Arya. “Istrimu dan yang terpenting adalah anak-anakmu. Mereka masih memiliki masa depan yang putih dan kamu harus menciptakan banyak warna disana.”

“Lalu bagaimana dengan perasaanku?”

“Perasaan itu akan menghilang dengan berjalannya waktu.”

“Benar begitu? Kamu bisa? Lalu bagaimana denganmu?”

“Aku baik,” jawab Puspa sedikit ragu.

“Kamu … serius dengan laki-laki itu?” Arya ingin mendengar jawaban ‘tidak’. Arya ingin mendengar bahwa perasaan Puspa masih miliknya.

“Yaa, aku mulai terbiasa dengannya. Dia -mungkin, bisa menjadi ‘rumahku’, rumah yang menungguku.”

Arya mendesah kasar, melepaskan ketegangan saat mendengar kalimat itu diucapkan Puspa dengan penuh ketegasan tanpa ragu. “Kamu mencintainya?” tanya Arya.

“Mungkin, Raka … laki-laki baik.”

Arya kembali memejamkan matanya, dia menyesali rasa ingin tahu-nya yang justru menyakiti dirinya sendiri.

“Kamu harus bahagia bersama keluargamu,” tambah Puspa. “Kamu pasti bisa.”

“Kamu bisa bahagia, belum tentu orang lain bisa melakukannya.” Arya berdiri, rasa sakit saat mendengar jawaban Puspa membuat Arya lemah. Lebih baik ia pergi dan mengakhiri perbincangan siang ini.

“Aku memaafkanmu. Demi kita, cobalah berbahagia dengan keluargamu, mereka membutuhkanmu.”

Kalimat Puspa tak berbalas karena Arya lebih memilih mengalihkan tatapannya ke arah lain.

Apakah benar pertemuan ini hanya untuk mengakhiri? Apakah bisa Arya mengikhlaskan cintanya?

“Mas,” panggil Puspa lagi.

“Aku sudah mengatakan, apapun mau-mu itu akan kulakukan,” ucap Arya akhirnya. Laki-laki itu menghembuskan nafas berat saat sesak memenuhi dada. Dia berdiri dengan pasti di hadapan wanita yang selalu bisa menjadi poros dunianya. “Aku akan melepaskanmu, Bii. Kamu juga berhak untuk bahagia. Seperti janjimu dulu saat kita berpisah di bandara, kamu berjanji untuk bisa bahagia.” Kalimat Arya mulai pasti, apapun keputusan Puspa ia akan menerimanya.

Puspa membalas tatapan Arya yang sendu. Sekali lagi, ia terpaksa harus mengikhlaskan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya. Meskipun, dia sudah kehilangan Arya sejak dulu, tapi rasa sakit ini masih sama.

“Yaa, aku akan bahagia,” janji Puspa meyakinkan. Wanita itu berucap dengan bibir bergetar menahan tangis.

“Beri aku pelukan untuk terakhir kalinya,” mohon Arya.

Arya menarik tubuh Puspa untuk mendekat lalu mendekapnya kuat. Mereka kembali berpelukan dengan saling melafalkan banyak doa dalam hati untuk kebahagiaan masing-masing. “Kamu harus bahagia,” ucap Arya.

“Kamu juga —kita pasti bisa bahagia dengan kehidupan kita masing-masing,” jawab Puspa dengan tercekat.

Arya melepaskan pelukan mereka pertama kali sebelum perasaannya kembali menyerah. Ia mengecup kening Puspa sekilas. “Aku kembali, jaga dirimu baik-baik.”

Puspa menggenggam tangan Arya lalu melepaskan sedikit demi sedikit tautan itu. Seperti malam yang kehilangan cahayanya, Puspa kembali meredup meskipun sebelumnya tak bercahaya. Puspa kembali kehilangan cintanya, kembali kehilangan Arya untuk kedua kalinya.

***

Apa yang kamu harapkan dari rasa sakit? Pembelajaran? Kesengsaraan? Atau harapan? Puspa mendapatkan semuanya. Wanita itu mendapatkan pembelajaran tentang rasa ikhlas, kesengsaraan karena kembali kehilangan dan harapan karena ia yakin ia masih bisa menulis banyak cerita di kehidupannya selanjutnya.

Seperti sekarang, saat mata Puspa menemukan sosok Raka yang duduk di motornya. Laki-laki itu masih mengenakan helm full face miliknya dengan tangan yang bermain dengan ponselnya.

Tak menunggu lama, ponsel Puspa berdering. Tanpa melihat, Puspa tahu ponsel itu berdering karena laki-laki yang duduk di atas motor itu.

“Hey,” panggil Puspa.

“Lah? Udah disini. Gue telepon,” ucap Raka sambil menunjukan layar ponselnya.

“Gue tahu.”

“Terus?”

“Gue udah di luar jadi nggak perlu gue terima.”

“Dih, jahat. Mau pulang bareng?” tawar Raka.

“Lo udah disini, nggak mungkin gue nolak.”

“Hehe, lo tahu aja kalau ini adalah salah satu strategi. Kalau nawarin dulu, lo pasti nolak,” jawab Raka sambil menyiapkan footstep untuk Puspa.

“Kenapa lo selalu nyiapin footstep buat gue?” tanya Puspa saat wanita itu sudah berada di atas motor.

“Seharusnya lo nggak perlu nanya,” jawab Raka. Ia menarik tangan Puspa untuk melingkarkan di perutnya. “Biar nggak jatoh di tengah jalan.”

Raka memutar gas lalu membawa Puspa membelah jalanan kota Jakarta yang ramai seperti hatinya. Banyak rasa yang bergejolak di dalam dada Raka. Raka memang aneh, padahal mereka baru bertemu tiga hari yang lalu, tapi Raka sudah sangat merindukan Puspa. Perjalanan jauh tak menjadi hambatan untuk Raka selagi ia bisa kembali bertemu dengan Puspa.

Perasaan Raka semakin riuh saat tiba-tiba Puspa meletakan kepalanya di bahunya. Hangat. Laki-laki itu tersenyum tipis saat matanya mendapati tangan Puspa yang melingkar dengan manis di perutnya. Raka memberanikan diri menggenggam tangan itu dan ia semakin bahagia saat tidak mendapatkan penolakan.

“Mau makan dulu?” tawar Raka.

“Boleh.”

“Mau makan apa?”

“Apapun itu aku mau.”

“Mau main dulu sehabis makan?”

“Boleh.”

“Mau jadi pacarku?” tanya Raka tiba-tiba. Ia hanya sedang mencari peruntungan dari Puspa yang sepertinya sedang bahagia dan mengucapkan kata ‘boleh’ untuk setiap tawarannya.

Ia tak mendapatkan jawaban dari wanita itu, tapi yang ia rasakan adalah pelukan di pinggangnya yang semakin mengerat.

“Gue cinta sama lo, Ningrum. Gue akan mengulang-ulang sampai lo percaya,” ucap Raka meskipun dia harus sedikit berteriak agar kalimatnya terdengar.

“Gue percaya,” jawab Puspa.

“Apaa?” tanya Raka. Jujur saja, suara Puspa terdengar lirih.

“Gue percaya kalau lo cinta sama gue,” ucap Puspa sambil berteriak.

Kalimat yang mampu membuat bibir Raka tertarik keatas dengan lebar. Mulai detik ini, ia akan berusaha memberikan banyak warna di dalam kehidupan Puspa.

Bersambung…

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
ABG Berlanjut Bersambung Cantik Kenangan Kenikmatan Mesum Novel Pacar Romantis Ternikmat Umum
Share. Twitter Telegram WhatsApp Email Copy Link
Previous ArticleBudak Seks
ceritasex

    Ngocoks adalah situs dewasa yang berisi kumpulan cerita sex tergres yang di update setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

    Related Post

    9.0

    Budak Seks

    9.5

    Sebuah Jimat (Amulet)

    9.3

    Monster Kraken

    9.0

    Nona Majikan dan Temannya

    9.5

    Malapetaka KKN

    9.0

    Perempuan Polos Berjilbab

    Follow Facebook

    Recent Post

    Kamu yang Kusebut Rumah

    Budak Seks

    Sebuah Jimat (Amulet)

    Monster Kraken

    Nona Majikan dan Temannya

    Malapetaka KKN

    Perempuan Polos Berjilbab

    Pubertas Dini

    Sang Penakluk Akhwat

    Pistol Hipnotis

    Kategori

    Terekspos

    Ngocoks.com adalah situs dewasa berisi kumpulan cerita sex, cerita dewasa, cerita ngentot dengan berbagai kategori seperti perselingkuhan, perkosaan, sedarah, abg, tante, janda dan masih banyak lainnya yang dikemas dengan rapi dan menarik.

     

    ✓ Update Cerita Sex Setiap Hari
    ✓ Cerita Sex Berbagai Kategori
    ✓ 100% Kualitas Cerita Premium
    ✓ Semua Konten Gratis dengan Kualitas Terbaik
    ✓ Semua Konten Yang Diupload Dipilih & Hanya Update Konten Berkualitas

     

    Cara Akses Situs Ngocoks

    Akses menggunakan VPN atau kamu bisa juga akses situs Ngocoks ini tanpa VPN yang beralamat ngocoks.com kalau susah diingat, Silahkan kamu buka saja Google.com.sg Lalu ketikan tulisan ini ngocoks.com, terus klik halaman/link paling atas situs NGOCOKS no 1 di Google. Selamat Membaca!


     

    Indonesian Porn Fetish Sites | Indonesian Porn List | Ulasan Bokep Indonesia

    © 2025 Ngocoks - Support by Google Inc.
    • Warning!
    • Iklan
    • Privacy Policy
    • Kirim Cerita Sex
    • Channel Telegram

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.