Close Menu
Cerita SexCerita Sex
  • Warning!
  • Contact Us
  • Privacy Policy
  • Kirim Cerita Sex
  • Join Telegram
  • Video Bokep
  • Foto Bugil
  • Jav Sub Indo
X (Twitter) WhatsApp Telegram
Cerita SexCerita Sex
  • Contact
  • Warning!
  • Privacy
  • Kirim Cerita
  • ThePornDude
  • Bokep
Cerita SexCerita Sex
Home»Novel»Kamu yang Kusebut Rumah

Kamu yang Kusebut Rumah

Share Twitter Telegram WhatsApp Copy Link

Tujuh bulan sebelum perpisahan, Arya kembali ke Indonesia.

Bandara Internasional Soekarno – Hatta

Seorang laki-laki berparas rupawan berjalan dengan menarik kopernya dalam diam. Sesekali ia melihat ke arah ponsel yang menunjukan pesan kekasihnya. Menunggu kabar jawaban di mana wanita itu menunggu.

Bii ❤️
Aku menunggu di outlet kopi.

Laki-laki itu tersenyum, lalu melangkahkan kakinya menuju tempat yang sudah ia tahu di mana letaknya. Senyum itu semakin lebar dengan mata yang memancarkan kerinduan besar saat melihat seorang wanita bersurai panjang duduk membelakangi tubuhnya. Wanita itu mengenakan sweater kebesaran berwarna hijau tua dengan sebuah novel di tangan. Tidak lupa satu cup es kopi dingin menemani kesendiriannya.

Tanpa permisi, Arya mencuri ciuman dari pipi kekasihnya.

“Bii, malu ih,” tegur Puspa. Wanita itu mengedarkan pandangan dan bersyukur saat tidak mendapati perhatian pengunjung lain.

Arya tahu, Puspanya seorang gadis pemalu. Wanita cenderung tertutup yang tidak suka berinteraksi dengan banyak orang. Itulah sebabnya selama ini Arya selalu menutupi hubungan keduanya dari orang lain, ia tidak ingin privasi kekasihnya terganggu. Terlebih, Arya adalah seseorang yang banyak dikenal orang.

“Aku sangat merindukanmu,” ucap Arya yang ikut duduk di kursi sebelah Puspa. Tangannya mencari tangan Puspa untuk digenggam dengan erat, berharap wanita itu merasakan besarnya rasa cinta seorang Arya untuknya.

“Ck! Gombal,” jawab Puspa malu-malu.

“Aku serius, Bii.”

“Haha iya, iyaa. I miss you too,” jawab Puspa akhirnya.

“Kita langsung pergi aja, kemana gitu.”

“Tumben? Biasanya mau pulang ke rumah dulu? Nggak ditunggu keluarga?”

“Nope. Waktuku pulang saat ini hanya untuk Puspa.”

Kalimat Arya mampu menarik perhatian Puspa. “Serius?”

“Yaa. Ayo, aku ingin membawamu ke suatu tempat,” ajak Arya sambil sedikit menarik tangan Puspa.

Wanita itu bergegas mengambil barang-barangnya dan memasukan ke dalam tas. Ia mengikuti langkah kemana Arya membawanya pergi. Sepanjang jalan, Arya tidak sekalipun melepaskan genggamannya dari tangan Puspa. Sesuatu yang membuat perasaan Puspa berbunga-bunga. Dia sangat mencintai Arya-nya begitupun sebaliknya.

“Kita mau kemana?” tanya Puspa saat mereka sudah berada di dalam mobil milik Arya.

Laki-laki itu meminta asisten papanya menyiapkan mobil untuk mereka berdua. Sesuatu yang cukup membuat Puspa terkejut. Tidak biasanya keluarga Arya ikut terlibat dalam acara mereka.

“Rahasia. Lihat saja nanti. Ratu gue tinggal duduk manis di dalam mobil, panglima Arya akan membawa Ratu jalan-jalan.”

“Haha,” tawa Puspa renyah.

Mobil membelah jalanan kota Jakarta yang ramai. Puspa menikmati perjalanan saat hujan mulai turun dengan derasnya. Mata wanita itu menikmati setiap buliran-buliran air hujan yang menetes di kaca mobil. Semua itu tak pernah lepas dari pengamatan Arya. Laki-laki yang seakan sedang merekam wajah dan kenangan Puspa sebanyak-banyaknya. Ia akan menyimpan semua kenangan itu jauh di dalam lubuk hatinya yang paling dalam. Semua rekaman tentang Puspa akan ia buka sewaktu-waktu saat laki-laki itu sedang merindukan wanita itu suatu saat nanti.

“Kenapa hujan selalu indah?” tanya Puspa tiba-tiba.

“Mmm, sorry. Aku nggak bisa jawab sepertinya.”

“Karena sepi tak lagi ada. Ramai, banyak dan hujan selalu membawa suasana baru yang biasanya indah.”

“Seperti kamu, indah.”

“Haha,” tawa Puspa lagi.

Arya mengerutkan kedua alisnya saat mendengar tawa Puspa yang lepas. Bukannya malu-malu, tapi Puspa justru terlihat menyangsikan kalimat Arya sebelumnya.

“Kamu kenapa sih, Bii? Sumpah nggak pantes banget kamu ngomong kaya gitu.”

Arya mengedikan bahunya, laki-laki itu tersenyum. Tangan kirinya menggenggam tangan Puspa lagi sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengendalikan kemudi. Arya beruntung karena jalanan sudah mulai sepi dan landai.

Ada ribuan rasa yang berkecamuk tapi sekuat tenaga Arya menutupi kesedihannya di hadapan Puspa. Moment ini akan Arya ciptakan sebagai kenangan manis keduanya. Sedikit egois memang, karena Arya sudah berencana untuk meninggalkan Puspa. Tapi, tak ada lagi yang bisa Arya lakukan selain menciptakan kenangan indah di hari-hari terakhir pertemuan mereka.

Arya berharap, Puspa akan selalu mengingat tentang dirinya. Arya berharap, rindu ini tidak akan hanya dia yang merasakan nantinya.

Mobil masih saja berjalan tanpa Puspa ketahui arahnya. Wanita itu bahkan sempat tertidur dan bangun, lalu melihat ke arah jam di ponselnya yang menunjukan angka lima sore. Artinya mereka sudah melakukan perjalanan lebih dari lima jam tapi Arya tak kunjung menepikan mobil.

“Kita mau kemana, Bii?” Puspa mulai mempertanyakan tujuan mereka berdua.

“Jauh.”

“Jauh? Kemana? Aku nggak bawa baju lho.”

“Jauh banget, aku mau ngajakin kamu melarikan diri.”

“Ck, melarikan diri dari siapa?” tanya Puspa berdecak pura-pura. “Mau kemana?” tanya Puspa sekali lagi.

“Lihat saja nanti, yang pasti jauh.”

“Hah? Jangan ngaco deh, aku nggak bawa baju ganti.” Puspa terkejut. Kepulangan Arya yang begitu mendadak sudah cukup membuat wanita itu kelimpungan. Lalu tiba-tiba, sekarang laki-laki itu mengajaknya ke sebuah tempat yang cukup jauh dan Puspa tidak tahu itu dimana?

“Nanti bisa beli.”

“Mas..”

“Aku cuma mau memiliki waktu yang berkualitas sebelum kembali ke Boston.”

Puspa hanya bisa menghela nafas menanggapi sikap Arya yang pemaksa. Laki-laki itu memang sering seperti itu, tak bisa ditebak.

Saat senja menyapa, mereka sudah sampai disebuah pantai terpencil di Jawa Tengah. Pantai pasir putih dengan pemandangan asri menjadi tempat pelarian keduanya. Arya sedang memasang tenda saat Puspa meletakan satu cup pop*ie panas di atas pasir.

“Aku lapar.”

“Sorry, aku lupa kalau kita butuh makan. Aku terlalu antusias datang ke tempat ini bersamamu.”

Arya meletakan peralatannya lalu ikut duduk di samping Puspa. Mereka menikmati senja dengan satu cup mie buatan Puspa.

“Katanya, senja itu indah karena menyimpan kenangan,” ucap Puspa sambil tersenyum tipis.

Puspa menikmati senja, Puspa suka hujan tapi senja bukan suatu pemandangan yang mudah untuk dilewatkan.

“Senja itu selalu cantik karena dia selalu di atas  bersama langit, tak bisa digenggam apalagi dimiliki,” jawab Arya.

Seperti senja, Puspa itu indah tapi sulit untuk Arya genggam. Takdir tidak berkata ‘mudah’ untuk hubungan Arya dan Puspa. Sebuah pertemuan itu memiliki banyak makna, terkadang ia ditakdirkan untuk tetap tinggal atau hanya sekedar singgah lalu terlepas untuk menjadi kenangan. “Bii,” panggil Arya.

“Hem.” Puspa tak mengalihkan tatapannya dari langit.

“Kamu tahu aku sangat mencintaimu.”

“Kamu juga tahu aku mencintaimu lebih.”

Arya menangkup wajah Puspa dan menatapnya. Ia menelisik setiap ukiran wajah Puspa, mencoba mengingat-ingat dengan detail agar wajah itu tak pernah hilang dari ingtannya. Arya mendekat lalu menyapu lembut bibir Puspa yang manis. Begitu banyak perasaan yang muncul silih berganti, banyak alasan yang memaksa Arya untuk tetap tinggal tapi ia tak bisa melepaskan sebuah tanggung jawab yang besar di pundaknya.

Rasanya sesak, sakit dan hancur secara bersamaan.

Arya memagut dengan rapuh, mencoba mencari kekuatan dari bibir yang sudah lama ia rindukan. Tapi nyatanya, ciuman itu justru semakin membuat Arya berantakan. Ngocoks.com

Senja dan pantai. Perpaduan romantis untuk mengakhiri sesuatu yang seharusnya indah.

***

Bandara International Soekarno – Hatta.

Sudah lima hari sejak kepulangan Arya, laki-laki itu menepati janjinya untuk selalu bersama Puspa. Malam ini, Arya kembali ke Boston setelah mereka berdua melewati malam-malam yang menyenangkan sebelumnya. Hanya mereka berdua, tidak ada lainnya.

Arya dan Puspa duduk di kursi tunggu, dengan tangan yang saling menggenggam. Sepanjang perjalanan di mobil hingga saat ini Arya selalu menggenggam tangan Puspa. Jikapun terlepas, laki-laki itu akan selalu menunjukan wajah penuh ketidakrelaan.

Arya melihat ke arah Puspa yang sedang membaca ponselnya sambil menunggu jam keberangkatan Arya ke Boston.

Sudah lima hari mereka bersama dan bagi Arya itu semua tidak pernah cukup. Ia melihat ke arah tautan genggaman tangan keduanya, melihat dengan jelas seakan itu adalah genggaman tangan yang terakhir kali untuk Puspa-nya.

Setelah melewati pintu masuk pesawat, mulai detik itu juga ia berjanji untuk melangkah kedepan. Ada Ivy dan anaknya yang sedang menunggu sambutan tangannya. Ada keluarga yang sedang mempertaruhkan kehidupannya di dalam diri Arya.

“Kenapa?” tanya Puspa saat melihat Arya yang memperhatikannya.

“Kamu cantik,” puji Arya. Puspa-nya memang selalu cantik di mata Arya.

“Aku tahu.”

“Aku boleh minta satu hal?” tanya Arya.

“Banyak juga nggak apa-apa.”

“Cukup satu … aku ingin kamu bahagia.”

Puspa melepaskan tautan tangan keduanya, ia merangkum wajah Arya untuk menatap langsung ke manik mata laki-laki itu. Ada rasa yang sampai ke dalam hati Puspa tapi ia mengabaikannya. “Aku bahagia bersamamu.”

“Aku ingin kamu bisa bahagia dengan dirimu sendiri.”

Puspa meragukan kalimat Arya, ia hendak menjawab tapi kalimat Puspa tertahan saat pengumuman keberangkatan pesawat Arya terdengar.

“Berjanjilah,” pinta Arya.

Puspa hanya bisa menggeleng tidak paham.

“Berjanjilah untuk selalu bisa bahagia.”

“Bii.”

“Please, janji sama aku biar aku bisa kembali ke Boston dengan tenang,” pinta Arya sekali lagi.

“Biii,” panggil Arya lagi saat panggilan penumpang kedua terdengar.

“Aku janji akan selalu bahagia,” ucap Puspa akhirnya.

Arya tersenyum lega, ia mencium kening Puspa lama dan dalam, seakan ciuman itu adalah ciuman terakhir yang ia berikan untuk Puspa-nya. “Terima kasih, Puspa-ku. Aku mencintaimu.”

Arya berdiri tegap dan langkah pasti memasuki pintu keberangkatan internasional. Ia melihat ke arah Puspa sekilas lalu kembali memutar tubuhnya ke depan. Ia tak lagi menoleh kebelakang begitupun seterusnya. Arya berjalan lurus ke depan meninggalkan Puspa dan semua kenangannya. Arya tak lagi menjawab pesan dari Puspa. Dengan pelan-pelan ia melepaskan Puspa dan mengakhiri hubungan mereka di hari pernikahannya dan Ivy.

Selamat tinggal, Puspa.

Satu nama yang akan selalu menempati ruangtersembunyi di dalam hati Arya.

Anton meletakan satu amplop berwarna coklat di meja Arya. Laki-laki yang sekaligus menjabat sebagai sahabat itu duduk dengan santai di kursi depan meja. Ia mengambil permen lalu memasukan ke dalam mulut sebelum bersuara.

“Gue sudah mengingatkan tentang hal ini, kebiasaan ini tidak baik.”

“Gue tahu,” jawab Arya. Meskipun sudah diperingatkan, laki-laki itu tetap mengambil amplop di meja lalu membukanya.

Ada beberapa potret seorang wanita yang akhir-akhir ini menjadi tugas Anton untuk mengikutinya. Seorang wanita dari masa lalunya yang kembali datang. Takdir memang tidak serta merta menjadi baik kepada Arya.

“Potret itu tidak akan menjadi baik buat lo. Percaya sama gue, Boss,” tambah Anton. Laki-laki itu akan melepaskan topengnya sebagai kaki tangan Arya dan berubah menjadi sahabat saat mereka hanya berdua.

Arya menggenggam potret itu dengan kuat seakan ingin menghancurkannya dalam satu remasan tangan. Ia melihat dengan jelas tawa manis Puspa yang dulu hanya untuknya. Wanita itu bisa tersenyum bahagia bersama laki-laki yang jelas mengharapkan tujuan lain dengan wanita yang masih menempati hatinya.

Bodoh memang! Meskipun Arya sudah berusaha, tapi ia tidak pernah merasa mampu untuk mengikhlaskan Puspa. “Gue ke Jogja,” putusnya.

“Serius?”

“Sangat.”

“Arya, lo punya anak dan istri.”

“Ivy seharusnya sadar, dia tahu di mana tempatnya. Sejak Puspa menginjakan kakinya di kantor ini, gue yakin ada maksud di pertemuan kita. Mungkin, takdir gue memang Puspa, Ton.”

Arya mengingat jelas saat pertama kali ia melihat Puspa duduk di hall perusahaannya sebagai karyawan baru. Mungkin bagi Puspa pertemuan keduanya terjadi saat acara sosialisasi rekruitment besar-besaran AD corporate, padahal sebenarnya Arya sudah menemukan Puspa jauh sebelum hal itu terjadi.

“Mungkin juga pertemuan kalian hanya untuk menyelesaikan sesuatu yang belum benar-benar selesai.”

Anton tahu ia salah berucap saat Arya melihatnya dengan tatapan menusuk. Tapi seharusnya apa yang dia ucapkan bisa jadi benar bukan?

“Dia masih milik gue, hati ini masih miliknya,” ucap Arya final.

“Lo sudah punya Ivy.”

“Fuck off!” teriak Arya dengan sebuah buku yang terlempar ke arah Anton.  Sedangkan yang mendapatkan amarah Arya hanya bisa terkekeh mendapati sahabatnya yang belum bisa move on.

“Sehebat apa Puspa sampai bisa membuat seorang Arya menjadi gila?”

Arya mendudukan tubuhnya dengan nafas terengah. Ia (masih) menatap Anton dengan tatapan tidak suka. “Dia … a part of me.”

“Yah, bisa gue lihat seberapa spesial-nya Puspa untuk Arya. Tapi kalau boleh gue memberi saran sebagai sahabat, lebih baik lo berhenti buat kembali masuk ke dalam kehidupan wanita itu. Atau itu akan menghancurkan diri lo sendiri … dan dia tentunya.”

Arya tetap memutuskan untuk datang ke Jogja dengan segala alasan yang sengaja dia buat. Entah kenapa, masih ada rasa tidak rela yang teramat besar saat Arya melihat Puspa bersama laki-laki lain.

Pagi ini, Arya menunggu di sebuah bilik yang sudah disediakan. Ia menunggu sambil melihat pesan dari Ivy yang mengirimkan potret Axel sehabis mandi. Anak itu, adalah salah satu anugrah dari sekian banyak ujian yang diberikan kepada Arya.

Tak lama menunggu, sosok yang menjadi alasannya datang ke tempat ini akhirnya muncul. Dengan telaten Puspa menyiapkan satu persatu berkas yang ia butuhkan untuk proses interview di meja Arya.

“Boleh aku minta tolong?” pinta Arya. “Tolong rautkan pensil ini.”

Arya sadar permintaan itu terlalu mengada-ngada. Pensil yang ada di dalam genggamannya jelas terlihat sudah layak pakai.

“Baik.”

Arya beruntung Puspa tidak membantah. Meskipun dengan wajah malas, Puspa tetap mendekat. Tanpa ucapan ia melaksanakan tugas yang diberikan Arya kepadanya.

Perasaan Arya berkecamuk, ia melihat Puspa dengan intens. Sekelibat bayangan Puspa bersama dengan laki-laki itu kembali memunculkan rasa yang seharusnya ia musnahkan sejak dulu.

Arya bisa melihat gerakan tangan yang sempat berhenti saat Arya berdiri. Wanita itu terlihat mempercepat gerakannya seakan menganggap Arya adalah ancaman.

Dan Arya tidak suka itu!

“Tumben kamu mengikuti kegiatan diluar kota?” sindirnya. “Bertemu orang baru, tempat baru.” Sangat bukan Puspa. “Bii,” panggil Arya lagi saat ia tidak mendengar sebuah jawaban. “Kenapa?”

“Saya tidak harus menjawab pertanyaan Bapak.”

Jawaban Puspa semakin membuat Arya marah. Ia mencengkeram tangannya sendiri dengan erat, menahan rasa cemburu yang membakar hatinya pelan-pelan.

“Apakah karena laki-laki itu?” tanya Arya to the point. Arya tidak perlu lagi menjelaskan siapa yang ia maksud, pasti dengan jelas Puspa sudah paham siapa yang Arya maksud.

Wanita itu membalas tatapan Arya dengan tegas, seakan sedang menunjukan bahwa apa yang Arya ucapkan sebelumnya adalah benar.

“Kamu dekat dengan laki-laki itu?” tanyanya menuntut.

“Bapak terlalu mencampuri urusan pribadi karyawan.”

Arya tersenyum menyeringai mendengar jawaban Puspa. “Aku bisa memecatnya jika mendapati ada karyawan yang saling berhubungan dalam divisi yang sama.”

“Bapak tidak berhak.”

“Tapi aku sangat bisa melakukannya, Bii,” ucap Arya bukan sebagai ancaman karena dia pasti akan melakukan hal itu.

Puspa tak lagi menjawab, lebih memilih segera menyelesaikan tugasnya. Mungkin efek Arya yang terlalu besar hingga membuat Puspa ceroboh dan justru melukai tangan wanita itu sendiri.

Puspa pergi dan tentu saja Arya tidak akan mudah melepaskan wanita itu —lagi.

“Keluar,” usir Puspa. “Aku bilang keluar!”

Arya menulikan pendengarannya, ia menarik tangan Puspa untuk membersihkan luka Puspa. Seperti saat pertama kali mereka bertemu dulu, Arya dengan telaten menekan luka lalu membersihkan dengan tissue kain miliknya.

“Saya bisa melakukannya sendiri. Arya aku bisa melakukannya sendiri!” teriak Puspa marah.

Arya mengikis jarak penuh ancaman. Kesabarannya sudah habis! Sejak Puspa menginjakkan kakinya di perusahaan, Arya tahu hidupnya tidak akan mudah. Hidup Arya sebelumnya sudah sulit lalu saat melihat Puspa hidupnya semakin hancur berantakan.

Hal yang paling diinginkan Arya adalah Puspa, tapi jelas wanita itu adalah sesuatu yang akan menyakiti keluarganya.

“Keluarkan semua amarahmu, Bii. Marah sama aku! Pukul aku atau apapun itu agar aku sedikit merasa lebih baik!”

Arya mengambil tangan Puspa lalu menamparkan ke arah pipinya sendiri.

Arya menamparkan tangan Puspa ke pipinya berkali-kali. Tetapi setelah semua itu terjadi, tidak ada yang berubah. Puspa masih terlihat membencinya dan Arya bisa gila melihat itu!

“Pukul aku, Bii. Pukul aku! Kamu berhak marah! Kamu berhak memukulku,” ucap Arya dengan dada bergetar hebat. Nafasnya tersengal dan dada bergemuruh menahan amarah.

Sebuah hantaman cukup kuat berhenti di tembok sisi kanan Puspa yang kosong saat Arya merasa putus asa. Lalu ia menyesal saat melihat Puspa dengan mata terpejam karena takut.

“Aku bisa gila dengan perasaan bersalah yang ada disini,” ucap Arya menurunkan nada suaranya. “Aku bisa gila bila terus melihatmu dengan —!”

“Oh, apa aku mengganggumu? Begitu?” tanya Puspa memastikan. “Apa kamu merasa jijik melihatku?”

Arya tidak suka Puspa memutuskan kalimatnya yang belum selesai lalu membuat sebuah kesimpulan bodoh!

Ia semakin mengikis jarak. Arya mencengkeram tubuh Puspa yang ringkih di hadapannya. Ia ingin menunjukan apa yang ia rasakan meski tanpa suara. Ia ingin Puspa menemukan cinta dan keputusasaan di matanya.

“Jika keberadaanku mengganggumu, aku akan pergi,” ucap wanita itu dengan bibir bergetar.

Tidak, tidak! Bukan itu yang Arya inginkan. Jika Puspa kembali menghilang dari hadapannya, mungkin Arya akan menjadi benar-benar gila.

“Tidak, tidak. Bukan begitu maksudku, Bii. Maksudku —.”

“Saya harus keluar, proses interview sebentar lagi mulai.”

“Jangan memotong kalimatku!” Arya kembali menarik tubuh Puspa untuk berada di depannya. “Bii.”

“Nama saya Pus—.”

Arya mencium bibir Puspa tiba-tiba dan mendadak, sesuatu yang memang sudah sangat ia inginkan saat mereka duduk berdua di dalam ruangan yang sama di kantornya. Arya mencium dan menuntut sesuatu untuk segera dilepaskan. Ada begitu banyak emosi yang Arya keluarkan melalui ciumannya.

Kedua tangan Puspa mencoba menahan tubuh Arya yang semakin mendekat. Ia pun mencoba melepaskan tautan bibirnya yang semakin menuntut. “Le—pas.” Puspa terengah saat Arya menjelajah semakin dalam.

Bunyi bibir Arya yang menyecap mendominasi ruangan yang sepi. Hanya ada suara geraman milik Arya dan suara tertahan dari Puspa yang meronta untuk dilepaskan.

“Arya! Le —.” Arya kembali membungkam bibir Puspa dengan bibirnya. Ia menahan kedua tangan Puspa di atas tubuh wanita itu ketika Puspa masih saja terus melawan.

Tangannya mencengkeram rahang wanita itu dan mengunci tatapan Puspa ke arahnya. “Kita belum berakhir, Puspa! Belum sama sekali.”

Hingga pada titik dimana Arya kembali menemukan wajah Ivy dan Axel di sela-sela logikanya yang menghilang. Lalu merasa bodoh ketika disaat bersamaan ia menyadari bahwa apa yang ia lakukan hanyalah akan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri dan wanita di hadapannya.

“Maaf,” ucap Arya lirih. Ia menyembunyikan wajahnya di dalam ceruk leher Puspa yang menegang. Ia menghirup wangi tubuh Puspa sebanyak-banyaknya. “Aku minta maaf —sangat,” ucapnya sekali lagi. Ada tetes airmata yang mengalir di ujung bola matanya. Tapi dengan cepat ia sapu dengan tangannya sebelum kembali berdiri dengan canggung di hadapan Puspa.

“Aku—.”

“Saya tahu ini hanyalah sebuah kesalahan. Seperti kita dulu, semuanya hanyalah bentuk sebuah kesalahan.”

Ada luka yang ternganga lebar di hati Arya saat Puspa mengatakan kalimat itu. Saat wanita yang dicintainya menganggap bahwa hubungan keduanya hanyalah bentuk dari sebuah kesalahan.

“Saya harap kita tidak akan pernah bertemu lagi.”

Mata Arya terpejam kuat. Ia membiarkan Puspa yang pergi begitu saja dari hadapannya, lalu meluruhkan tubuhnya saat bunyi pintu tertutup dari luar.

Arya kembali hancur untuk kesekian kalinya. Bunyi suara sepatu mendekat, Anton duduk berjongkok di samping tubuh Arya yang membeku.

“Gue sudah bilang, nggak baik buat kalian untuk kembali bertemu.”

Bersambung…

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
ABG Berlanjut Bersambung Cantik Kenangan Kenikmatan Mesum Novel Pacar Romantis Ternikmat Umum
Share. Twitter Telegram WhatsApp Email Copy Link
Previous ArticleBudak Seks
ceritasex

    Ngocoks adalah situs dewasa yang berisi kumpulan cerita sex tergres yang di update setiap hari. Jangan lupa bookmark situs ini biar tidak ketinggalan cerita dewasa lainnya, -terima kasih.

    Related Post

    9.0

    Budak Seks

    9.5

    Sebuah Jimat (Amulet)

    9.3

    Monster Kraken

    9.0

    Nona Majikan dan Temannya

    9.5

    Malapetaka KKN

    9.0

    Perempuan Polos Berjilbab

    Follow Facebook

    Recent Post

    Kamu yang Kusebut Rumah

    Budak Seks

    Sebuah Jimat (Amulet)

    Monster Kraken

    Nona Majikan dan Temannya

    Malapetaka KKN

    Perempuan Polos Berjilbab

    Pubertas Dini

    Sang Penakluk Akhwat

    Pistol Hipnotis

    Kategori

    Terekspos

    Ngocoks.com adalah situs dewasa berisi kumpulan cerita sex, cerita dewasa, cerita ngentot dengan berbagai kategori seperti perselingkuhan, perkosaan, sedarah, abg, tante, janda dan masih banyak lainnya yang dikemas dengan rapi dan menarik.

     

    ✓ Update Cerita Sex Setiap Hari
    ✓ Cerita Sex Berbagai Kategori
    ✓ 100% Kualitas Cerita Premium
    ✓ Semua Konten Gratis dengan Kualitas Terbaik
    ✓ Semua Konten Yang Diupload Dipilih & Hanya Update Konten Berkualitas

     

    Cara Akses Situs Ngocoks

    Akses menggunakan VPN atau kamu bisa juga akses situs Ngocoks ini tanpa VPN yang beralamat ngocoks.com kalau susah diingat, Silahkan kamu buka saja Google.com.sg Lalu ketikan tulisan ini ngocoks.com, terus klik halaman/link paling atas situs NGOCOKS no 1 di Google. Selamat Membaca!


     

    Indonesian Porn Fetish Sites | Indonesian Porn List | Ulasan Bokep Indonesia

    © 2025 Ngocoks - Support by Google Inc.
    • Warning!
    • Iklan
    • Privacy Policy
    • Kirim Cerita Sex
    • Channel Telegram

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.